BAB I
PENDAHULULAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pariwisata
merupakan perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain
yang bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok
sebagai
usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan
dengan
lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu[1]. Menurut Sujali, dalam penekanan kajian geografi didasarkan
dengan pendekatan keruangan dengan melalui pendekatan unsur-unsur geogarafi
seperti unsur letak, luas, bentuk, batas dan persebaran. Pariwisata dapat
mendatangkan banyak manfaat bagi masyarakat secara ekonomis, sosial, dan budaya.[2] Menurut
Yoeti, kegiatan pariwisata berkaitan erat dengan tingkat perekonomian yang
dicapai oleh suatu negara. Semakin tinggi tingkat perekonomian yang dicapai,
maka kegiatan pariwisata di negara tersebut juga relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan negara yang memiliki tingkat perekonomian lebih rendah.[3]
Pariwisata merupakan salah satu pemanfaatan
sumber daya alam yang dapat bernilai ekonomi tinggi bagi suatu daerah yang
mengelola sumber daya alam menjadi suatu tempat wisata yang dapat menarik
pengunjung baik dari dalam maupun dari luar negeri. Pariwisata merupakan salah
satu industri baru yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam
hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup dan dalam mengaktifkan sektor
produksi lain di dalam negara penerima wisatawan. Disamping bernilai ekonomi
yang tinggi, pariwisata dapat menumbuhkan dan meningkatkan rasa bangga terhadap
bangsa sehingga akan tumbuh masyarakat yang lebih peduli terhadap suatu bangsa.
Pariwisata juga sangat potensial untuk membangun dan mengembangkan suatu
kawasan, baik di lingkungan perkotaan maupun perDesaan. Selain itu, sektor
pariwisata juga memberikan multiplier effect dan nilai manfaat yang
besar bagi masyarakat, seperti menciptakan lapangan pekerjaan baru dan
menurunkan angka pengangguran.
Dalam era globalisasi sekarang ini, bidang
pariwisata merupakan salah satu kegiatan yang mempunyai peranan yang sangat
strategis dalam menunjang pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini
dicanangkan selain sebagai salah satu sumber penghasil devisa yang cukup andal,
juga merupakan sektor yang mampu
menyerap tenaga kerja dan mendorong perkembangan investasi. Untuk mengembangkan
sektor ini pemerintah berusaha keras membuat rencana dan berbagai kebijakan
yang mendukung kearah kemajuan sektor ini. Salah satu kebijakan tersebut adalah
menggali, menginventarisir dan mengembangkan obyek-obyek wisata yang ada
sebagai daya tarik utama bagi wisatawan.[4]
Kabupaten Merangin merupakan salah satu
kabupaten di Provinsi Jambi yang memiliki beragam sumber daya alam dan budaya
sebagai objek daya tarik wisata. Kabupaten Merangin menjadi salah satu tujuan
wisatawan di Provinsi Jambi yang memiliki potensi wisata alam yang sangat
indah, baik dari alam maupun budaya dari daerah itu sendiri. Seperti Gunung,
Danau, Air Terjun, Air Panas, Gua, Geopark dan berbagai wisata modern yang kini
tengah dikembangkan. Gua Tiangko menjadi salah satu Gua di Kabupaten
Merangin yang cukup sering dikunjungi para pecinta wisata susur Gua. Selain
memiliki berbagai ornamen cantik berupa batuan, stalaktit dan stalakmit, Gua
ini juga sering dijadikan tempat penelitian peradaban purbakala,secara
administratif, Gua Tiangko berada pada Desa Tiangko, Kecamatan Sungai Manau,
Kabupaten Merangin, Jambi. Lokasi Gua berjarak kurang lebih 49 kilometer dari
Kota Bangko, dan wisatawan pun harus melakukan perjalanan selama kurang lebih
satu jam. Sebelum menuju ke Gua, pengunjung harus terlebih dahulu singgah di
Desa Tiangko dan harus melanjutkan perjalanan dengan tracking.medan pun cukup
menantang dan akan menghadirkan sensasi berpetualang yang seru.[5]
Wisatawan
harus berjalan sejauh 800 meter, melewati hutan dan sebuah bukit yang cukup
terjal. Perjalanan ini pun akan terasa sangat menyenangkan, karena wisatawan
akan ditemani dengan indahnya alam yang masih lestari. Kicauan burung tiada
hentinya berbunyi, serta terkadang akan dijumpai beberapa hewan liar selama
perjalanan.Gua ini merupakan salah satu dari deretan Gua yang ada di Desa
Tiangko.
Gua
Tiangko memang menjadi Gua yang cukup populer, tak hanya karena keindahannya
tetapi juga karena nilai sejarah di dalamnya. Gua ini memiliki luas yang
mencapai 206 meter persegi, dengan lebar 10 meter dan kedalaman sekitar 23
meter. Sedangkan lebar pintu Gua bagian depan sekitar 4 meter, dan pada pintu
bagian belakang 11,5 meter. Saat wisatawan masuk ke dalam Gua, hawa sejuk
dengan semilir angin lembut akan terasa. Hal ini dikarenakan Gua yang cukup
luas, sehingga tak lembab dan pengap seperti GuaGua kecil pada umumnya. Semakin
memasuki ke dalam perut Gua, suasana lembab pun terasa dan wisatawan disarankan
membawa alat penerangan karena kondisi Gua yang gelap.[6]
Sepanjang
perut Gua, wisatawan akan banyak menemukan berbagai stalakmit dan stalaktit
dengan bentuk dan ukuran yang berbeda. Pada Gua ini juga ditemukan batu
cavalier yang berguna untuk pembentukan stalaktit dan stalakmit. Pada dinding
Gua, juga dapat dijumpai ceruk-ceruk yang terbentuk akibat dari rembesan air.
Selain itu, ditemukan pula semacam grafiti yang menghiasi dinding. Lantai Gua
Tiangko merupakan pasir putih dari bebatuan, sehingga tak licin dan wisatawan
pun bisa merasa nyaman saat menyusuri Gua. Di dalam perut Gua, juga menjadi
tempat tinggal bagi kelelawar dan burung walet. Banyak ditemukan, sarang-sarang
walet di Gua ini yang menjadi salah satu sumber mata pencaharian utama
masyarakat setempat. Keunikan lain, Gua ini juga memiliki struktur bawah tanah
yang unik dan rumit menyerupai sebuah labirin. Selain itu, konon juga terdapat
sungai bawah tanah yang mengalir tepat di bawah Gua. Di dalam Gua juga terdapat
beberapa ruangan yang memiliki ukuran dan luas berbeda. Salah satunya,
diperkirakan merupakan tempat ibadah bagi manusia purba.
Selain
menjadi tempat wisata, di Gua ini juga sering dilakukan penelitian mengenani
peradaban purbakala. Pada sekitar tahun 1970, para peneliti menemukan
barang-barang yang diperkirakan digunakan oleh manusia purba seperti tembikar,
alat serpih dan juga batu-batuan obsidian. Tempat wisata ini cukup mendapatkan
perhatian pemerintah, karena masuk dalam Cagar Alam Gua Ulu Tiangko. Meskipun
begitu, fasilitas yang ditawarkan belum bisa dikatakan memadai. Di sekitar Gua masih belum dibangun toilet, tempat
parkir dan juga tempat ibadah. Selain itu, akses jalan menuju ke Gua pun cukup
sulit, dan belum dibangun jalan baru yang lebih mudah dilalui untuk menuju ke
Gua Tiangko, terdapat alternatif transportasi yang bisa digunakan.[7]
Desa Tiangko
salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten Merangin
Provinsi Jambi terdapat salah satu Gua yang dinamakan Gua Tiangko. Gua Tiangko
berlokasi di Desa Tiangko, ditemukan sejumlah Gua yang menjadi kediaman manusia
purba ribuan tahun yang lalu. Luasnya hanya 206 meter persegi dan lebar mulut
bagian depan setinggi 4 meter serta mulut bagian belakang setinggi 11,5 meter. Berdasarkan
hasil penelitian Bennet Bronson dan Teguh Amat pada tahun 1974, di tempat ini
ditemukan lapisan tembikar yang di bawahnya terdapat alat-alat obsidian.
Penemuan itu pun lantas menyimpulkan bahwa Gua Tiangko menjadi pemukiman tertua
di Jambi. Gua ini dindingnya berupa ceruk-ceruk bebatuan yang ditumbuhi lumut,
langit-langitnya pun dipenuhi sarang burung walet dan kelelawar yang begelantungan.[8]
Pemerintah
selaku pejabat yang berwenang memberikan perhatian lebih pada objek wisata yang
berpotensial menghasilkan pendapatan dan mengarahkan sektor ini sebagai
investasi yang menguntungkan ke depannya serta memberikan asumsi yang baik bagi
para wisatawan dalam kemudahan prosedur untuk mengikat daya tarik. Namun tidak
hanya pendapatan bagi pemasukan pemerintah tapi juga kesejahteraan untuk
masyarakat di sekitar objek wisata. Penanganan objek wisata pada peningkatan
sumberdaya manusia yang memadai secara konsisten, menyeluruh, terpadu dan
sistematis oleh pemerintah kepada masyarakat perlu dilakukan karena
keberhasilan upaya-upaya strategi pengembangan dan pengelolaan kegiatan
pariwisata merupakan suatu tindakan, baik itu tindakan pemerintah, swasta
maupun masyarakat sehingga terciptanya kerjasama yang baik dan harmonis dan
mewujudkan sapta pesona.
Keberadaan
sektor pariwisata dalam suatu wilayah dapat memberikan dampak positif maupun
negatif. Namun, pada dasarnya tergantung pada manajemen dan tata pengelolaan
kepariwisataan yang diperankan oleh segenap pemangku kepentingan (stakeholders)
baik dari unsur pemerintah, masyarakat yang ada pada wilayah tersebut.
Pencapaian tujuan dan misi pembangunan kepariwisataan yang baik, berkelanjutan
(sustainable tourism) dan berwawasan lingkungan hanya akan dapat
terlaksana manakala dalam proses pencapaiannya dapat dilakukan melalui tata
kelola kepariwisataan yang baik (good tourism governance).[9]
Organisasi pariwisata dunia, UNWTO,
mendefinisikan pariwisata
sebagai aktivitas perjalanan dan tinggal seseorang di luar tempat tinggal
dan lingkungannya selama tidak lebih dari satu tahun berurutan untuk
berwisata, bisnis, atau tujuan lain dengan tidak untuk bekerja di tempat
yang dikunjunginya tersebut. Menurut Hunzieker dan Krapf dalam
Soekadijo, pariwisata dapat didefinisikan sebagai keseluruhan jaringan
dan gejala-gejala yang berkaitan dengan tinggalnya orang asing di suatu
tempat, dengan syarat bahwa mereka tidak tinggal di situ untuk
melakukan suatu pekerjaan yang penting yang memberikan keuntungan
yang bersifat permanen maupun sementara.[10]
Untuk semakin
mewujudkan semangat otonomi daerah hingga pada level pemerintahan Desa dan
untuk mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi dalam wilayah Desa dan
mewujudkan kemandirian serta kesejahteraan bagi wilayah Desa maka pemerintah
pada Tahun 2014 mengeluarkan kebijakan perundang-undangan baru yaitu
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa[11].
Munculnya undang-undang Desa tersebut semakin memberi keleluasaan kepada Desa
untuk melakukan perencanaan, pengawasan, pengendalian dan mengevaluasi
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Desa.
Dari uraian
diatas perlu disadari oleh pemerintah daerah terutama pemerintah Desa Tiagko
yang berperan penting dalam mengembangkan Desa sehingga dapat mengangkat
ekonomi Desa apabila setiap obyeknya dikelola dengan baik oleh pemerintah
maupun pihak-pihak Di sekitar obyek
wisata tersebut sehingga banyaknya kunjungan wisatawan akan berpengaruh pada
naiknya pendapatan Desa. Solusi-solusi yang dimaksud dalam hal ini adalah
strategi terkait dengan pengembangan objek wisata Gua agar dapat lebih berdaya
saing dalam menarik wisatawan. Strategi sebagai bentuk upaya yang dilakukan
untuk menciptakan dan melestarikan kawasan wisata dengan menggunakan dimensi-dimensi
strategi yang menciptakan strategi yang sesuai dengan pengembangan kawasan
obyek wisata Gua ini.
Hasil
penelitian awal penulis atau Grand Tour Observation pada tanggal 12 Juli 2020 di Desa
Tiangko Kecamatan Sungai Manau, meskipun Desa Tiangko sangat berpotensi sebagai Desa wisata, namun
berbagai kendala yang harus dihadapi pemerintah Desa Tiangko dalam pengembangan
objek wisata Gua seperti infrastruktur yang kurang baik contohnya kondisi jalan
menuju Gua yang butuh perjuangan dengan kondisi curam dan dan berbatu,
terbatasnya fasilitas pendukung seperti tempat penginapan yang belum tersedia
yang akan mengurangi nilai (value) yang didapatkan wisatawan menjadi
hambatan pelaksanaan kegiatan pariwisata di Desa Tiangko.[12]
Wisatawan masih enggan untuk mengunjungi ataupun berlama-lama berada di Desa
ini karena segala sesuatu yang mungkin mereka butuhkan belum tersedia. Hal ini
juga yang dapat memicu rendahnya angka wisatawan yang berkunjung ulang sebagai repeater
tourist. Pada dasarnya pengembangan pariwisata di Desa Tiangko sangat
penting untuk dilakukan. Pengembangan pariwisata di Desa Tiangko akan
memberikan perubahan dan keberlangsungan baik jangka pendek maupun jangka
panjang bagi masyarakat lokal dan pemerintah Merangin.
Berdasarkan
permasalahan diatas, maka penulis tertarik menenliti lebih jauh mengenai
permasalahan diatas dalam sebuah karya ilmiah yang berjudul “Pengelolaan Pariwisata Gua Tiangko Berbasis Swadaya Masyarakat :
Studi di Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin.”
