Senin, 29 Januari 2024

                                                                             BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

 Keluarga adalah unit terkecil dan dasar dari struktur sosial. Susunan keluarga dalam masyarakat biasanya bersifat monogami, terutama di kalangan masyarakat adat, yaitu. anggota keluarga, suami, istri dan anak, serta putra dan putri.
Keluarga terbentuk melalui perkawinan, yaitu penyatuan jasmani dan rohani antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Suatu perkawinan itu hukumnya sah, apabila telah memenuhi syarat dan rukun, namun pelaksanaan pernikahan tersebut sangat terkait dengan tujuan dan hikmah dari pernikahan itu sendiri. Hal ini dijelaskan didalam pasal 7, bahwa untuk menjaga kesehatan suami istri dan keturunan perlu ditetapkan batas-batas umur untuk pekawinan.

       Dalam membicarakan tentang warisan, maka ada 3 hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1.  Orang yang meninggal dunia, yang meninggalkan harta kekayaan

2.  Ahli waris yang berhak menerima harta kekayaan tersebut

3.  Harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris, akan beralih kepada ahliwaris.

       Meninggalnya seorang suami/istri, maka terbukalah warisan atas seluruh harta kekayaan si meninggal seketika itu, mereka yang menjadi ahli waris berhak atas harta kekayaan itu sesuai dengan ketentuan yang ada. Dengan kata lain, pewarisan merupakan salah satu alasan (title) hak yang sah untuk berpindah hak atas suatu benda.

        Islam juga mengatur mengenai waris seperti dalam surah an-Nisa ayat 7 yang berbunyi:

لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ ٱلْوَٰلِدَانِ وَٱلْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ ٱلْوَٰلِدَانِ وَٱلْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ ۚ نَصِيبًا مَّفْرُوضًا

Artinya : Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditentukan.

        Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT telah menghapuskan secara tegas bentuk penindasan yang biasanya menimpa dua jenis masyarakat rentan yaitu perempuan dan anak-anak. Allah SWT memberkati mereka berdua dengan Rahmat dan Kebijaksanaan-Nya dan dengan penuh keadilan memulihkan hak waris mereka. Dalam ayat ini, Allah dalam keadilan-Nya memberikan hak waris yang sama, tidak membeda-bedakan antara yang kecil dan yang besar, laki-laki dan perempuan. Tanpa membedakan bagian mereka, besar atau kecil, atau ahli waris menginginkannya atau tidak, jelas bahwa hukum waris menempatkan kerabat ahli waris dengan kerabat ahli waris karena hubungan tersebut. Di sisi lain, Allah mencabut hak waris bersama bagi umat Islam berdasarkan kekerabatan dan hijrah. Akan tetapi, ayat tersebut tidak menjelaskan secara rinci tingkat hak waris kerabat. Bila kita menggunakan istilah dalam ushul fiqh, ayat ini disebut mujmal (universal), sedangkan rinciannya terdapat pada ayat-ayat yang saya kutip. (An-Nisa': 11-12 dan 176).

يُوۡصِيۡكُمُ اللّٰهُ فِىۡۤ اَوۡلَادِكُمۡ‌ ۖ لِلذَّكَرِ مِثۡلُ حَظِّ الۡاُنۡثَيَيۡنِ‌ ۚ فَاِنۡ كُنَّ نِسَآءً فَوۡقَ اثۡنَتَيۡنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ‌ ۚ وَاِنۡ كَانَتۡ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصۡفُ‌ ؕ وَلِاَ بَوَيۡهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنۡهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنۡ كَانَ لَهٗ وَلَدٌ ۚ فَاِنۡ لَّمۡ يَكُنۡ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗۤ اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ الثُّلُثُ‌ ؕ فَاِنۡ كَانَ لَهٗۤ اِخۡوَةٌ فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ مِنۡۢ بَعۡدِ وَصِيَّةٍ يُّوۡصِىۡ بِهَاۤ اَوۡ دَيۡنٍ‌ ؕ اٰبَآؤُكُمۡ وَاَبۡنَآؤُكُمۡ ۚ لَا تَدۡرُوۡنَ اَيُّهُمۡ اَقۡرَبُ لَـكُمۡ نَفۡعًا‌ ؕ فَرِيۡضَةً مِّنَ اللّٰهِ ‌ؕ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيۡمًا حَكِيۡمًا


Artinya: Allah mensyari’atkan (mewajibkan) kepadamu tentang pembagian warisan untuk anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia anak perempuan itu seorang saja, maka dia memperolah setengah harta yang ditinggalkan. Dan untuk kedua ibu bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia yang meninggal mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu bapaknya saja, maka ibunya mendapat sepertiga, jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara maka ibunya mendapat seperenam. Pembagian-pembagian diatas setelah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau setelah dibayar hutangnya. Orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah SWT. Sungguh allah maha meha mengetahui, maha bijaksana.


Meskipun Islam sudah begitu rapi dalam mengatur warisan namun pelaksanaanya pada masyarakat umumnya di pedesaan masih mengacu kepada adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang secara turun temurun. Bahkan adat istiadat merupakan dasar utama hubungan antar personal atau kelompok. Adat - istiadat atau kebiasaan masyarakat tersebut kemudian berkembang menjadi hukum adat dimana harus dipatuhi oleh masyarakat, karena hukum adat masih dianggap sebagai aturan hidup untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat. Akan tetapi, sebagai hukum yang hidup (livinglaw), hukum adat tidak selamanya memberi rasa adil kepada masyarakatnya. Hal itu dikarenakan, pemberlakuan hukum adat dipaksakan oleh penguasa adat dan kelompok sosialnya.

 Hukum kewarisan adat di Indonesia sangat dipengaruhi oleh prinsip garis keturunan yang berlaku di masyarakat yang bersangkutan. Hukum kewarisan merupakan hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya. Adapun yang dimaksud dengan harta waris adalah harta kekayaan dari pewaris yang telah wafat, baik harta itu telah dibagi atau masih dalam keadaan tidak terbagi-bagi. Termasuk di dalam harta waris adalah harta pusaka, harta perkawinan, dan harta bawaan.  Di Indonesia di antara orang- orang Indonesia asli yang tersebar di berbagai daerah, ada beberapa sifat kekeluargaan yang dapat dimasukkan ke dalam 3 golongan, yaitu;  Sifat kebapakan (Patrilineal); Sifat keibuan (Matrilineal); dan Sifat kebapak-ibuan (Parental).

Karena  hukum  waris  adat  dipengaruhi  sistem  kekeluargaan  maka sudah tentu  terdapat  perbedaan  antara  masyarakat  adat  yang  satu  dengan masyarakat adat lainnya di Indonesia. Perbedaan ini terutama terhadap siapa yang menjadi pewaris, siapa yang menjadi ahli waris terhadap harta yang ditinggalkan.  Demikian  pula  pada  masyarakat adat  Suku Melayu  pada dasarnya, bentuk perkawinan dan sistem kewarisan yang diterapkan adalah sama. Hanya saja pada masyarakat adat Dessa Tanjung Mudo penerapannya masih kental dilakukan, baik  pada  masyarakat  yang  tinggal  di  perkotaan  atau  yang  tinggal  di pedesaan.

Warisan merupakan sarana untuk melanjutkan suatu kepemilikan harta benda, merupakan salah satu bentuk hukum adat yang sampai sekarang masih dipegang teguh, terutama oleh masyarakat pedesaan. Mereka lebih memilih menyelesaikan perkara waris menggunakan hukum adat dari pada hukum Al-Qur’an, karena menganggap hukum waris adat lebih bisa memberikan keadilan bagi ahli waris.

Seperti yang penulis temukan di Kecamatan Pangkalan Jambu ini bahwa pembagian harta waris masih mengacu kepada hokum - hukum adat yaitu laki-laki hanya memiliki hak kuasa atas warisan tetapi tidak mendapatkan hak untuk memiliki harta warisan, sedang perempuan mendapatkan bagian besar dengan alasan bisa menjadi bekal untuk masa depannya dengan harapan bisa dikelola bersama suaminya kelak, bila laki-laki bercerai dengan istrinya boleh kembali ke saudara perempuan dan menggunakan hak pakai atau manfaat dari harta yang di wariskan kepada saudara perempuan. Masyarakat Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu tersebut kebanyakan memakai peraturan hukum adat dan di sisi lain peraturan agama atau syariat Islam dan peraturan pemerintahan juga berlaku.

Pada masyarakat adat Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu yang menggunakan bentuk perkawinan  jujur  dan  memakai  sistem kewarisan  patrilineal,  yaitu  sistem kewarisan di mana anak laki-laki tertua berhak atas seluruh harta peninggalan dan sebagai penerus keturunan mereka. Begitu kuatnya kedudukan anak laki- laki dalam keluarga sehingga jika tidak mempunyai anak laki-laki dikatakan sama dengan tidak mempunyai keturunan atau putus keturunan.  Hal inilah yang  kadang  masih  mempengaruhi  dalam  keluarga  suku  adat  Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu yang mana keberadaan anak laki-laki yang sangat dianggap penting keberadaannya untuk meneruskan nama keluarga. Dalam suku adat Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu berlaku kebiasaan yang mana apabila keluarga tidak memiliki anak laki-laki maka menantu lelaki tertualah yang dianggap atau dijadikan penerus nama keluarga tersebut.

Namun pada umumnya, masyarakat Kecamatan Pangkalan Jambu ini mayoritasnya lebih mendahului hukum adat dari pada hukum-hukum lain atau bisa kita katakan sangat sedikit sekali yang memakai peraturan pemerintah dalam hal menyelesaikan masalah mereka, misalnya saja tentang pembagian harta pusaka, masyarakat di Kecamatan Pangkalan Jambu lebih cenderung melaksanakan pembagian harta warisan secara adat.

Dalam pembagian harta pusaka menurut adat di Indonesia kita kenal ada tiga kelompok sistem garis keturunan yaitu.

1. Patrilineal yaitu yang menimbulkan kesatuan kekeluargaan yang besar seperti keturunan, marga, di mana setiap orang selalu menghubungkan dirinya hanya kepada ayahnya dan karena itu termasuk kedalam keturunan ayahnya.

2. Matrilineal yaitu menimbul kan kesatuan kekeluargaan yang besar di mana setiap orang selalu menghubung kan dirinya hanya kepada ibunya dan karena itu termasuk kedalam keturunan ibunya.

3. Parental dan bilateral yaitu menimbulkan kesatuan kekeluargaan yang besar di mana setiap orang selalu menghubungkan dirinya kepada ayah dan ibunya, dan karena itu termasuk kedalam keturunan ayah dan ibunya (netral).

       Tetapi di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin ini menganut sistem keturunan matrilineal yang berarti menghubungkan dirinya hanya kepada garis keturunan ibunya saja. Penentuan garis keturunan ini sangat berpengaruh terhadap penentuan ahli waris, di mana masyarakat Kecamatan Pangkalan Jambu ini menentukan hanya anak perempuan yang mendapatkan harta warisan orang tua mereka. Dari latar belakang diatas penulis ingin melakukan penelitian dengan judul Hukum Waris Adat Di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Provinsi Jambi Di Tinjau Dari Hukum Islam”.

B.  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :

  1. Bagaimana Proses Pembagian Harta Warisan Di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupeten Merangin?

  2. Apasaja Permasalahan Dalam Pembagian Harta Warisan Di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupeten Merangin?

  3. Bagaimana Penyelesaian Permasalahan Dalam Pembagian Harta Warisan Menurut Tradisi Di Desa Tanjung Mudo Ditinjau dari Hukum Islam ?

C.  Batasan Masalah

          Untuk memudahkan penulis dalam penelitian ini, maka penulis membatasi batasan masalah dalam penelitian yaitu hanya pada Tradisi Pembagian Harta Warisan Di Desa Tanjung Mudo Di Tinjau Dari Hukum Islam. Sedangkan data yang diambil adalah kasus pembagian harta warisan yang terjadi pada tahun 2021-2023 sebanyak tiga sampel.

D.  Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

  Tujuan utama dari pekerjaan ini adalah untuk memenuhi persyaratan Sarjana Hukum di Fakultas Syari'ah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Namun, terkait permasalahan di atas, tujuan penulis adalah: 

a.  Untuk mengetahui Proses Pembagian Harta Warisan Di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupeten Merangin

b. Untuk mengetahui Permasalahan Dalam Pembagian Harta Warisan Di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupeten Merangin

c.  Untuk mengetahui Penyelesaian Permasalahan Dalam Pembagian Harta Warisan Menurut Tradisi Di Desa Tanjung Mudo Ditinjau dari Hukum Islam

2.  Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

a.  Manfaat Teoritis

      Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah:

  1. Memperoleh penjelasan cara pembagian pewarisan menurut Hukum Islam.

  2. Memperoleh penjelasan pembagian harta waris menurut adat Kec Pangkalan Jambu.

  3. Memperoleh penjelasan pandangan Hukum Islam terhadap pembagian harta waris di Kecamatan Pangkalan Jambu.

b.  Manfaat Praktis

  1. Untuk memenuhi salah satu persyaratan guna meraih gelar sarjana Strata Satu (S.1) pada Fakultas Syariah UIN STS Jambi.

  2. Untuk menambah koleksi kumpulan penelitian ilmiah yang ada di perpustakaan, hususnya yang berkaitan mengenai hukum waris maupun koleksi lain yang sejenis.

  3. Dapat dijadikan sebagai acuan atau pedoman untuk menganalisis kasus-kasus mengenai warisan yang ada di masyarakat, khususnya yang berada di kecematan pangkalan jambu, Kabupaten Merangin.


E. Metodologi Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

    a. Tempat Penelitian 

         Lokasi penelitian dilakukan di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin. Adapun alasan penulis mengambil tempat penelitian ini adalah dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut sagat mudah didapati dan memperoleh data yang diperlukan untuk menyusun serta menyelesaikan skripsi ini.


    b. Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan selama 6 bulan, dimulai pada bulan Mei 2023 sampai dengan Oktober 2023. 

    2. Jenis dan Pendekatan Penelitian 

    a. Jenis Penelitian 

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sebagai upaya untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang telah dibentangkan, karena sifatnya menggunakan penekatan analisis deskriptif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan pada kondisi objek yang alamiah, dan peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive sample, yaitu pengambilan sampel dengan cara memberikan ciri khusus yang sesuai tujuan penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yaitu dengan trianggulasi dan analisis data bersifat induktif/kualitatif serta hasil dari penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

b. Pendekatan penelitian 

Penulis di sini menggunakan metode penelitian tipe yuridis empirs, dimana penelitian dilakukan terhadap keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang teah terjadi di masyarakat dengan maksud mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan. dan penelitian kasus bertujuan untuk mengetahui secara mendalam terhadap suatu individu, kelompok atau masyarakat tentang Penerapan Undang-Undang Pernikahan.

