BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berpikir merupakan aktivitas mental yang dipengaruhi
oleh keberadaan otak sebagai pusat kendali. Berpikir kritis mencakup kemampuan
untuk menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir itu sendiri. Berpikir kritis diartikan sebagai sebuah proses aktif
dan cara berpikir secara teratur atau sistematis untuk memahami informasi secara
mendalam, sehingga membentuk sebuah keyakinan kebenaran informasi yang didapat
atau pendapat yang disampaikan. (Surya,
2011: 130). Berpikir kritis adalah suatu kegiatan melalui cara
berpikir tentang ide atau gagasan yang berhubungan dengan konsep yang diberikan
atau masalah yang disampaikan. (Susanto, 2016: 121)
Secara
etimologis berpikir kritis berasal dari kata krinein yang berarti menaksir nilai sesuatu. Berpikir
kritis merupakan istilah yang digunakan untuk suatu aktifitas reflektif untuk
mencapai tujuan yang memuat keyakinan dan erilaku rasional. Tujuan berpikir
kritis adalah untuk menilai suatu pemikiran, menaksir nilai juga untuk
mengevaluasi pelaksanaan atau praktek dari suatu pemikiran dan nilai tersebut
(Sapriya, 2008: 115).
Menurut
pendapat penulis berpikir kritis adalah dimana seseorang mampu menyampaikan
ide-ide baru dengan cara mengemukan pendapat sehingga pendapatnya dapat
diterima oleh orang lain
Membentuk kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu
tujuan utama bersekolah. Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir
untuk memecahkan masalah dengan cara mengidentifikasi informasi yang diterima
untuk dievaluasi dan kemudian menyimpulkan secara sistematis sehingga mampu
untuk mengemukakan pendapat dengan
cara yang terorganisasi.
1
Kualitas pendidikan dapat
dilihat juga pada kualitas proses pembelajaran di dalam kelas, hal ini guru
yang memiliki tanggung jawab besar. Untuk menciptakan keberhasilan dalam proses
pembelajaran diperlukan inovasi dalam pembelajaran, diantaranya keterampilan
guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran,
kesiapan siswa dalam
menerima pembelajaran, sarana
dan prasarana pendidikan. Peran guru memang sangat penting dalam
meningkatkan mutu pendidikan.
Adapun maksud kemampuan
berpikir kritis siswa disini ialah kemampuan berpikir siswa dalam memecahkan
masalah serta keaktifan siswa dalam pembelajaran dan segala aktivitas siswa
ketika menyimak, mengoreksi menunjukkan gagasan ataupun ide terhadap materi
pelajaran.
Model berpikir ini menekankan
pada originalitas, pikiran yang berbedabeda, tanggap dan produktif terhadap
ide-ide baru. Seorang guru bisa mengajarkan berpikir kreatif di kelas dengan
cara memotivasi siswa dan memberikan masukan cara yang baru dalam melaksanakan
sesuatu, mendesain aktifitas belajar mengajar, mengorganisisr informasi yang
ada , mengekspresikan pikiran dan operasaan ke dalam bahasa tulisan, lisan
ataupun ke dalam aktifitas lainnya.
Berpikir kreatif dimulai dengan
membangun latar belakang, pandangan, perasaan, dan istilah serta ungkapan yang
ekspresif. Pada tahap selanjutnya dengan mengetahui iluminasi, siswa dapat
menemukan pengetahuan baru, pershahabatan dan cara baru dalam
mengekspresikannya. Siswa dapat mengekspresikan semua itu ke dalam bentuk
tulisan, ataupun bentuk lain.