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Potensi Parawisata di Desa Tiangko
Kecaamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin?
2.
Bagaimana Pengelolaan
Pariwisata Gua Tiangko Berbasis Swadaya Masyarakat di Desa Tiangko Kecamatan
Sungai Manau Kabupaten Merangin?
C.
Batasan Masalah
Berdasarkan judul yang penulis angkat, maka
bahasan yang menjadi tumpuan utama dari karya ilmiah ini agar tidak terjadi
kesalah pahaman dalam pembahasan, baik terhadap penulis maupun pembaca, maka
dalam penulisan ini hanya memfokuskan kepada permasalahan terkait strategi
pemerintah Desa dalam mengembangkan objek pariwisata di Desa Tiangko Kecamatan
Desa Sungai Manau Kabupaten Merangin.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Berdsarkan rumusan masalah
di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini
adalah sebagai berikut:
a)
Ingin mengetahui Potensi
Parawisata di Desa Tiangko Kecaamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin.
b)
Ingin mengetahui Pengelolaan Pariwisata Gua Tiangko
Berbasis Swadaya Masyarakat di Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten
Merangin
2.
Kegunaan Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat baik dan jugaberguna untuk semua kalangan, baik untuk
Pemerintah ataupun masyarakat luas.
a) Bagi Pemerintah Desa Sebagai bahan
evaluasi Pemerintah Desa dalam melakukan pengelolaan wisata lokal yang ada di
Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin agar nantinya bisa
menjadi lebih baik dan berkembang semakin pesat.
b) Bagi wisatawan bisa sebagai referensi
wisata lokal ataupun wisata Desa. Dan juga untuk mengetahui perkembangan wisata
lokal yang ada.
c) Bagi masyarakat Sebagai peluang
berwirausaha dikawasan wisata yang ada di Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau
Kabupaten Merangin.
d)
Bagi Penulis merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana
strata (S1) pada Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
E. Kerangka Teori
1. Pengelolaan
Objek Wisata
Dalam pengelolaan pariwisata ini, Undang-Undang
Nomor 32 pasal 1 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup bahwa upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup.Pengembangan pariwisata yang berbasis pada masyarakat harus
memperhatikan empat pertimbangan utama yaitu :
a.
Aksesbilitas dengan isu pokok kenyamanan dan keadaan.
b.
Pelestarian lingkungan isu pokok manfaat dan siklus bisnis.
c.
Kemajuan ekonomi isu pokok manfaat dan siklus bisnis.
d.
Pengelolaan yang berkesinambungan isu pokok tujuan dan metode.[13]
Didalam menghadapi isu pokok pertimbangan utama
dalam pengembangan pariwisata perlu dipersiapkan sebagai respon strategis
antara lain :
a.
Jalur-jalur transportasi dan terminalnya.
b. Keramah
tamahan pelayanan.
c.
Penggarapan pelayanan.
d.
Penonjolan penyajian warisan budaya lokal.
e.
Siversifikasi dan pengendalian produk.
f.
Investasi dan penyerapan tenaga kerja lokal.
g.
Kesertaan masyarakat dalam segala kegiatan.
Berdasarkan
peraturanpemerintahan nomor 67 tahun 1996, pengelolaan dan pengusahaan objek
dan daya tarik wisata alam meliputi 5 hal yaitu :
1). Pembangunan sarana dan prasarana pelengkap beserta fasilitas
pelayanan lain bagi wisatawan.
2). Pengelolaan objek dan daya tarik wisata alam termasuik sarana
dan prasarana yang ada.
3). Penyediaan sarana dan fasilitas bagiu masyarakat dan sekitarnya
untuk berperan serta dalam kegiatan pengusahaan objek dan daya tarik wisata
alam yang bersangkutan.
4). Penyelenggaraan persetujuan seni budaya yang dapat memberi
nilai tambah terhadap objek wisata dan daya tarik wisata alam yang
bersangkutan.
5). Penyelenggaraan persetujuan seni budaya yang dapat memberi
nilai tambah terhadap objek dan daya tarik wisata alam yang bersangkutan.
2. Prinsip-Prinsip Dasar Pengelolaan
Pariwisata
Pengelolaan
pariwisata haruslah mengacu pada prinsip-prinsip pengelolaan yang menekankan
nilai-nilai kelestarian lingkungan ala, komunikasi dan nilai sosial yang
memungkinkan wisatawan menikmati kegiatan wisatanya serta bermanfaat bagi
kesejahteraan komunitas lokal.
Menurut Dowling
dan Fennel, pengelolaan pariwisata harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut
:
a. Pembangunan dan pengembangan pariwisata haruslah didasarkan pada
kearifan lokal dan special lokal yang merefleksikan keunikan peninggalan budaya
dan keunikan lingkungan.
b. Preservasi, proteksi dan peningkatan kualitas sumber daya yang
menjadi basis pengembangan kawasan pariwisata.
c. Pengembangan atraksi wisata tambahan yang mengatur pada khasanah
budaya lokal.
d. Pelayanan kepada wisatawan yang berbasis keunikan budaya dan
lingkungan lokal.
e. Memberikan dukungan legitimasi pada pembangunan dan pengembangan
pariwisata jika terbukti memberikan manfaat positif tetapi sebaliknya
mengendalikan atau menghentikan aktivitas pariwisata tersebut jika melampaui
ambang batas lingkungan alam atau ekseptabilitas sosial walaupun disisi lain
mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.[14]
3. Peranan Pemerintah
Setiap
manusia dalam kehidupannya masing-masing memiliki peran dan fungsi dalam
menjalankan kehidupan. Dalam melaksanakan perannya, setiap manusia memiliki
cara atau sikap yang berbeda-beda. Hal ini sangat dipengaruhi oleh latar
belakang kehidupan sosialnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010),
menjelaskan pengertian peran sebagai berikut:
a. Peran adalah pemain yang
diandaikan dalam sandiwara maka ia adalah pemain sandiwara atau pemain utama.
b. Peran adalah bagian yang
dimainkan oleh seorang pemain dalam sandiwara, ia berusaha bermain dengan baik
dalam semua peran yang diberikan.
c. Peran adalah bagian dari tugas
utama yang harus dilaksanakan.
Peran
merupakan aspek yang dinanis dalam kedudukan (status) terhadap sesuatu. Apabila
seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia
menjalankan suatu peran. [15]
Konsep
tentang peran (role) menurut Komarudin (1994) yakni sebagai berikut :
1) Bagian dari tugas utama yang
harus dilakukan oleh manajemen
2) Pola prilaku yang diharapkan
dapat menyertai suatu status
3) Bagian suatu fungsi seseorang
dalam kelompok atau pranata
4) Fungsi yang diharapkan dari
seseorang atau menjadi karakteristik yang ada padanya
5) Fungsi setiap variabel dalam
hubungan sebab akibat
Dari
sudut pandang yang lain, peranan adalah tindakan yang dilakukan seseorang atas
sekelompok orang dalam suatu peristiwa (Poerwadarminta, 1995). Dari berbagai
pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian peranan dalam
hal ini peran pemerintah dalam melaksanakan fungsi dan tujuannya dalam
pelayanan, pembangunan, pemberdayaan, dan pengaturan masyarakat. Dapat
dijelaskan bahwa peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan apabila
seseorang melaksanakan hak-hak serta kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka
ia telah melakukan sebuah peranan.
4. Tugas dan Fungsi Pemerintah
Pemerintah
merupakan suatu gejala yang berlangsung dalam kehidupan bermasyarakat yaitu
hubungan antara manusia dengan setiap kelompok termasuk dalam keluarga.
Masyarakat sebagai suatu gabungan dari sistem sosial, akan senantiasa
menyangkut dengan unsur-unsur pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti
keselamatan, istirahat, pakaian dan makanan. Dalam memenuhi kebutuhan dasar
itu, manusia perlu bekerja sama dan berkelompok dengan orang lain; dan bagi
kebutuhan sekunder maka diperlukan bahasa untuk berkomunikasi menurut makna
yang disepakati bersama, dan institusi sosial yang berlaku sebagai kontrol dalam
aktivitas dan mengembangkan masyarakat.
Kebutuhan
sekunder tersebut adalah kebutuhan untuk bekerjasama, menyelesaikan konflik,
dan interaksi antar sesama warga masyarakat. Dengan timbulnya kebutuhan dasar
dan sekunder tersebut maka terbentuk pula institusi sosial yang dapat memberi
pedoman melakukan kontrol dan mempersatukan (integrasi) anggota masyarakat.[16]
Untuk membentuk institusi-institusi tersebut, masyarakat membuat kesepakatan
atau perjanjian diantara mereka, yang menurut Rosseau adalah konflik kontrak
sosial (social contract). Adanya kontrak social tersebut selanjutnya melahirkan
kekuasan dan institusi pemerintahan. 29[17]
5. Problem Pengolaal Pariwisata
Dengan
berkembangnya kepariwisataan Indonesia, maka potensi pariwisata yang terdapat
di daerah-derah yang memiliki potensi pariwista yang baik, dapat dijadikan
andalan atau penyumbang paling tinggi untuk peningkatan perekonoman masyarakat
suatu daerah, hal ini sesuai dengan GBHN 1993, antara lain
a. Pembangunan kepariwisataan diarahkan pada peningkatan pariwisata
menjadi sektor andalan yang mampu menggalakkan kegiatan ekonomi termasuk
kegiatan sektor lain yang terkait, sehingga lapangan kerja, pendapatan
masyarakat daerah kecamatan dan negara serta penerima devisa meningkat melalui
upaya pengembangan dan pendayagunaan potensi kepariwisataan nasional.
b. Dalam pembagunan kepariwisataan harus dijaga tetap
terpeliharanya kepribadian serta kelestaraian fungsi dan mutu lingkungan hidup.
Kepariwisataan perlu ditata secara menyeluruh dan terpadu dengan melibatkan
sektor yang terkait dalam suatu keutuhan usaha kepariwisataan yang saling
menunjang dan saling menguntungkan baik yang berskala kecil, menengah maupun
besar. Pengembangan pariwisata nusantara dilakukan sejalan dengan upaya memupuk
rasa cinta tanah air dan bangsa serta menanamkan dan nilai-nilai luhur bangsa
dalam rangka lebih memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional, terutama dalam
bentuk penggalakkan pariwisata remaja dan pemuda dengan lebih meningkatkan
kemudahan dalam memperoleh pelayanan kepariwisataan.
c. Upaya pengembangan objek dan daya tarik wisata serta kegiatan
promosi dan pemasarannya, baik didalam maupun diluar negeri terus ditingkatkan
secara terencana, terarah, terpadu dan efektif maka antara lain dengan
memanfaatkan secara optimal kerja sama kepariwisataan regional dan global guna
meningkatkan hubungan antara bangsa.
Adapun dalam pengembangan pemerintah
daerah melakukan promosi yaitu dengan cara melalui media massa seperti
internet, majalah, televisi, radio, maupun surat kabar. Agar pariwisata yang
ada di kecamatan 29 Kuok mempunyai kekuatan yang sinergik karena keterkaitan
yang erat sekali dengan sektor lainnya.Dan menjadi tumpuan pariwisata sebagai
kekuatan daya saing negara sumber daya yang terolah.
6. Hambatan Dalam Mengembangkan
Objek Wisata
Menurut Oka A.
Yoeti (1997:172) jika suatu obyek tidak di dukung aksesibilitas yang memadai
maka obyek kepariwisataan banyak tergantung pada tranportasi dan komunikasi
karena faktor jarak dan waktu yang sangat mempengaruhi keinginan seseorang
untuk melakukan perjalanan wisata. Yang membuat suatu kawasan lebih banyak di
kunjungi adalah sarana akses seperti infrastruktur jalan, obyek dekat dengan
bandara dan ada transportasi untuk menuju objek wisata.
7.
Objek dan Jenis-jenis Wisata
Objek
wisata adalah suatu tempat yang menjadi kunjungan
wisatawan karena mempunyai sumberdaya baik alamiah
maupun buatan
manusia, seperti keindahan alam atau pegunungan, pantai
flora dan
fauna, kebun binatang, bangunan kuno bersejarah,
monumen-monumen,
candi-candi, tari-tarian, atraksi dan kebudayaan khas
lainnya.[18] Menurut Fandeli, objek wisata adalah perwujudan
daripada ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah bangsa dan
tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan.[19]
Undang-Undang Repulik Indonesia Nomor 10 tahun
2009 tentang
kepariwisataan
Pasal 1 ayat 5 mengatakan bahwa : “Daya tarik wisata adalah sesuatu yang
memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa
keanekaragaman
kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang
menjadi
sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan”.[20]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa objek wisata
yaitu suatu
tempat
yang menjadi kunjungan wisatawan karena mempunyai
sumberdaya
dimana sumberdaya yang dimaksud adalah perwujudan
daripada
ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah bangsa
dan
tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk
dikunjungi
wisatawan sehingga terjadi interkasi antara sesama manusia.
8.
Pengembangan Destinasi Wisata
Pengembangan destinasi wisata merupakan salah satu
cara untuk menjadikan lingkungan lebih maju, baik, dan berguna bagi semua
kalangan. Suwantoro (2009: 74) berpendapat beberapa bentuk produk pariwisata
yang berpotensi untuk dikembangkan adalah pariwisata budaya (cultural tourism), ekowisata (ecotourism), pariwisata bahari (marine tourism), pariwisata petualangan (adventure tourism), pariwisata agro (agro tourism), pariwisata
peDesaan
(village tourism), gastronomy (culinary tourism), dan pariwisata spiritual (spiritual tourism). [21]
Sementara dalam Permendagri No. 33 Tahun 2009
Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah pada Pasal 2 menjelaskan jenis
ekowisata di daerah adalah ekowisata bahari, ekowisata hutan, ekowisata
pegunungan, dan/atau ekowisata karst. Adapun pelaku ekowisata adalah
pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat yang bergerak di
bidang wisata (Permendagri No. 33 Tahun 2009, Pasal 1 Ayat 6).