     3. Jenis dan Sumber Data 

a. Jenis data 

         Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua,yaitu:

    1). Data Primer 

Data primer adalah data pokok yang digunakan dalam penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber manapun dari lokasi objek penelitian, atau keseluruhan data hasil penelitian yang diperoleh dilapangan.

    2). Data Sekunder

Data sekunder adalah data atau sejumlah keterangan yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui perantara. Data ini bisa diperoleh dengan mengutip dari artiker atau sumber lain.

b. Sumber data 

Sumber data dalam penelitian adalah subyek darimana data dapat diperoleh. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini terdiri dari orang dan dokumentasi meliputi:

1). Kepala Desa 

2). Kepala Dusun

3). Pegawai syarak dan Lembaga Adat 

       4). Tokoh Masyarakat setempat

   4. Instrumen Pengumpulan Data 

  Instrumen pengumpulan data aalah alat yang dugunakan untuk mengumpulkan data dan fakta penelitian. Adpaun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Observasi 

Observasi atau disebut juga dengan pengematan merupakan kegiatan pemuatan perhatian semua objek dengan menggunakan seluruh indera” Dalam pengertian psikologik, observasi atau disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan alat indera.

Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang mana secara langsung dapat mengamati hal-hal yang berhubungan dengan Tradisi Pembagian Harta Warisan Di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Provinsi Jambi Di Tinjau Dari Hukum Islam.

b. Wawancara 

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara. Wawancara merupakan alat pengumpualn data untuk memperoleh informasi langsung dari responden. Wawancara yang dimaksud disini adalah wawancara untuk kegiatan ilmiah yang dilakukan secara sistematis dan runtut serta memiliki nilai voliditas dan relibilitas wawancara diharapkan dapat menyampaikan semua pertanyaan dengan jelas dan lengkap.

     Metode ini gunanya untuk memperoleh data melalui wawancara langsung secara terpimpin antara peneliti dengan orang yang memberikan informasi dengan menggunakan daftar wawancara. Adapun datanya meliputi:

  1. Bagaimana Proses Pembagian Harta Warisan Di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupeten Merangin?

  2. Apasaja Permasalahan Dalam Pembagian Harta Warisan Di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupeten Merangin?

  3. Bagaimana Penyelesaian Permasalahan Dalam Pembagian Harta Warisan Menurut Tradisi Di Desa Tanjung Mudo Ditinjau dari Hukum Islam 

 c. Dokumentasi 

Dokumentasi sebagai salah satu cara mencari data mengurai hal-hal atau variabel-variabel yang merupakan catatan manuskrif, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, prasasti, legger agenda dan sebagainya. Metode dokumentasi adalah pengampulan data melalui data peninggalan tertulis seperti, arsip, dan termasuk buku-buku tentang pendapat, teori, dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian diantaranya :

1). Historis dan geografis Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin

2). Struktur Pemerintas Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin

3). Kondisi sosial, kebudayaan, ekonomi masyarakat, pendidikan dan keagmaan Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin

   5. Teknik Analisis Data 

Teknik ini dilakukan bertujuan untuk menyederhanakan hasil oleahan data, sehingga mudah dibaca atau interprestasi. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu dari wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini terdapat beberapa teknik analisis data diantaranya ialah pengumpulan data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan: 

a. Pengumpulan Data 

  Pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk mendapatkan data dan fakta penelitian. Dalam pengumpulan data peneliti akan memilih data yang sudah diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi tersebut lalu peneliti akan mengambil hal-hal penting dari data tersebut dan membung hal-hal yang tidak penting.

b. Penyajian Data 

Adapun penyajian data merupakan cara bagaimana data itu mudah dipahami oleh pembaca. Penyajian data dalam penelitian umum akan disajikan dalam bentuk tabel, deskripsi data, grafik dan semuanya akan dirancang untuk digabungkan sehingga hasil penelitian akan lebih mudah dipahami.

c. Penarikan Kesimpulan

Setelah melakukan pengumpulan data dan penyajian data peneliti akan menarik sebuah kesimpulan. Peneliti harus sampai pada kesimpulan dan akan melakukan verifikasi agar tercapainya sebuah kesimpulan baik dari segi makna maupun kebenaran dari penelitian ini.

F. Tinjauan Pustaka

       Pembahasan tentang Perspektif hukum islam terhadap Tradisi pembagian harta warisan (studi kasus di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin) dari observasi penyusun juga menemukan skiripsi yang di tulis oleh 

  1. Abdul Rahim yang berjudul: “Hukum Waris Adat Mandailing di Desa Malintang Julu Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal Menurut Perspektif Hukum Islam’’. Menjelaskan bahwa dalam kewarisan menggunakan pembagian harta waris berdasarkan kekerabatan yakni mengandung sistem kekrabatan patrilineal.

Dalam sistem kekerabatan tersebut hanya anak laki-laki yang menjadi ahli waris sedangkan anak perempuan tidak termasuk dalam ahli waris sekalipun anak perempuan tersebut belm menikah.

  1. Harfad Ade Yandi yang berjudul: “Pelaksanaan Hukum Kewarisan Di Lingkungan Adat Kampung Naga Desa Nagasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya Ditinjau Dari Hukum Islam”. Menjelaskan bahwa pembagian harta waris dilaksanakan sebelum pewaris meninggal dunia, yaitu dengan menggunakan cara hibah dan hibah wasiat. hal itu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya persengketaan diantara ahli-ahli waris supaya tercapainya kemaslahatan.

Pembagian harta waris adat kampung naga dilakukan secara musyawarah dengan mengutamakan asas saling narima, yaitu rasa saling rela dan saling menerima berapa pun bagiannya.

3. Rosmelina, “Sistem Pewarisan Pada Masyarakat Lampung Pesisir Yang Tidak Mempunyai Anak Laki-Laki (Studi Pada Marga Negara Batin di Kecamatan Kota Agung Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung)”.Masyarakat adat Lampung Pesisir mengutamakan kedudukan anak laki-laki daripada anak perempuan, karena anak laki-laki sebagai penerus keturunan si bapak yang ditarik dari satu bapak kandung. Sehingga apabila dalam suatu keluarga tidak memiliki anak laki-laki agar tidak putus keturunan maka pihak perempuan akan mengambil anak laki-laki dan dinikahkan dengan anak perempuannya.

              Dalam hal ini anak perempuan mengadakan upacara pengangkatan anak laki-laki tersebut dengan ditandai oleh pemberian gelar dalam upacara adat tersebut. Dalam hal ini kedudukan suami dan istri adalah sejajar, namun dalam penguasaan harta sepenuhnya akan dikuasai anak laki- lakinya kelak. Proses pembagian harta warisan dalam masyarakat Lampung Pesisir dilakukan dengan cara mufakat. Hal ini menjadi acuan apabila terjadi persengketaan dalam pembagian harta waris maka akan diselesaikan dengan mencari jalan keluarnya dengan cara kekeluargaan atau mufakat. Jika terjadi kesulitan maka keluarga akan menyerahkan ke peradilan adat yang dipimpin oleh punyimbang adat untuk menyelesaikan masalah yang pada akhirnya akan menghasilkan keputusan yang dihormati oleh seluruh warga karena peranan punyimbang masih berpengaruh besar bagi masyarakat adat setempat.

4. Annisa Tanjung Sari, “Kedudukan Anak Laki-Laki Tertua Dari Hasil Perkawinan Leviraat dalam Hukum Waris Adat Masyarakat Adat Lampung Pepadun (Studi Kasus di Kampung Terbanggi Besar Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah)”. Anak laki-laki yang lahir dari pernikahan leviraat atau perkawinan ketiga, anak yang statusnya bukan sebagai pewaris mayorat laki- laki tertua maka dapat dituakan dengan cara diperkenalkan/diakui sebagai anak tertua laki-laki dari istri ratu. Dalam hal menentukan siapa yang berhak menjadi pewaris mayorat laki-laki sangat berperan penting. Dikarenakan istri ratu melihat adanya dua faktor penghambat faktor pertama yaitu faktor pendidikan karena pada dasarnya pendidikan formal membuka wacana pemikiran yang lebih maju. Faktor kedua apabila bujang menikahi janda ia akan turun derajatnya. Sehingga anak laki-laki yang dilahirkannya tidak berhak menjadi pewaris. Maka apabila istri pertama belum juga melahirkana anak laki-laki suami akan menikah lagi sampai mendapatkan anak laki-laki.

5. Muhammad Ghifari pada tahun 2015, yang berjudul “Ahli Waris yang Menolak Menerima Warisan di Tinjau dari Hukum Kewarisan Islam (Studi Kasus di Kelurahan Yosodadi Kecamatan Metro Timur Kota Metro)”. Penelitian ini membahas mengenai masalah pembagian harta waris yang sudah ditentukan siapa saja ahli warisnya, tetapi salah seorang dari ahli warisnya menolak untuk mendapatkan warisan dari muwaris. Secara hukum kewarisan Islam ahli waris yang menolak menerima warisan tidaklah menjadi masalah karna menerima waris itu berdasarkan sebuah kerelaan, jadi apabila ahli waris menolak untuk menerima waris tidak menjadi masalah.

Berdasarkan telaah pustaka peneliti mengambil kesimpulan bahwa, topik yang penyusun angkat sudah ada yang membahasnya, tetapi dalam penelitian ini terdapat perbedaan dengan penelitian-penelitian diatas yaitu penelitian yang dilakukan peneliti sebelumnya seperti dalam pembagian waris menggunakan hukum adat yang berlaku dan terdapat persamaan dengan peneliti yang mana  sama-sama membahas mengenai waris yang dibagikan sebelum muaris meninggal dan harta yang dibagikan tidak secara keseluruhan, tetapi terdapat perbedaan yaitu dalam penelitaan ini juga membahas mengenai pembagian harta waris antara laki-laki dan perempuan. 

G. Sistematika Penulisan 

Sistematika penulisan bertujuan untuk mempermudah pemahaman dan penelaahan penelitian. Dalam laporan penelitian ini, sistematika penulisan terdiri atas lima bab, masing-masing uraian yang secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut: 

BAB I PENDAHULUAN dalam bab ini merupakan pendahuluan yang materinya sebagian besar menyempurnakan usulan penelitian yang berisikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, Batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. 

BAB II KERANGKA TEORI dalam bab ini menguraikan teori-teori yang mendasari pembahasan secara terperinci yang memuat tentang Konsep Pembagian Harta Waris Menurut Islam, Sistem Pewarisan Menurut Tiga Sistem Hukum, Sistem Kewarisan dan Istilah Dalam Pewarisan.

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN dalam bab ini berisikan tentang Historis dan geografis Desa Tanjung Mudo, Struktur Organisasi Pemerintah Desa Tanjung Mudo, Sosial Budaya Masyarakat dan ekonomi serta Kondisi Keagamaan Masyarakat Desa Tanjung Mudo. 

BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN dalam bab ini menguraikan tentang Proses Pembagian Harta Warisan Di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupeten Merangin, Permasalahan Dalam Pembagian Harta Warisan Di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupeten Merangin dan Penyelesaian Dalam Pembagian Harta Warisan Menurut Tradisi Di Desa Tanjung Mudo Ditinjau dari Hukum Islam.

BAB V PENUTUP berisikan tentang kesimpulan dari serangkaian pembahasan skripsi berdasarkan analisis yag telah dilakukan serta saran-saran untuk disampaikan kepada obyek penelitian atau bagi penelitian selanjutnya.


BAB II

KERANGKA TEORI


A. Konsep Pembagian Harta Waris Menurut Islam 

 1. Pengertian Harta Waris 

    Hukum Kewarisan Islam atau yang dalam kitab-kitab fikih biasa disebut faraid adalah hukum kewarisan yang diikuti oleh umat Islam dalam usaha mereka menyelesaikan pembagian harta peninggalan keluarga yang meninggal dunia. Di beberapa negara berpenduduk mayoritas beragama Islam, faraid telah menjadi hukum positif, meskipun di Indonesia hanya berlaku untuk warga negara yang beragama Islam, tidak berlaku secara nasional. Namun di beberapa negara, hukum tersebut telah menjadi hukum nasional seperti yang berlaku di Saudi Arabia. Dalam literatur fiqh Islam, kewarisan (al-mawarits kata tunggalnya al-mirats) lazim juga disebut dengan fara‟idh, yaitu jamak dari kata faridhah diambil dari kata fardh yang bermakna “ketentuan atau takdir”. Al-fardh dalam terminologi syar‟i ialah bagian yang telah ditentukan untuk ahli waris. 

    Secara etimologi, menurut Muhammad Ali Ash- Shabuni, waris (al-mirats), dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif dari kata waritsa-yaritsu irtsan-miratsan. Maknanya menurut bahasa ialah berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain atau dari suatu kaum kepada kaum lain. Kata “wants" berasal dari bahasa Arab mirats. Bentuk jamaknya adalah mawaris, yang berarti harta peninggalan orang meninggal yang akan dibagikan kepada ahli warisnya.

2. Dasar Hukum Kewarisan Islam 

      Dasar dan sumber utama dari Hukum Islam sebagai hukum agama adalah nash dan teks yang terdapat di dalam Alqur‟an dan sunnah Nabi. Ayat-ayat Al-qur‟an dan sunnah Nabi yang secara langsung mengatur kewarisan tersebut antara lain dalam Surat an-Nisa ayat 7:  

لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ ٱلْوَٰلِدَانِ وَٱلْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ ٱلْوَٰلِدَانِ وَٱلْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ ۚ نَصِيبًا مَّفْرُوضًا

Artinya : Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditentukan.


        Ketentuan dalam ayat di atas merupakan landasan utama yang menunjukkan, bahwa dalam Islam baik laki-laki maupun perempuan sama-sama mempunyai hak waris, dan sekaligus merupakan pengakuan Islam, bahwa perempuan merupakan subjek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban. Tidak demikian halnya pada masa jahiliyah, di mana wanita dipandang sebagai objek bagaikan benda biasa yang dapat diwariskan.

