Jumat, 19 April 2024

A. Latar Belakang Masalah Kekayaan alam yang Allah berikan kepada manusia sangat beraneka ragam, baik kekayaan alam berupa flora, fauna maupun pertambangan. Semua Allah berikan tidak lain hanya untuk kemaslahatan para hambaNya yang kesemuanya wajib disyukuri dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Khusus di wilayah Indonesia, seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya (merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa) adalah kekayaan nasional, maka dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Kekayaan alam Indonesia terkenal sangat melimpah. Areal hutannya termasuk paling luas di dunia, tanahnya subur, pemandangan alamnya begitu indah. Wilayah perairannya sangat luas, dengan komoditi ikan yang sangat besar turut berperan penting dalam kehidupan manusia. Tidak hanya itu, di daratan terdapat berbagai bentuk barang tambang berupa emas, nikel, timah, tembaga, batubara dan sebagainya. Di bawah perut bumi sendiri tersimpan gas dan minyak yang juga termasuk cukup besar. Melihat fakta yang ada, ternyata sumber daya alam yang demikian kaya itu tidak kunjung memberikan berkah bagi rakyat Indonesia, khususnya dalam hal industri pertambangan. Industri ini bak “serigala berbulu domba”, ia menutupi kebusukannya dengan berbagai hal dan janji-janji manis. Sungguh sangat kontradiktif dengan misi yang tertuang di dalam UUD 1945, menyatakan dengan tegas bahwa kekayaan alam Indonesia harus dikelola dan dimanfaatkan secara lestari bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia dan umat manusia pada umumnya untuk sekarang dan di masa yang akan datang. Indonesia khususnya sepanjang pemerintahan Orde Baru, individu ataupun swasta bisa mendapatkan hak untuk menguasai dan mengeksploitasi potensi-potensi sumber daya alam seperti barang tambang (batubara, emas, tembaga), hutan, minyak dan gas bumi dan sebagainya.Adanya kuasa pertambangan melalui kontrak karya yang diberikan pemerintah kepada badan usaha atau perorangan secara tidak langsung telah memberikan wewenang swasta untuk melaksanakan usaha pertambangan yang terdiri dari penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan sampai pemurnian dan pengangkutan sampai dengan penjualan. Konsep dari kepemilikan dari kekayaan alam bangsa Indonesia yang berasal dari bahan galian tambang adalah “milik seluruh Rakyat Indonesia”, sebagaimana tertulis di dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Ini berbeda dengan konsep di negara lain yang menganut bahwa pemilik dari tambang yang ditemukan dalam wilayah area tanah seseorang adalah dimiliki orang tersebut. Hal ini juga berlaku pada zaman penjajahan oleh pemerintah Belanda yang dikenal sebagai konsep hak konsesi, di mana perusahaan swasta, berhak untuk memiliki kandungan kekayaan bahan galian tambang. Sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai pengganti dari Undang-undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan maka sistem Kontrak Karya (Contract of Work) dan Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) tidak berlaku lagi. Undang-undang Minerba mengatur usaha pertambangan di Indonesia melalui izin usaha pertambangan (IUP). Namun izin tersebut telah memberikan kesempatan luas kepada badan usaha swasta dan individu atau perorangan untuk mengambil dan mengeruk barang tambang di seluruh wilayah pertambangan indonesia. Emas merupakan salah satu logam mulia yang bernilai tinggi, karena emas merupakan nilai tukar selain uang yang digunakan di zaman dahulu sebelum adanya uang seperti sekarang ini. Emas juga merupakan logam mulia yang banyak diserbu masyarakat karena emas bias dijadikan investasi emas yang bisa menguntungkan dan sedikit risiko, karena harga emas yang dominan selalu naik. Adapun cara memperoleh emas harus dilakukan proses penambangan. Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi. Dengan demikian penambangan emas adalah proses pengambilan material (emas) yang dapat diekstraksi dari dalam bumi. Islam telah memberikan garis kebijaksanaan perekonomian yang jelas dalam kehidupan bermuamalah. Transaksi bisnis ini merupakan hal yang sangat diperhatikan dan dimuliakan oleh Islam. Perdagangan yang jujur sangat disukai oleh Allah. Allah memberikan rahmat-Nya kepada orang-orang yang berbuat demikian. Perdagangan bisa saja dilakukan oleh individual atau perusahaan dan berbagai lembaga tertentu yang serupa. Pandangan Islam, menurut Nabhani, hutan dan bahan tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak mungkin dihabiskan adalah milik umum dan dikelola oleh negara, hasilnya harus diberikan kepada rakyat dalam bentuk barang yang murah berupa subsidi untuk kebutuhan primer masyarakat semisal pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum. Islam sebagai agama yang paling sempurna telah memberikan tuntunan dalam mengelola dan memanfaatkan semua isi perut bumi untuk kemaslahatan manusia. Hasil observasi awal penulis di lapangan yakni di Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, penulis menemukan bahwa sistem bagi hasil pertambangan emas (PETI) menggunakan ekskavator dimana pemilik tanah mendapat 20%, anggota pekerja 10%, sedangkan pemilik modal atau pendanaan mendapat 70% dari total penghasilan didapati pertambangan emas tersebut. Sebagai pemilik tanah hanya menyediakan lokasi atau tanah yang mau dibuka tambang emas, sementara anggota pekerta tambang emas mereka hanyalah pekerja yang tidak mengeluarkan modal apapun termasuk tenda tempat tinggal, dan makan. Demikian juga anggota pekerja juga bisa meminjam uang sebelum bekarja di tambang emas kepada pemilik modal atau toke. Sedangkan pemilik modal atau toke menyiapkan semua peralatan seperti merental alat berat/ekskavator, biaya konsumsi anggota pekerja, minyak solar dan bensin, genset/listrik, mesin dan mesin dompeng. Penambang emas (PETI) di Kecamatan Sungai Manau sudah dilakukan masyarakat sekitar pada 10 tahun yang lalu, dimana penambangan emas ini sudah menjadi salah satu mata pencarian masyarakat sekitar. Pada sisi lain, masyarakat yang dulunya mayoritas merupakan bermata pencarian petani seperti bercocok tanam padi di sawah dan sayur-sayuran, namun sekarang lahan persawahan mereka yang sampai hari ini sudah banyak dialihfungsikan menjadi penambang emas. Disamping itu, masyarakat bahkan jarang sekali ditemukan tanah yang tidak dialihfungsikan sebagai tempat penambang emas bahkan adanya sebagian masyarakat yang sanggup meroboh rumah sendiri untuk dijadikan lahan penambangan emas. Lebih lanjut hasil observasi penulis di lapangan, dimana penulis menemukan bahwa dalam