Pola seperti ini dapat juga dikembangkan oleh beberapa
Desa di Indonesia yang memiliki daya tarik untuk memaksimalkan peran
pemberdayaan masyarakat. Widjaja (2011) menjelaskan Desa adalah sebagai
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul
yang bersifat istimewa. Ini berdasar
keanekaragaman, partisipasi, otonomi, demokratisasi, dan pemberdayaan
masyarakat. Maka, masyarakat di Desa sudah seharusnya dilibatkan dan
berpartisipasi dalam pembangunan. Karena ini bisa menjadi tolak ukur
keberhasilan dalam pengembangan Desa, terlebih yang akan menjadikan Desa
sebagai destinasi wisata. Aturan hukum yang berlaku di Desa ketika
mengembangkan kepariwisataan adalah tanpa mengesampingkan tradisi dan adat
masyarakat
lokal. Sebab, melalui kebudayaan yang dilestarikan, masyarakat mampu
membangkitkan rasa cinta lingkungan sehingga tetap terjamin keaslian. Belum
tentu di Desa lain menemukan keunikan sebagaimana dimiliki
Desa
tersebut. Artinya, hukum dapat diambil secara tegas dalam rangka melahirkan
sebuah kebijakan yang melindungi kebudayaan bangsa. Inilah dasar dari
ekowisata, termasuk juga untuk melestarikan kekayaan alam.[22]
Seperti halnya destinasi wisata, konsep ekowisata
juga memiliki beragam model. Antara lain peDesaan, agro, pegunungan, pantai,
kuliner, dan lain-lain. Wisata peDesaan ini juga populer dengan istilah Desa
wisata, namun
kekayaan
potensi yang dimiliki hasil integrasi alam dengan tradisi yang menyatu.
Sehingga melalui konsep Desa wisata ini wisatawan akan tinggal dan membaur di
dalam atau dekat dengan suasana tradisional. Sementara wisata
agro
memperkuat jatidiri Desa yaitu dengan mengangkat hasil-hasil pertanian untuk
dinikmati oleh wisatawan. Begitu pula dengan pegunungan dan pantai karena sudah
menjual keindahan alam. Terkait kuliner, diakui Indonesia
yang
kaya akan rempah-rempah dengan segala manfaat dapat dimaksimalkan untuk
masyarakat lokal.
Dalam Buku Pedoman Kelompok Sadar Wisata yang
dikeluarkan oleh Kementerian Pariwisata pada 2012 dijelaskan detail mengenai
mekanisme Pokdarwis tersebut. Kegiatan pembangunan kepariwisataan, sebagaimana
halnya
pembangunan di sektor lainnya pada hakekatnya melibatkan peran dari seluruh stakeholder yang ada dan terkait yaitu pemerintah, swasta dan
masyarakat. Karena masing-masing stakeholder tidak dapat berdiri sendiri,
maka
harus saling bersinergi dan melangkah bersama-sama untuk mencapai dan
mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan yang disepakati. Pemerintah sesuai
dengan tugas dan kewenangan menjalankan peran dan fungsinya sebagai fasilitator
dam pembuat peraturan (regulator) dalam kegiatan pembangunan kepariwisataan.[23]
9.
Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM)
Badan
Keswadayaan Masyarakat merupakan singkatan dari BKM. Badan Keswadayaan
Masyarakat ini juga sering disebut dengan LKM yaitu lembaga keswadayaan
masyarakat. Pada hakikatnya BKM/LKM itu adalah organisasi yang sama. BKM/LKM
adalah kepemimpinan kolektif dari organisasi masyarakat warga suatu kelurahan
yang anggota-anggotanya dipilih bedasarkan kriteria kemanusiaan, sehingga
berperan secara penuh sebagai pemimpin masyarakat warga[24] Kolektifitas
kepemimpinan dalam BKM itu sangat penting karena dalam rangka memperkuat
kemampuan individu untuk dapat menghasilkan dan mengambil keputusan yang lebih
adil dan bijaksana oleh sebab terjadinya proses saling asuh, saling asah, dan
saling asih antar anggota
yang pada akhirnya akan menjamin terjadinya demokrasi, tanggung gugat, dan
transparasi. Kepemimpinan kolektif juga merupakan desinsentif bagi para
pemimpin yang justru ingin mendapatkan kekuatan absolut di satu tangan yang
pada gilirannya yang akan melahirkan tirani dan anarki yang mementingkan diri
sendiri dan ketidakadilan.[25]
10. Lembaga Swadaya Masyarakat
Riker (dalam Gaffar, 2006:200)
mengungkapkan bahwa LSM atau yang umum dikenal dengan Organisasi non-Pemerintah
(Non Government Organization) adalah organisasi yang berasal dari masyarakat
dan bersifat mandiri. NGO/LSM merupakan organisasi yang tidak memiliki
ketergantungan terhadap negara atau pemerintah, khususnya dalam segi dukungan
finansial atau keuangan serta sarana dan prasarana. NGO/LSM juga mendapat
dukungan dana dari lembaga-lembaga internasional. Meskipun begitu, NGO/LSM
tidak sama sekali terlepas dari pemerintah, karena tidak jarang pemerintah
memberikan fasilitas penopang, misalnya dengan adanya pembebasan pajak untuk
aktivitas dan aset yang dimiliki oleh NGO. Riker (dalam Gaffar, 2006:202) juga
mengungkapkan bahwa kehadiran NGO/LSM memiliki peran yang sangat penting dalam
sebuah tatanan masyarakat. Hal itu terjadi karena dalam kenyataannya kapasitas
atau pemerintah masih belum maksimal.
Kebutuhan masyarakat tidak sepenuhnya dapat dikabulkan oleh pemerintah.
Peran Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) atau NGO LSM atau NGO memiliki peran dalam proses pembangunan sebuah
negara. Noeleen Heyzer (dalam Gaffar, 2006:203) mengidentifikasi 3 (tiga) jenis
peran yang dapat dimainkan oleh berbagai NGO, yaitu:
1)
Meningkatkan pengaruh politik secara meluas, melalui jaringan kerja sama, dalam
suatu negara ataupun dengan lembaga-lembaga internasional lainnya,
2)
Ikut mengambil bagian dalam menentukan arah dan agenda pembangunan.
3)
Mendukung dan memberdayakan masyarakat pada tingkat “grassroots”, yang sangat
esensial, dalam rangka menciptakan pembangunan yang berkelanjutan.
F. Tinjaun Pustaka
Untuk mengadakan penelitian, tidak terlepas dari penelitian yang
dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan tujuan untuk memperkuat hasil dari
penelitian yang sedang dilakukan. Selain itu, juga bertujuan untuk
membandingkan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya. Berikut ringkasan
hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh peneliti selama melakukan
penelitian.
1.
Aruwa, (2018), skripsi yang berjudul Peningkatan Potensi Ekonomi Masyarakat Melalui Marketing Mix pada
Geopark Sebagai Media Community Based Tourism Di Desa Guguk
Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui potensi ekonomi yang ada di kawasan hutan adat geopark merangin,
faktor pendukung dan penghambat dari potensi, serta peran pemerintah. Metode
yang digunaknan dalam penelitian ini yaitu Kualitatif Deskriptif dengan
mengumpulkan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil
penelitian adalah ada 4 potensi ekonomi yang dikembangkan yaitu potensi ekonomi
wisata, kerajinan tangan, makan olahan, dan sumber daya alam. Sedangkan faktor
pendukungnya adalah marketing mix 4P yaitu produck, price, place, dan
promotion. Sedangkan faktor penghambatnya adalah modal, infrastruktur dan
pemanfaatan teknologi dan kurangny kesadaran masyarakat akan potensi yang dimiliki.
Peran pemerintah adalah memberi
pelatihan, sebagai pengawas, pemberi bantuan seperti penanaman bibit. Hasil
penelitian diketahui di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat Desa guguk
geopark merangin mempunyai potensi dan masalah. Banyaknya minat dan bakat
masyarakat serta tersedianya sumber daya alam menjadi potensi sedangkan
masalahnya masih adanya faktor penghambat yang membuat susahnya untuk
mempromosikannya karena masih ada sarana- prasarana lain yang masih belum
dibangun.
2.
Ismi Atikah Jamalina, (2014), Strategi Pengembangan Ekowisata
Melalui Konsep Community Based Tourism (CBT) dan Manfaat Sosial dan
Ekonomi Bagi Masyarakat Di Desa Wisata Nglanggeran, Patuk, Gunung Kidul. Metode
penelitian Analisis Deskriptif Dan Fishbone Analysis. Hasi penelitian di
ketahui bahwa tingkat ketercapaian seluruh indikator dapat dikatakan bahwa
penerapan konsep community based tourism telah berhasil dikembangkan pada Desa
Wisata Nglanggeran Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul.
3.
Tunjung Wuland, (2002), Identifikasi potensi dan masalah Desa
Wonosoco Upaya mengembangkan Sebagai Desa Wisat di Kabupaten Kudus. Metode
penelitian Kualitatif deskriptif. Hasil penelitin diketahui bahwa di dalam
pengembangan Desa wonosoco terdapat potensi dan masalah. Tingginya pasar wisata
Di sekitar Desa wisata Wonosoco ini
menjadi potensi dalam mengembangannya sedangakn rendahnya produk merupakan
permasalahannya.dari produk wisata disebabkan masih adanya sarana penting yyang
masih belum terbangun, kondisi eksisbilitas yang masih kurang serta belum
adanya kelembagaan atau biro yang menangani Desa ini.
Dari penelitian diatas, perbedaan penelitian ini berfokus pada strategi pemerintah Desa dengan mengembangkan
objek pariwisata di Desa Tiangko (Studi Kecamatan Kecamatan Sungai Manau), serta peran pemerintanya dan lokasi penelitian berbeda, penelitian
ini berlokasi di Desa Tiagko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin.
Adapun pesamaan dalam penelitian ini dengan peneitian di atas,
dimana sama-sama meneliti peran pemerintahan daerah dalam membaungun objek
parawisata. Sedangkan perbedaannya adalah dimana penulis lebih mempokuskan pada
objek parawisata Gua yang ada di Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau, sedangkan
pada peneliti di atas ada yang mempokus pada potensi ekonomi masyarakat melalui
Marketing Mix pada Geopark dan ada pula mempokuskan pada strategi
pengelolaan Desa dan pengembangan ekowisata melalui konsep Community Based
Tourism (CBT).
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Tempat Penelitian dan Waktu
Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau
Kabupaten Merangin. Lokasi ini dipilih karena pada Desa tersebut memiliki
permasalah pada bidang Pengelolaan Pariwisata Gua Tiangko Berbasis Swadaya Masyarakat
di Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin. Adapun waktu
penelitian ini dimulai sejak disahkanya penelitian yaitu pada bulan Juni 2020.
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Pentingnya jenis data karena diperolehnya temuan dilapangan mengenai kaitan
masalah yang diangkat dalam judul ini. Pendekatan ini dilakukan dengan teknik
pengumpulan data yang berdasarkan pada instrumen pengumpulan data.
Penelitian ini bersifat deskriptif, metode ini adalah penelitian
yang bermaksud memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan,
atau gejala-gejala lainya.[26]
Ciri-ciri metode deskriptif adalah memusatkan diri pada masa sekarang dan
masalah-masalah yang aktual, dan kemudian data yang dikumpulkan disusun,
dijelaskan dan dianalisis.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan secara Kualitatif. Jenis penelitian ini adalah penelitian Deskriptif
Kualitatif yaitu merupakan penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan
masalah yang ada sekarang berdasarkan kenyataan sosial dengan menggunakan
data-data. Metode Kualitatif adalah metode yang berdasarkan pada filsafat
postposivisme, sedangkan untuk penelitian pada objek alamiah, dimana peneliti
adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
trianggulasi (gabungan). Analisis data bersifat induktif atau kualitatif dan
hasil penelitian lebih menekankan makna dari pada generalisasi.[27]
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
a). Data primer
Data primer
adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber asli, atau sumber data yang
langsung memberikan data kepada pengumpul data.[28]
Yaitu data yang diperoleh langsung dari responden atau objek yang
diteliti atau ada hubungannya dengan objek yang diteliti. Data tersebut bisa
diperoleh langsung dari personal yang diteliti dan dapat pula berasal dari
lapangan.[29]
Dalam hal ini, data primer bersumber dari data lapangan yang dikumpulkan
langsung oleh peneliti dari pemerintah Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau
Kabupaten Merangin.
Adapun yang
dijadikan data primer adalah data yang sifatnya berkaitan dengan obyek
penelitian. Sumber data adalah kepala Desa, Kepala Dusun, Dinas Parawisata
Kabupaten Merangin serta tokoh masyarakat dan pemuda-pemudi Desa Tiangko.
b). Data skunder
Yaitu data yang telah
lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh
instansi di luar dari peneliti sendiri, walaupun yang
dikumpulkan itu
sesungguhnya adalah data asli.[30] Data skunder adalah data pelengkap yang telah tersusun dalam
bentuk dokumen-dokumen. Sumber data yang didapat dari referensi-referensi buku,
internet, dan hasil penelitian yang telah disusun menjadi dokumen. Sumber data
dalam penelitian ini adalah sumber
subjek dari mana data dapat diperoleh. Sumber data dalam kualitatif ini adalah orang atau narasumber.
Dalam hal ini, data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh dari literatur-literatur dan berbagai macam sumber lainnya seperti:
komponen-komponen pengembangan, konsep pariwisata, pokok-pokok pariwisata dalam
islam, jurnal, internet, serta sumber-sumber lain yang mendukung dan
berhubungan dengan penelitian ini.