Sebagai pertanda yang lebih nyata, bahwa Islam mengakui wanita sebagai subjek hukum, dalam keadaan tertentu mempunyai hak waris, sedikit ataupun banyak yang telah dijelaskan dalam beberapa ayat Al-Qur‟an Surat An-Nisa Ayat 8 berikut:

وَاِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ اُولُوا الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنُ فَارْزُقُوْهُمْ مِّنْهُ وَقُوْلُوْا لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوْفًا 

Artinya : Apabila (saat) pembagian itu hadir beberapa kerabat,144) anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, berilah mereka sebagian dari harta itu dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.


Selain itu, pembagian harta warisan juga dapat disebut sebagai bahan (Penghambaan Diri) adalah melaksanakan hukum waris sesuai syariat Islam adalah bagian dari ibadah kepada Allah swt Sebagai ibadah, dan tentunya mendapatkan berpahala bila ditaati seperti menaati hukum-hukum Islam lainya yang disebutkan dalam surat An Nissa‟: 13-14 sebagai berikut:

تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ ۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ يُدْخِلْهُ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا ۗ وَذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ  وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَتَعَدَّ حُدُوْدَهٗ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيْهَاۖ وَلَهٗ عَذَابٌ مُّهِيْنٌ


Artinya : Itu adalah batas-batas (ketentuan) Allah. Siapa saja yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (Mereka) kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang sangat besar. Siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya serta melanggar batas-batas ketentuan-Nya, niscaya Dia akan memasukkannya ke dalam api neraka. (Dia) kekal di dalamnya. Baginya azab yang menghinakan.


       Selain itu, dasar waris dalam Islam juga berasaskan pada asas Keadilan yang berimbang mengandung pengertian bahwa harus ada keseimbangan antara hak yang diperoleh seseorang dari harta warisan dengan kewajiban atau beban biaya kehidupan yang harus ditunaikannya yang diterangkan dalam Al-qur’an.

3. Syarat dan Rukun Waris dalam Islam 

      Pada dasarnya pesoalan waris-mewarisi selalu identik dengan perpindahan kepemilikan sebuah benda, hak dan tanggung jawab dari pewaris kepada ahli warisnya. Dalam hukum waris Islam penerimaan harta warisan didasarkan pada asas ijbari, yaitu harta warisan berpindah dengan sendirinya menurut ketetapan Allah SWT tanpa digantungkan pada kehendak pewaris atau ahli waris. Pengertian tersebut akan terpenuhi apabila syarat dan rukun mewarisi telah terpenuhi dan tidak terhalang mewarisi.

        Ada beberapa syarat yang dipenuhi dalam pembagian harta warisan. Syarat-syarat tersebut selalu mengikuti rukun, akan tetapi ada sebagian yang berdiri sendiri. Dalam hal ini peneliti menemukan 3 syarat warisan yang telah disepakati oleh ulama, 3 syarat tersebut adalah: 

a. Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara hakiki hukumnya (misalnya dianggap telah meninggal) maupun secara taqdiri. 

b. Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia. 

c. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti baik bagian masing-masing.

          Adapun rukun waris yang harus terpenuhi pada saat pembagian harta warisan. Dalam bukunya Fachtur Rahman, Ilmu Waris, disebutkan bahwa rukun waris dalam hukum kewarisan Islam diketahui ada 3 macam yaitu:

1). Muwaris yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang mewariskan hartanya. Syaratnya adalah muwaris harus benar- benar telah meninggal dunia. Kematian muwaris itu, menurut ulama dibedakan menjadi 3 macam yaitu:  

a) Mati Haqiqy (mati sejati). Mati haqiqy (mati sejati) adalah matinya muwaris yang diyakini tanpa membutuhkan keputusan hakim dikarenakan kematian tersebut disaksikan oleh orang banyak dengan panca indera dan dapat dibuktikan dengan alat bukti yang jelas dan nyata.

b) Mati Hukmy (mati menurut hakim atau yuridis). Mati Hukmy (mati menurut hakim atau yuridis) adalah suatu kematian yang dinyatakan atas dasar keputusan hakim karena adanya beberapa pertimbangan. Maka dengan putusan hakim secara yuridis muwaris dinyatakan meninggal meskipun terdapat kemungkinan muwaris masih hidup. Menurut Malikiyyah dan Hambaliyah apabila lama meninggalkan tempat itu berlangsung selama 4 tahun sudah dinyatakan mati. Menurut pendapat ulama lain, terserah kepada ijtihad hakim dalam melakukan pertimbangan dari berbagai macam segi kemungkinannya.

c) Mati Taqdiry (mati menurut dugaan). Mati Taqdiry (mati menurut dugaan) adalah sebuah kematian (muwaris) berdasarkan dugaan keras, misalkan dugaan seorang ibu hamil yang dipukul perutnya atau dipaksa meminum racun. Ketika bayinya lahir dalam keadaan mati, maka dengan dugaan keras kematian itu diakibatkan oleh pemukulan terhadap ibunya

d). Waris (ahli waris) yaitu orang yang dinyatakan mempunyai hubungan kekerabatan baik hubungan darah (nasab), hubungan sebab semenda atau hubungan perkawinan, atau karena memerdekakan hamba sahaya. Syaratnya adalah pada saat meninggalnya muwaris, ahli waris benar- benar dalam keadaan hidup. Termasuk dalam hal ini adalah bayi yang masih dalam kandungan (al-haml) terdapat juga syarat lain yang harus dipenuhi, yaitu antara muwaris dan ahli waris tidak ada halangan saling mewarisi.

e). Maurus atau al-Miras, yaitu harta peninggalan si mati setelah dikurangi biaya perawatan jenazah, pelunasan hutang dan pelaksanaan wasiat

B. Sistem Pewarisan Menurut Tiga Sistem Hukum 

     1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW).

      Hukum waris adalah hukum harta kekayaan lingkungan keluarga, dimana kematian seseorang mengakibatkan berpindahnya harta dari putra mahkota dan akibat peralihan itu kepada pengakuisisi, serta dalam suatu hubungan. antara mereka dan antara mereka dan pihak ketiga.

      Pasal 528 KUH Perdata menyatakan bahwa "seseorang dapat mempunyai kedudukan dominan, hak milik, hak waris, hak pakai hasil, hak pengabdian, hak gadai atau hipotek sehubungan dengan sesuatu". Hak waris mengacu pada hak substantif, sedangkan Pasal 584 membicarakannya “Hak milik atas sesuatu kebendaan tidak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan: karena daluarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang, maupun surat wasiat dan arena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu. Hak mewaris diidentikkan dengan sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan.

Setiap orang yang meninggal dengan meninggalkan harta kekayaan disebut Pewaris. Ini berarti syarat sebagai pewaris adalah adanya hak-hakdan/atau sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi pada pihak ketiga, yang dapat dinilai dengan uang. Orang-orang tertentu, yang secara limitatif diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (BW), yang menerima harta peninggalan adalah.

Ahli Waris yang mewaris berdasarkan kedudukan sendiri (uit eigen hoofde) atau mewaris secara langsung, misalnya jika ayahnya meninggal dunia, maka sekalian anak-anaknya tampil sebagai ahli waris.

Mengenai ahli waris yang tampil dalam kedudukannya sendiri ini, kitab Undang-Undang Hukum Perdata menggolongkannya sebagai berikut:

a.  Golongan Pertama

Yaitu sekalian anak-anak beserta keturunannya dalam garis lurus ke bawah. Hak mewaris suami atau isteri yang hidup terlama disamakan dengan seorang anak sah (Pasal 852a KUH Perdata).

b.  Golongan Kedua 

Yaitu orang tua dan saudara-saudara pewaris; pada asasnya bagian orang tua disamakan dengan bagian saudara-saudara pewaris, tetapi ada jaminan di mana bagian orang tua tidak boleh kurang dari seperempat harta peninggalan.

c.  Golongan Ketiga

    Pasal 835 dan Pasal 834 KUH Perdata menentukan dalam hal tidak terdapat golongan pertama dan kedua, maka harta peninggalan harus dibagi dua (kloving) , setengah bagian untuk kekek nenek pihak ayah, setengah bagian lagi untuk kakek nenek dari pihak ibu.

  d. Golongan Keempat Sanak keluarga si pewaris dalam garis menyamping sampai derajat ke enam 

Ahli waris berdasarkan penggantian (bij plaatsvervulling), dalam hal ini disebut ahli waris tidak langsung. Misalnya si A meninggal dunia dengan meninggalkan anak B dan C. B telah meninggal terlebih dahulu dari A (pewaris). B mempunyai anak D dan E, maka D dan E tampil sebagai ahli waris A menggantikan B (cucu mewaris dari kakek/nenek). Jika diuraikan dalam pembagian warisan, pembagiannya sebagai berikut: C menerima setengah harta peninggalan, sedang D dan E masing-masing1/4 (1/2 x ½) harta peninggalan.

KUH Perdata memperinci ahli waris berdasarkan penggantian sebagai berikut:

a.  Penggantian dalam garis lurus kebawah

Setiap anak yang meninggal lebih dahulu digantikan oleh cucu (anak- anak) si pewaris. Dalam hal ini semua anak (ahli waris yang dalam kedudukannya sendiri). Karena dalam penggantian berlaku ketentuan Pasal 848 KUH Perdata yang berbunyi: “hanya orang-orang yang meninggal saja yang dapat digantikan”.

b.  Penggantian dalam garis lurus kesamping. Setiap saudara tiri yang meninggal terlebih dahulu digantikan oleh anaknya.

2. Menurut Hukum Suksesi Islam dan Ikhtisar Hukum Islam.

     Menurut hukum waris Islam, pembagian harta peninggalan diatur berdasarkan Fara'id, yaitu ilmu yang membahas tentang pembagian harta peninggalan almarhum. Posisi hukum waris Islam sangat kuat karena didasarkan pada Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad. Sebagai indikator dapat dipahami bahwa H. Abdullah Siddik, Shyang menyatakan: “Tegasnya, ilmu Fara’id adalah ilmu tentang pembagian harta warisan, ilmu yang menjelaskan tentang ketentuan-ketentuan waris yang menjadi bagian dari harta warisan itu dapat dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu : a) Ketentuan tentang pembagian warisan, misalnya penetapan ahli waris dan pembagian ahli waris yang ada; b). Dalam aturan tersebut, dihitung bagian-bagian bagaimana menghitung bagian masing-masing penerima manfaat.
Menurut hukum Islam, warisan memiliki beberapa unsur. Adapun Unsur-unsur Warisan/Rukun Warisan (Arkanul Mirats) adalah sebagai berikut:

a. Muwarrit (orang yang mewarisi), yaitu: meninggal atau ahli waris. Hukum waris BW ini disebut Erflater. 

b. Putra mahkota (orang yang berhak mewarisi, disebut ahli waris), yaitu: adalah ahli waris yang ditinggalkan oleh wali yang masih hidup dan berhak menerima warisan putra mahkota. Elemen ini di BW   disebut Erfgenam.

c. Mauruts miratsatan tarikah (harta warisan), yakni: adanya harta peninggalan (pusaka) pewaris yang memang nyata-nyata miliknya. Unsur ini dalam BW disebut Erfenis.

3. Menurut Hukum Adat

Hukum adat waris adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bagaimana harta peninggalan atau harta warisan diteruskan atau dibagi dari pewaris kepada para waris dari generasi ke generasi berikutnya. Menurut Ter Haar dikatakan bahwa “Hukum adat waris adalah aturan-aturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana dari masa ke masa proses penerusan dan peralihan harta kekayaan yang berwujut dan tidak berwujud dari generasi ke generasi.

Dengan demikian hukum adat waris itu mengandung tiga unsur yaitu harta peninggalan atau harta warisan, adanya pewaris yang meninggalkan harta kekayaan dan adanya ahli waris atau waris yang akan meneruskan pengurusannya atau yang akan menerima bagiannya.

Hukum adat waris di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh susunan masyarakat kekerabatannya yang berbeda. Sebagaimana dikatakan Hazairin bahwa “bahwa Hukum waris adat memliliki corak tesendiri dari alam pikiran masyarakat yang tradisional dengan bentuk kekerabatan yang sistem  keturunannya Patrilinial, matrilineal,  parental  atau  bilateral; walaupun  pada bentuk kekerabatan yang sama belum tentu berlaku sistem kewarisan yang sama.

C.  Sistem Kewarisan

Dilihat dari orang yang mendapat warisan (Kewarisan) di Indonesia terdapat tiga sistem, yaitu sistem kewarisan kolektif, kewarisan mayorat, kewarisan individual. Diantara ketiga sistem kewarisan tersebut pada kenyataannya ada yang bersifat campuran.

1. Sistem Kolektif

Apabila para waris mendapat mendapat harta peninggalan yang diterima mereka secara kolektif (bersama) dari pewaris yangtidak terbagi-bagi secara perorangan, maka kewarisan demikian itu disebut kewarisan kolektif. Menurut sistem kewarisan ini para ahli waris tidak boleh memiliki harta peninggalan secara pribadi, malainkan diperbolehkan untuk memakai, mangusahakan atau mengelolah dan menikmati hasilnya (Minang Kabau; “ganggam bauntui’’). Pada umumnya sistem kewarisan kolektif ini terdapat harta peninggalan leluhur yang disebut “Harta Pusaka”, berupa bidang tanah (pertanian) dan barangbarang pusaka. Seperti tanah pusaka tinggi, sawah pusaka, rumah gadang, yang dikuasai oleh Mamak kepala waris dan digunakan oleh para kemenakan secara bersama-sama. Di Ambon seperti tanah dati yang di urus oleh kepala dati, dan di Minahasa terhadap Tanah “ kelakeran ” yang dikuasai oleh  Tua Unteranak, Haka Umbana atau Mapontol, yang dimasa sekarang sudah boleh ditransaksikan atas persetujuan anggota kerabat bersama.

    2. Sistem Mayorat

Apabila harta tidak terbagi-bagi dan hanya dikuasai oleh anak tertua, yang berarti hak pakai, hak mengulah dan memungut hasilnya sepenuhnya dikuasai oleh anak tertua dengan hak dan kewajiban mengurus dan memelihara adik-adiknya yang pria dan wanita sampai mereka dapat berdiri sendiri, maka sistem Perpaduan seluruh harta peninggalan dimaksut oleh anak tertua lelaki yang disebut “anak penyimbang” sebagai “mayorat pria”. Hal yang sama juga berlaku di Irian Jaya, di daerah Teluk Yos Sudarso kabupaten jayapura. Sedangkan di daerah Sumendo Sumatera Selatan sekuruh harta peninggalan dikuasai oleh anak wanita yang disebut “tunggu tubang” (penunggu Harta) yang di dampingi “Payung Jurai”, sebagai “mayoratwanita”.