penambangan emas di Kecamatan Sungai Manau sering ditemukan antara pemilik tanah (lahan) dengan pemodal merasa rugi. Sesuai kesepakatan dimana pemilik lahan mendapat 20% dari total hasil yang didapati. Sementara pemilik modal mendapatkan 70%, sedangkan sisanya untuk pekerja atau orang yang bekerja mengolah tambang tersebut sebesar 10%. Hal ini jika dilihat dari pemilik modal diman sewa atau rental alat berat ekskavator sekitar 100/110 juta per bulan. Dalam sehari membutuhkan minyak solar untuk alat berat 7/8 galon sehari, 1 galon berisi 35 liter. Untuk mesin dompeng butuh minyak sehari 1 galon solar/ 35 liter. Sedangkan untuk listrik/ genset membutuhkan 10 liter minyak bensin. Jadi minyak solar selama 10 hari sekitar 2800 liter. Harga satu liter minyak solar sampai ke lokasi 7000 X 2800 liter = Rp 19.600.000. sedangkan untuk listrik membutuhkan 100 liter bensin selama 10 hari. Harga bensin 8000 X 100=Rp 800.000. Berikut tabel pengeluaran pemodal atau toke penambang emas yang harus disiapkan setiap bulan. Tabel 1:1. Data pengeluaran pemilik modal dalam setiap bulannya. NO Uraian Biaya 1 Sewa Alat Berat (Eksavator) Rp. 110.000.000 2 Mesin Genset Rp. 11.000.000 3 Minyak Solar untuk Eksavator Rp. 25.000.000 4 Minyak Bensin untuk Genset Rp. 4.000.000 Total Pengeluaran 150.000.000 Tabel diatas dapatlah diketahui bahwa pemilik modal tentunya harus memiliki modal yang banyak, karena jika dihitung modal yang harus dikeluarkan untuk mengoperasikan 1 alat berat dalam sebulan tidak kurang dari Rp. 150.000.000,-. Biaya tersebut belum dihitung dengan biaya-biaya lain yang tak terduga, seperti mesin rusak, kekurangan minyak, biaya konsumsi pekerja dan lain sebagainya. Permasalahan yang terjadi di lapangan, di mana antara pemilik modal dengan pemilik lahan sering mendapat kerugian. Sebagai pemilik modal atau toke jika dalam 1 bulan mendapatkan hasil kurang dari 150.000.000,- tentunya pemilik modal merasa rugi, bahkan tidak jarang pemilik modal hanya mendapat jauh dari modal yang dikeluarkan. Jika dalam 1 bulan pemodal atau toke hanya mendapatkan hasil 150.000.000,- artinya dari total yang didapati tentunya dibagi ke pemilik lahan sebesar 20% dan untuk pekerja 10%. Dalam artian, jika dibagi dapatlah pembagiannya 1). pemilik modal Rp. 105.000.000,- 2). Pemilik lahan Rp. 30.000.000,- dan Pekerja sebanyak Rp. 15.000.000,-. Pembagian hasil di atas, tentunya pemilik modal sanagat dirugikan, karena tidak setimpal dengan biaya yang harus dikeluarkan. Namun juga pemilik lahan tentunya merasa rugi, karena lahan yang digunakan untuk penambang emas tentunya tidak bisa lagi digunakan lahan pertanian, baik sawah untuk menanam padi maupun sayur-sayuran. Demikian juga bagi pekerja yang terdiri dari 6 orang, dimana mereka hanya mendapat 10% atau sama dengan Rp. 15.000.000,- dan dibagi 6 orang masing-masing mendapat Rp. 2.500.000,- per bulan. Sistem bagi hasil pada penambang emas jika tinjauan dari hukum ekonomi syariah tentunya memakai akad musyarakah. Akad musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Musyarakah adalah mencampurkan salah satu dari macam harta dengan harta lainnya sehingga tidak dapat dibedakan di antara akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Berdasarkan pemaparan di atas mengenai penambang emas di Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, dimana antara pemilik modal dengan pemilik lahan dalam kesepakatan bagi hasil penambangan emas, penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih mendalam dengan mengangkat sebagai objek penelitian yang berjudul “Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Bagi Hasil Antara Pemodal Tambang Emas Dengan Pemilik Lahan Di Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin Provinsi Jambi”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem bagi hasil antara pemodal tambang emas dengan pemilik lahan di Kecamatan Sungai Manau? 2. Apa saja kendala dan solusi dalam sistem bagi hasil antara pemodal tambang emas dengan pemilik lahan di Kecamatan Sungai Manau? 3. Bagaimana tinjauan hukum ekonomi syariah terhadap praktek bagi hasil antara pemodal tambang emas dengan pemilik lahan di Kecamatan Sungai Manau? C. Batasan Masalah Agar penelitian ini tidak melebar dan meluas, maka penulis membatasi permasalah ini yaitu pada Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Bagi Hasil Antara Pemodal Tambang Emas Dengan Pemilik Lahan Di Kecamatan Sungai Manau. D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Ingin mengetahui sistem bagi hasil antara pemodal tambang emas dengan pemilik lahan di Kecamatan Sungai Manau b. Ingin mengetahui kendala dan solusi dalam bagi hasil antara pemodal tambang emas dengan pemilik lahan di Kecamatan Sungai Manau c. Ingin mengetahui tinjauan hukum ekonomi syariah terhadap praktek bagi hasil antara pemodal tambang emas dengan pemilik lahan di Kecamatan Sungai Manau 2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur dan sumber informasi di lingkungan program studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. b. Secara Praktis 1). Bagi masyarakat, bahwa dengan hasil penelitian ini masyarakat lebih mengerti tentang Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Bagi Hasil Antara Pemodal Tambang Emas Dengan Pemilik Lahan. 2). Bagi pemerintah daerah, bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi dan masukan bagi pemerintah dalam praktek tambang emas dan dampak yang terjadi. 3). Sebagai salah syarat guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S.1) pada program studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi E. Kerangka Teori Dalam penelitian ini, penulis mengambil teori yang berkaitan dengan pokok permasalah judul penelitian diantaranya : 1. Transaksi dalam Islam a. Pengertian Transaksi Transaksi, berasal dari bahasa Inggris “transaction”. Dalam bahasa Arabnya sering disebut sebagai al-Mu‘amalat. Dengan demikian transaksi merupakan kata lain dari al-Mu‘amalat. Dalam konteks ilmu fiqh, ilmu fiqh yang mempelajari tentang al-Mu‘amalat disebut fiqh al-Mu‘amalat. Fiqh al-Muamalah dalam salah satu pengertiannya, mencakup bidang yang sangat luas yaitu mencakup hukum-hukum tentang kontrak, sanksi, kejahatan, jaminan, dan hukum-hukum lain yang bertujuan mengatur hubungan-hubungan sesama manusia, baik perorangan maupun kelompok. b. Sumber Hukum Transaksi dalam Islam Sumber hukum transaksi dalam Islam adalah al-Qur’an, al-Sunnah, ijtihad (termasuk di dalamnya menggunakan instrumen ijma‘, qiyas, al-maslahah al-mursalah, ‘urf, istishab, sadd al-dzari'ah, dan lain-lain yang diakui sebagai instrumen ijtihad). Di samping itu terdapat fiqh legal maxim (kaidah fiqhiyyah) yang merupakan suatu prinsip umum yang bisa dijadikan panduan umum dalam pembangunan hukum Islam terutama apabila terdapat masalah-masalah baru yang memerlukan keputusan hukum secara cepat. Meliputi aspek Ekonomi sebagai berikut: ba’i, akad jual-beli, syirkah, mudharabah, murabahah, muzara'ah dan musaqah, khiyar, istishna, ijarah, kafalah, hawalah, rahn, wadiah, ghasab dan itlaf, wakalah, sulhu, pelepasan hak, ta’min, obligasi syariah mudharabah, pasar modal, reksadana syariah, sertifikat bank Indonesia syariah, dana pensiun syariah, zakat dan hibah, dan akuntansi syariah. l). Al-Qur’an Al-Qur’an adalah sumber pertama dan utama bagi ekonomi syariah, didalamnya dapat ditemui hal Ihwal yang berkaitan dengan ekonomi dan juga terdapat hukum-hukum dan undang- undang diharamkannya riba, dan diperolehnya jual beli yang tertera pada surat Al-Baqarah ayat 275: ... وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ Artinya : ... Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. Ayat di atas menjelaskan bahwa dalam setiap transaksi muamalah Allah SWT melarang akan adanya melakukan tindakan riba bahkan mengharamkan segala bentuk riba, orang yang melakukan tindakan riba akan menjadi penghuni neraka di kemudian harinya. 2). As-Sunnah An-Nabawiyah As-Sunnah An-Nabawiyah adalah sumber kedua dalam perundang-undangan Islam. Didalamnya dapat kita jumpai khazanah atau perekonomian syariah. Diantaranya sebuah hadist yang isinya memerintahkan untuk menjaga dan melindungi harta, baik milik pribadi maupun umum serta tidak boleh mengambil yang bukan miliknya. إِنَّ دِمَاءَ كُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذاَ فِى شَهْرِ كُمْ هَذاَ فِى بَلَدِكُمْ هَذَا (رواه البخاري) Artinya: “sesungguhnya (menumpahkan) darah kalian, (mengambil) harta kalian, (mengganggu) kehormatan kalian haram sebagaimana haramnya hari kalian saat ini, di bulan ini, dinegara ini,” (HR.Bukhari). c). Ijtihad Menurut al-Syaukani dalam kitabnya irsyad al-fuhul, ijtihad adalah mengerahkan kemampuan dalam memperoleh hukum syar’i yang bersifat amali melalui cara istinbath. Menurut Ibnu Subki, ijtihad adalah pencegahan kemampuan seseorang faqih untuk menghasilkan dugaan kuat tentang hukum syar’i, sedangkan alAmidi memberikan definisi ijtihad sebagai pengerahan kemampuan dalam memperoleh dugaan kuat tentang hukum syara‟ dalam bentuk yang dirinya merasa tidak mampu berbuat seperti itu. 2. Transaksi yang dilarang Ekonomi Syariah Ada beberapa faktor yang menyebabkan terlarangnya sebuah transaksi, antara lain: a). Haram zatnya yaitu transaksi yang dilarang karena objeknya (barang dan/jasa) bertentangan (haram) dari sudut pandang Islam, misalnya minuman keras, daging babi, dan sebagainya. b). Haramnya selain zatnya yaitu transaksi yang melanggar prinsip “an taradhin minkum” artinya adalah prinsi-prinsip kerelaan antara kedua belah pihak (sama-sama ridho) yang didasari pada informasi yang sama (complemente information), atau dengan kata lain tidak didasarkan pada informasi yang tidak sama. c). Tidak sah/tidak lengkap akadnya adalah adanya faktor-faktor terjadi ta'alluq (adanya dua akad yang saling dikaitkan, di mana berlakunya akad satu tergantung pada akad kedua, contohnya ba'i al-inah). 3. Prinsip-prinsip Ekonomi Syariah Syarat suatu bangunan agar berdiri kokoh adalah tiang yang kokoh. Jika bangunan yang kokoh tersebut adalah ekonomi syariah, maka tiang penyangganya adalah sebagai berikut: a). Siap Menerima Resiko Siap menerima resiko yang berkaitan dengan pekerjaan itu. Keuntungan dan manfaat yang diperoleh juga terkait dengan jenis pekerjaan. Karena itu, tidak ada keuntungan/manfaat yang diperoleh seseorang tanpa resiko. Hal ini merupakan jiwa dari prinsip “di mana ada manfaat, di situ ada resiko” (Al Kharaj bid Dhaman). b). Tidak Melakukan Penimbunan Dalam sistem ekonomi syariah, tidak seorang pun diizinkan untuk menimbun uang. Tidak boleh menyimpan uang tanpa digunakan. Dengan kata lain. Hukum Islam tidak memperbolehkan uang kontan (cash) yang menganggur tanpa dimanfaatkan. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan sanksi bagi mereka yang menimbun uang dengan mengenakan pajak untuk uang kontan tersebut. Hal ini untuk menghindari kegiatan penimbunan uang yang biasanya digunakan untuk kegiatan spekulasi. c).Tidak Monopoli Dalam sistem Ekonomi Syariah tidak diperbolehkan seseorang, baik dari perorangan maupun lembaga bisnis dapat melakukan monopoli. Harus ada kondisi persaingan, bukan monopoli atau oligopoli. Islam mendorong persaingan ekonomi sebagai jiwa dari Fastabiqul khairat. Depreciation, segala sesuatu didunia mengalami depresiasi. Kekayaan juga terdepresiasi dengan zakat. Yang abadi didunia ini, hanya satu, yaitu Allah SWT. d). Pelarangan Interes Riba Ada orang yang berpendapat bahwa Al Qur‟an hanya melarang riba dalam bentuk bunga berbunga (compound interest) dan bunga yang dipraktikkan oleh bank konvensional (simple interest) bukan riba. Namun, jumhur (mayoritas) ulama mengatakan bahwa bunga bank adalah riba. 4. Praktek Bagi Hasil Hukum Ekonomi Syariah 1. Pengertian Praktek Praktik adalah suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping fasilitas, diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya suami atau istri, orang tua atau mertua sangat penting untuk mendukung praktik. Menurut pendapat Hamzah, praktik adalah belajar keterampilan yang membutuhkan gerakan motorik, pelaksanaan pembelajaran dilakukan di tempat kerja/ lapangan. Berdasarkan pendapat Hamzah tersebut, maka belajar praktik adalah suatu proses pembelajaran yang melibatkan kemampuan motorik atau gerak di tempat kerja atau lapangan. Pendapat Roestiyah, Praktik lapangan yaitu cara mengajar dengan mengajak siswa ke suatu tempat di luar sekolah, dengan tujuan tidak hanya mengadakan pengamatan (observasi) dan peninjauan saja, tapi lebih dari itu peserta didik secara aktif langsung berpartisipasi ke lapangan kerja, supaya siswa mampu memahami sendiri dan mengadakan penyelidikan dan bekerja sendiri di dalam pekerjaan yang ada di masyarakat. 2. Macam-Macam Bagi Hasil a). Bagi Hasil (Muzaraah) Secara etimologi, al muzara’ah berarti kerjasama di bidang pertanian antara pemilik tanah dengan petani penggarap. Sedangkan secara istilah Muzara’ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik tanah dengan penggarap tanah dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama, tetapi pada umumnya paroan sawah untuk pemilik tanah dan penggarap. Ahmad Wardi Muslih mendefinisikan bagi hasil (muzara’ah) adalah “Suatu cara untuk menjadikan tanah pertanian menjadi produktif dengan bekerja sama antara pemilik dan penggarap dalam memproduktifkannya, dan hasilnya dibagi di antara mereka berdua dengan perbandingan yang dinyatakan dalam perjanjian atau berdasarkan adat kebiasaan” . Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa muzara’ah adalah kerjasama dalam bidang pertanian antara pemilik tanah dengan penggarap untuk mengelola tanah dan bagi hasilnya ditetapkan menurut kesepakatan bersama. Dasar hukum Muzara’ah yang digunakan oleh para ulama dalam menetapkan hukumnya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim: عَنْ اِبْنِ عُمَرُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامِلَ أَهْلُ خَيْبَرٍ بِشَرْطٍ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ اَوْزَرْعٍ (رواه مسلم) Artinya: “Dari Ibnu Umar: “Sesungguhnya Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah - buahan maupun dari hasil pertanian (palawija),” (H.R Muslim). Ulama Hanafiyah menyatakan muzara’ah merupakan “Akad terhadap tanah pertanian berdasarkan bagi hasil”. Makna muzara’ah menurut ulama Hanafiyah adalah akad antara pemilik sawah atau lahan dengan petani atas dasar petani menerima upah dari hasil tanah, atau dengan makna lain pemilik lahan mengupah petani untuk mengerjakan lahannya atas dasar petani berhak terhadap sebagian hasil dari pertanian tersebut. Kitab Al Umm, Imam Syafi'i Rahimahullah menjelaskan bahwa Sunnah Rasul menunjukkan dua hal mengenai makna muzara'ah yakni pertama ; bahwasanya boleh bermuamalah atas pohon kurma atau diperbolehkan bertransaksi atas tanah dan apa yang dihasilkan atasnya. Artinya pohon kurma telah ada, baru kemudian diserahkan pada pemelihara (pekerja) untuk dirawat sampai berbuah. Namun sebelumnya kedua bela pihak (pemilik kebun dan penggarap) harus terlebih dahulu bersepakat tentang pembagian hasil, bahwa sebagian buah untuk pemilik kebun sedang sebagian yang lain untuk pekerja. Kedua, ketidakbolehan muzara’ah dengan pembagian hasil 1/4, 1/3 atau sebagian dengan sebagian. Maksudnya ialah menyerahkan tanah kosong dan tidak ada tanaman di dalamnya kemudian tanah itu ditanami tanaman oleh penggarap dengan tanaman lain. Makna muzara’ah disini ialah tidak diperbolehkannya seseorang memberi upah pada orang lain atas pekerjaannya kecuali dengan upah yang sudah dapat diketahui oleh keduanya sebelum petani penggarap mulai bekerja. Inilah makna muzara’ah yang diterangkan dalam sunnah. Menurut ulama Hanabilah muzara’ah adalah penyerahan lahan pertanian kepada seorang petani penggarap untuk dikelola dan hasilnya akan dibagi dua. Menurut syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, muzara’ah adalah pemilik tanah menyerahkan alat, benih dan hewan kepada yang hendak menanaminya dengan suatu ketentuan dia akan mendapat hasil yang telah ditentukan misalnya : 1/2 , 1/3 atau kurang atau lebih menurut persetujuan bersama. Muzara’ah adalah salah satu bentuk kerja sama yang bergerak di bidang pertanian yakni pemilik lahan menyerahkan lahannya kepada petani penggarap lalu kemudian hasilnya dibagi menurut kesepakatan bersama. Sesuai dengan pemikiran seorang ahli ekonomi Islam Imam asy Syaibani, yang lebih mengutamakan usaha dalam bidang pertanian, menurutnya pertanian memproduksi berbagai kebutuhan dasar manusia yang sangat menunjang dalam melaksanakan berbagai kewajibannya. Imam asy Syaibani menyatakan bahwa manusia dalam hidupnya selalu membutuhkan orang lain. Seseorang tidak akan menguasai pengetahuan semua hal dalam hidupnya yang dibutuhkan sepanjang hidupnya dan andaikata manusia berusaha keras usia akan membalasnya. Dalam hal ini kemaslahatan hidup manusia sangat bergantung padanya, oleh sebab itu Allah SWT memberi kemudahan setiap orang untuk menguasai pengetahuan salah satu diantaranya, sehingga manusia dapat bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya Imam asy Syaibani juga mengatakan bahwa seorang yang miskin membutuhkan orang kaya dan orang kaya membutuhkan tenaga orang miskin. Dari bentuk tolong menolong itulah manusia akan semakin mudah menjalankan aktivitas ibadah kepadaNya. Karena itulah kerja sama antara pemilik lahan dengan petani penggarap relevan dengan pemikiran Imam asy Syaibani. b). Bagi Hasil (Mudharabah) Madharabah arti asalnya “berjalan di atas bumi untuk berniaga” atau yang disebut dengan qiradh yang arti asalnya saling mengutang. Mudharabah mengandung arti “kerja sama dua pihak yang satu diantaranya menyerahkan uang kepada pihak lain untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya menurut kesepakatan”. Mudharabah berasal dari kata ad-dharb yaitu bepergian untuk urusan dagang. Sebagaimana firman Allah dalam Al-qur'an surah Al-Muzammil ayat 20 yaitu: ... وَاٰخَرُوْنَ يَضْرِبُوْنَ فِى الْاَرْضِ يَبْتَغُوْنَ مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ ... Artinya: ... “dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah”... Selain ad-dharb, disebut juga qiradh yang berasal dari kata al-qardh, berarti al-qath‟u (potongan) karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungannya. Ada pula yang menyebut mudharabah atau qiradh dengan muamalah. Kata Mudharabah berasal dari kata dharaba pada kalimat al-dharab, yakni bepergian untuk urusan dagang. Menurut bahasa, kata Abdurrahman Al Jaziri, Mudharabah berarti ungkapan terhadap pemberian harta seseorang kepada orang lain sebagai modal usaha yang keuntungannya dibagi antara mereka berdua, dan bila rugi akan ditanggung oleh pemilik modal. Ada pula yang menyebut Qiradh dengan muamalah yakni akad antara kedua belah pihak untuk salah seorangnya (salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lainnya untuk diperdagangkan dan laba dibagi sesuai kesepakatan). Hasbi Ash Shiddieqy mengatakan bahwa mudharabah adalah semacam syarikat aqad, bermufakat dua orang padanya dengan ketentuan: modal dari satu pihak, sedangkan usaha menghasilkan keuntungan dari pihak yang lain, dan keuntungan-keuntungan dibagi antara mereka. c). Bagi Hasil (Al Musyarakah) Musyarakah atau lazimnya juga Syirkah atau Syirkah merupakan bentuk dari fi’il madhi, yang berarti sekutu persekutuan, perkumpulan. Definisi secara etimologi syirkah ini diartikan al Ikhtilath yakni campur atau percampuran. Maksud dari percampuran disini ialah seseorang yang mencampurkan hartanya dengan harta milik orang lain sehingga sulit untuk membedakan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Musyarakah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dengan melakukan kegiatan usaha. Masing-masing pihak memberikan kontribusi tertentu dengan kesepakatan keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan. Firman