2. Sumber Data
Di dalam penelitian kualitatif tidak di kenal populasi, Sampel akan
berkembang dan bergerak mengikuti karakteristik elemen-elemen yang ditemukan di
lapangan sehingga tidak dapat dipastikan sebelumnya[31],
dan yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah;
1. Pemerintah
(Kepala Desa)
2. Dinas
Parawisata
3. Kepala
Dusun
4. Tokoh Masyarakat
5. Pemuda-pemudi
Desa Tiangko
“Konsep sampel dalam
penelitian kualitatif berkaitan bagaimana memilih informan atau situasi sosial tertentu yang
dapat memberikan informasi yang mantap dan terpercaya mengenai elemen-elemen
yang ada karakteristik elemen-elemen yang tercakup dalam fokus/topik penelitian
Informan awal dipilih dari informan yang bisa berfungsi sebagai Key
Information (informasi kunci)[32]. Sedangkan kepala Desa adalah sebagai informasi kunci sedangkan yang lain adalah
sebagai informan tambahan.
Kegiatan
penggalian informasi akan bergulir dari sampel awal ke sampel
lanjutan sehingga data dapat diperoleh mencapai titik jenuh yakni terdapat
indikasi tidak munculnya variasai atau informasi baru mengenai fokus
penelitian. Teknik
pengambilan sampel tersebut secara
beranting yang disebut dengan Snowball
Sampling, yaitu suatu
proses penyebarannya bagaikan bola salju.[33]
D. Metode
Pengumpulan Data
Untuk
memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut :
1.
Observasi
Sutrisno Hadi
mengemukakan bahwa observasi merupakan
suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari
berbagai proses biologis dan psikologis, dua diantaranya yang
terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.[34] Dalam hal ini, penulis akan
melakukan pengamatan di lapangan untuk memperoleh data yang objektif dan akurat
sebagai bukti atau faktapenelitian yang sangat kuat. Pengamatan langsung ini
dilakukan terhadap keadaan dan proses kegiatan yang relevan denganpermasalahan
penelitian. Pengamatan dan pencatatan peristiwa terhadap objek di lokasi
penelitian dilakukan tanpa harus
berkomunikasi dengan narasumber. Dengan ini peneliti mengobservasi diatranya;
a).
Potensi Parawisata di Desa Tiangko
Kecaamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin?
b). Pengelolaan
Pariwisata Gua Tiangko Berbasis Swadaya Masyarakat di Desa Tiangko Kecamatan
Sungai Manau Kabupaten Merangin?
2.
Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab, sambil tertatap muka antara sipenanya atau
pewawancara dengan si penjawab atau respondendengan menggunakan alat yang
dinamakan interview guide
panduanwawancara).[35]
Dalam pengumpulan data dengan wawancara tersebut, informasi yang didapatkan
lebih jelas dan mendalam dalam penelitian. Wawancara disini dilakukan dengan
Kepala Desa Tiangko Kecamatan
Sungai Manau Kabupaten Merangin, Dinas Parawisata Kabupaten Merangin Kepala
Dusun, Tokoh Masyarakat serta Pemuda-Pemudi Desa Tiangko mengenai objek wisata.
Wawancara ini dilakukan untuk proses tanya jawab dalam sebuah
penelitian yang berlangsung secara lisan kepada pihak yang terlibat dalam
penelitian. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data untuk
mengetahui apa apa saja yang dilakukan oleh pemerintah Desa dalam mengenalkan
parawisata yang ada di Desa sungai Manau.
3.
Dokumentasi
Dokumentasi
adalah catatan peristiwa yang sudah berlaku, dokumen bisa berbentuk tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.[36]
Pengumpulan data mengenai obyek penelitian, yang dilakukan secara tidak
langsung tetapi memalui data yang diperoleh dari Kepala Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manai Kabupaten Merangin
diantaranya adalah;
a).
Historis dan Geografis Desa Tiangko
c). Objek
Wisata Gua Tiangko
d).
Struktur Pemerintahan Desa Tiangko
c).
Fasilitas Gua Tiangko
f).
Kependudukan Desa Tiangko
Metode ini digunakan untuk
pengumpulan data yang telah tersedia dalam bentuk dokumen tertulis yang dapat
dipakai sebagai bukti atau keterangan seperti naskah, catatan dan sebagainya
yang berhubungan dengan penelitian.
E. Tehnik Analisis data
Pengolahan dan
analisis data menggunakan analisis deskriptif yang dilakukan untuk
mengidentifikasi strategi
pemerintah Desa dengan mengembangkan objek pariwisata di Desa Tiangko Kecamatan
Desa Sungai Manau Kabupaten
Merangin. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang
didasarkan data deskriptif dari status, keadaan, sikap, hubungan atau sistem
pemikiran suatu masalah yang menjadi objek penelitian.
Setelah
mendapatkan data yang diperoleh dalam penelitian ini, maka langkah selanjutnya
adalaah mengolah data yang terkumpul dengan menganalisis data, mendeskripsikan
data, serta mengambil kesimpulan. Untuk menganalisis data yang telah di
dapatkan oleh peneliti menggunakan teknik analisis data kualitatif, karena
data–data yang diperoleh merupakan kumpulan keterangan–keterangan. Proses
analisis data dimulai dengan menyiapkan seluruh data yang tersedia dari berbagai
sumber, yaitu melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.[37]
Analisis data
dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung,
setelah selesai pengumpulan data. Pada saat wawancara, peneliti sudah elakukan
analisis terhadap jawaban dari informasi. Jika jawaban dari wawancara tidak
memuaskan maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai dengan tahap
tertentu sehingga data yang didapatkan memuaskan.
Dalam proses
analisis data, ada beberapa langkah pokok yang harus dilakukan, yaitu :
1. Reduksi Data
Mereduksi data
berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.[38]
Data yang diperoleh merupakan data terkait pengembangan pariwisata
dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), kemudian disederhankan
dan disajikan dengan memilih data yang relevan, kemudian menitik beratkan pada
data yang paling relevan, selanjutnya mengarahkan data pada pemecahan masalah
dan memilih data yang dapat menjawab permasalahan penelitian
2. Penyajian
Data
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam
bentuk table, grafik, pie chard, pictogram, dan sejenisnya. Melalui penyajian
data tersebut, maka dapat terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan,
sehingga akan semakin mudah difahami. Selain itu juga, penyajian data bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,
flowchart dan sejenisnya.[39]
3. Penarikan Kesimpulan dan Verivikasi
Kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh
bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang kredibel, karena seperti telah
dikemukkan bahwa rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat
sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.[40]
F. Teknik Pemeriksaan Keabsahaan Data
Dalam buku Penelitian Kualitatif menjelaskan bahwa uji keabsahan
data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan suatu yang lain
diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap
data. Dalam penelitian kualitatif, uji keabsahan sebuah data menggunakan uji
kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif.
Untuk Uji kredibilitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kepercayaan
terhadap data yang diteliti. Menurut Patton dalam Moleong Trianggulasi dalam
pengujian kreadibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat
trianggulasi sumber, pengumpulan data, dan waktu.
Tringulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam penelitian kualitatif
Patton berpendapat dalam Moleong. Hal itu dapat dicapai dengan jalan:[41]
1). Membandingkan data hasil pengamatan dengan
data hasil wawancara.
2). Membandingkan apa yang di katakan orang
didepan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi.
3).
Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan
apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
4).
Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan orang seperti rakyat biasa,orang yang berpendidikan menengah atau
tinggi, orang berada, orang pemerintahan.
5). Membandingkan hasil wawancara
dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Hal tersebut untuk menjelaskan hasil data yang yang diperolehdari
informasi peneliti,sehingga akan diperoleh hasil penelitian yang lebih valid
kemudian dapat dianalisis dan ditarik kesimpulan terkaid dengan strategi pemerintah Desa dengan mengembangkan
objek pariwisata di Desa Tiangko (Studi Kecamatan Desa Sungai Manau).”
G. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan pemahaman secara berurutan, pembahasan dalam
penulisan skripsi mempunyai sistematika sebagai berikut:
Pembahasan diawali dengan Bab I, Pendahuluan. Bab ini pada
hakikatnya menjadi pijakan bagi penulis skripsi. Bab ini berisikan tentang
latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian, kerangka teori dan tinjauan pustaka.
Kemudian pada Bab II, membahas tentang metode penelitian dalam
pembutan skripsi dengan sub-sub tempat dan waktu penelitian, pendekatan
penelitian, jenis dan sumber data, instrumen pengumpulan data, analisis data
sistematika penulisan dan jadwal penelitian. Untuk mempermudah penulis dalam
menggunakan waktu dengan tepat maka dibuat jadwal penelitian dalam sub-sub ini
agar penelitian dalam penlisan ini selesai teepat pada waktunya.
Dalam Bab III berisi tentang gambaran umum Pemerintah Desa Sungai
Manau dan Gambaran Goa Tiangko.
Selanjutnya dalam Bab IV berisi tentang pembahasan dan hasil
penelitian. Pembahasan ini diakhiri dengan Bab V yaitu bab penutup yang terdiri
dari kesimpulan dan saran-saran serta dilengkapi dengan daftar pustaka,
lampiran dan curriculum vitae. Kesimpulan ditarik dari pembuktian dan dari
uraian yang telah ditulis terdahulu dan berkaitan erat dengan pokok masalah.
Kesimpulan bukan resume dari apa yang ditulis dahulu kesimpulan adalah jawaban
masalah dari data yang telah diperoleh.
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran
Umum Obyek Penelitian
1. Sejarah Gua Tiangko
Goa Tiangko ini terdapat
di Desa Tiangko yang memiliki luas 206 m2 serta lebar
mulut depan 4 m dan bagian belakang mencapai 11,5 m. Lantai
goa terdiri dari pasir putih berbatu-batu dengan langit-langit dihiasi sarang
burung walet dan kelelawar yang bergantungan. keindahan dalam goa ini adalah
karena adanya hiasan yang terdiri dari susunan batu kapiler yang berbentuk
stalaktit dan stalakmit dengan hiasan ornamen alam yang mengagumkan.
Dinding goa yang terasa sejuk, nyaman di tamabah lagi dengan aroma khas karena
di dalam goa ini jauh dari polusi. Disebelah barat goa Tiangko yang sudah
dikenal luas, selain itu juga terdapat gugusan goa yang lebih besar yaitu goa
Sengayau, goa sangayau ini terbentuk dari susunan batu kapur yang mempunyai
stalagmite dan stalagtit dengan ornamen alam yang mengagumkan. Gua Tiangko
termasuk Cagar Budaya, yang dilindungi dengan UU No. 11 tahun 2010 tentang
Cagar Budaya. Gua ini dinamakan Tiangko karena terletak di Desa Tiangko.[42]
Seperti diketahui stalagtit
adalah mineral sekunder yang menggantung di langit-langit Gua kapur sedangkan
stalagmit adalah batuan yang terbentuk di lantai Gua dari hasil tetesan air di
langit-langit Gua. Dinding-dinding Gua bisa dilihat semacam grafiti. Yang menarik Gua ini dari Gua-Gua
lainnya adalah adanya sejarah tentang kehidupan di zaman purbakala.
Berdasarkan penelitian oleh Bennet Bronson dan Teguh Asmar pada tahun 1974,
Gua Tiangko adalah pemukiman tertua di Jambi. Disini ditemui artefak berupa
alat serpih di bawah stratum yang mengandung pecahan gerabah dengan penanggalan
diperkirakan antara 10250- 140 BP (BP atau Before Present adalah skala waktu
dalam ilmu geologi yang menunjukan kapan suatu peristiwa terjadi di masa lalu).[43] Kemudian berdasarkan Laporan Sigit
Eko Prasetyo, Survey Arkeologis Potensi Gua di Jambi tahun 2014, Gua Tiangko
termasuk berpotensi hunian tua pada masa prasejarah. Dalam laporan Sigit Eko
Prasetyo dari 17 Gua yang terdata, terdapat 6 Gua yang
berpotensi hunian yaitu Gua Tiangko
Panjang, Gua Ulu Tiangko, Gua Reben, Gua Dalam, Gua Muara Panco 1 dan Ceruk
Muara Panco 1. Terdapat bukti artefak seperti alat serpih, gerabah dan
artefak tulang. Gua yang merekam jejak zaman prasejarah ini memiliki struktur
bawah tanah yang unik dan rumit menyerupai sebuah labirin.
2. Letak Gua Tiangko
Gua Tiangko terletak di Desa
Tiangko, Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Dari Pasar
Sungai Manau menuju Desa Tiangko lebih kurang 3 Km dengan akses jalan
pengerasan. Setelah tiba di Desa Tiangko dan sampai di lokasi dekat Gua, kalau
dengan motor bisa langsung ke Gua Tiangko dan jika menggunakan mobil,
cukup 10 menit berjalan kaki ke lokasi.
Akses untuk mencapai lokasi kegiatan di Kawasan CA.
Gua Tiangko dapat ditempuh dengan menggunakan bus umum dari Bangko menuju
Sungai Manau dengan jarak tempuh ± 48 Km. Dari kota Kecamatan Sungai Manau
perjalanan dapat dilanjutkan menuju Desa Tiangko menggunakan kendaraan bermotor
dengan waktu tempuh ± 15 menit, yang kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki
dari Desa Tiangko menuju lokasi yaitu Kawasan CA. Gua Ulu Tiangko. Jalan dari
Sungai Manau menuju Desa Tiangko masih berupa jalan tanah dengan pengerasan
batu koral yang memiliki kondisi kurang baik, apalagi ketika musim hujan tiba.
Kawasan Cagar Alam Gua Ulu
Tiangko, berdasarkan Peta Kawasan Konservasi Dinas Kehutanan Merangin, seluas
3,25 Ha. Secara geografis terletak antara 101o 58’ 51” BT s/d 101o 59’ 04” BT
dan 02o 05’ 20” s/d 02o 05’ 30” LS.