    3. Sistem Individual

Apabila harta warisan dapat dibagi-bagikan dan dapat dimiliki secara perorangan dengan “hak milik”, yang berarti setiap waris berhak memakai, mengolah dan menikmati hasilnya atau juga mentransaksikannya, terutama setelah pewaris wafat, maka kewarisan demikian itu disebut “kewarisan Individual”. sistem kewarisan ini yang banyak berlaku dikalangan masyarakat yang parental, dan berlaku pula dalam hukum waris barat sebagaimana diatur dalam KUH Perdata (BW) dan dalam Hukum Waris Islam.

D.  Istilah Dalam Pewarisan

1.  Harta Warisan

Dengan istilah “harta warisan” sebaiknya digunakan untuk harta kekayaan pewaris yang akan dibagi-bagikan kepada para waris, sedangkan istilah harta “peninggalan” sebaiknya digunakan   untuk   harta   kekayaan   pewaris yang penerusnya tidak terbagi-bagi. Harta warisan atau harta peninggalan itu dapat berupa harta benda yang berwujud dan yang tak berwujud. Harta warisan yang berwujut benda misalnya berupa bidang tanah, bangunan rumah, alat perlengkapan pakaian (adat), barang perhiasan (wanita), perabot rumah tangga, alat-alat dapur, alat-alat transport (sepeda, gerobak, kendaraan bermotor), alat-alat pertanian, senjata, baik yang berasal dari harta pusaka, harta bersama (pencarian), orang tua suami istri, harta bawaan, ternak, dansebagainya. Harta warisan yang tak berwujut benda misalnya berupa kedudukan atau jabatan adat, gelar-gelar (adat), hutang-hutang, ilmu ghaib, pesan, amanat atau perjanjian.

2.  Pewaris dan Waris

Pewaris adalah orang yang memiliki harta kekayaan yang (akan) diteruskan atau (akan) dibagi-bagikan kepada para waris setelah ia wafat. Jadi pewaris adalah “empunya” Harta peninggalan. Dilihat dari sistem kewarisan, maka ada pewaris kolektif, pewaris mayorat dan pewaris individual. Disebut pewaris kolektif apabila ia meninggalkan harta milik bersama untuk para waris bersama, Pewaris Mayorat apabila pewaris akan meninggalkan harta milik bersama untuk diteruskan kepada anak tertua, Pewaris Individual apabila pewaris akan meninggalkan harta miliknya yang akan dibagi-bagikan kepada ahli waris atau warisnya.

Pewaris adalah orang yang mendapatkan harta warisan sedangkan ahli waris adalah orang yang berhak mendapatkan harta warisan. Jadi semua orang yang kewarisan adalah   waris, tetapi tidak semua waris adalah ahli waris.    Misalnya dalam kekerabatan Patrilinial semua anak lelaki adalah ahli waris, sedangkan anak wanita bukan ahli waris, tetapi mungkin dapat warisan sebagai waris. Dalam sistem warisan mayorat anak tertua yang berhak sebagai ahli waris utama sedangkan saudaranya yang lain sebagai ahli waris penganyi atau waris saja. Dalam sistem waris individual semua anak kandung sah adalah ahli waris yang berhak atas bagian tertentu, sedangkan anak kandung tidak sah atau anak angkat hanya sebagaiwaris.

Ibu sebagai janda bukan ahli waris dari ayah yang telah wafat, tetapi jika anak-anak masih kecil belum mampu menguasai harta warisan, maka yang berkuasa atas harta warisan adalah ibu, sampai anak-anaknya dewasa. Jika anak- anaknya sudah dewasa, maka harta warisan akan dibagikan, maka ibu boleh mendapat bagian seperti bagian anaks sebagai pewaris, atau dia ituk pada anak yang tertua atau yang di senanginya.

Anak kadung yang sah lebih berhak sebagai ahli waris dari anak kandung yang tidak sah, anak angkat penerus keturunan adalah ahli waris bapak (orang tua) yang mangangkatnya, sedangkan anak angkat lainnya hanya mungkin sebagai waris saja. Anak tiri dan anak asuh bukan ahli waris dari bapak tiri atau orang tua asuhnya tetapi mungkin menjadi waris saja.

3. Warisan

Pewarisan adalah pemindahan warisan atau warisan dari seorang ahli waris kepada ahli warisnya. Dilihat dari sistem pewarisan dan pewarisan, dapat dibedakan pewarisan kolektif dan perdata pada masyarakat yang kekerabatannya bersifat patrilineal dan matrilineal menurut pewarisan, dan pewarisan perseorangan pada masyarakat yang kekerabatannya merupakan milik orang tua, yang bukan merupakan pewarisan, melainkan merupakan warisan. penghasilan (harta bersama) orang tua saja. Singkatnya, oleh karena itu, pengalihan harta yang tidak dapat dibagi dan pengalihan harta yang dibagi. Dalam perkembangannya, karena terbatasnya pewarisan, hukum waris kolektif dan kota secara bertahap mengikuti induk perusahaan dari sistem perseorangan seiring bertambahnya jumlah ahli waris. Dalam peralihan harta peninggalan perseorangan, dimana harta warisan itu dibagi-bagi di antara para ahli waris, suksesi dapat terjadi sebelum kematian putra mahkota dan setelah kematian putra mahkota. Kelanjutan pewarisan selama masa hidup ahli waris dikenal dengan istilah “lintiran” dalam keluarga Jawa. Sistem spiral ini terjadi melalui perjumpaan berupa wasiat tertulis maupun tidak tertulis berupa pesan (bahasa Jawa: Weling, wekas) dari orang tua putra mahkota kepada ahli warisnya kapan hidupnya. Penunjukan itu dilakukan dengan menunjukan warisan tertentu terhadap waris tertentu (Jawa: Cungan) atau menunjukan batas-batas tanah pertanian (ladana, sawah) untuk waris tertentu (Jawa: Garisan), atau menunjukan jenis barangnya (Jawa: Perangan) bagi waris tertentu. Di aceh apabila dilakukan wasiat, maka harta yang dapat dipesankan bagi waris tertentu tidak boleh melebihi dari 1/3 julah seluruh warisan, apabila melebihi 1/3 bagian maka warisan di kala diadakan pembagian warisan setelah pewaris wafat dapat ditarik kembali yang lebihitu.

Setelah kematian ahli waris, warisan harus dibagikan kepada ahli waris berdasarkan hukum waris dan cinta. Tetapi jika anak laki-laki yang berwenang tidak dapat memerintah dan menerima bagian dari warisan karena mereka masih muda atau belum cerdas, atau ahli waris tidak dapat hadir pada pembagian warisan. Jika harta warisan telah selesai, maka yang mengurusnya adalah orang tua yang masih hidup mengalihkan harta warisan melalui ahli waris anak-anaknya.

Jika pembagian anak belum dewasa dan sebagian telah cukup umur dan berdiri sendiri dan/atau ada orang di antara ahli waris yang meminta pembagian harta warisan, maka warisan dapat dibagikan kepada pihak yang berkepentingan, dengan memperhatikan kebutuhan mereka. Bagi ahli waris yang tidak hadir atau belum dewasa, harta warisan menjadi “ahli waris tanggungan” yang menunggu sampai ahli waris dapat ikut serta atau cukup umur sedangkan bagiannya atas harta warisan itu masih berada di bawah penguasaan ibu atau saudara-saudaranya. mengelola warisan.

Sistem pembagian warisan harus dilakukan dengan bekerjasama dengan keluarga ahli waris, yang dapat dipimpin oleh ibu atau salah satu ahli Perkebunan siapa yang tahu bagaimana merawat dan bertindak adil atau ketika tidak ada yang bisa meminta bantuan dari paman, ayah atau ibunya. Karena keadaan pewarisan dan keluarga ahli waris dan ahli waris tidak sama, maka juga tidak ada kesamaan jumlah dan jenis pembagian warisan. Ada keluarga yang membagi harta warisnya sama rata antara ahli waris laki-laki dan perempuan, ada ahli waris laki-laki dua kali lebih banyak dari ahli waris perempuan, ada yang mewaris berdasarkan jenis warisan dan ada yang berdasarkan kasih sayang (Jawa: rahmat, Parimima).

Di Aceh dan Banten, bangunan rumah selalu diwariskan kepada anak perempuan, tanah oleh anak laki-laki, tetapi tidak menutup kemungkinan anak yang paling kecil akan menerima bangunan rumah dan tanah pertanian ketika sebagian besar kakaknya telah pindah dan hidup berkecukupan. Sementara itu, anak haram atau anak angkat yang kesulitan menerima warisan padahal tidak berhak mewaris, menerima bagian karena cinta.

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


A. Historis Desa Tanjung Mudo 

    Proses terbentuknya suatu komunitas tidaklah dapat dipisahkan dari perjalanan panjang dari sejarah kehidupan sebelumnya. Jambi adalah sebuah provinsi dengan wilayah yang sekarang berada di pulau Sumatra yang berbatasan langsung dengan provinsi Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Bengkulu dan Riau. Sebelum membentuk sistem pemerintahan Republik, wilayah Indonesia umumnya menganut sistem monarki dengan menempatkan seorang raja sebagai pengambil kebijakan dalam kehidupan bermasyarakat yang dibantu oleh beberapa pembantu kerajaan dalam mengontrol wilayah yang ia pimpin. 

Secara umum wilayah kerajaan Jambi dibagi menjadi dua wilayah yaitu hilir dan hulu atau dalam bahasa Jambi ilir-ulu yang menjadikan sungai sebagai petunjuk arahnya, hal itu dikarenakan pada waktu itu sungai menjadi bagian integral bagi masyarakat. Disamping itu, menurut Dedi Arman yang dikutip dari pendapat Barbara Watson Andaya, Konotasi hilir dan hulu tidak hanya mengacu pada penyebutan terhadap pangkal dan ujung sungai, tetapi juga mengacu pada pola hidup masyarakat yang berbeda antara hilir dan hulu. Kemudian istilah hilir dan hulu bagi masyarakat jambi m enjadi dikotomi identitas selama ber abad abad hingga sekarang yang lebih dikenal dengan istilah Jambi Barat dan Jambi Timur. Jambi  hilir  menjadi  wilayah  yang  dekat  dengan  pusat  pemerintahan  kerajaan jambi pada waktu itu sehingga menjadikan wilayah hilir sebagai sebuah wilayah yang cukup terbuka dengan pengaruh budaya asing dan sangat mudah dijangkau oleh kerajaan Jambi disamping itu, semua pemerintahan yang ada di hilir berasal dari keturunan raja sehingga semakin memudahkan komunikasi hubungan antar kelompok yang terdapat di Jambi hilir dengan kerajaan Jambi.

Sementara itu, Jambi hulu menjadi wilayah yang terisolir dengan aliran sungai yang relatif sempit dan dangkal yang terletak pada geografis bagian barat wilayah kerajaan Jambi yang dikelilingi hutan lebat sehingga menyebabkan transportasi yang kurang memungkinkan Kerajaan Jambi untuk mengontrol penuh dari setiap wilayah yang ada di hulu tersebut.

Selanjutnya  kerajaan  Jambi  dan  kerajaan  pagaruyung  dari Minangkabau

menjadi bagian terpenting dari lahirnya komunitas-komunitas adat yang ada di Jambi khususnya pada bagian hulu Jambi atau wilayah Kerinci. Sebelum kedatangan orang-orang dari minangkabau atau suku penghulu kewilayah Jambi hulu, setidaknya wilayah Jambi hulu telah didiami terlebih dahulu oleh penduduk asli Jambi hulu yaitu suku Bathin dan suku Kubu atau orang rimba disamping suku pindah dari kesultanan Palembang.

Kerinci dianggap sebagai wilayah migrasi oleh orang minangkabau karena 

wilayahnya yang berbatasan langsung dengan Pesisir Selatan Sumatera Barat, sehingga secara adat, Budaya dan bahasa antara Kerinci dan Minangkabau memiliki kedekatan yang cukup dekat. Dan salah satu jalur kedatangan para perantau dari Minangkabau tersebut adalah dari dataran tinggi Kerinci lalu menghilir ke muara sungai Mesumai. Disamping itu, menurut Azwar bahwa orang Kerinci berasal dari Pagaruyung. Oleh karena itu, Kerinci Menjadi wilayah yang tidak asing bagi perantau dari Minangkabau dan hubungan baik keduanya sudah terjalin sejak lama yang menyebabkan perantau dari Minangkabau diterima dengan oleh masyarakat Kerinci hingga beranak cucu. Negeri Minangkabau yang terkenal dengan adat istiadatnya yang kental secara tidak langsung juga mempengaruhi masyarakat Jambi khususnya wilayah Kerinci, dan salah satu adat melayu Jambi yang terpengaruh adat istiadat orang-orang perantauan dari Minangkabau adalah sistem matrilineal sebagai hak waris keturunan dimana seseorang yang lahir itu mengikuti garis suku Ibunya dan suami harus tunduk pada tengganai atau saudara laki-laki dari Istrinya.

Terbentuknya kedepatian dibagian hulu Jambi bermula dari negeri Kerinci yang dalam adagium adatnya berbunyi “Pucuk Jambi Sembilan Lurah Batangnyo Alam Rajo” dengan pengertian Pucuk adalah hulu dataran tinggi, Sebilan Lurah adalah sembilan negeri dan Batangnyo Alam Berajo yang merupakan teras kerajaan yang terdiri atas dua belas suku atau yang lebih dikenal dengan Kalbu XII yang wilayahnya terbentang sepanjang sungai batang hari dari Tanjung Simalidu, sebagian daerah Tanjung Jabung, sebagian daerah Kotamadya Jambi, sebagian kabupaten Batanghari, serta sebagian Kabupaten Bungo dan Tebo yang diantaranya adalah; VII Koto dan IX Koto, Petajin, Maro Sebo, Pemayung, Jebus, Aur Hitam, Awin, Penagan, Maji, Pinokawan, mestong, Kebalen.