Allah SWT tentang syirkah dalam QS. Shaad ayat 24 : وَاِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْخُلَطَاۤءِ لَيَبْغِيْ بَعْضُهُمْ عَلٰى بَعْضٍ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ .. Artinya: ...Sesungguhnya banyak di antara orang-orang yang berserikat itu benar-benar saling merugikan satu sama lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Hasbi Ash Shiddieqy menafsirkan bahwa kebanyakan orang yang bekerja sama itu selalu ingin merugikan mitra usahanya, kecuali mereka yang beriman dan mengerjakan amal shaleh karena merekalah yang tidak ingin menzalimiorang lain tetapi alangkah sedikitnya jumlah orang yang seperti itu. Hadits Qudsi yang diriwayatkan Abu Dawud no. 2936, dijelaskan : عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ رَفَعَهُ قاَلَ : اِنَّ اللهَ يَقُوْلُ أَنَا ثَالِثُ الشَّرِيْكَيْنِ مَالَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صاَحِبُهُ، فَإِذَا خَانَهُ خَرَجْتُهُ مِنْ بَيْنِهِمْ (رواه ابو داود) Artinya : Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. Bersabda, sesungguhnya Allah Azza wa jalla berfirman, “Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak menghianati lainnya, jika seseorang dari keduanya berkhianat, Aku tidak akan lagi memberkahi usaha mereka”. Hadis ini menjelaskan, bahwa jika dua orang bekerja sama dalam suatu usaha maka Allah akan ikut menemani dan memberikan berkahNya kepada keduanya, sepanjang temannya tidak mengkhianatinya. Kerjasama akan jatuh nilainya jika terjadi penyelewengan oleh pengurusnya, hal inilah yang diperingati oleh Allah SWT, bahwa dalam melakukan kerjasama masih banyak jalan dan cara yang memungkinkan untuk berkhianat terhadap sesama anggotanya. Kerjasama yang demikianlah yang dilaknat oleh Allah SWT sehingga dihilangkan berkahnya oleh Allah SWT, maka kejujuran sangat penting diterapkan kembali. Al Musyarakah ada dua jenis yakni al musyarakah pemilikan dan musyarakah akad (kontrak). Al musyarakah pemilikan ini muncul karena warisan, wasiat ataupun kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu oleh aset dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut. Sedangkan musyarakah akad (kontrak) tercipta karena adanya dua orang atau lebih yang sepakat bekerjasama dengan memberikan modal musyarakah setiap orang diantara mereka untuk mencapai tujuan tertentu. d). Bagi Hasil (Musaqah) Musaqah diambil dari kata al saqa dan merupakan bentuk kata yang mengikuti wazan (pola) mufa’alah yaitu seorang yang bekerja pada pohon anggur atau tamar atau pohon yang selain dari keduanya agar dapat mendatangkan kemaslahatan dan mendapatkan bagian tertentu dari hasil yang dirawat sebagai imbalannya Musaqah secara sederhana dapat diartikan kerja sama dalam merawat tanaman dengan pembagian keuntungan dari hasil yang diperoleh pada tanaman tersebut. Musaqah secara etimologi adalah salah satu bentuk penyiraman. Orang madinah menyebutnya dengan istilah muamalah. Namun, istilah yang lebih dikenal adalah musaqah. Menurut istilah, al musaqah didefinisikan oleh para ulama antara lain : 1). Syafi’iyah yang dimaksudkan musaqah adalah “memberikan pekerjaan orang yang memiliki pohon tamar dan anggur kepada orang lain untuk kesenangan keduanya dengan menyiram, memelihara dan menjaganya dan pekerja memperoleh bagian tertentu dari buah yang dihasilkan dari pohon-pohon tersebut”. 2). Menurut Hanabilah musaqah ialah “Seseorang menyerahkan tanah yang sudah ditanami seperti pohon anggur, kurma dan lainnya, baginya ada buahnya yang dimakan sebagai bagian tertentu dari buah pohon tersebut seperti sepertiga atau setengahnya”. 3). Menurut Syekh Syihab al Din al Qalyubi dan Syaikh Umairah, al musaqah ialah : “mempekerjakan manusia untuk mengurus pohon dengan menyiram dan memeliharanya dan hasil yang dirizkikan Allah dari pohon itu untuk mereka berdua”. 4). Menurut Hasbi Ash Shiddieqy, yang dimaksud musaqah adalah “Syarikat dalam pertanian untuk memperoleh hasil dari pepohonan”. Kerja sama dalam bentuk musaqah ini berbeda dari kegiatan seorang mengupah tukang kebun untuk merawat tanaman karena hasil yang ia terima ialah upah yang sudah jelas ukurannya dan bukan dari hasil yang belum tentu. Kerjasama ini memerlukan suatu perjanjian atau akad yang dengan cara saling mengetahui satu sama lain dan dapat menunjukkan kerja sama yang saling rela sebagai bentuk dari kerjasama yang timbul dari kehendak bersama. Akad ini disyariatkan berdasarkan Sunnah Rasulullah SAW. Banyak dikalangan para ulama‟ fuqaha yang membolehkan akad musaqah ini karena sesuatu yang sangat dibutuhkan dan mengandung hikmah di dalam diperbolehkannya kerjasama ini. Menurut ulama Hanafiyah rukun dari musaqah yakni ijab dan qabul. Ijab ini diucapkan oleh sang pemilik pepohonan dan qabul diucapkan oleh petani penggarap, sedangkan pendapat ulama Hanabilah mengenai ijab dan qabul tidak perlu dilafalkan, penggarapan secara langsung pun sudah cukup untuk memulai akad kerjasama tersebut. Menurut Malikiyah, ucapan dari ijab dan qabul ini sifatnya mengikat terhadap akad musaqah bukan dengan pekerjaan, begitu pula Syafi‟iyah yang mensyaratkan ijab dengan lafal. 5. Pertambangan Emas a. Pengertian Pertambangan Pengertian umum Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi (kegiatan mengeluarkan sumber daya alam dari dalam bumi). sedangkan Penambangan adalah Proses Pengambilan material yang dapat diekstraksi dari dalam bumi. Menurut Ensiklopedia Indonesia Tambang adalah penggalian atau pertambangan bijih-bijih dan mineral dalam tanah. Istilah pertambangan merupakan terjemahan dari bahasa inggris, yaitu mining. Adapun definisi lain tentang tambang adalah usaha pertambangan bahan galian strategis (golongan a) dan vital (golongan b) yang dilakukan oleh rakyat setempat yang bertempat tinggal di daerah bersangkutan untuk penghidupan mereka yang diusahakan secara sederhana. Unsur-unsur tambang yaitu usaha pertambangan, bahan galian yang diusahakan meliputi bahan galian strategis, vital, dan galian C, dilakukan oleh rakyat, domisili di area tambang rakyat, untuk penghidupan sehari-hari, dan diusahakan sederhana. Usaha pertambangan merupakan usaha untuk melakukan kegiatan eksplorasi, produksi, pemurnian,dan penjualan. Sementara itu, tujuan kegiatan pertambangan adalah untuk meningkatkan kehidupan masyarakat sehari-hari. Pertambangan Tanpa Izin (PETI) adalah usaha pertambangan yang dilakukan oleh perseorangan, sekelompok orang, atau perusahaan yayasan berbadan hukum yang dalam operasinya tidak memiliki Izin dan instansi pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. PETI diawali oleh keberadaan