Gua Tiangko dalam pencarian di Google Map.[44]
Cagar alam Gua Ulu Tiangko
berbatasan langsung dengan sawah milik warga setempat. Batas utara, barat,
selatan hingga batas timur Cagar Alam Gua Ulu Tiangko ialah persawahan warga.
Batas-batas kawasan cagar alam hanya berupa patok kayu yang baru dibuat dalam 3
tahun terakhir, yaitu sebelum tahun 2006. Pintu masuk menuju cagar alam ini
hanya ada satu, yakni di sebelah timur yang juga merupakan sawah. Secara
ekologi, Cagar Alam Gua Ulu Tiangko merupakan habitat walet dan kelelawar dan
memiliki peranan penting baik bagi masyarakat sekitar maupun makhluk hidup lain
yang terdapat di dalamnya.
3. Fasilitas
Goa Tiangko
Tempat wisata ini cukup mendapatkan perhatian
pemerintah, karena masuk dalam Cagar Alam Goa Ulu Tiangko. Meskipun begitu,
fasilitas yang ditawarkan belum bisa dikatakan memadai. Disekitar goa masih
belum dibangun toilet, tempat parkir dan juga tempat ibadah. Selain itu, akses
jalan menuju ke goa pun cukup sulit, dan belum dibangun jalan baru yang lebih
mudah dilalui.
Untuk menuju ke Goa Tiangko, terdapat alternatif
transportasi yang bisa digunakan. Angkutan umum juga telah tersedia, dan siap
mengantarkan wisatawan hingga ke Desa Tiangko. Terdapat pula jasa pemandu yang
bisa digunakan wisatawan agar tidak tersesat selama perjalanan menuju goa
ataupun saat menyusuri goa.
Disekitar goa masih belum ada penginapan atau homestay, jadi bagi
pengunjung luar kota yang hendak menginap maka harus menuju ke Kota Bangko.
Berwisata di Goa Tiangko selain menawarkan sensasi berpetualang, wisatawan juga
bisa mendapatkan pengetahuan tentang peradaban purbakala. Inilah beberapa
kegiatan seru yang bisa kamu lakukan saat berpetualang di goa.
Goa Tiangko akan memberikan sebuah pengalaman susur goa yang seru dan
menyenangkan. Goa ini juga cocok untuk dikunjungi jika kamu hobi berpetualang.
Kamu bisa menikmati stalakmit dan stalaktit di goa, selain itu hawa sejuk serta
semilir angin pun akan membuat kamu betah berlama-lama berada di goa.
Kawanan kelelawar dan juga walet, akan menjadi teman setia saat kamu berada
di dalam goa. Sesekali, air yang jatuh dari atap goa akan memecah keheningan
suasana. Di goa ini, kamu juga bisa melihat aneka grafiti yang menghiasi
dinding. Grafiti-grafiti ini dipercaya dibuat oleh manusia purba yang dulu
pernah menjadi goa sebagai tempat tinggal.
B. Gambaran Umum Desa Tiangko
1. Wilayah Desa Tiangko
Desa Tiangko merupakan salah satu Desa yang berada di kecamatan Sungai
Manau Kabupaten Merangin Jambi. Setelah
Kecamatan Sungai Manau dimekarkan menjadi 3 kecamatan yaitu kecamatan Sungai Manau kecamatan Renah Pembaran
dan kecamatan Pangkalan Jambu, maka Desa-Desa yang masih tergabung dalam wilayah administratif kecamatan Sungai Manau
ini adalah:
1)
Desa Bukit Batu
2)
Desa Sungai Nilau
3)
Desa Sungai Manau
4)
Desa Sungai Pinang
5)
Desa Palipan
6)
Desa Seringat
7)
Desa Gelanggang
8)
Desa Tiangko
9)
Desa Durian Lecah
10)
Desa Benteng
Sentra perekonomian masyarakat
yang berada di kecamatan Sungai Manau
lebih banyak terpusat di Pasar Sungai Manau yang mana Hari Balai (pasar
mingGuan) hanya diadakan pada hari Kamis. Pusat perkantoran terletak di Desa
Benteng yang terletak sekitar 1 km dari Pasar Sungai Manau.
2. Kependudukan Desa Tiangko
Pada tahun 2019, penduduk Desa
Tiangko berjumlah 1.287 jiwa dengan sex
ratio 102, yang berarti jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari pada
penduduk laki-laki. Desa Tiangko dibagi lima wilayah atau dusun yaitu[45]
:
• Dusun Senggering
• Dusun Tiangko Tengah
• Dusun Baru Tiangko
• Dusun Tiangko Panjang
• Dusun Payo Malingka
Tabel 2.1
Jumlah
Penduduk, dan Luas Wilayah, Desa Tiangko Kec. Sungai
Manau Kab. MeranginTahun 2019-2020[46]
Desa Tiangko |
Jumlah Penduduk |
Luas Wilayah |
Dusun
Senggering |
239 |
2,05 |
Dusun
Tiangko Tengah |
227 |
1,76 |
Dusun Baru
Tiangko |
192 |
1,12 |
Dusun
Tiangko Panjang |
352 |
2,03 |
Dusun Payo
Malingka |
277 |
1,17 |
Jumlah |
1287 |
8,13 |
Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin
Jambi memiliki luas 8,13 KM yang berbatasan lansung dengan Desa-dasa tetangga
yaitu Desa Gelanggang, Desa Seringat dan Sungai Manau.
3. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Tiangko
Struktur Organisasi Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu oleh
Perangkat Desa. Perangkat Desa
terdiri atas : 1. Sekretariat Desa; 2. Pelaksana Kewilayahan; dan 3. Pelaksana
Teknis. Berkedudukan sebagai unsur pembantu Kepala Desa. Desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu perangkat Desa
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
Begitu juga dalam kegiatan
Pemerintahan Desa Tiangko dipimpim oleh seorang Kepala Desa, disamping itu dalam kehidupan sosial
masyarakat, kepala Desa juga dibantu oleh beberapa kepala dusun dan Kasi
Pemerintahan serta sekelompok kaum adat dalam
Desa Tiangko.
Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Tiangko
Kecamatan
Sungai Manau Kabupaten Merangin Jambi Periode 2019-2024[47]
Kepala
Desa M.
Rozali Kadus
Senggering Zulkarnain Kadus
Tiangko Tengah Matnuddin Kadus Baru Tiangko Jumadi Kadus Payo Malingka Junadi KadusTiangko Panjang Faisal Pegawai Syara’ H. Amin PKK Heriyanti Rozali Karag Taruna Buyung Sekretaris
Desa Pilman KASI Pemerintahan Arman Juli
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Potensi
Parawisata di Desa Tiangko Kecaamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin
Kabupaten
Merangin khususnya Kecamatan Sungai Manau memiliki potensi wisata yang cukup
potensial dan beragam, mulai dari kekayaan alam berupa Goa, goa, bukit dan
pegunungan, tempat bersejarah serta desa wisata budaya maupun wisata religi.
Kabupaten
Merangin juga memiliki wisata alam yang sangat unik berupa Goa Tiangko yang
terdapat di Desa Tiangko kecamatan Sungai Manau dengan luas 206 m2 serta lebar mulut depan 4 m dan bagian belakang mencapai 11,5 m. Lantai goa terdiri dari pasir putih berbatu-batu
dengan langit-langit dihiasi sarang burung walet dan kelelawar yang
bergantungan, keindahan dalam goa ini adalah karena adanya
hiasan yang terdiri dari susunan batu kapiler yang berbentuk stalaktit dan
stalakmit dengan hiasan ornamen alam yang mengagumkan[48]
Wawancara
penulis dengan Bapak M. Rozali selaku Kepala Desa Tiangko Kecamatan Sungai
Manau Kabupaten Merangin Jambi beliua mengatakan :
“Desa
kami ini memiliki beragam goa, diantara nya goa Tiangko, Goa ini memliki luas206 m2 serta
lebar mulut depan 4 m dan bagian belakang mencapai 11,5 m. Sedangkan Lantai goa terdiri dari pasir putih berbatu-batu dengan
langit-langit dihiasi sarang burung walet dan kelelawar yang bergantungan, keindahan dalam goa ini adalah karena adanya
hiasan yang terdiri dari susunan batu kapiler yang berbentuk stalaktit dan
stalakmit dengan hiasan ornamen alam yang mengagumkan”[49]
Kemudian
penulis juga mewawancarai Kadus Tiangko Tengah yaitu bapak Matnuddin
beliau juga mengatakan.
“Keunikan
Goa Tiangko ini adalah karena bercirikan fenomena di permukaan (ekokarst) dan
bawah permukaan (endokarst). Beberapa tempat wisata di kawasan karst Kabupaten
Merangin yang banyak dikunjungi wisatawan antara lain: terdapat 6 Gua yang
berpotensi hunian yaitu Gua Tiangko
Panjang, Gua Ulu Tiangko, Gua Reben, Gua Dalam, Gua Muara Panco dan Ceruk Muara Panco. [50]
Desa Tiangko Kecaamatan Sungai Manau Kabupaten
Merangin sangatlah banyak terdapat Goa-goa yang menjadi potensi menjadi obyek
wisata diantaranya adalah Goa Tiangko, Gua Sengering, Gua Bujang, Gua Sengayau, Gua Reben dan
Goa Ceruk.
Adapun potensi Parawisata di Desa Tiangko Kecaamatan
Sungai Manau Kabupaten Merangin adalah sebagai berikut :
1. Gua Tiangko
Berlokasi di Desa Tiangko,
ditemukan sejumlah gua yang menjadi kediaman manusia purba ribuan tahun yang
lalu. Luasnya hanya 206 meter persegi dan lebar mulut bagian depan setinggi 4
meter serta mulut bagian belakang setinggi 11,5 meter. Berdasarkan hasil penelitian penulis dilapangan ditemukan lapisan tembikar yang dibawahnya terdapat alat-alat obsidian. Gua
ini dindingnya berupa ceruk-ceruk bebatuan yang ditumbuhi lumut,
langit-langitnya pun dipenuhi sarang burung walet dan kelelawar yang
bergelantungan. Di goa ini juga bisa ditemui batu kapiler yang membentuk
stalktit dan stalakmit dengan berbagai ornamen yang menakjubkan.[51]
Wawancara penulis dengan salah seorang toko pemuda yaitu Buyung di Desa Tiangko beliau mengtakan :
“Keunikan Gua
Tiangko adalah dimana dindingnya berupa ceruk-ceruk bebatuan yang ditumbuhi lumut, langit-langitnya
pun dipenuhi sarang burung walet dan kelelawar yang bergelantungan. Di goa ini
juga bisa ditemui batu kapiler yang membentuk stalktit dan stalakmit dengan
berbagai ornamen yang menakjubkan,sehingga menjadikan goa ini sangat berpotensi
sebagai wisata yang diminanti wisatawan untuk datang ke desa kami”.[52]
Pengamatan penulis di lapangan, penulis menemukan bahwa Goa Tiangko
ini sangatlah unik dan menarik untuk
parawisatawan datang langsung melihata keuinikan goa tersebut.
2. Gua
Sengering
Gua Sengering merupakan salah satu aset wisata alam yang masih banyak belum
diketahui oleh masyarakat luar. Goa ini
terletak di dusun Sengering Desa Tiangko. Keberadaan Gua Senggring belum begitu terpublikasikan
dibandingkan dengan objek wisata alam lainya yang terdapat di Merangin. Gua ini
memiliki keunikan yang menarik di mana bebatuan yang dominan dengan gaya dan
bentuk yang berbeda-beda bahkan ada yang menyerupai gorden dan dihiasi dengan
butiran air yang berkilau apabila terkena cahaya. Gua ini terdapat di Dusun
Senggring, Desa Tiangko.
Wawancara penulis dengan Kadus Sengiring di Desa Tiangko yaitu bapak
Zulkarnain beliua mengatakan :
“Gua Sengiring ini dapat dicapai sekitar 1 jam perjalanan dari Dusun
Senggering dengan melintasi aliran Sungai Senggring menuju ke arah Utara. Di
dalam gua terdapat kehidupan binatang seperti kelelawar, wallet, jangkrik goa,
dan banyak binatang lainya di dalam gua ini di aliri oleh air sungai yang
bermuara ke Sungai Mesumai di sekitar mulut Gua Senggring juga terdapat air
terjun dengan ketinggian 4-5 meter.[53]
Pengamatan penulis di lapangan menemukan bahwa Gua Sengiring ini
banyak sekali terdapat kehidupan
binatang seperti kelelawar, wallet, jangkrik dan banyak binatang lainya,
sehingga sangat menarik untuk dikunjungi wisatawan.
3. Gua Bujang
Gua Bujang berjarak dekat dari mulut Gua Senggring, dengan jalan kaki
sekitar 10 menit dari Gua Senggring mengarah ke arah Utara kami sudah dapat
melihat dan memperhatikan mulut Gua Bujang dengan jarak sekitar 800 meter dari
mulut Gua Senggring di dalam Gua Bujang juga di lengkapai dengan beragam bentuk
ornamen gua dan di dalamnya juga mempunyai cairan terjun dengan ketinggian 6
meter. Namun, untuk mencapai cairan terjun ini kami wajib rela merayap di atas
bebatuan yang mempunyai di lorong kecil di dalam perut gua ini semasih belum
masuk ke dalam gua ini mempunyai aturannya noda satunya kami di minta untuk
mencuci muka semasih belum melakukan penelusuran gua.
Konon kepercayaan penduduk setempat supaya kami dapat melihat dan
memperhatikan dengan jelas dan supaya mata kami tidak ditutupi saat kami
melakukan penelusuran gua ini.