     Kemudian Sembilan lurah yang dimaksud dalam pengertian wilayah adat adalah empat diatas, tiga dibaruh (bawah) dan dua di Bangko Bawah. Empat diatas tersebut ialah: 

 1. Depati Rencong Talang yang berpusat di Pulau Sangkar. 

 2. Depati Muara Langkap Tanjung Langkap sekian yang berpusat Taniang. 

 3. Depati Biang Sari dengan daerah kekuasaan di sebelah tenggara dan timur danau Kerinci. 

 4. Depati Atur Bumi yang berpusat di Hiang. 

Sedangkan tiga dibaruh (di bawah) yaitu: 

 1. Depati Setio Rajo (Lubuk Gaung, Mesumai) 

 2. Depati Setio nyato (Tanah Renah, Sungai Manau) 

 3. Depati Setio Beti (Nalo Tantan)

Kemudian Dua di Bangko Bawah yang terdiri dari daerah Bathin IX dan daerah induk Enam Anak Sepuluh atau yang biasa disebut sebagai daerah Luhak XVI dengan daerah-daerah meliputi Tiang Pumpung, Dusun Tuo, Sanggerahan, Sungai Tenang, Serampas dan Pembarap dan lainnya.

Marga Tanah Renah berada dibawa kepemimpinan seorang pesirah dengan gelar Depati Setio Nyato. Menurut cerita rakyat yang berkembang wilayah Depati Setio Nyato merupakan pembagian wilayah yang diberikan oleh Indar Bersusu tunggal kepada anak-anak Puti Dayang rawani dan Diwan Abdul Rahman yang juga merupakan salah satu dari anak dan menantunya, dengan mengangkat karban sebagai penguasa di Depati Setio Rajo, Kartan di Depati Setio Nyato dan Kalipan di Kedepatian Setio Beti.

Ketika Belanda berhasil menaklukkan kerajaan Jambi pada tahun 1906, seluruh wilayah kesultanan sementara dimasukkan kedalam keresidenan Palembang yang pada saat itu, wilayah hulu keresidenan Palembang berlaku sebuah sistem pemerintahan adat yang dinamakan marga, sistem inilah yang kemudian diadopsi oleh Jambi hulu dengan menamakan kedepatian yang berada di Kerinci rendah atau daerah Tiga di Baruh sebagai marga Tanah Renah, marga Lubuk Gaung dan marga Nalotantan. 

 Marga Tanah Renah mempunyai cakupan wilayah yang cukup besar yang sekarang wilayahnya terdiri atas sebagian dikecamatan Renah Pembarap dan Pangkalan Jambu serta keseluruhan Kecamatan Sungai Manau, yang berbatasan langsung dengan marga Nalo Tantan sebelah utara, Marga Lubuk Gaung dibagian ilir timur, daerah Luhak XVI di bagian selatan serta kedepatian Muara Langkap dibagian Barat.

Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, berdirilah Desa yang bernama Tanjung Mudo, Desa ini berada di lembah yang di kelilingi oleh bukit-bukit, dan merupakan bagian dari wilayah Marga Tanah Renah  yang berdiri sejak tahun 1901, pada tahun 1975 nama marga dirubah menjadi desa sehingga marga tanah renah terpecah menjadi beberapa desa, di antaranya ialah Desa Tanjug Mudo.

Pada tahun 1999 Kabupaten Sarko terjadi pemekaran menjadi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Salorangun  dan Kabupaten Merangin, Desa Tanjung Mudo tergabung kedalam Kabupaten Merangin. Kemudian pada tahun 2007 Kecamatan Sungai Manau di mekarkan menjadi tiga Kecamatan, yaitu: Kecamatan Pangkalan Jambu Kecamatan Sungai Manau Kecamatan Renah Pembarab. Pada tanggal 1 agustus 2007 Kecamatan Pangkalan Jambu diresmikan oleh Bupati  Kabupaten Merangin yaitu bapak H, Rotani yutaka. S.H, dan Desa Tanjung mudo tergabung kedalam Kecamatan Pangkalan Jambu, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi sampai sekarang.

Desa Tanjung Mudo merupakan suatu Desa yang sampai saat ini masih menjunjung tinggi nilai-nilai budaya nenek monyak terdahulu yang diwariskan turun temurun, seperti dalam hal keagamaan, budaya, pendidikan, pertanian dan dalam hal baik lainnya. Berbagai kegiatan diadakan dalam mempertahankan nilainilai budaya, seperti kegiatan sosial, tradisi budaya dan keagamaan. Beberapa kegiatan tradisi yang masih dilakukan ialah, selematan, bebantai, perkawinan, tujuh bulanan, kelahiran anak, khitanan, penguburan jenazah dan sedekah bumi.

B. Geografis Desa Tanjung Mudo

1. Keadaan penduduk Desa Tanjung Mudo 

        Keadaan penduduk di Desa Tanjung Mudo, dari tahun ketahun selalu mengalami penikatan jumlah penduduk dari biasanya, yakni disetiap tahunnya ada penambahan anggota keluarga, karna angka kelahiran di Desa Tanjung Mudo lebih banyak dari angga kematian.

       Berdasarkan data penduduk Desa Tanjung Mudo, tahun 2023 jumlah jiwa penduduk Desa Tanjung Mudo berjumlah sebanyak 876 jiwa. Semuanya semuanya terhitung dalam 242 kepala keluarga, dengan jumlah penduduk laki-laki berjumlah 446 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 430 jiwa. Adapun

perincian bedasarkan usia yaitu 0-15 tahun berjumlah 168 orang, usia 16-58 tahun berjumlah 594 oran, dan usian 59 ke atas berjumlah 114 orang. Berikut adalah klasifikasi penduduk Desa Tanjung Mudo, yang diklasipikasikan berdasarkan jenis kelamin dan usia dalam bentuk tabel di bawah ini.

Table I

Klasifikasi jumlah penduduk Desa Tanjung Mudo

Berdasarkan jenis kelamin

No

Jenis Kelamin

Jumlah

1

Laki-Laki

446

2

Perempuan

430

3

Jumlah

876

Table II

Klasifikasi jumlah penduduk Desa Tanjung Mudo

berdasarkan umur

No

Usia

Jumlah

1

0-15 

168

2

16-58

594

3

59 keatas

114

4

Jumlah

876


  Berdasarkan dari rincian klasifikasi dalam table diatas, dapat pula diketahui bahwa penduduk di Desa Tanjung Mudo mempunyai kelompok umur yang produktif, yaitu penduduk yang berumur 15-58 tahun. Sedangkan kelompok umur yang belum produktif dalam kata lain masih menjadi tanggungan dari kelompok umur yang produktif adalah kelompok umur 15 tahun kebawah. Hal ini merupakan dasar dari pembangunan sebagai sumber daya manusia masyarakat Desa Tanjung Mudo. Sedangkan kelompok umur lansia yaitu usia lebih dari 59 tahun keatas yang mencapai 114 orang, kelompok ini dimasukkan kepada tenaga yang kurang produktif.

2. Keadaan Pendidikan Masyarakat

       Pada tahun 90-an berkenaan dengan urusan pendidikan pada masyarakat Desa Tanjung Mudo, masih sangatlah minim, karena masyarakat cendrung mempunyai pikiran bahwa pendidikan itu hanya untuk orang-orang tertentu, minat dan keinginan untuk mengenyam pendidikan tidak terlalu besar. Dampak dari hal tersebut mengakibatkan banyak dari kalangan anak-anak muda pada saat  itu yang tidak melanjutkan sekolahnya setelah tamat SD maupun SMP, dan banyak juga yang tidak tamat SD dan bahkan banyak yang tidak mengenyam bangku sekolah sama sekali.

Pada tahun 2000-an masyarakat Desa Tanjung Mudo mulai sadar akan perlunya pendidikan, mereka  merasakan bermacam perubahan, dari hal pertanian dan pendidikan kesadaran diri akan pentingnya pendidikan formal mulai tumbuh dan meningkat, selanjutnya masyarakat Desa Tanjung Mudo mulai meninggalkan anggapan tentang pendidikan hanya untuk orang-orang tertentu. Menurut mereka pendidikan menjadi sebuah kebutuhan dalam menjalani kehidupan, dan menganggap pendidikan sebagai norma sosial. Hal ini di buktikan dengan masyarakat berbondong-bondong menyekolahkan anak-anaknya kelembaga sekolah, mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD), taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD), SMP, SMA, dan banyak juga yang melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi.

Adapun rincian tingkat pendidikan masyarakat Desa Tanjung Mudo dapat dilihat melalui tabel berikut ini : 

Table III

Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Tanjung Mudo

No

Jenis sekolah

Jumlah

1

Tidak tamat SD

32

2

Tamat SD

160

3

Tamat SMP

115

4

Tamat SMA

115

5

Tamat perguruan tinggi

26


Setiap wilayah tentu mempunyai sarana pendidikan sebagai tempat menuntut ilmu, melalui proses pembelajaran, baik pendidikan islam (pondok pesantren) maupu pendidikan dalam bentuk dalam lembaga umum. Untuk menunjang pendidikan agar lebih maju maka di Desa Tanjung Mudo di dirikanlah tempat lembaga pendidikan, adapun tempat lembaga pendidikan yang ada di Desa Tanjung Mudo yaitu : 1 buah PAUD, 1 buah TK,1 buah SD, 1 buah TPA, 1 buah Madrasah diniyah, 1 buah Pondok Pesantren. Lampiran diatas adalah jumlah bentuk lembaga pendikikan yang ada di Desa Tanjung Mudo, lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel di bawah.

Tabel IV

Lembaga pendidikan masyarakat Desa Tanjung Mudo

No

Sarana pendidikan

Jumlah

1

TPA

1

2

PAUD

1

3

TK

1

4

SD

1

5

MTs

-

6

SMA

-

7

Madrasah Diniah

1

8

Pondok Pesantren

1


3. Letak Geografis Desa Tanjung Mudo

    Tanjung Mudo ialah suatu Desa yang berada di Kecamatan Pangkalan Jambu , Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Dan secara geografis Desa Tanjung Mudo merupakan wilayah yang memiliki luas 5,500 hektar, wilayahnya merupankan dataran dengan ketinggian rata rata 200-7000 m dari permukaan laut Iklim tropis yang terasa menyejukakan dengan suhu maksimum Desa Tanjung Mudo 28c-30c. serta curah hujan yang cukup tinggi rata-rata 1600 mm sampai 3600 mm pertahun. Dengan iklim tersebut sektor yang dihasilkan adalah padi Sebab faktor aliran sungai yang baik membuat masyarakat desa tanjung mudoyang mayoritas petani memilih untuk bercocok tanam padi.

Desa Tanjung Mudo berada di daratan yang di kelilingi oleh beberapa bukit dan berbatasan dengan Desa dan Kecamatan Lain. Disebelah barat berbatasan dengan Desa Bukit Batu Kecamatan Sungai Manau disebelah selatan berbatasan dengan Desa Kampung Limo Kecamatan Pangkalan Jambu dan disebelah utara berbatasan dengan Desa Sungai Pinang Kecamatan Sungai Manau.

C. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Tanjung Mudo

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

Struktur Organisasi Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kaur Desa, Kepala Dusun dan kepala BPD. Begitu juga dalam kegiatan Pemerintahan Desa Seringat dipimpim oleh seorang Kepala Desa,  disamping itu dalam kehidupan sosial masyarakat, kepala Desa juga dibantu oleh beberapa kepala Dusun dan Kasi Pemerintahan serta sekelompok kaum adat dalam Desa Tanjung Mudo. 

Struktur Pemerintahan Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin tahun 2020-2024

Dari struktur di atas dapat diketahui bahwa Desa Tanjung Mudo mempunyai  struktur pemerintahan Desa yang di pimpin oleh seorang kepala Desa dan dari dari satu Desa tersebut terdapat tiga Dusun dan pegawai syara’, Karang Taruna serta PKK yang mempunyai peran masing-masing.

Desa Tanjung Mudo merupakan masyarakat yang egaliter dengan mengamalkan secara penuh oleh apa yang ada di seloko adat Jambi “tegak sama tinggi duduk sama rendah”, artinya tidak ada pemuliaan atau penghormatan secara berlebihan kepada seorang depati, seorang pemimpin tetap hidup layaknya seperti masyarakat biasa pada umumnya seperti bertani, berkebun dan bergaul dalam kehidupan sehari-hari.

Jabatan yang diemban oleh petinggi depati tidak lain hanyalah pekerjaan purna waktu yang bertanggung jawab untuk mengemban amanah sebagai orang yang dituakan dan sekaligus juga merupakan tanggung jawab moral sebagai orang yang dipandang mengetahui karakteristik masyarakat setempat. Selain itu, marga Tanah Renah juga mengenal prinsip demokrasi dengan sistem musyawarah dan mufakat yang dalam seloko adatnya berbunyi bulat air karena buluh, bulat kata karena mufakat, Berbeda dengan demokrasi yang berlaku saat ini yang lebih banyak menekankan pada kalah dan menang, demokrasi yang dipakai oleh Desa Tanjung Mudo khususnya dan masyarakat Jambi pada umumnya lebih kepada menitik beratkan kepada baik dan buruknya hasil keputusan.

Disamping itu, masyarakat Desa Tanjung Mudo adalah masyarakat yang bersifat geneologis dimana hapir seluruh lapisan masyrakatnya berasal dari garis keturunan yang sama, baik itu kaitan darahnya secara langsung maupun melalui ikatan perkawinan. Secara umum pemerintahan Desa Tanjung Mudo dikenal dengan istilah tali tigo sepilin, tungku tigo sajerangan, atau tiga lembaga pemerintahan yang saling mengisi satu sama lain dalam menjalankan roda pemerintahan marga, yaitu terdiri atas pemerintahan Desa, lembaga adat, dan pegawai syara’.

D. Sosial Budaya Masyarakat Desa Tanjung Mudo

    Berdasarkan dengan kodratnya, manusia diciptakan hidup bersama dengan orang lain yang berbeda agama, warna kulit, Bahasa dan lain sebagainya. Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri dalam melaksanakan aktifitasnya sehari-hari. Selain berada diantara orang lain, seorang manusia juga berada diantara makhluk lain dalam makrokosmos. Dalam sistem makrokosmos tersebut ia dapat merasakan dirinya hanyalah sebagai suatu unsur kecil saja yang ikut terbawa oleh proses peredaran alam semesta.

Tradisi hubungan sosial antara individu, tercermin lewat gotong royong yang masih terjalin kuat. Sifat gotong royong merupakan ciri khas kehidupan warga Desa. Adapun ciri-ciri kehidupan masyarakat Desa secara umum adalah masyarakat berhubungan langsung dengan alam. Alam adalah karunia Tuhan dan berkaitan dengan mata pencaharian mayoritas warga Desa tanjung mudo.