para penambang tradisional, yang kemudian berkembang karena adanya faktor kemiskinan, keterbatasan lapangan kerja dan kesempatan usaha, keterlibatan pihak lain yang bertindak sebagai cukong dan backing, ketidakharmonisan hubungan antara perusahaan dengan masyarakat setempat, serta krisis ekonomi berkepanjangan yang diikuti oleh penafsiran keliru tentang reformasi. Di sisi lain, kelemahan dalam penegakan hukum dan peraturan perundang-undangan yang menganaktirikan pertam-bangan (oleh) rakyat, juga ikut mendorong maraknya PETI. Kegiatan pertambangan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Untuk lebih rinci pelaksanaan dari Undang-undang ini diturunkan kembali dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) yang salah satunya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, pertambangan dikelompokkan menjadi lima golongan yaitu : 1). Mineral radioaktif, antara lain radium, thorium,dan uranium 2). Mineral logam antara lain, emas dan tembaga 3). Mineral bukan logam antara lain, intan dan bentonit 4). Batuan antara lain, andesit, tanah liat, tanah urug, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, pasir urug 5). Batu bara antara lain, batu aspal, batubara, dan gambut. Kegiatan pertambangan yang lebih dikenal saat adalah pertambangan untuk komoditas mineral logam antara lain: emas, tembaga, nikel, bauksit dan komoditas batubara. Selain komoditas mineral utama dan batubara ini, komoditas batuan memiliki peran yang sama pentingnya terutama dalam memberikan dukungan material untuk pembangunan infrastruktur antara lain: pendirian sarana infrastruktur jalan, pembangunan perumahan, dan gedung perkantoran. b. Pengertian Emas Emas adalah sejenis logam berharga yang dipercaya yang dapat mempertahankan nilainya dan digunakan dalam pertukaran. Emas juga memiliki sifat yang menarik dan tidak biasa karena emas diproduksi menggunakan siklus magmatik atau fiksasi di permukaan dunia. Emas adalah logam awal yang halus yang aman dari erosi dan dipukul secara efektif sehingga dalam peningkatannya emas dapat dibingkai menjadi aksesoris. Mas disebut sebelum Kristus dan digunakan sebagai alat untuk pertukaran. Emas adalah salah satu usaha dagang atau hadiah terbesar yang tidak asing bagi negara ”. Karena sifatnya yang sangat lunak, maka dalam aplikasinya (perhiasan / batangan) emas logam mulia perlu dilebur dengan logam lain agar sifatnya yang sangat lunak sedikit berkurang dan juga untuk menghasilkan warna tertentu sesuai kebutuhan . Hasil peleburan tersebut dapat menghasilkan perbedaan suatu pewarna dan nilai dari suatu karat. Sebaliknya, konsekuensi pemurnian emas dengan logam yang berbeda akan menciptakan berbagai warna, modelnya adalah sebagai berikut: 1. Emas merah : emas murni + tembaga 2. Emas kuning : emas murni + perak murni 3. Emas putih : emas murni + timah sari + nikel + perak murni 4. Emas hijau : emas murni + perak murni + kadmium + tembaga 5. Emas biru : emas murni + besi 6. Emas jingga : emas murni + perak murni + tembaga 7. Emas coklat : emas murni + palladium + perak murni 8. Emas abu – abu : emas murni + tembaga + besi 9. Emas ungu : emas murni + aluminium. Pemurnian emas logam berharga dengan logam yang berbeda menciptakan proporsi ukuran logam. Pemeriksaan inilah yang kita kenal dengan karat. Kadar emas yang paling signifikan hampir seluruhnya atau disebut dengan emas murni dengan kadar 24 karat. “Satuan estimasi harga emas murni adalah troy / ons dalam US$. Pada saat ditukar dalam gram, 1 troy / ons = 31.1034768 gram”. c. Faktor yang Mempengaruhi Harga Emas Ukuran jangka pendek, harga emas bisa naik turun. Harga emas juga sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor yang mempengaruhinya. Hal ini disebabkan karena emas merupakan alat yang memiliki nilai yang baik. Dalam konteks, menurut Asnawi mengungkapkan bahwa emas bisa naik karena sejumlah faktor. Inflasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi harga emas. Kemudian emas naik jika mata uang dollar US naik, karena emas memiliki hubungan yang erat dengan perekonomian di amerika serikat sebagai faktor penentuan harga emas dunia. Harga emas juga semakin terbatas karena biaya melakukan pertambanganya yang semakin melonjak akibat dari posisinya semakin kedalam inti bumi. Jadi, walaupun terjadi penurunan biaya emas maka masa yang akan datang akan melambung kembali. Istilah dalam emas terdapat kalimat “gram” untuk bilangan satuan dari berat kadar emas. Meskipun untuk pasar dunia satuan berat emas disebut sebagai Troy ounce atau Troy oz setara dengan 31.1034768 Gram. Dalam investasi emas, menemukan harga emas yang pas saat membeli dan menjual merupakan faktor penting dalam mengestimasi berat Risk dan Return dari hasil investasinya. Karena tidak sedikit orang memilih emas sebagai alat investasi karena faktor harga emas yang dipercaya terus meningkat, sehingga dalam transaksi emas harga menjadi pertimbangan saat membeli. Dalam kenyataan sehari – hari , harga emas tidak hanya tergantung pada situasi perekonomian secara keseluruhan. Situasi ekonomi yang sering mempengaruhi harga emas diantaranya kenaikan inflasi melebihi perkiraan,perubahan kurs, terjadi kepanikan finansial, harga minyak naik, permintaan emas, politik dunia, situasi ekonomi global dan suku bunga. F. Tinjauan Pustaka Berkaitan dengan judul skripsi ini, ada beberapa hasil penelitian terdahulu yang ditemukan oleh penulis terkait dengan referensi mengenai Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Bagi Hasil Antara Pemodal Tambang Emas Dengan Pemilik Lahan Di Kecamatan Sungai Manau dan menjadi acuan dalam penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Ana Mustika,“Pelaksanaan Sistem Bagi Hasil Pada Usaha Gilingan Padi Keliling Ditinjau Menurut Konsep Mudharabah (Studi Kasus di Desa Laksamana Kec. Sabak Auh, Kab. Siak)”, 2013. Penelitian ini membahas tentang bagaimana pelaksanaan sistem bagi hasil pada usaha gilingan padi keliling di Desa Laksamana tersebut, serta bagaimana pelaksanaan sistem bagi hasil pada usaha gilingan padi keliling ditinjau menurut konsep mudharabah. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan field research, pengelola dan sampel diambil dengan metode total sampling. Dengan metode analisis yang bersifat deskriptif kualitatif. 2. Andi Arwini, “Sistem Bagi Hasil (muzara’ah) Pada Masyarakat Petani Penggarap dan Pemilik Lahan di Desa Tanjonga Kec. Turatea Kab. Jeneponto Menurut Tinjauan Hukum Islam”, 2014. penelitian ini membahas tentang sistem bagi hasil yang kini sementara diterapkan oleh masyarakat di Desa Tanjonga sebagai lokasi penelitian penulis. Sistem bagi hasil ini secara khusus diterapkan oleh masyarakat pemilik tanah atau lahan terhadap petani penggarap. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana penerapan bagi hasil (muzara’ah) bagi kesejahteraan petani penggarap di Desa Tanjonga Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto dan bagaimana menurut tinjauan hukum Islam terhadap praktek sistem bagi hasil (muzara’ah) kepada petani penggarap. Pengolahan data dalam penelitian ini menerapkan metode pendekatan syar’i dengan melihat ketentuan-ketentuan atau aturan berupa hukum Islam. Sementara pengumpulan datanya dilakukan berdasarkan library research dan field research dengan meliputi teknik observasi dan interview. Kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data berupa metode induktif, deduktif. 3. Rahmandi, “Penambangan Batu Tradisional Di Komplek Perumahan Suka Mulya Ditinjau Dari Etika Bisnis Islam”. 2017. Latar belakang penelitian ini membahas tentang pertambangan yang rangkaian kegiatannya dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian seperti mineral, batubara, panas bumi, dan migas. Banyak kegiatan penambangan yang mendapat sorotan masyarakat karena adanya kerusakan yang ditimbulkan oleh penambangan. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana aktivitas penambangan batu tradisional di komplek Perumahan Suka Mulya, bagaimana dampak dari penambangan batu tradisional terhadap kerusakan lingkungan di komplek Perumahan Suka Mulya, bagaimana penambangan batu tradisional ditinjau dari etika bisnis Islam. Penelitian ini merupakan penelitian termasuk field research dan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Dengan menggunakan metode purposive sampling. G. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan dan Desain Penelitian a. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sebagai upaya untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang telah dibentangkan, karena sifatnya menggunakan pendekatan analisis deskriptif. Dengan kata lain penelitian ini berupaya menggambarkan, menguraikan suatu keadaan yang sedang berlangsung berdasarkan fakta dan informasi yang diperoleh dari lapangan dan kemudian dianalisis berdasarkan variabel yang satu dengan lainnya sebagai upaya untuk memberikan solusi tentang Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Bagi Hasil Antara Pemodal Tambang Emas Dengan Pemilik Lahan Di Kecamatan Sungai Manau. Menurut Sugiyono bahwa pendekatan kuantitatif merupakan penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme untuk meneliti populasi atau sampel tertentu dan pengambilan sampel secara random dengan pengumpulan data menggunakan instrumen, analisis data bersifat statistic. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Denzin dan Lincoln menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi di lapangan serta dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada seperti observasi, wawancara dan dokumentasi . b. Desain Penelitian Berdasarkan dengan judul yang penulis ambil, Kirk dan Miller dalam Moleong mendefinisikan bahwa ”penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya. Metode deskriptif juga dapat didefinisikan sebagai suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Pemilihan desain penelitian ini didasarkan atas beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih bisa menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. 2. Setting dan Subjek Penelitian a. Setting Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin Provinsi Jambi atas berbagai pertimbangan; pertama banyaknya fenomena-fenomena yang terjadi pada penambangan emas baik itu dari segi pembagian hasil yang terkait mengenai pemilik tanah, pemodal, dan anggota pekerja. Kedua, terjadinya kesalahpahaman dan kecurigaan antara pemilik modal dengan pemilik lahan dalam pengelolaan dan sistem bagi hasil yang didapat. Ketiga, putusnya perjanjian antara pemodal dengan pemilik dengan ketidak cocokan lahan yang digarap. b. Subjek Penelitian Penelitian kualitatif tidak dikenal konsep “keterwakilan contoh/sampel dalam rangka generalisasi yang berlaku bagi populasi. Untuk memperoleh hasil yang ideal maka penentuan sampel dan informan ditentukan oleh empat faktor; derajat kesimpulan, proposisi yang dikehendaki dalam penelitian ini, rencana analisa, tenaga, biaya, dan waktu. Atas berbagai pertimbangan sebagaimana dikemukakan di atas maka yang akan dijadikan sebagai informan (Subjek Penelitian) ini adalah: 1. Pendana 2. Pemilik Tanah 3. Pekerja 4. Tokoh Masyarakat 3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kualitatif, ada 2 (dua) jenis data yang digunakan dalam penelitian ini 1). Data Primer Data primer adalah data pokok yang diperlukan dalam penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumbernya ataupun dari lokasi objek penelitian, atau keseluruhan data hasil penelitian yang diperoleh melalui sumber perantara atau pihak kedua dan seterusnya. Data primer dalam hal ini yang dimaksud dengan data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui hasil observasi lapangan dan melalui hasil wawancara terhadap pemilik modal, pemilik lahan, pekerja dan tokoh masyarakat di Kecamatan Sungai Manau yang menjadi subjek penelitian, karena yang menjalankan dan merasakan kebijakan tersebut adalah pemilik modal dan pemilik lahan. 2). Data Sekunder Data sekunder adalah data atau sejumlah keterangan yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui sumber perantara. Data sekunder dari penelitian ini berupa buku, literature, artikel, internet dan dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Sumber data merupakan subjek dari mana data itu dapat diperoleh.Sumber data dalam penelitian disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian. Sesuai dengan fokus penelitian, maka yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah jawaban dari wawancara penulis dengan informan di lapangan, isi dari dokumen-dokumen desa dan buku-buku yang menurut penulis berhubungan dengan penelitian ini. b. Sumber Data Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data diperoleh. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto, yang dimaksud dengan sumber data adalah subyek darimana data-data diperoleh. Sumber data yaitu berbentuk perkataan maupun tindakan, yang didapat melalui wawancara. Sumber data peristiwa (situasi) yang didapat melalui observasi. Dan sumber data dari dokumen didapat dari instansi terkait. “menurut Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Adapun sumber data, dalam hal ini penulis mengambil sumber tersebut diantaranya adalah: a. Sumber data berupa manusia, yakni Pemilik modal, pemilik lahan dan anggota pekerja b. Sumber data berupa suasana, dan kondisi di Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin Provinsi Jambi c. Sumber data berupa dokumentasi, berupa foto kegiatan. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah cara yang ditempuh untuk mendapatkan data/fakta yang terjadi pada subjek penelitian untuk memperoleh data yang valid. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data secara kualitatif, dalam pengumpulan data yang penulis butuhkan untuk penelitian ini menggunakan metode-metode sebagai berikut : a. Metode Observasi Observasi adalah pengamatan terhadap suatu obyek yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian. Metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi non partisipan, dimana penulis hanya sebagai pengamat dan selama proses observasi akan dibuat catatan-catatan untuk keperluan analisis dan pengecekan data kembali, dengan demikian diharapkan bahwa data yang diperoleh oleh penulis dari responden maupun informan yang berkaitan langsung dengan fokus penelitian. Penulis menggunakan metode observasi untuk melihat secara langsung dan mengungkap fakta mengenai Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Bagi Hasil Antara Pemodal Tambang Emas Dengan Pemilik Lahan Di Kecamatan Sungai Manau. Metode ini digunakan untuk mengungkapkan data yang mana secara langsung dapat mengamati hal-hal yang berhubungan dengan menerapkan metode demonstrasi. Adapun langkah-langkah yang dilakukan diantaranya adalah : 1) Mengamati bentuk pelaksanaan dan kegiatan sistem bagi hasil Antara Pemodal Tambang Emas Dengan Pemilik Lahan Di Kecamatan Sungai Manau. 2) Memperhatikan tanggapan Antara Pemodal Tambang Emas Dengan Pemilik Lahan Di Kecamatan Sungai Manau. b. Wawancara Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Penulis menggunakan wawancara tidak terstruktur sebagai instrumen pelengkap observasi dalam mengumpulkan data mengenai Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Bagi Hasil Antara Pemodal Tambang Emas Dengan Pemilik Lahan Di Kecamatan Sungai Manau. c. Dokumentasi Dokumentasi merupakan catatan peristiwa penting yang sudah berlalu. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dengan teknik dokumentasi ini, peneliti dapat memperoleh informasi bukan dari orang sebagai narasumber, tetapi informasi diperoleh dari macam-macam sumber tertulis atau dari dokumen yang ada pada informan dalam bentuk peninggalan budaya, karya seni, karya pikir. Dokumentasi ini diperlukan untuk melengkapi data dari penggunaan metode observasi dan wawancara. Dokumentasi penulis gunakan sebagai instrumen untuk memperoleh data atau informasi yang berkaitan dengan Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Bagi Hasil Antara Pemodal Tambang Emas Dengan Pemilik Lahan Di Kecamatan Sungai Manau. 4. Teknik Analisis Data Berdasarkan kanyataan tersebut maka data-data yang diperoleh dalam pelitian ini nantinya akan dianalisis melalui beberapa teknik analisis sebagai berikut: a. Reduksi Data Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah penulis untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama dalam penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena itu, kalau penulis dalam melakukan penelitian menemukan segala sesuatu yang dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, justru itulah yang harus dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan reduksi data. b. Penyajian Data Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data, dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti tabel, grafik dan sejenisnya. Lebih dari itu, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Adapun fungsi penyajian data disamping untuk memudahkan dan memahami apa yang terjadi, juga untuk merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. c. Penarikan kesimpulan Langkah selanjutnya setelah penyajian data adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi data. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi juga mungkin tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatifmasih bersifat semetara dan akan berkembang setelah penulis berada dilapangan. 5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan mengenai garis besar proposal skripsi ini dimaksudkan untuk mempermudah memahami garis besar skripsi secara keseluruhan. Adapun skripsi ini terbagi dalam beberapa bagian, yaitu : a. Bagian awal skripsi berisi halaman judul, persetujuan, lembar pernyataan,persetujuan pembimbing, pengesahan, motto, persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar singkatan, dan daftar tabel. b. Bagian isi skripsi berisi : BAB I : Bab ini mengurai mengenai pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teori, dan tinjauan terdahulu. BAB II : Bab ini mengurai mengenai metode penelitian yang mencakup pendekatan dan desain penelitian, Setting dan subjek penelitian, , jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan sistematika penulisan. BAB III : Bab ini mengurai mengenai gambaran umum lokasi penelitian yang mencakup aspek historis dan geografis, demografi, struktur organisasi, visi dan misi dan keadaan sarana dan prasarana. BAB IV : Bab ini membahas mengenai pembahasan dan hasil penelitian mencakup Bagaimana tinjauan hukum ekonomi syariah terhadap praktek bagi hasil antara pemodal tambang emas dengan pemilik lahan di Kecamatan Sungai Manau, Bagaimana mekanisme sistem bagi hasil antara pemodal tambang emas dengan pemilik lahan di Kecamatan Sungai Manau, dan Apa saja kendala dan solusi dalam bagi hasil antara pemodal tambang emas dengan pemilik lahan di Kecamatan Sungai Manau BAB V : Bab ini membahas mengenai bab penutup yang di dalamnya mencakup kesimpulan dari hasil penelitian, saran, dan ucapan terima kasih kepada pihak yang turut andil dalam penyelesaian skripsi ini. c. Bagian akhir skripsi berisi: daftar pustaka, dan lampiran. Pada bagian ini menguraikan tentang daftar buku yang dibaca, dan hal yang perlu dilampirkan dalam penulisan skripsi ini.

0 $type={blogger}:

Postingan Populer

Mengenai Saya

Foto saya
Jambi, Kota Jambi, Indonesia

Putra Muaro Bungo

Putra Muaro Bungo
Jadilah Diri Sendiri Tanpa Berharap Kepada Manusia

Simpel Aja

Simpel Aja

PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG)

My Famili

SELAMAT DATANG DI

BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN

Pengikut

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Total Tayangan Halaman

TERIM KASIH

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DI BLOG KAMI SEMOGA BERMANFAAT