Ilmu Pengetahuan Sosial di
Sekolah Dasar (SD) hendaknya membuka kesempatan siswa untuk memupuk rasa ingin
tahu secara alamiah. Dalam proses muatan IPS dengan cara yang tepat, maka IPS suatu mata
pelajaran yang memberikan
kesempatan siswa untuk
berpikir kritis. Seperti
halnya dapat diajarkan dengan
mengikuti cara menemukan sendiri. Proses muatan IPS ditekankan pada
keterampilan proses, sehingga siswa dapat menemukan fakta, membangun konsep,
teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang diperkuat oleh Indrawati dalam
Trianto (2013: 144) keterampilan proses adalah “keseluruhan keterampilan ilmiah
yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk
menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang
telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu
penemuan/flasifikasi”.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan
mata pelajaran yangbersumber dari kehidupan
sosial masyarakat
yang diseleksi
dengan
menggunakan konsep-konsep ilmu sosial yang digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Adapun fungsi dari muatan
IPS adalah mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan siswa untuk dapat menelaah kehidupan
sosial yang dihadapi sehari-hari serta menumbuhkan kepribadian warga
Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab serta
warga
dunia yang cinta
damai (Permendiknas RI nomor 22 tahun 2006:125).
Menurut pendapat
penulis Ilmu Pengatauhuan Sosial (IPS) adalah ilmu yang menggambarkan interaksi
individu atau kelompok dalam masyarakat baik dalam lingkungan fisik maupun
sosial, maksudnya disini ialah Interaksi individu dalam ruang lingkup
lingkungan mulai dari yang terkecil misalkan keluarga, tetangga, desa sampai ke
provinsi bahkan lingkup negara dan dunia.
Model pembelajaran inquiry
adalah model pembelajaran penemuan atau menemukan pada suatu masalah. Menurut
Hamdayama (2015: 31) “model pembelajaran inquiry adalah rangkaian kegiatan
pembelajaran yang menekankan para proses berpikir secara kritis dan analitis
untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan”. Sehingga model pembelajaran inquiry menempatkan siswa sebagai subjek
belajar. Pembelajaran berbasis inquiry merupakan salah satu dari pembelajaran
saintifik untuk implementasi
kurikulum 2013. Ada
lima kegiatan utama
dalam kegiatan pembelajaran
menggunakan pendekatan saintifik menurut Sani (2014: 88) yaitu observing
(mengamati), questioning (menanya), mengumpulkan informasi/ eksperimen,
mengasosiasikan/ mengolah informasi, mengomunikasikan. Model pembelajaran
inquiry merupakan model pembelajaran berpetualang yang harus mengikuti petunjuk
supaya bisa sampai ke tujuan.
Menurut pendapat penulis
model pembelajaran inquiry merupakan salah satu model pembelajaran yang
bersumber pada model interaksi sosial dan pemrosesan informasi maksudnya model pembelajaran
inqury sangat berkaitan dengan aktifitas dan keterampilan aktif yang fokus pada
pencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu.
Sebagaimana
hasil observasi penulis di kelas V Sekolah Dasar Negeri 40/II Desa Tebing Tinggi Kecamatan Muko-Muko
Bathin VII Kabupaten Bungo, masalah yang timbul dalam muatan
IPS antara lain, pertama siswa masih mengalami kesulitan dalam memecahkan suatu
masalah. Hal ini terlihat saat diberikan suatu permasalahan melalui kegiatan
tanya jawab, siswa memberikan penyelesaian dengan informasi yang kurang
lengkap, beberapa jawaban kurang logis dan penyusunan jawaban yang tidak
sistematis. Bahkan ada beberapa jawaban yang tidak sesuai dengan permasalahan.
Kedua dalam kegiatan muatan IPS di kelas V, siswa kurang aktif bertanya dan
mengungkapkan pendapatnya untuk menjawab pertanyaan sehingga guru perlu
menunjuk siswa untuk memberikan jawaban mereka. Ketiga kesulitan siswa memahami
materi yang diajarkan oleh guru saat proses pembelajaran berlangusng. Hal ini
ditunjukkan dengan rendahnya hasil belajar siswa dari nilai KKM yang ditetapkan
oleh sekolah.
Permasalahan
tersebut disebabkan siswa jarang dilatihkan untuk berpikir kritis dalam
menyelesaikan masalah, mereka tidak dilatihkan untuk melakukan penyelidikan
terhadap suatu masalah, memahami asums-asumsi, merumuskan dan menyeleksi
hipotesis yang relevan, serta menarik kesimpulan yang valid berdasarkan
penyelidikan. Biasanya mereka hanya belajar menghafal fakta atau informasi
tertentu kemudian menjawab soal yang berkaitan dengan informasi tersebut tanpa
menggunakan informasi tersebut untuk memecahkan masalah.