Sebagai masyarakat warga Desa Tanjung Mudo, yang mempunyai sosial tinggi terhadap sesamanya, untuk itu masih sangat terikat antara satu dengan yang lainnya. Mereka beranggapan bahwa seseorang tidak mungkin bisa hidup sendiri tanpa kerjasama dengan orang lain. Masyarakat Desa Tanjung Mudo menyadari bahwa gotong royong untuk menolong sesama dalam bentuk apapun, merupakan salah satu bentuk kegiatan sosial. Kehidupan di desa tanjung Mudo terlihat sangat rukun dan harmonis. Keharmonisan tersebut tergambar dari budaya tolong menolong dan kepedulian yang tinggi antara satu dengan yang lain. Kegiatankegiatan gotong royong dalam berbagai kesempatan kerap kali dilakukan oleh masyarakat setempat.

Keadaan masyarakat Desa Tanjung Mudo yang mayoritas muslim, membawa dampak positif terhadap masyarakatnya. Terlihat dari kehidupan masyarakatnya yang religius dan rukun antara satu dengan yang lain. Dari hal inilah yang menjadikan banyak acara budaya serta tradisi  di Desa tanjung mudo Banyak yang bercorak dengan agama Islam. Adapaun kegiatan-kegiatan ritual yang masih membudaya dan masih dilestarikan ditengah kehidupan masyarakat Desa tanjung Mudo.

E. Ekonomi Masyarakat Desa Tanjung Mudo

Ekonomi berperan penting sebagai pusat utama aktifitas kehidupan manusia, karena akan sangat mempengaruhi kesejahteraan pada kehidupan suatu masyarakat. Tinggi rendahnya ekonomi seseorang sangat tergantung dengan mata pencahariannya. Mata pencaharian merupakan salah satu hal yang sangat mendasar dan menentukan dalam melangsungkan roda kehidupan sehari-hari. Dengan adanya satu mata pencaharian yang mencukupi, maka akan lebih baik pula dalam menjalankan aktifitas kehidupan, baik yang berhubungan dengan dunia maupun akhirat. Dalam bidang ekonomi, masyarakat Desa Tanjung Mudo bekerja dalam sektor pertanian dan perkebunan, walaupun juga ada yang bekerja sebagai pegawai negeri, swasta dan pedagang.

F. Kondisi Keagamaan Masyarakat Desa Tanjung Mudo

Masyarakat Desa Tanjung Mudo, mayoritas keseluruhannya beragama Islam. Hal ini bisa dikaji dari fenomena keberagamaannya dengan perwujudan sikap dan perilaku dalam kehidupan, karena agama dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Bukti yang menunjukkan bahwa masyarakat Desa Tanjung Mudo adalah mayoritas Islam dapat dilihat dari sarana ibadah berupa 1 masjid dan 4 musholla yang ada disana. Masyarakat Desa Tanjung Mudo adalah warga ahl al-sunnah wa al jama’ah faham keagamaan yang umumnya diklaim sebagai Nadhdlotul Ulama’.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


  1. Proses Pembagian Harta Warisan Di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupeten Merangin

        Hukum   yang   dianut   oleh   sebagian   masyarakat   Tanjung Mudo merupakan hukum adat, baik itu sistem perkawinan dan sistem kewarisannya menggunakan hukum adat, seperti yang dibahas dalam judul ini bahwa pembagian harta waris sebelum muwaris meninggal dunia yang seperti dibahas di atas bahwa ada beberapa alasan orang tua membagikan atau memberikan harta warisan kepada anaknya semasa muwaris masih dalam keadaan hidup merupakan bentuk kasih sayang mereka dan menghindari perselisihan antar anak kandungnya.

  Sedangkan hukum waris adat adalah seperangkat aturan-aturan hukum  yang mengenai  cara bagaimana dari  abad  ke abad  penerus dan peralihan harta kekayaan yang berwujud atau tidak berwujud. Dalam sistem pembagian harta waris di Desa Tanjung Mudo sendiri tidak semua masyarakat menggunakan atau memanggil orang lain dalam membagikan warisannya, seperti memanggil kepala tokoh Adat atau tokoh masyarakat, tetapi cukup dengan orang tua dan anak-anaknya yang mengetahuinya.

1. Harta dibagikan sebelum muwaris meninggal dunia

      Hasil Observasi penulis di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin dimana sejak dulu masyarakat Tanjung Mudo melakukan proses pembagian warisan ini atau disebut harta peninggalan, padahal jika diliat dari keagamaannya mereka mengerti sistem kewarisan dalam hukum Islam, namun mereka tetap mengunakan proses pembagian kewarisan secara adat mereka dan mereka berasumsi bahwa pemberian semasa ia masih hidup dianggap merupakan hal yang biasa dan kewajiban orang tua apabila anak- anaknya akan menikah.

Wawawancara penulis dengan bapak Muhsin selaku tokoh masyarakat dan pegawai syara’ di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin beliau mengatakan :

“Masyarakat Tanjung Mudo dari zaman dulu kalau masalah pembagian warisan itu diberikan sebelum meninggalnya orang tua, dimana ketika orang tua masih hidup, mereka sudah memberikan harta untuk anak-anak mereka.  Kalau kita tinjau dari hukum agama itu salah, namun menurut adat yang sudah berlaku, masyarakat lebih menganut pada pembagian harta warisan ketika masih hidup. Sedangkan sepeninggalan wafatnya orang tua, itu lebih menganut pada wasiat yang diberikan nya kepada anak-anaknya. Sistem kewarisan dalam hukum Islam tentulah setelah wafatnya si pewaris baru bisa dilakukan pembagian harta warisan, namun mereka tetap mengunakan proses pembagian kewarisan secara adat mereka”


Hasil observasi dan wawancara penulis di atas menunjukkan bahwa sistem pembagian harta warisan menurut adat yang ada di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin dimana harta dibagikan sebelum pewaris meninggal dunia. Sementara menurut hukum Islam, harta warisan dapat diberikan setelah pewaris meninggal dunia.

Persoalan waktu pembagian harta warisan, dalam Islam telah menentuakan bahwa harta peninggalan (harta waris) hanya berlaku  kitika  muwaris  telah  meninggal  dunia.  Jika  dilihat  dari  asas  ini bahwa sistem pembagian harta waris dalam Islam tidak dapat beralihnya harta  waris  kepada  orang  lain  selama  yang  mempunyai  masih  dalam keadaan hidup. Namun secara realitasnya sistem yang mereka gunakan sudah menjadi kebiasaan pada masyarakat Tanjung Mudo, yang mana mereka membagikan harta  waris  sebelum  muwaris  meninggal  dunia,  dimana  beranggapan sistem  pembagian  yang  mereka  terapkan  sanggat  memudahkan  mereka tanpa terjadinya perselisihan harta dikarnakan yang membagi harta tersebut secara langsung masih orang tua mereka sendiri yang masih dalam keadaan hidup. 

  Hasil observasi penulis dibeberapa kasus yang telah terjadi di masyarakat Tanjung Mudo sistem seperti ini tidak banyak menimbulkan perselisihan antara ahli warisnya, kebanyakan ahli waris menerima dengan sistem kewarisan yang terletak pada garis keturunan laki-laki,  adapun  perselisihan  yang sering terjadi hanya sebatas kebutuhan saudara-saudara sekandungnya seperti halnya ketika salah satu dari saudaranya akan menikah atau yang lainya mengenai kebutuhan hidup mereka.

        Adapun permasalahan yang sering terjadi pada anak laki-laki tertua hanya merasa belum bisa menjadi pengganti orang tua mereka. Dalam kasus seperti ini Desa Tanjung Mudo sendiri sudah memberikan solusi seperti halnya suadara terdekat dari keluarga mereka berkewajiban membimbing serta memberikan arahan sehingga mereka merasa mampu untuk mengelola kehidupan keluarga mereka. Namun jika anak laki-laki tertua masih memiliki paman maka yang berkewajiban membimbing adalah saudara dari ayah (paman).

  Pembagian  kewarisan  yang  telah  ditetapkan  hukum  Islam  dan persepsi masyarakat Tanjung Mudo saat ini yaitu:

No

Persepsi Masyarakat Tanjung Mudo

Ketetapan Hukum Islam

1.

Diperbolehkan membagikan harta

warisan   ketika   muwaris   belum meninggal dunia

Tidak         diperbolehkan

membagikan harta waris ketika muwaris masih hidup

2.

Harta    waris    hanya    diberikan

kepada anak laki-laki tertua

Dibagi     kesemua     ahli waris

3.

Anak          perempuan          tidak

mendapatkan harta warisan

Anak               perempuan

mendapatkan         bagian waris

4.

Harta pusaka tidak dapat dijual

Diperbolehkan    jika    ia

masih   mempunyai   nilai jual


Dalam pembagian kewarisan sendiri belum ada kepastian mengenai harta warisan itu harus dibagikan, dikarnakan harta warisan tidak akan bisa dibagikan selama anak-anak pewaris belum dewasa, dan terkadang pembagian kewarisan tersebut tidak memiliki bukti kongkret seperti surat  tertulis karena semua pengalihan harta warisan ini dilakukan menurut kemauan orang tua siapa saja yang inggin dia berikan. Dan yang menjadi menarik bahwa harta warisan yang berbentuk harta pusaka tersebut tidak bisa dijual dikarnakan sudah menjadi ketentuan adat mereka.

Wawawancara penulis dengan kepala desa yaitu bapak Mat Yakub di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin beliau mengatakan :

“Penerapan  hukum  Islam  di  Desa Tanjung Mudo  Kecamatan  Pangkalan Jambu sendiri belum sepenuhnya diterapkan oleh masyarakat tersebut, hanya sebagian kecil masyarakat Tanjung Mudo yang mengunakan hukum waris Islam. Jika dilihat masyarakat Tanjung Mudo sendiri lebih cenderung dengan sistem kewarisan adat yang sejak lama sudah mereka gunakan dimana harta peninggalanya   diberikan   kepada   anak   laki-laki   tertua,   dalam   artian meskipun anak laki-laki bukan merupakan anak pertama, sebagai contoh, dalam satu keluarga terdapat satu anak laki-laki selaku anak kelima, ia tetap menjadi pewaris utama dalam masyarakat adat Tanjung Mudo. Mereka beranggapan bahwa harta peninggalan atau   waris adat lebih mudah dan cepat selain sudah di terapkan sejak lama dalam pembagian harta warisan”.



Dari hasil wawancara penulis di atas menunjukkan bahwa kewarisan atau harta peninggalan menurut hukum Islam sangatlah berbeda dengan wujud warisan menurut hukum di masyarakat Tanjung Mudo. Dalam hukum waris Islam yaitu sejumlah harta benda serta segala  hak  dari  yang  meninggal  dunia  dalam  keadaan  bersih  serta pembagian harta waris  hanya  bisa  dibagikan  kepada  ahli  waris  ketika muwaris  sudah  meninggal  dunia.  Jika  muwaris  yang  belum  meninggal dunia  sudah  mengalihkan  atau  membagiakan  hartanya  kepada  anak- anaknya itu bukan bentuk waris namun wasiat orang tua kepada anak- anaknya, meskipun pemberiannya dilakukan saat muwaris menlejelang kematian. 

Sementara dari Kompilasi Hukum Islam Pasal 195 pada Butir ke 3 yang menjelaskan pewaris harta yang dilakukan pewaris terhadap ahli warisnya ketika pewaris masih hidup dapat diidentikkan dengan pewarisan melalui wasiat atau pewarisan melalui hibah. Pembagian harta waris sesudah muwaris meninggal dunia merupakan proses yang sudah menjadi ketentuan hukum waris Islam, dimana harta waris hanya bisa dibagikan ketika seorang muwaris telah meninggal dunia. Namun reaslitas konsepsi pada waris adat yang terjadi di masyarakat Desa Tanjung Mudo masih dapat ditrima dalam pembagian waris sebelum muwaris meninggal dunia. Dikarnakan hal tersebut dalam hukum adat merupakan penerapan dari salah satu asas atau prinsip pewaris enurut hukum adat, karna harta peninggalan itu adalah meliputi semua harta benda yang pernah dimiliki oleh si peninggal harta semasa hidupnya.

Hasil wawawancara penulis dengan bapak M. Saleh selaku tokoh masyarakat dan pegawai syara’ di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin beliau mengatakan :

“Pemberian harta benda semasa hidup tersebut tentunya merupakan suatu bentuk fenomena sosial yang lazim terjadi di kalangan adat pada umumnya, khususnya dalam lingkungan masyarakat partilineal dengan sistem kewarisan mayorat seperti pada masyarakat Tanjung Mudo, dalam sistem kewarisan Desa Tanjung Mudo, waris adalah anak laki-laki, akan tetapi anak laki-laki tersebut berkewajiban menjadi tulang punggung atau penganti orang tua untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, sepertihalnya membiayai sekolah adik-adiknya sampai ia dewasa (menikah)


      Dari hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa maskud dari pemberian harta waris semasa nuwaris masih hidup ialah untuk mewajibkan para muwaris membagi-bagikan harta dengan cara layak menurut anggapan pewaris dan juga untuk mencegah perselisihan. Dalam pemberian ketika masih  hidup merupakan pemberian yang secara langsung tanpa adanya perantara. Seperti halnya   bentuk   pemberian   yaitu   pemberian   atas   Tanah, Rumah, Ladang, dan Harta Pusaka, yang diberikan kepada anak laki-laki sebagai tempat untuk mencari nafkah. 

       Pemberian semacam ini sebagai bentuk tanda kasih sayang orang tua kepada anaknya. Proses pemberian barang-barang  harta   benda   oleh   orang   tua   kepada   anaknya   dalam masyarakat Tanjung Mudo, seringkali sudah dilakukan beberapa orang tua (pewaris) yang masih hidup. Adapun yang diperoleh peneliti bahwa jenis dan wujud harta warisan adalah seluruh harta kekayaan, baik yang merupakan kekayaan yang berwujud benda tetap maupun benda bergerak.

Dari data di atas, maka dapat dinyatakan bahwa harta warisan itu dapat berupa barang-barang yang berwujud benda dan barang-barang yang tidak berwujud yang dapat diwariskan kepada ahli warisnya, yaitu kepada anak laki-laki tertua, baik dia anak laki-laki nomer tiga ataupun anak terakhir dari beberpa saudaranya.

  Dalam sistem pembagian harta waris yang meraka gunakan beranggapan tidak ada pihak yang dirugikan sehingga tidak menimbulkan perselisihan antara anak laki-laki dan anak perempuan, dikarnakan seorang anak laki-laki tertua yang menerima harta warisan memiliki kewajiban mengantikan orang tua mereka baik dari kebutuhan keluarganya hingga kebutuhan  adik-adiknya sehingga mereka menikah. Ketika ketentuan hukum waris sudah di tentukan dalam Islam sepertihalnya pada ayat-ayat al-Qur’an  yang menjelaskan berapa bagian anak laki-laki dan Perempuan bahkan sampai ketentuan pembagian harta waris, namun pada realita yang ada sekarang ini banyak para masyarakat Desa Tanjung Mudo yang tidak mengunakannya.