Wawancara penulis dengan Kadus Sengiring di Desa Tiangko yaitu bapak
Zulkarnain beliua mengatakan :
“Gua Bujang juga di lengkapai dengan beragam bentuk
ornamen gua dan di dalamnya juga mempunyai cairan terjun dengan ketinggian 6
meter. Namun, untuk mencapai cairan terjun ini pengunjung wajib rela merayap di
atas bebatuan yang mempunyai di lorong kecil di dalam perut gua ini semasih
belum masuk ke dalam gua ini mempunyai aturannya noda satunya kami di minta
untuk mencuci muka semasih belum melakukan penelusuran gua”[54]
4. Gua Sengayau
Hasil
pengamatan penulis di lapangan, penulis menemukan bahwa kawasan Goa Sengayau terletak di dusun Tiagko Panjang. Kawasan Goa Sengayau dengan luas sekitar 10.000 ha yaitu kawasan
perbukitan di Kawasan Goa Sengayau mempunyai 43 buah goa dan dari 43 goa
tersebut baru 12 goa yang sudah di petakan (Mapping) oleh Mapala SIGINJAI Unja.
Walaupun laporan itu masih simpang siur dengan informasi dari masyarakat sebab
menurut masyarakat setempat mempunyai sekitar 30 buah goa kecil di kawasan ini,
tetapi itu yaitu data yang pertama untuk goa yang mempunyai di kawasan Goa
Sengayau.[55]
Dari hasil
observasi penulis diatas, penulis juga mewawancara kadus Tiagko Panjang yaitu
bapak Faisal di Desa Tiangko beliau mengatakan bahwa :
“Kawasan Goa
Sengayau ini memiliki luas sekitar 10.000 ha yaitu kawasan
perbukitan, dimana kawasan Goa Sengayu ini banyak sekali terdapat goa-goa kecil
yang masih belum banyak terjamah oleh
manusia dikarenakan sulitnya masuk kedalam kawasan goa Sengayu ini”. [56]
5. Gua Reben
Goa Reben terletak di dusun Payo
Malingka. Goa Reben termasuk goa vertical dengan kemiringan 90 derajat, di namakan Goa
Lapangan sebab goa ini mempunyai ruangan yang cukup luas sekitar 2/3 dari luas
lapangan sepak bola. Goa Lapangan mempunyai 2 pintu yang pertama dengan
vertical yang kedalamannya 40 meter selanjutnya ketemu ruangan yang luasnya
sekitar 2/3 lapangan sepak bola yang belakang sekali melanjutkan tingkah laku
dengan menyeberangi beberapa lorong dan ornament-oernament yang memanjakan mata
yang mana jalan tembusnya ke Goa Masjid dan menyeberangi cairan terjun setinggi
4 meter.
6. Gua Ceruk
Goa Ceruk
terletak di dusun Tiangko Tengah. Goa Ceruk terdapat beberapa macam flora dan fauna yang mendominasi
kawasan goa sengayau seperti Kelapa (Cocous nucifera), Pisang (Musa
paradisiacal), Mangga (Mangifera indica), Durian (Durio
zibethinus) Bambu (Bambusa), Keladi (Colocasia), Walet Sarang
Putih (Collocalia fucphaga), Seriti (Collocalia asculanta),
Kutilang (Phycnomutus aurigaster), Perkutut (Geopelia striata),
Terkukur (Streptopelia cinarsis), Kelelawar (Tadarida pucata), Monyet
Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Lutung (Presbytis cristata)
dan lain-lain.
Wawancara
penulis dengan Kadus Tiangko Tengah yaitu bapak Matnuddin di Desa Tiangko
beliau mengatakan bahwa :
“Keunikan
lain dari Goa Ceruk ini adalah dimana goa ini banyak sekali dihuni oleh
tumbuh-tumbahan dan hewan-hewan langka seperti Durian, Bambu, Keladi, Walet Sarang Putih,
Burung Seriti, Burung Kutilang, Burung Perkutut, Burung Terkukur, Kelelawar, Monyet Ekor Panjang, Lutung dan lain-lain.[57]
Dari tahun ketahun obyek wisata di Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin bertambah banyak. Pengelolaan
obyek wisata memberi keuntungan yang besar bagi Pemerintah, masyarakat dan
dunia usaha. Hal ini rupanya yang memicu adanya temuan dan
terciptanya obyek wisata baru.Ada 3 (tiga) jenis obyek wisata di Kabupaten
Merangin yaitu :obyek wisata alam, obyek wisata buatan dan
obyek wisata sejarah. Obyek wisata
alam dan obyek wisata sejarah banyak ditemukan dan dikelola, sedangkan obyek
wisata buatan banyak diciptakan dan dikelola.
Selain karena
keindahannya, banyaknya pilihan rupanya juga menjadi alasan bagi wisatawan
untuk berkunjung ke Desa Tiangko Kecaatan Sungai Manau Kabupaten Merangin.
Wawancara penulis dengan Kadis Pariwisata Kabupaten
Merangin Bapak M. Hafiz beliau mengaakan :
“Seiring
dengan meningkatnya jumlah pengunjung tentunya juga berpengaruh pada
meningkatnya jumlah pendapatan dari sektor pariwisata tersebut. Kabupaten
Merangin dengan banyaknya potensi wisata Goa merupakan anugerah Allah SWT,
namun demikian potensi tersebut belum semua Goa dikelola oleh Pemerintah
Kabupaten Merangin. Pengelolaan suatu obyek wisata disatu sisi membutuhkan dana
yang tidak sedikit, namun disisi lain apabila obyek wisata tersebut sudah
banyak dikunjungi maka akan memperolah penghasilan dan berkontribusi pada
Pendapatan Asli Daerah. Keuntungan dari pengelolan suatu obyek wisata tidak
hanya berdampak pada pendapatan retribusi saja, namun keuntungan lain yang
tidak kalah pentingnya adalah dapat menggerakan roda perekonomian dan dapat membuka lapangan kerja baru bagi
penduduk sekitar obyek wisata.”[58]
Potensi wisata
yang ada di Kabupaten Merangin sebenarnya tidak harus dikelola langsung oleh
Pemerintah, namun bisa dilakukan bekerja sama dengan pihak ketiga dan yang
paling penting dalam pengelolaan wisata adalah melibatkan masyarakat sekitar
dan memberdayakan masyarakat sekitar obyek wisata. Sehingga terkelola tidaknya
suatu kawasan obyek wisata sangat tergantung pada masyarakat sekitar obyek
wisata, sehingga Pemerintah Kabupaten Merangin hanya sebatas memfasilitasi
untuk hal-hal yang memang masyarakat tidak dapat memfasilitasi atau dengan
biaya yang cukup mahal. Wisata Goa yang Sudah Berkembang Karena di Kabupaten Merangin
banyak terdapat gunung maka bukan hal yang aneh jika di wilayah tersebut juga
terdapat banyak goa.
Keberadaan goa yang ada di
Desa Tiangko merupakan salah kekuatan
atau pendorong dalam pengembangan objek Gua Tiangko ini diantaranya adalah:
a) Pemandangan alam yang indah, sejuk, asri, dan
nyaman.
Potensi alam yang dimiliki
kawasan Gua Tiangko sangat mendukung keberadaan objek wisata ini. Pemandangan
yang ditawarkan oleh wisata Gua ini yaitu berupa ceruk-ceruk bebatuan yang
ditumbuhi lumut, langit-langitnya pun dipenuhi sarang burung walet dan
kelelawar yang bergelantungan. Di Gua ini juga bisa ditemui batu kapiler yang
membentuk stalktit dan stalakmit dengan berbagai ornamen yang menakjubkan.
Wawancara penulis dengan Kadus Baru
Tiangko yaitu bapak Jumadi beliau mengatakan :
“Gua Tiangko ini
memiliki keunikan yang menarik di mana bebatuan yang dominan dengan gaya dan
bentuk yang berbeda-beda bahkan ada yang menyerupai gorden dan dihiasi dengan
butiran air yang berkilau apabila terkena cahaya. Dan juga Gua ini melintasi
aliran Sungai menuju ke arah Utara. Di dalam Gua terdapat kehidupan binatang
seperti kelelawar, wallet, jangkrik Gua, dan banyak binatang lainya di dalam
Gua ini di aliri oleh air sungai yang bermuara ke Sungai Mesumai di sekitar
mulut Gua juga terdapat air terjun dengan ketinggian 4-5 meter”.[59]
b) Fenomena alam yang unik.
Memasuki kawasan Gua Tiangko akan langsung disambut
semilir angin dan udara sejuk yang masih asri dan bebas polusi. Gua ini
merupakan bagian dari Cagar Alam Gua Ulu Tiangko yang menjadi habitat walet dan
kelelawar. Secara ekonomi, habitat ini penting bagi masyarakat sekitar sebagai
salah satu sumber mata pencaharian utama penduduk.
Wawancara penulis dengan Kadus Baru Tiangko yaitu
bapak Jumadi beliau mengatakan :
“Gua Tiangko ini sangatlah
unik dimana lantai Gua merupakan pasir putih bebatuan dengan mulut Gua yang
berukuran besar sehingga membuat Gua ini tidak terlalu gelap. Lembab dan udara
sejuk menyeruak ketika memasuki Gua dan terdengar suara tetesan air yang jatuh
ke bebatuan. Seperti sambutan perpaduan nyanyian alam bukan”.[60]
B. Pengelolaan Pariwisata Gua Tiangko Berbasis Swadaya Masyarakat di
Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin
Pengelola pariwisata ini lahir dari kesadaran masyarakat lokal dan bukan investor, dimana organisasi ini terdiri dari pecinta
alam, mahasiswa, dan masyarakat yang tak memiliki pengalaman dalam advokasi
kasus lingkungan tetapi bersedia untuk melindungi alam dari kerusakan
pertambangan dan eksploitasi alam. proses pengelolaan nya pun dilakukan secara
mandiri dan sukarela oleh sumber daya anggaran yang terbatas , untuk mampu
menyelamatkan dan melestarikan kawasan Gua Tiangko. Pengelola pariwisata alam
ini pun merupakan warga sekitar kawasan Gua yang peduli atas keberlangsungan
kelestarian alam dan manusianya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
Bapak M. Rozali Selaku Kepala DesaTiangko beliua mengatakan bahwa:
“Adapun
pengelolaan Gua Tiangko ini merupakan berbasis masyarakat, atau boleh dikatakan
berbasi swadaya pemberdayaan masyarakat lingkungan, jadi kita mulai dari
pengelolaan secara swadaya dan pengelolaan retribusi masyarakat, begitu juga
soal keamanan pengunjung serta kebersihan dan kenyamanannya masih di pegang
penuh oleh masyarakat.” [61]
Pengelolaan
serta perencanaan Pengembangan dalam hal pariwisata begitu kompleknya sehingga
dibutuhkan perencanaan bagaimana cara agar meningkatkan kunjungan wisatawan
yang datang ke objek wisata Gua Tiangko. Masyarakat secara swadaya merupakan
pihak pengelola merancang beberapa program-program yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan dari pihak pengelolaan wisata Gua Tiangko. Menyusun perencanaan
atau program-program untuk mencapainya maka kelompok masyarakat yang sadar
wisata perlu dirancang.
Wawancara penulis dengan Kadus Baru Tiangko yaitu
bapak Jumadi beliau mengatakan :
“Sebagai pelaku dan juga pengelola wisata Gua Tiangko dalam proses
perencanaan pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan kunjungan wisatawan
memang sangat diperlukan tanpa menyampingkan nilai social budaya yang ada pada
masyarakat setempat. Program kedepan, kita akan ada upaya perbaikan
infrastruktur iya, soal standar keselamatan, terus pengembangan apa ya kearifan
lokalnya, mulai dari seni budayanya, makanan tradisional nya, atraksi budayanya
terus apa ya kita punya rencana untuk menambah atraksi lain misalnya outbond
atau jenis-jenis wisata minat khusus bahwa secara teknis kita akan kesana”[62]
Pengelolaan dan pengembangan pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata selalu akan
diperhitungkan dengan keuntungan dan manfaat bagi masyarakat yang ada di
sekitarnya. Pengembangan pariwisata harus sesuai dengan perencanaan yang matang sehingga bermanfaat baik bagi masyarakat, baik juga dari segi ekonomi,
sosial dan juga budaya.
Pelaksanakan fungsi dan
peranannya dalam pengembangan pariwisata
di daerah, pemerintah daerah harus melakukan berbagai upaya dalam
pengembangan sarana dan prasarana pariwisata. Begitu juga dengan keberadaan
objek wisata Gua Tiangko, dimana keberadaan Gua ini diharapkan dapat bermanfaat
baik bagi masyarakat dari segi ekonomi khususnya bagi Desa Tiangko umumnya masyarakat
Sungai Manau sehinga dapat membantu masyarakat meningkatkan ekomomi mereka.
Pemerintah Desa Tiangko telah membuat tata cara pengelolaan dalam pembangunan dan
pengembangan pariwisata Gua Tiangko dengan menerbitkan Rencana Induk.
Pengembangan Kepariwisataan Daerah (RIPPARDA) yang telah dituangkan dalam
Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2019. Dengan adanya perda ini pemerintah daerah
mendapatkan landasan hukum dalam pembangunan dan pengembangan obyek daya tarik
pariwisata yang ada di Desa Tiangko kecamatan Sungai Manau.