Untuk
menyelesaikan masalah tersebut diperlukan suatu pembelajaran yang dapat
melatihkan siswa untuk berpikir kritis dalam menemukan pemecahan permasalahan.
Salah satunya yaitu menggunakan model pembelajaran inquiry. Adapun alasan
penggunaan model pembelajaran inquiry ini adalah dimana pembelajaran inquiry
ini lebih menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk
mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas,
penulis sangat tertarik untuk mengkaji lebih jauh mengenai permsalahan yang
terjadi di kelas V Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi, dengan penerapan model pembelajaran
inquiry diharapkan dapat
mengembangkan kemampuan berpikir
kritis peserta didik dan menghilangkan rasa bosan yang dirasakan siswa terhadap
muatan IPS yang nanti penulis tuangkan dalam karya ilmiyah dengan judul “Penerapan Model
Pembelajaran Inquiry Dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing
Tinggi Kabupaten Bungo Jambi”.
B. Batasan Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian
ini tidak meluas dan terfokus pada suatu masalah, maka penelitian ini dibatasi
hanya fokus pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dan sebagai subjek penelitian
penulis mengambil kelas V Di Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing
Tinggi.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan dalam penelitian ini yaitu : Apakah ada peningkatan hasis siswa setelah penerapan model
pembelajaran inquiry terhadap kemampuan berpikir kritis siswa muatan IPS kelas
V Sekolah
Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi Kecamatan
Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten
Bungo Provinsi Jambi?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini yaitu
ingin mengetahui penerapan model pembelajaran
inquiry pada muatan
IPS dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V Di
Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII
Kabupaten Bungo Provinsi Jambi.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pengetahuan bagi guru dan calon guru untuk mengetahui
keadaan siswa dalam kegiatan belajar mengajar khususnya penggunaan model
pembelajaran inqury yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa pada muatan
IPS.
b. Manfaat Praktis
1). Bagi Siswa
Hasil penelitian
ini
diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis peserta didik kelas V di SDN
40/II Tebing Tinggi Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten Bungo Provinsi
Jambi
2). Bagi Guru
Memberikan pengetahuan dan pengalaman kepada guru mengenai metode inquiry
dalam proses muatan IPS. Guru lebih kreatif dan inovatif dalam merancang kegiatan
pembelajaran yang menyenangkan.
3). Bagi Peneliti
Salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana strata satu (S.1) pada
jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian
Toeritis
1. Pengertian Metode Inquiry
Metode
inquiry ini berkembang dari ide John Dewey yang terkenal dengan “Problem
Solving Method” atau metode pemecahan masalah. Langkah-langkah pemecahan
masalah sebagaimana yang dikemukakan bahwa, merupakan suatu pendekatan yang
disandangkan cukup ilmiah dalam melakukan penyelidikan dalam rangka memperoleh
suatu penemuan. Semua langkah yang ditempuh,
dari mulai rumusan
masalah, hipotesis, mengumpulkan
data, menguji hipotesis dengan data dan menarik kesimpulan jelas
membimbing siswa untuk selalu menggunakan pendekatan ilmiah dan berfikir secara
obyektif dalam memecahkan masalah. (Muhammad Ali, 2010: 86-87)
Dengan
adanya metode inquiry siswa dapat melakukan suatu proses mental yang bernilai
tinggi, di samping proses kegiatan fisik lainnya. Inquiry pada dasarnya adalah
cara menyadari apa yang dialami. Menurut A. Tabrani Rusyam dkk , metode inquiry
merupakan metode di mana pendidik menyajikan bahan tidak dalam bentuknya
yang final, tetapi
peserta didik diberi
peluang dan kesempatan
untuk mencari dan menemukan sendiri melalui metode pemecahan masalah.