Seperti  halnya  terjadi  dibeberapa  tempat  di  Desa  Tanjung Mudo, berbagai macam pandangan mereka mengenai waris.

2. Anak laki-laki Pemegang warisan

      Dalam pandangan anak laki-laki, hukum adat Tanjung Mudo sangat berlaku dan harus dilakukan di desa Tanjung Mudo karna  dalam  menggunakan  sistem  kewarisan  tunggal  yang dalam bahasa daerah disebut Nuhakon Ragah, yaitu anak laki-laki tertua yang berhak menguasai atas harta peninggalan keluarga dengan hak dan kewajiban mengatur dan mengurus kepentingan adik-adiknya atas dasar musyawarah dan mufakat para anggota kelompok waris yang lain. Jadi  anak tertua berkedudukan menggantikan ayahnya. Hal ini dikarenakan, masyarakat adat Tanjung Mudo merupakan masyarakat adat yang  susunan  kekerabaratannya  kebapakan  yang  mana mengutakamakan garis keturunan laki-laki.

Berdasarkan observasi penulis di atas yang dimaksud ahli waris hanya terletak pada anak laki-laki tertua. Namun sebenarnya jika diliat dari segi moril anak laki-laki tertua sangat rugi dan justru saudara-saudaranya yang lain tidak mendapatkan warisan tersebut yang beruntung, dikarnakan anak laki-laki tertua tersebut mempunyai   kewajiban-kewajiban   yang   sungguh   berat  dikarenakan ia menjadi  wakil dari rumahnya  untuk segala kegiatan yang bersifat diluar baik mengenai keluarga ataupun pembiayaan.

Sebagaimana hasil wawawancara penulis dengan bapak Saidina Ali selaku kepala dusun Pulau Permai di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin beliau mengatakan :

“Kami di Dusun Pulau Permai Desa Tanjung Mudo dari dulu telah menerpakan hukum adat, diantaranya masalah pembagian harta warisan, dimana menurut hukum adat Tanjung Mudo dalam hal ini  menggunakan  sistem  kewarisan  tunggal  yang dalam bahasa kami disebut Nuhakon Ragah, yaitu anak laki-laki tertua yang berhak menguasai atas harta peninggalan keluarga dengan hak dan kewajiban mengatur dan mengurus kepentingan adik-adiknya nanti, oleh karena itu anak laki-laki yang tertua berkedudukan menggantikan ayahnya nanti”.


Dari wawancara dengan bapak Saidina Ali di atas dapatlah dipahami bahwa kedudkan anak laki-laki tertua merupakan berhak menguasai atas harta peninggalan harta ayah nanti, meski demikian ayahnya masih hidup, karena hal tersebut sudah menjadi adat yang berlaku di Desa Tanjung Mudo serta anak laki-laki berkewajiban mengatur dan mengurus kepentingan adik-adiknya nanti, hingga adanya hak yang deberikan nanti oleh saudaranya yang tertua untuk diberikan kepada suadaranya yang dibawah. 

3. Kedudukan Anak perempuan

      Hasil observasi penulis di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambi dimana penulis menemukan bahwa dalam pembagian harta waris menurut sebagian wanita Desa Tanjung Mudo, seorang anak perempuan tidak mendapatkan harta waris, baik  harta  pusaka  tinggi  maupun  pusaka  rendah. Dikarnakan  ahli waris hanyalah anak laki-laki, pada dasarnya saudara kandung perempuan  akan  mendapatkan  harta  dari  peninggalan  keluarganya ketika adik-adik mereka sudah menikah. Namun berbeda dengan halnya jika dari sebuah keluarga tersebut tidak memiliki anak laki-laki dan hanya memiliki anak perempuan saja, maka dimungkinkan untuk melakukan pengangkatan anak secara adat guna meneruskan keturunan, atau dapat diatasi dengan cara ngakuk ragah (mengambil suami). yang artinya melansungkan perkawinan yang sah dalam agama Islam dan dalam pernikahan adat, namun sebagai catatan bahwa suami ini bukan anak pertama dari keluarganya sendiri, hanya saja dalam proses adatnya secara langsung diangkat anak mertuanya. Agar hak suami dalam hal waris sejajar dengan istrinya dan keturunannya diteruskan kepada anak laki-lakinya untuk menegakkan wibawa perempuan.

Pada kesempatan itu penulis mencoba mewawancarai bapak Ahmad Sehon selaku sekretari Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jamu beliau mengatakan :

“Seorang anak perempuan tidak mendapatkan harta waris, baik  harta  pusaka  tinggi  maupun  pusaka  rendah. Hal ini dikarnakan  ahli waris hanyalah anak laki-laki. Anak perempuan  akan  mendapatkan  harta  dari  peninggalan  keluarganya ketika mereka sudah menikah. atau jika dari sebuah keluarga tersebut tidak memiliki anak laki-laki dan hanya memiliki anak perempuan saja, oleh karena itu jika anak laki-laki tidak ada, secara adat anak perempuan akan menjadi pewaris guna meneruskan keturunan”.


Dari hasil wawancara di atas dapatlah dipahami bahwa tokoh agama dan tokoh Adat Desa Tanjung Mudo menyikapi penerapan hukum waris saat ini yang berlaku di masyarakat Tanjung Mudo Khususnya pada masyarakat  Tanjung Mudo tidak bisa disamakan  dengan hukum  waris  yang  ada  di  Islam,  dikarnakan  mereka  mempunyai wilayah adat tersendiri mengenai pembagian waris.

Sepertia hasil wawancara dengan bapak Ridwan salah satu tokoh masyarakat Desa Tanjung Mudo beliau mengatakan :

“Harta waris adalah harta peninggalan yang diwariskan dibagi menjadi harta pusaka Tinggi, yaitu harta yang telah turun-temurun dalam beberapa  keturunan,  atau  harta  nenek moyang  dan  harta  pusaka  rendah,  yaitu  harta  yang  dikuasai  oleh keluarga karena mata pencaharian sendiri. Dalam pembagian harta waris  ketika  orang  tua  masih  hidup  merupakan  tanda  kasih  sayang orang tua kepada anak-anaknya guna untuk melangsungkan kehidupan anak-anaknya kelak, diamana proses ini merupakan hal yang biasa dan kewajiban orang tua apalagi anak-anaknya akan menikah.


       Proses  pembagian  warisan  pada  masyarakat adat Tanjung Mudo sendiri dilakukan dengan cara musyawarah dan mufakat guna mempertahankan kerukunan dan kekeluargaan. Hal ini menjadi acuan bagi masyarakat Tanjung Mudo, dan apabila  terjadi  perselisihan  dalam  pembagian  harta  warisan  mencari jalan keluar dengan cara kekeluargaan dan musyawarah munfakat, apabila menemukan kesulitan maka keluarga selalu menyerahkan permasalahan kepada peradilan adat yang dipimpin para pegawai syara’ dan tokoh masyarakat lain dalam memecahkan permasalahan yang terjadi.

Disamping itu, peran para tokoh agama atau pegawai syara’ Desa Tanjung Mudo selalu berusaha memberikan penyuluhan tentang keagamaan kepada masyarakat, khususnya dalam bidang kewaisan, dimana para tokoh agama berharap masyarakat Tanjung Mudo memiliki wawasan keagamaan yang lebih baik, hal ini agam menjadi suatu kebiasaan  yang biasa dilakukan  dalam pembagian harta  waris ketika pewaris masih hidup bisa ditinggalkan.

  1.  Permasalahan Dalam Pembagian Harta Warisan Di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupeten Merangin

  Dengan melihat fakta yang terjadi di masyarakat dan begitu banyak sengketa yang timbul dikalangan masyarakat maka sangat diperlukan usaha yang nyata dari pemerintah dan tokoh masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi sehingga demikian akan meminimalisir segera keterbelakangan dan persoalan yang terjadi berkaitan dengan kewarisan di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin. 

  Dari hasil obervasi penulis di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Provinsi Jambi penulis menemukan beberama masalahan dalam pembagian harta warisan menurut ada yang berlaku di Desa Tanjung Mudo diantaranya adalah tidak menerima bagian wariasan yang telah ditentukan oleh adat, hal ini mereka beranggapan bahwa tidak adil untuk diberlakukan nya pembagian tersebut, kemudian terjadinya kecemburuan antara anak perempuan dengan anak laki-laki yang memeng penuh hak dari harta warisan. 

Adapun permasalahan yang terjadi dalam pembagian harta warisan di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupeten Merangin sebagai berikut :

  1. Tidak menerima ketentuan adat

Meskipun secara adat yang berlaku Desa Tanjung Mudo mengenai harta warisan, dimana anak laki-laki tertua merupakan pewaris ketika ayahnya masih hidup, namun tidak sedikit pula anak perempuan yang merasa dirugikan, hal tersebut anak laki-laki tertua tidak semua bijak dalam mengurus harta warisan sang ayah, oleh karenya tak sedikit pula anak perempuan menggugat harta warisan ketika ayahya masih hidup. Dalam pandangan hukum Islam, dimana ada hak anak perempuan dalam menerima harta warisan, meski lebih kecil dari pada anak laki-laki. Oleh karenya pengetahuan keagamaan yang dimiliki seseorang sangat terpengaruh pada pembentukan persepsi dari kejadian tersebut.

Hasil wawancara penulis dengan bapak Mat Yakub selaku kepala Desa Tanjung Mudu beliau mengatakan :

“Di Desa Tanjung Mudu setidak suda ada 6 keluarga yang sudah membagikan harta waris sebelum muwaris meinggal dunia. Dintara 4 keluarga  yang membagikan harta waris sebelum muwaris meninggal dunia, sedangkan   2 keluarga yang sama sekali tidak mengetahui cara ataupun sistem pembagian waris Islam. Diantara 4 keluarga yang mengetahui hukum waris Islam itu sendiri hanya 3 keluarga yang tidak menjalankan pembagian kewarisan Islam dan 1 keluarga yang memahami namun ia mencapurkan hukum waris adat dengan  hukum  Islam”.


      Dari hasil wawancara penulis di atas dapatlah dipahami bahwa apa yang terjadi di Desa Tanjung Mudo merupakan hal sudah biasa terjadi, dimana adanya pembagian harta warisan sebelum pewaris meninggal dunia. Hal ini dimana  sebelum  muwaris  meninggal duniah sudah mengumpulkan pihak keluarganya untuk memusyawarahkan harta waris serta bagian, namun tidak langsung mendapatkan harta waris tersebut melainkan ia mendapatkannya ketika muwaris sudah mininggal dunia.

Kemudian hasil wawancara penulis dengan bapak Muhsin, selaku tokoh masyarakat dan pegawai syara’ di Desa Tanjung Mudo beliau mengatakan :

“Kejadian dalam pembagian harta warisan sebelum pewaris meninggal dunia, tentunya sudah menjadi adat di Desa ini, namun hal yang terpenting adalah meningkatkan pengetahuan  agama bagi  masyarakat guna menambah wawasan keagamaan bagi mereka supaya mengurangi permasalahan yang terjadi terhadap ketetapan hukum dan dapat memberikan dampak positif terhadap pola pikir mereka:


2. Terjadinya permusuhan antar saudara

        Dampak negatif yang terjadi saat berlakunya hukum adat di Desa Tanjung Mudo mengenai pembagian harta warisan, tidak sedikit pula terjadi permusuhan antara anak laki-laki dan perempuan dan saudara-saudara dibawah nya. Hal ini dikarenakan adanya pembagian harta warisan yang mereka beranggapan tidak adil. 

Dari hasil observasi penulis di lapangan, dimana penulis menemukan setidaknya ada 3 keluarga yang tidak berteguran atau dengan kata lain saling bermusuhuan disebabkan adanya permasalah mengenai pembagian harta harisan. Hal ini sudah berulang kali dimediasi oleh pemuka agama dan tokoh masyarakat setempat, dimana mereka dipanggil untuk menengahi permasalahan tersebut.

Dari hasil observasi penulis di atas, dapatlah dipahami bahwa salah satu faktor yang terjadi adalah kurangnya tingkat pendidikan dan pemahaman agama yang dimiliki mereka. 

Sebagaiman hasil wawancara dengan bapak Marjono selaku kepala Dusun Lubuk Gelam Desa Tanjung Mudo beliau mengatakan :

“Beberapa kasus yang terjadi di Dusun Lubuk Gelam Desa Tanjung Mudo ini ialah adanya gugatan dari anak perempuan dalam pembagian harta warisan, dimana mereka tidak menerima apa yang menjadi bagian didapai oleh mereka. Pada hal menurut hukum adat yang ada, dimana anak laki-laki lah yang nanti membagikan bagian untuk saudara perempuan. Oleh karena itu kami selalu menengahi permasalahn tersebut dengan azas musyawarah supaya hal tersebut tidak menjadi permusuhan antar saudaranya sendiri”. 


Dari peristiwa diatas dapatlah dipahami bahwa suatu hal yang sangat  penting dalam mempercepat pertumbuhan dan perkembangan guna mengejar ketinggalan dan keterbelakangan suatu daerah, dengan pendidikan dapat pula memercepat terciptanya suasana hukum yang dapat dipahami masyarakat.

Dari hasil penelitian penulis menemukan banyaknya masyarakat Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu yang kurang memperhatiakan masalah pendidikan yang berdampak sangat besar terhadap pemahaman dan nilai-nilai hukum yang berkembang. Jika ditinjau pertumbuhan tingkat pendidikan pada tahun sebelumn- sebelumnya masyarakat Tanjung Mudo pada tahun ini sanggatlah pesat, namun kekurangannya adalah masyarakat yang mengesampingkan pengetahuan Agama yang lebih mendalam Realitanya pada masyarakat Tanjung Mudo jika dilihat dari faktor pendidikan yang dimiliki maka persepsi yang muncul mengenai penerapan pembagian harta waris saat ini masih beragam.