Adapun Pengelolaan Pariwisata Gua Tiangko Berbasis Swadaya Masyarakat di
Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin adalah sebagai berikut :
1. Pengorganisasian
Peran organisasi sangatlah penting di wisata Gua Tiangko karena
pengelolaannya berbasis masyarakat, sebagai komponen yang mengatur pengelolaan
wisata yang memiliki struktur keanggotaan dimana setiap anggotanya memiliki
peran dan fungsinya masing-masing dalam pengembangan wisata, dalam sosiologi
dikenal sebagai strukturan fungsional. organisasi itu sendiri adalah sekumpulan
orang yang bersepakat untuk saling bekerja sama, memiliki aturan tertulis dan
juga memiliki tujuan yang sama dalam hal pengembangan wisata Gua Tiangko.[63]
Dari hasil
obesrvasi penulis di Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau Merangin dimana pemerintah Desa serta perangkat Desa telah berupaya dalam
mengembangkan objek pariwisata ini, yaitu dengan mempebaiki jalan menuju Gua
serta kenyamanan bagi pengunjung dan menyediakan jasa pemandu untuk menuju ke
Gua Tiangko. Hal ini terlihat saat penulis mengunjungi Gua Tiangko pada hari
Minggu tanggal 26 Juli 2020 dimana jalan menuju Gua Tiangko cukup bagus
meskipun masih belum diaspal namun sudah bisa dilalui roda 2 mapun roda 4,
disisi lain adanya ketersedian parkir yang nyaman dan ada pula pemuda yang siap
menjadi pemandu untuk menuju Gua Tiangko.[64]
“Kami dalam
beberapa tahun belakangan ini bersama perangkat Desa dan pemuda serta
karangtaruna sudah bergerak untuk mengembangkan wisata Gua Tiangko ini, dan
Alhamdulillah jalan menuju Gua sudah bisa dilewati mobil, dimana dulunya jika
pengunjung datang dari luar kabupaten atau propinsi yang ingin berwisata ke Gua
ini harus menyewa sepeda motor, dan kami juga memberikan pelayanan kenyamanan
pengunjung serta pemandu yang siap mengantar ke Gua Tinagko ini”.[65]
Dari hasil wawancara penulis di
atas dapatlah dipahami bahwa strategi pemerintah Desa Tingko dalam mengebangkan
objek wisata adalah dimana salah satunya ada akses jalan menuju Gua yang telah
diperbaiki, dimana dalam beberapa tahun belakangan ini pemerintah Desa
memfokuskan jalan agar nyaman bagi pengunjang yang datang ke Desa mereka. Penulis juga mencoba mewawancarai Kadus Tiangko Tengah yaitu bapak Matnuddin beliau juga
mengatakan :
“Keberadaan Gua Tiangko ini sudah
cukup lama, dimana sudah ada dizaman purbakala dulu, jika kita lihat Gua ini
sangat bagus jika dikembangkan, namun selama ini Gua ini sepi pengunjung
dikarenakan akses jalan menuju Gua kurang baik, dan kami selaku pemerintah Desa
belakangan ini kami berupaya untuk memperbaiki akses jalan yang dulunya hanya
bisa dilewati sepeda motor, namun sekarang sudah bisa dilalui mobil, meskipun
belum jalanya belum aspal”.[66]
Kemudian
penulis juga mewawancarai salah seorang toko pemuda yaitu Buyung di Desa
Tiangko beliau mengtakan :
“Kami dari karang taruna Desa
Tiangko sudah membuat sekelompok pemuda dan pemudi yang siap mengantar dan
memandu bagi parawiasata yang ingin berkunjung ke Gua Tiangko ini, hal ini kami
lakukan agar bisa memberikan kenyamanan bagi parawisata yang datang serta
harapan kami agar Gua Tiangko ini dapat memberikan kesan yang baik bagi parawisata
yang lain agar banyak datang ke sini”.[67]
Pemenuhan dan peningkatan sarana
dan prasarana yang memadai
agar dapat mendukung kelancaran pariwisata. Sarana dan prasarana pada objek
wisata ini merupakan swadaya masyarakat serta pemerintah Desa Tiangko. Sarana dan prasarana pariwisata Gua Tiangko sudah cukup baik seperti
akses jalan, pelayanan keamanan atau pemandu. Namun perlu
adanya kerjasama dengan pemerintah daerah untuk dapat mengebangkan lebih baik.
Observasi penulis saat masuk ke dalam Gua, hawa sejuk dengan semilir angin lembut sangat terasa. Hal ini dikarenakan Gua yang
cukup luas, sehingga tak lembab dan pengap seperti Gua-Gua kecil pada umumnya.
Semakin memasuki ke dalam perut Gua, suasana lembab pun terasa dan penulis juga membawa alat penerangan karena kondisi Gua yang gelap.
2. Pemberdayaan
Masyarakat
Sikap/Tata
Krama Pada dasarnya wisata akan berkembang dengan baik apabila wisawatan
memiliki waktu kunjungan yang lama. Artinya tamu akan banyak mengeluarkan biaya
atau uang di tempat wisata tersebut. Oleh karena itu perlu secara terus menerus
membina sikap/tata krama masyarakat kearah yang lebih baik. Memang tidak
berarti masyarakat sekitar daerah wisata harus merubah sikap/tata karma sesuai
dengan sikap/tata krama yang dimiliki wisatawan melainkan harus menunjukkan
kemuliaan agar wisatawan menjadi betah dan merasa aman di tempat wisata.
Wawancara penulis denngan salah
seorang tokoh pemuda Desa Tiangko kecamatan Sungai Manau yaitu Haidir beliua mengatakan :
“Bagaimana
caranya kita bisa menjaga keamanan barang-barang pengunjung termasuk motor, hp,
helm toh kalau hp biasa dilupa di kantong motor. Kalau keamanan merangkul
banyak ini bukan Cuma kemanan barang-barang melainkan istilahnya keamanan
rangkuman ini. Istilahnya kalau ada pengunjung yang bertanya harus dijawab kita
menjaga kenyamanan pengunjung toh istilah nya kalau pengunjung nyaman kan
otomatis banyak yang masuk.”[68]
Pemerintah Desa Tiangko Kecamatan
Sungai Manau dalam upaya pengelolaan dan mengembangkan potensi pariwisata yang dimiliki Desa Tiangko yaitu Gua
Tiangko dapat dikatakan sudah berjalan dengan baik, seperti mengembangkan industri kreatif berupa
makanan jajanan tradisional yaitu dodol, buah durian dan buah duku, hal ini
salah satu upaya menarik parawisata datang ke Desa Tiangko yang bukan hanya
melihat Guo Tiangko saja akan tetapi dapat memperkenalkan keberagaman makanan
khas daerah dan dapat menunjang perekonomian masyarakat, selain itu juga pemeritah Desa juga telah
mempromosikan Desa wisata baik melalui pemerintah kabupaten maupun melalui
media elektronik atau situs web seperti facebook, instagram, you tube dan lain sebagainya,
selain itu pemerintah Desa juga melibatkan masyarakat dalam merencanakan dan
mengembangkan Desa wisata sehingga keberadaan Desa wisata di Desa Tiangko dapat
memberikan kontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Hasil observasi penulis di Desa
Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin terkait dengan pengembangan
wisata Gua Tiangko oleh pemerintah Desa Tiangko dimana Pemerintah Desa bersama
maysarakat mendukung dan mempromosikan pariwisata yang dimiliki Desa Tiangko
serta mengembangkan indsutri kreatif untuk memajukan perekonomian masyarakat.[69]
Berikut hasil wawancara penulis dengan bapak
KadusTiangko Panjang yaitu bapak Faisal beliau mengatakan :
“Dalam
pengembangan wisata Gua Tiangko ini kami bersama-sama masyarakat saling
mengembangkan industri kreatif seperti ketersedian jajanan tradisional yaitu
dodol dan buah durian yang melimpah dan duku yang manis, hal ini untuk menarik
parawisata untuk berkunjug ke Desa kami sambil menikmati pemandangan Gua
Tiangko yang fenoramanya indah sekali”.[70]
Lebih lanjut penulis juga mewawancarai bapak kepala
Desa Tiangko yaitu bapak M. Rozali beliu menyatakan bahwa :
“Pengembangan pariwisata (yang
berkelanjutan) perlu didukung dengan perencanaan yang matang dan harus
mencerminkan tiga dimensi kepentingan, yaitu industri pariwisata, daya dukung
lingkungan (sumber daya alam), dan masyarakat setempat dengan sasaran untuk
peningkatan kualitas hidup”.[71]
3. Partisipasi Masyarakat
Pemberdayaan
masyarakat menitikberatkan kepada partisipasi masyarakat, munculnya proses pertisipasi
dalam rangka pemberdayaan masyarkat mendasarkan atas dua pendekatan. Pertama;
pelibatan masyarakat dalam pemilihan, perancangan, perencanaan, dan pelaksanaan
program, sehingga dengan demikian adanya jaminan pola sikap dan pola pikir
serta nilai-nilai dan pengetahuannya ikut dipertimbangkan. Kedua; membuat umpan
balik yang pada hakikatnya merupakan bagian yang tidak terlepasnya dari
kegiatan pembangunan.
Pemerintah Desa Tiangko dalam mengembangkan wisata Gua
tak luput dari peran anggota masyarakat pada setiap aspek dalam pengembangan
wisata. Peran masyarakat dalam pelaksanaan kepariwisataan sangatlah besar dan
perlu diseimbangkan dengan peran pemerintah maupun swasta. Demikian juga dengan
pemerintah daerah atau dinas pariwisata yang saat ini sangat gencar dalam
memberikan dukungan terhadapat pemeritah daerah.
Disamping adanya wisata Gua Tiangko yang fenoramanya yang
bagus juga didukungi masyarakat Desa yang memiliki sikap yang ramah dengan
pendatang atau wisatawan. Hal ini juga salah satu karakteristik masyarakat Desa
Tiangko yang memiliki sikap yang ramah karena masyarakatnya menerima dan
melayani wisatawan yang datang berkunjung sehingga dapat membuat wisatawan
nyaman datang untuk berwisata.
Dalam pengembangan objek wisata salah
satu faktor penting yang menentukan maju atau tidaknya pengembangan
adalah masalah dana. Jika dana tersedia maka pengembangan
dapat berjalan dengan lancar tetapi jika dana tidak
tersedia maupun kurang makan pengembangan objek
wisata akan terhambat. Begitu juga dengan objek wisata Gua Tiangko dimana Objek wisata Gua pun mengalami persoalan tersebut, hal ini dikarenakan dana
pengembangan dan pembangunan objek wisata Gua Tiangko masih mengandalkan dana
ADD (Anggaran Dana Desa).
Keterbatasan
ADD membuat pembangunan dan pengembangan objek wisata Gua Tiangko tersebut. Di
samping itu belum adanya sponsor swasta yang mau membantu pngembangan juga
mempengaruhi keterlambatan pengembangan untuk biaya sarana dan prasarana objek
wisata Gua Tiangko.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan Kepala Desa Tiangko yaitu bapak M. Rozali beliau
mengatakan :
“Dalam pegembangan objek wisata Gua ini
kami telah berupaya semaksimal mungkin untuk membangun sarana dan prasarana
yang memadai, namun kami masih terkendala dengan dana, keterbatasan ADD membuat
pembangunan dan pengembangan objek wisata Gua Tiangko ini masih terkendala, di
samping itu belum adanya sponsor swasta yang mau membantu pengembangan juga
mempengaruhi keterlambatan pengembangan untuk biaya sarana dan prasarana objek
wisata Gua Tiangko, selama ini kami memakai dana ADD. Karena dana yang masih
terbatas jadi belum maksimal dalam pengadaan sarana dan parasarana untuk daerah
objek wisata dikarenakan anggaran dana yang terbatas, kami juga telah
mengajukan ke pemerintah kabupaten untuk dapat membari bantuan dana dalam
pengembangan objek wisata Gua ini.”[72]
Dari
wawancara penulis di atas dapatlah dipahami bahwa salah satu kendala pemerintah
Desa Tiangko kecamatan Sungai Manau Merangin Jambi dalam mengembangkan objek wisata Gua adalah
keterbatasan anggaran dana dimana sumber dana yang dimiliki hanyalah dari pendapata
asli daerah (PAD) sehngga dalam memenuhi
sarana dan prasarana dangatlah tidak memadai untuk mengembangkan objek wisata
Gua Tiangko.
Berdasarkan hasil observasi penulis di Desa
Tiangko kecamatan Sungai Manau bahwa dampak retribusi dalam mengembangkan objek pariwisata di Desa Tiangko
adalah dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang ada di
sekitar objek wisata hal ini dikarenakan pemerintah Desa dalam mengembangkan
Desa wisata juga melibatan masyarakat
dalam merencanakan pengembangan Desa wisata dan pemerintah Desa juga memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk memanfaatkan Desa wisata sebagai sarana
meningkatkan kesejahteraan.[73]
Wawancara penulis dengan bapak Arman Juli selaku KASI pemerintahan beliau mengatakan :
“Kepariwisataan berbasis masyarakat adalah menempatkan masyarakat sebagai
pelaku utama melalui pemberdayaan masyarakat dalam berbagai kegiatan kepariwisataan,
sehingga kemanfaatan kepariwisataan sebesar-besarnya diperuntukkan bagi
masyarakat. Sasaran utama pengembangan kepariwisataan haruslah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat”.[74]
Potensi wisata Gua Tiangko
menjadi peluang yang sangat besar untuk menggali potensi wisata yang nantinya
akan mnjadi daya tarik untuk dikembangkan untuk meningkatkan kunjungan para
wisatawan.
Wawancara
penulis dengan bapak Arman
Juli selaku KASI pemerintahan beliau mengatakan :
“Dengan adanya wisata Gua Tiangko
ini dan semakin banyak pengunjung maka penjual/pedagang disekiar Desa ini
mendapatkan omset atau
penghasilan lebih dari sebelumnya. Dengan pengembangan potensi Gua banyak
mendatangkan manfaat bagi masyarakat, seperti bertambahnya pendapatan masyarakat.