(A. Tabrani Rusyam, 2014: 347)
Peserta didik
pada masa puber telah menguasai dirinya berarti ia merupakan orang yang telah
matang dan bertanggung jawab. Tepat atau tidaknya pendapat ini, bagaimanapun
mereka ingin dianggap dan diperlakukan sebagai orang yang dewasa. Mereka mampu
dan ingin membuat keputusannya sendiri, dan memang mereka harus berbuat
demikian. Mereka tidak mau diperlakukan sebagai kanak-kanak yaitu merupakan
orang dalam tahap ketergantungan. (Surjadi, 1983:1)
7
Secara
bahasa, inquiri berasal dari kata inquiry yang merupakan kata dalam bahasa
inggris yang berarti; penyelidikan/meminta keterangan; terjemahan bebas untuk
konsep ini adalah “siswa diminta untuk dicari dan menemukan sendiri”. (Khaerul
Anam, 2011:17). Dalam konteks penggunaan inquiri sebagai metode belajar
mengajar, siswa ditempatkan sebagai subjek pembelajaran, yang berarti bahwa
siswa memiliki andil besar dalam menentukan suasana dan model pembelajaran.
Dalam metode
ini, setiap peserta didik didorong
untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar, salah satunya
dengan secara aktif mengajukan pertanyaan yang baik terhadap setiap materi yang
disampaikan dan pertanyaan tersebut tidak harus selalu dijawab oleh guru,
karena semua peserta didik memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan
jawaban atas pertanyaan yang diajarkan. Dalam hal ini, kategori pertanyaan yang
baik adalah pertanyaan yang berhubungan
dengan materi yang
sedang dibicarakan/dibahas, dapat dijawab sebagian atau keseluruhannya
dan dapat diuji serta diselidiki secara bermakna.
Menurut kamus
besar, Metode inquiry atau metode penemuan adalah cara penyajian pelajaran yang
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau
tanpa bantuan guru. Metode penemuan melibatkan peserta didik dalam proses-
proses mental dalam rangka penemuan memungkinkan peserta didik menemukan
sendiri informasi-informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya.
Rachel
berpendapat bahwa: “Dalam pembelajaran dengan penemuan /inquiry, siswa didorong
untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan
melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk
diri mereka”. (Basir, 2012:117-118)
Wina Sanjaya berpendapat bahwa:
“Strategi pembelajaran Inquiry adalah
rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara
kritis dan analitis untuk mencapai dan menemukan sendiri jawaban dari suatu
masalah yang dipertanyakan”. (Wina Sanjaya, 2009:118)
Menyimak pendapat para ahli tersebut
mengenai metode inquiri, meskipun dengan rumusan yang berbeda-beda namun dari
segi makna tidak saling bertentangan karena sama- sama memberikan tekanan
bahwa metode inquiry itu adalah kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh
kemampuan siswa untuk mencarari dan menyelidiki sesuatu masalah secara kritis,
logis, dan analis sehingga siswa dapat menemukan jawaban dan pemecahan dari
masalah tersebut.
2. Indikator
Berpikir Kritis
Berpikir
merupakan
aktivitas mental yang dipengaruhi
oleh
keberadaan otak sebagai pusat kendali.
Berpikir kritis mencakup kemampuan untuk menganalisis dan
mengevaluasi proses berpikir
itu
sendiri. Menurut
Surya berpikir kritis diartikan
sebagai sebuah proses aktif dan cara berpikir
secara teratur atau sistematis untuk memahami informasi secara mendalam, sehingga membentuk sebuah keyakinan kebenaran informasi yang
didapat atau pendapat yang disampaikan (Surya, 2011: 130).
Menurut Ennis terdapat enam
Terdapat enam
indikator
dalam berpikir kritis yaitu:
1) Focus, untuk membuat sebuah
keputusan tentang apa
yang diyakini maka harus bisa memperjelas pertanyaan atau isu yang tersedia, yang coba diputuskan
itu mengenai apa.
2) Reason, mengetahui alasan-alasan yang mendukung atau
melawan putusan-putusan yang dibuat berdasar situasi dan
fakta yang relevan.
3) Inference, mengidentifikasi
asumsi dan mencari pemecahan, pertimbangan dari interpretasi
akan situasi dan bukti.
4) Situation, memahami situasi
dan
selalu menjaga situasi dalam berpikir akan membantu
memperjelas pertanyaan.
5) Clarity, menjelaskan arti atau istilah-istilah yang
digunakan.
6) Overview,
melangkah kembali dan meneliti secara menyeluruh keputusan yang
diambil.
(Ennis (1996:364).