 Dalam memaknai kewarisan perlu adanya latar belakang pendidikan, kewarisan merupakan harta yang diberikan  kepada  anak  laki-laki  hanya  sebatas  pengganti  orang  tua bukan sebagai ahli waris yang sepenuhnya ia miliki tanpa memikirkan saudra-saudranya, namun pada dasarnya hukum waris Islam tidak harus diikuti oleh masyarakat Tanjung Mudo sendiri.        Begitu juga dalam  menjelaskan  hukum  Waris  baik  secara  Islam  ataupun Adat, bahwa hukum waris adat adalah hukum yang harus  dilaksanakan  pada  masyarakat  Tanjung Mudo  dikarnakan  hukum adat adalah sebuah hukum yang harus laksanakan dalam menentukan waris.        Dalam  hubungan  dengan  pendidikan  tersebut  maka  disadari bahwa  hal  tersebut  merupakan  salah  satu  penyebab  bagi  penentuan sikap masyarakat Desa Tanjung Mudo dalam menjalankan hukum Islam secara keseluruhan dan hukum kewarisan Islam secara khusus.

  1. Penyelesaian Permasalahan Dalam Pembagian Harta Warisan Menurut Tradisi Di Desa Tanjung Mudo Ditinjau dari Hukum Islam

  Terjadinya suatu permasalahan, tentunya tak luput dari sebab dan akibat yang dirasakan oleh seseoranga. Dalam hal tersebut, tentunya permasalahan kiranya dapat diatasi dengan secara baik, agar dapat diterima kedua belah pihak. Mengenai permasalahan dalam pembagian harta warisan menurut tradisi Di Desa Tanjung Mudo tentunya ada peran dari tokoh masyarakat setempat agar menjadi pedoman dalam menjalan suatu adat.

Adapun penyelesaian permasalahan dalam pembagian harta warisan menurut tradisi Di Desa Tanjung Mudo dan ditinjau dari hukum Islam, maka aspek yang yang perlu dipahami adaalah peranan tokoh masyarakat dalam menegahkan hukum Islam itu sendiri diantaranya adalah. 

1. Peran tokoh masyarakat

     Untuk mewujudkan kesadaran semua masyarakat Islam tentang pembagian harta warisan sesuai dengan hukum Islam maka perlunya diadakan penyuluhan yang lebih intensip disinilah perlunya peranan pemerintah untuk mengambil tindakan terhadap penyuluhan. Penyuluhan tersebut mengingatkan kepada masyarakat bahwa dalam pembagian harta warisan itu dapat dilakukan dengan hukum adat atau hukum Islam. Hukum adat ialah hukum yang sudah ditetapkan oleh pemangku adat dan disepakati oleh masyarakat. Sedangkan hukum Islam ialah hukum yang berlaku pada ketentua yang bersumber dari al-Quran ataupun hadist. 

Sebagaimana hasil wawancara penulis dengan bapak Mat Yakub selaku kepala Desa Tanjung Mudu beliau mengatakan :

“Pada dasarnya di Desa Tanjung Mudo sudah adat yang mengatur sistem pembagian harta warisan, dimana harta warisan dapat dipegang oleh anak laki-laki tertua semasa pewaris masih hidup, namun setelah pewaris meninggal, anak laki-laki berhak memegang penuh dari harta warisan, dan jika ada saudara perempuan dibawahnya, maka anak laki-laki tersebutlah yang memberi bagian untuk saudaranya. Hal ini sudah sering kami sampaikan dalam beberapa kasus yang terjadi. Para pemuka tokoh agama sudah menyampaikan dan mensosialisaikan kesemua masyarakat yang ada di Desa Tanjung Mudo”.


Dari hasil wawancara penulis di atas dapatlah dipahami bahwa pemuka agama merupaka penyuluh  panutan bagi  semua golongan yang menjadi sasaran penyuluh terkait dengan penyuluh, dimana menggunakan metode pendekatan. 

Lebih lanjut dari hasil observasi penulis di Desa Tanjung Mudo, dimana banyaknya masyarakat  yang kurang pemahaman tentang agama apalagi dalam hal pembagian harta warisan. Ketidak sukaan mereka dibarengi dengan latar belakang pendidikan dan kurang memahami buku-buku kewarisan Islam, maka cara yang lebih efektif adalah melalui penyuluhan secara langsung dengan masyarakat Tanjung Mudo.

2. Menanamkan kesadaran masyarakat

Pelaksanaan hukum waris sebagai salah satu penjabaran agama Islam, dimana Islam pada perinsipnya telah mengatur dalam tata cara pembagian harta wariasan, disisi lain, adanya hukum adat yang telah ada turun menurun dikalangan masyarakat, tentunya menjadi sebuah hukum yang dapat ditaati. 

Hasil observasi penulis di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu dimana penulis menemukan bahwa kurangnya kesadaran masyarakat akan hukum adat dan hukum Islam dalam pembagain harta warisan, dimana anak laki-laki tertua mengambil semua harta warisan yang ditinggal oleh orang tuanya dan tidak memberikan sebgaian kepada saudara nya yang dibawah. 

Hasil wawancara penulis dengan bapak Andi selaku pemuka agama dan pegawai syara’ di Desa Tanjung Mudo beliau mengatakan :

“Di Desa Tanjung Mudo masih terdapat sebagian masyarakat yang tidak mematuhi hukum tata cara pembagian harta warisan, dimana adanya hak penuh yang diberikan kepada anak laki-laki tertua menguasai harta warisan orang tua semasa hidup, namun ketika pewaris meninggal dunia, tentunya ada pula hak saudara perempuannya untuk dibagikan sebagain harta wairsan tersebut, namun faktanya tidaklah semua anak laki-laki memperlakukan hal tersebut. Sedangkan menuruh hukum Islam sangat jelas, bahwa adanya hak anak laki-laki dan juga ada hak anak perempuan ketika orang tuanya meninggal dunia dan meninggal sebagian hartanya untuk dibagikan. Meskipun pembagian tersebut menuruh hukum Islam, anak laki-laki lebih besar dari anak perempuan”.


Hasil wawancara di atas dapatlah dipahami bahwa dalam  bahwa pelaksanaan hukum kewarisan, baik secara adat maupun secara hukum Islam bagi masyarakat Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu pada prinsipnya masih kurang. Hal ini menimbulkan sikap-sikap tententu bagai masyarakat setempat. Disatu sisi ada dari mereka yang memperlakukan dari sisi lainya hanya sekedar menegetahui dalam kehudupan sehari-hari. Bahkan keberadaan hukum adat dan hukum Islam itu sendiri sebagai salah satu hukum yang hidup untuk direalisasikan. Namun tidak menjalankan sebagai mestinya.

        Pada dasarnya kesadaran masyarakat ditentukan oleh beberapa faktor, adanya ketidak patuhan masyarakat, kemudian adanya beberapa yang tidak menerima secara utuh keberadaan hukum adat dan hukm Islam sebagai hukum yang harus mereka patuhi. Bahkan ada pula yang seharusnya mereka lakukan dan tindakan apa yang sebaiknya diambil bila menemukan masalah kewarisan itu sendiri. 

BAB V

PENUTUP


A. Kesempulan

Dari pokok pembahasan pada bab terdahulu mengenai hukum waris adat di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Provinsi Jambi Di Tinjau Dari Hukum Islam dapatlah diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 

  1. Proses pembagian harta warisan Di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupeten Merangin adalah dimana hukum   yang   dianut   oleh   sebagian   masyarakat   Tanjung Mudo merupakan hukum adat, baik itu sistem perkawinan maupun sistem kewarisannya. Proses pembagian harta warisan Di Desa Tanjung Mudo diantaranya ; a) Harta dibagikan sebelum muwaris meninggal dunia. Menurut adat Desa Tanjung Mudo harta warisan dapat dilakuakan semasa pewaris masih hidup, b) Anak laki-laki pemegang warisan. Anak laki-laki tertua berhak menguasai atas harta peninggalan keluarga dengan hak dan kewajiban mengatur dan mengurus kepentingan adik-adiknya c).Anak perempuan tidak mendapatkan harta waris, hingga sampai menikah. 

  2. Permasalahan dalam pembagian harta warisan di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupeten Merangin diantaranya adalah : a). Tidak menerima ketentuan adat. Secara adat dimana anak laki-laki tertua merupakan pewaris ketika ayahnya masih hidup, namun tidak sedikit pula anak perempuan yang merasa dirugikan, hal tersebut anak laki-laki tertua tidak semua bijak dalam mengurus harta warisan sang ayah, oleh karenya tak sedikit pula anak perempuan menggugat harta warisan ketika ayahya masih hidup. b). Terjadinya permusuhan antar saudara. Dampak negatif yang terjadi saat berlakunya hukum adat di Desa Tanjung Mudo mengenai pembagian harta warisan, tidak sedikit pula terjadi permusuhan antara anak laki-laki dan perempuan dan saudara-saudara dibawah nya. Hal ini dikarenakan adanya pembagian harta warisan yang mereka beranggapan tidak adil. 

3. Adapun penyelesaian permasalahan dalam pembagian harta warisan menurut tradisi di Desa Tanjung Mudo ditinjau dari hukum Islam diantaranya adalah : a). Peran tokoh masyarakat. Untuk mewujudkan kesadaran semua masyarakat Islam tentang pembagian harta warisan sesuai dengan hukum Islam maka perlunya diadakan penyuluhan yang lebih intensip disinilah perlunya peranan pemerintah untuk mengambil tindakan terhadap penyuluhan. b). Menanamkan kesadaran masyarakat.         Adanya hukum adat yang telah ada turun menurun dikalangan masyarakat, tentunya menjadi sebuah hukum yang dapat ditaati. 

B. Saran

Dari hasil penelitian penulis di Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, penulis menyaran beberapa hal :

  1. Kepada bapak Kepala Desa Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, untuk dapat mengawas dari kasus-kasus yang terjadi di Desa Tanjung Mudo, serta dapat memediasi tingkat perselihan yang terjadi dikalangan masyakat mengenai pembagian harta wairasan

  2. Kepada tokoh agama atau pegawai syara’ Desa Tanjung Mudo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, untuk dapat memberikan penyuluhan terhadap kasus-kasus yang terjadi di Desa Tanjung Mudo agar tidak terulang kembali dan dapat teratasi secara adat.


DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur


Al-qur’an al-Karim, Departemen Agama RI, 2015

Abdul Ghofur Anshori, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Ekonisia), 2005

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Penelitian. (Jakarta: Rineka Cipta), 2006

Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana), 2000 

Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta), 2017

Effendi Perangin, Hukum Waris, cetakan ke X, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 2011

Ishaq,  Metode Penelitian Hukum, Penulisan Skripsi,Tesis serta Disertasi (Bandung: Alfabeta), 2015

Martha Eri Safira, M.H, Hukum Perdata Punogoro : (Jakarta: Kencana) Edisi Pertama, 2017  

Muhammad Ali Ash-Sahabuni, Al-Mawaris Fisy Syari‟atil Islamiyyah „Ala Dhau „Al-Kitab wa Sunnah. Terj. A. M. Basalamah, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani Press), 1995

Muhammad Daud Ali, Asas Hukum Islam, (Jakarta: Rajawali Press), 1990

Meliala, Djaja S., Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. (Jakarta: Rajawali Press), 2018

R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, (Jakarta: Sumur Bandung), 1980

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2015)

Suparman, Maman, Hukum Waris Perdata. (Jakarta:Sinar Grafika), 2022


B. Jurnal 

Aksin, Nur, Rahmat Robi Waliyansyah, and Nugroho Dwi Saputro. "Sistem Pakar Pembagian Harta Waris Menurut Hukum Islam." Walisongo Journal of Information Technology. 2020

Asyhadi Mufsi Sadzali, et. Al., “Menjadi Minangkabau di Dunia Melayu Kerinci: Identifikasi Akulturasi Budaya Minangkabau di Kerinci ditinjau dari Tinggalan Arkeologi dan Sejarah”, Titian: Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 03, No. 02.2019

Manangin, M. S. A., Nurmala, L. D., & Martam, N. K, Pengalihan Atas Harta Warisan Di Indonesia”. DiH: Jurnal Ilmu Hukum, 16(2). 2020

Manangin, Muhamad Syaifullah Abadi; Nurmala, Leni Dwi; Martam, Nurmin. “Pengalihan Atas Harta Warisan Di Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum, no 16 vol 2. 2020 

Mu’minin, Muhammad Shofwanul, Konflik Keluarga Akibat Pembagian “Harta Waris” Dengan Hibah Perspektif Kompilasi Hukum Islam." SAKINA: Journal of Family Studies 4.3.2020

Nur, Andi Erwin, Urgensi Pembagian Warisan Secara Musyawarah Dalam Meminimalisir Perselisihan Ahli Waris Persfektif Hukum Islam (Studi Desa Sugiale, Kec. Barebbo, Kab. Bone). Diss. IAIN Bone. 2020

Ongkowijoyo, Melisa, Pembagian Harta Warisan Bagi Ahli Waris Keturunan Tionghoa." E-Jurnal Spirit Pro Patria 4.2. 2018

Sanjaya, Umar Haris, Kedudukan Surat Wasiat Terhadap Harta Warisan Yang Belum Dibagikan Kepada Ahli Waris." Jurnal Yuridis  vol 5. 2018

Siregar, Fatahuddin Aziz, Antara Hukum Islam dan Adat; Sistem Baru Pembagian Harta Warisan." Jurnal El-Qanuniy: Jurnal Ilmu-Ilmu Kesyariahan Dan Pranata Sosial no 5. Vol 2. 2019 

Sukerti, Ni Nyoman, et al, Pewarisan Pada Masyarakat Adat Bali Terkait Ahli Waris Yang Beralih Agama”. Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, , vol 2 no 1. 2016

Wahyunadi,Zulham, and Raihanah HJ Azahari, Perubahan Sosial dan Kaitannya dengan Pembagian Harta Warisan dalam Perspektif Hukum Islam." Jurnal Ilmiah Islam Futura no 14. Vol 2. 2015  .

Zulkarnain, Fahrizal, and Irma Dewi, Bimbingan Dan Pelatihan Kepada Masyarakat Tentang Pembagian Harta Warisan Menurut Islam Di Ranting Tanjung Gusta Medan." Jurnal Prodikmas; Hasil Pengabdian Kepada Masyarakat. 2021





Postingan Populer

Mengenai Saya

Foto saya
Jambi, Kota Jambi, Indonesia

Putra Muaro Bungo

Putra Muaro Bungo
Jadilah Diri Sendiri Tanpa Berharap Kepada Manusia

Simpel Aja

Simpel Aja

PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG)

My Famili

SELAMAT DATANG DI

BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN

Pengikut

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Total Tayangan Halaman

TERIM KASIH

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DI BLOG KAMI SEMOGA BERMANFAAT