Disamping bertani masyarakat sekitar Desa Tiangko membuka usaha kecil-kecilan
seperti warung kecil, usaha jasa (penunjuk arah dan jasa pemandu). Sehingga
dengan adanya Gua dapat mendongkrak
ekonomi masyarakat”.[75]
Dari hasil wawancara penulis di atas dengan
bapak Arman Juli selaku KASI
pemerintahan sangatlah jelas bahwa dengan
adanya wisata Gua Tiangko ini dan semakin banyak pengunjung maka
penjual/pedagang disekiar Desa ini mendapatkan omset atau penghasilan lebih
dari sebelumnya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan analisis yang
telah penulis lakukan pada bab sebelumnya, maka dapatlah diambil kesimpulan
bahwa:
1. Potensi Parawisata di Desa Tiangko Kecaamatan Sungai Manau Kabupaten
Merangin sangatlah banyak terdapat Goa-goa yang menjadi potensi menjadi obyek
wisata diantaranya adalah Goa Tiangko, Gua Sengering, Gua Bujang, Gua Sengayau, Gua Reben dan
Goa Ceruk. Dengan
keberadaan goa ini sangatlah berpontesi bagi pemerintah Desa untuk
mengembangkan sebagai objek wisata yang asri dan nyaman bagi wisatawan yang
datang.
2. Pengelolaan Pariwisata Gua Tiangko Berbasis Swadaya Masyarakat di
Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin dimana Pengelola
pariwisata ini lahir dari kesadaran masyarakat lokal dalam perorganisasian
dalam pengelolaannya, disamping itu peberdayaan masyarakat yang kuat sehingga
dapat mengembangkan objek wisata Gua Tiangko serta partisipasi semua lapisan
masyarakat Desa Tiangko dalam pengelolaan dan pengembagan wisata Gua Tiangko
bersama peran pemerintah setempat yang ikut ambil bagian dalam upaya
pengembangan objek wisata Gua ini.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat
ditemukan beberapa saran yang
kiranya dapat berguna bagi semua pihak yaitu:
1.
Dilihat dari potensi yang sangat bagus ini sebaiknya pemerintah daerah dapat
memperhatikan lebih jauh dalam upaya pengembangan objek wisata Gua Tiangko
sehingga dapat peningkatan wisata. Oleh karenanya pihak Dinas Pariwisata daerah
dapat membantu membuat wisata semakin tertarik dengan nuansa kearifan lokal.
2.
Pihak pemerintah Desa Tiangko lebih mempokuskan pengembangan objek wisata Gua
ini dengan menamam budaya lokal atau
mengadakan festival tahunan untuk mengenal lebih jauh tentang objek wisata Gua ini
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Anonim,
2011, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta : Remaja Rosda Karya |
Fandeli,
Chafid. 1995. Dasar-Dasar Manajemen Keparwisataan Alam. Penerbit Liberty :
Yogyakarta. |
Gamal
Suwantoro, 2001, Dasar-dasar Pariwisata, Yogyakarta: Andi |
Garna,
1996. Ilmu –Ilmu Sosial Dasar Konsep Posisi. Bandung : Program
Pascasarjana Unpad. |
Hadiwijoyo,
Suryo Sakti. 2012. Perencanaan Pariwisata Perdesaan Berbasis Masyarakat.
Yogyakarta: Graha Ilmu. |
Hugo
Itamar, 1987, Strategi Pengembangan Pariwisata di Kabupaten Tana Toraja,
Makassar |
Hutabarat
Jemsly dan Martini Huseini. 2006. Pengantar Manajemenn Stratejik Jakarta:
Erlangga |
I Gede
Pitana, 2005, Sosiologi Pariwisata, Yogyakarta: Andi |
Kartika
Wisyasmi, 2010, Strategi Pengelolaan Pariwisata Bahari Di Kecamatan Bayah
Kabupaten Lebak, Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa |
Liga
Suryadana dan Vanny Octavia, 2015, Pengantar Pemasaran Pariwisata,
Bandung: Alfabeta |
Marpaung,
Happy. 2000. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung: Alfabeta. |
Marpaung,
Happy. 2002. Pengantar Pariwisata. Bandung : Alfabeta. |
Moh.
Pabundu Tika, 2006, Metodologi Riset Bisnis, Jakarta: Bumi Aksara |
Salusu J,
1998. Pengambilan Keputusan Stratejik, Jakarta: Grasindo. |
Salusu.
1998. Pengambilan Keputusan Strategik untuk Organisasi Publikdan dan
Organisasi Nonprofit. Jakarta: Rineka Cipta. |
Sayuti Una
, 2019, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah. Sulthan Thaha Pres (Edisi Revisi) |
Spillane
J.J, 1987, Pariwisata Indonesia Sejarahdan Prospeknya, Yogyakarta,
Kanisius |
Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D , Bandung : Alfabeta |
Suharto,
Edi. 2006. Kebijakan Sosial, Makalah Seminar. Bandung di akses pada
tanggal 26 Januari 2020 |
Sujali, (1989).
Geografi Pariwisata dan Kepariwisataan. Fakultas Geografi UGM.
Yogyakarta. |
Sumardjo,
Jakob dan Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesustraan. Jakarta: Gramedia. |
Sunarno,
Siswanto, 2008 , Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika
Offset, Jakarta |
Surasih,
Maria Eni. 2003. Pemerintah Desa dan Implementasinya. Jakarta:
Erlangga |
Tjandra,
Riawan, 2009, Hukum Keuangan Negara, Cetakan Ke-II, Penerbit P.T.
Gramedia Widiasarana, Jakarta |
Widjaja,
HAW. 2011. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. |
Yoeti, Oka
A, 2008. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Pradnya. Paramita:
Jakarta. |
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2009, Tentang Kepariwisataan
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2009
Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah.
C. Internet
Buku Pedoman Kelompok Sadar Wisata. Kementerian
Pariwisata. (2012). http://www.kemenpar.go.id/userfiles/1_% 20Pedoman%20Pokdarwis.pdf
Universitas Hasanuddin, 2016, (On-Line), tersedia
di: http://journal.unhas.ac.id/index.php/goverment/article/view/1248/
http://desatiangkoraya.blogspot.com/2016/10/matnudin.html
http://sylvindonesia.blogspot.co.id/2011/06/tinjauan-aspek-hukum-dan
kebijakan.html
[1]
Spillane J.J, Pariwisata Indonesia Sejarahdan Prospeknya, Yogyakarta,
Kanisius, 1987, hal : 1
[2] Sujali, Geografi Pariwisata dan Kepariwisataan. Fakultas
Geografi UGM. Yogyakarta. 1989, hal : 6
[3] Yoeti, Oka A, Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata.
Pradnya. Paramita: Jakarta. 2008, hal : 13
[4]
Spillane J.J, Pariwisata Indonesia Sejarahdan Prospeknya, Yogyakarta,
Kanisius, 1987, hal : 2
[5] Sumber
Data : http://desa tiangkoraya.blogspot.com/2020/10/matnudin.html
[7] Sumber
Data : Obervasi di Goa Tiangko Tanggal 24 Juli 2020
[8] Sumber
Data : Obervasi di Goa Tiangko Tanggal 24 Juli 2020
[9] Yoeti, Oka A, Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Pradnya.
Paramita: Jakarta. 2008, hal : 13
[10] Liga
Suryadana dan Vanny Octavia, Pengantar Pemasaran Pariwisata, (Bandung: Alfabeta, 2015), h.30.
[11] Peraturan
Pemerintah (PP) tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa
[12] Sumber Data : Obervasi di Goa Tiangko Tanggal
12 Juli 2020
[13] I Gde Pitana, Pengelolaan Wisata, 2003 : 2, Bandung : di akses pada tanggal 26
Januari 2020
[14] I Gde Pitana, Pengelolaan Wisata, 2003 : 2, Bandung : di akses pada tanggal 26
Januari 2020
[15] Suharto, Edi. 2006. Kebijakan Sosial, Makalah
Seminar. Bandung di akses pada tanggal 26 Januari 2020
[16] Garna, Ilmu –Ilmu Sosial Dasar Konsep Posisi.
Bandung : Program Pascasarjana Unpad. 1996,
Hal. 56
[17]
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M, Apresiasi Kesustraan. Jakarta: Gramedia.
1986 Hal. 15
[18] Hugo
Itamar, Op,
Cit, h.13
[19] Kartika Wisyasmi, Strategi Pengelolaan Pariwisata Bahari
Di Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa, 2012, h. 17
[21] Suwantoro, Gamal. Dasar-Dasar
Pariwisata.
Yogyakarta: Penerbit Andi. 2009. Hal : 23
[22] Widjaja, HAW. Otonomi
Daerah dan Daerah Otonom,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2011. Hal : 73
[23]Buku Pedoman
Kelompok Sadar Wisata. Kementerian Pariwisata. (2012). http://www.kemenpar.go.id/userfiles/1_%
20Pedoman%20Pokdarwis.pdf
[24] PNPM Mandiri Modul Khusus Fasilitator Pelatihan Dasar 2: Membangun
BKM/LKM, (Departemen Pekerjaan Umum Direktoran Jenderal Cipta Karya), hal: 03
[26] Sayuti Una (Ed.), Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi
Revisi), 2019. hlm. 32.
[27] Menurut
Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan. (Bandung: Alfabeta, 2017)
[28]
Sugiyono, metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D ,
(Bandung : Alfabeta CV , 2011) , hal. 225.
[29] Moh. Pabundu Tika, Metodologi Riset Bisnis, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2006), h.57
[30] Sugiono,
Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2011),
h.145
[31]Sanafiah Faisal. Penelitian Kualitatif Dasar-dasar Aplikasi. (Malang:
Yayasan Asah Asih Asuh, 1990), 56
[32]Ibid
[33]Sanafiah Faisal, 60
[34] Sugiono,
Ibid, h.145
[35] Ibid, h.231
[36] Ibid, h.240
[37] Muhammad Zulfikar.pemberdayaan ekonomi
masyarakat disekitar obyekwisata tamannasional bukit barisan selatan. (Universitas Lampung, 2016) Hlm. 52.
[38] Sugiono,
ibid, h.247.
[39] Ibid, h.249.
[40] Ibid, h.252.
[41]Moleong,
Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung :Remaja Rosdakarya) Hlm, 330
[42] Sumber
Data : Dokumentasi Historis Goa Tiagko Tahun 2020
[43].https://id.wikipedia.org/wiki/Gua_Tiangko
(Diakses pada tanggal 22 Juni
2020 pukul 21.34)
[44]https://www.google.co.id/maps/place/Tiangko,+Sungai+Manau,+Kabupaten+Merangin,+Jambi/@- diakses
pada tanggal 24 Juli 2020
[45] Sumber
Data : Dokumentasi Historis Goa Tiagko Tahun 2020
[46] Sumber Data : Dokumentasi ; BPS Desa Tiangko Kec. Sungai Manau Kab. Merangin 2019-2020
[47] Sumber
Data : Dokumentasi Sturktur Pemerintahan Desa Tiagko Peridoe 2019-2024
[48] Sumber
Data : Observasi Penulis pada Tanggal 28 Juli 2020
[49] Wawancara penulis dengan Bapak M. Rozali Kepala
Desa Tiangko pada tanggal 28 Juli 2020
[50] Wawancara penulis dengan Bapak Matnuddin Kadus Tiangko Tengah pada tanggal
26 Juli 2020
[51] Sumber
Data : Observasi Penulis pada tanggal 26 Juli 2020
[52]
Wawancara penulis dengan Buyung salah seorang toko pemuda Desa Tiangko pada tanggal 26 Juli 2020
[53] Wawancara penulis dengan Kadus Sengiring Desa Tiangko pada tanggal 26 Juli 2020
[54] Wawancara penulis dengan Kadus Sengiring Desa Tiangko pada tanggal 26 Juli 2020
[55] Sumber
data : Observasi di dusun Tiangko Panjang Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau
[56] Wawancara penulis dengan Tiagko Panjang yaitu
bapak Faisal Desa Tiangko pada tanggal 26 Juli 2020
[57] Wawancara penulis dengan Tiagko Tengah yaitu
bapak Matnuddin Desa Tiangko pada tanggal 26 Juli 2020
[58] Wawancara penulis dengan Bapak M. Hafiz Kadis
Pariwisata Kabupaten Merangin
[59]
Wawancara penulis dengan Kadus Baru
Tiangko yaitu bapak Jumadi tanggal 05 Agustus
2020
[60]
Wawancara penulis dengan Kadus Baru
Tiangko yaitu bapak Jumadi tanggal 05 Agustus
2020
[61] Wawancara penulis dengan Bapak M. Rozali selaku Kepala desa Tiangko tanggal 05 Agustus 2020
[62] Wawancara penulis dengan Kadus Baru Tiangko yaitu bapak Jumadi tanggal 05 Agustus
2020
[63] Observasi
pada hari minggu tanggal
26 Juli 2020
[64]
Observasi pada hari minggu tanggal 26 Juli 2020
[65]
Wawancara penulis dengan Bapak M. Rozali Kepala Desa Tiangko pada tanggal 26
Juli 2020
[66]
Wawancara penulis dengan Bapak Matnuddin Kadus Tiangko Tengah pada tanggal
26 Juli 2020
[67]
Wawancara penulis dengan Buyung salah seorang toko pemuda Desa Tiangko pada tanggal 26 Juli 2020
[68] Wawancara penulis dengan Haidir salah seorang
pemuda Desa Tiangko pada tanggal
03 Agustus 2020
[69]
Observasi penulis di Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau tanggal 29 Juli 2020
[70]
Wawancara penulis dengan Bapak Matnuddin Kadus Tiangko Panjang pada tanggal
29 Juli 2020
[71]
Wawancara penulis dengan Bapak M. Rozali selaku kepala
Desa Tiangko pada tanggal 29 Juli 2020
[72]
Wawancara penulis dengan bapak M. Rozali selaku kepala Desa Tiangko pada tanggal 09 Agustus 2020
[73]
Observasi penulis di Desa Tiangko tanggal 09 Agustus 2020
[74]
Wawancara penulis dengan bapak Arman Juli selaku KASI pemerintahan Desa Tiangko pada tanggal 09 Agustus 2020
[75]
Wawancara penulis dengan bapak Arman Juli selaku KASI pemerintahan Desa Tiangko pada tanggal 09 Agustus 2020
0 $type={blogger}:
Posting Komentar