Keenam unsur dasar kemampuan berpikir kritis dijabarkan ke
dalam enam
indikator-indikator
berpikir kritis yaitu
penjelasan
dasar,
keputusan dasar, kesimpulan, penjelasan lebih lanjut, menalar dan
pengintegrasian, dan terakhir adalah kemampuan tambahan. Keenam indikator kemampuan berpikir
kritis ini diajabarkan lagi menjadi empat belas sub-
indikator kemampuan berpikir kritis sebagai berikut. (1)
Penjelasan
dasar
terdiri dari dua
sub-indikator: memfokuskan
pertanyaan dan menganalisis
argumen. (2) Keputusan
dasar terdiri dari tiga sub-indikator: mempertimbangkan kredibilitas
sumber, mengobservasi dan mempertimbangkan
laporan
observasi, mendeduksi dan menilai hasil deduksi. (3) Kesimpulan terdiri dari dua
sub-indikator: menginduksi dan mempertimbangkan induksi, membuat dan menilai
hasil pertimbangan. (4) Penjelasan lebih
lanjut terdiri dari dua sub-indikator: mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi, mengidentifikasi
asumsi-asumsi. (5)
Menalar dan pengintegrasian terdiri
dari
dua sub- indikator. Menalar, mengintegrasikan. (6)
Kemampuan tambahan terdiri dari tiga sub-indikator: melanjutkan dengan cara yang benar sesuai dengan
situasi,
sensitif, strategi retoris (Mutiah, A, 2014:137-139).
Dalam penelitian ini, berpikir kritis adalah
suatu proses kognisi siswa secara mendalam yang diterapkan dalam kegiatan
pembelajaran yang memenuhi indikator-indikator sebagai berikut: memfokuskan
pertanyaan, menganalisis argumen (mengidentifikasi alasan dan mengidentifikasi
suatu ketidaktepatan), menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi,
mengevaluasi, dan kemampuan memberikan alasan. ketidaktepatan), menginduksi
dan mempertimbangkan hasil induksi, mengevaluasi, dan kemampuan memberikan
alasan.
3. Tujuan Metode Inquiry
Menurut Muhammad Azhar, ada beberapa
tujuan metode inquiry yaitu: (a.) Mengembangkan sikap, keterampilan,
kepercayaan diri peserta didik dalam mengambil suatu keputusan secara tepat dan
obyektif. (b.) Mengembangkan kemampuan berpikir agar lebih tanggap, cermat dan
melatih daya nalar (kritis, analitis, dan logis). (c.) Membina dan
mengembangkan sikap ingin lebih tahu. (d.) Mengungkapkan aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik. (Muhammad Azhar, 2009:347)
Dari keterangan di atas, terlihat tujuan
metode inquiry mencakup ruang lingkup yang amat luas, tidak hanya terbatas pada
upaya pengembangan intelektual
(kognitif) peserta didik, tetapi
aspek nilai (afektif) dan keterampilan (psikomotorik). Hal ini seperti yang di
kemukakan W. Gulo “Pembelajaran inquiri berarti suatu rangkaian kegiatan
belajar yang melibatkan secara maksimal
seluruh kemampuan siswa
untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka
dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Jadi, inquiry
tidak hanya mengembangkan kemampuan
intelektual, tetapi seluruh
potensi yang ada,
termaksud pengembangan emosional
dan keterampilan.
Agar tujuan pembelajaran berdasarkan
metode inquiry di atas dapat tercapai dengan efektif, maka terdapat beberapa
hal yang perlu menjadi bahan pertimbangan bagi pendidik yang akan menerapkan
metode tersebut: (a) Metode harus memilih masalah yang menarik dan bermanfaat
serta merumuskannya dengan jelas sehingga peserta didik dapat
memecahkannya dengan baik
dan sesuai yang
diharapkan. (b) Dalam
memilih dan membentuk kelompok
peserta didik, pendidik harus melakukan secara seimbang, baik dari segi
akademis maupun sosial. (c) Pendidik perlu menjelaskan tugas yang harus
dikerjakan oleh peserta didik dan juga harus dapat merangsang agar peserta
didik bertanya-tanya sehingga muncul masalah, sehingga pada akhirnya
menimbulkan keinginan untuk mengkaji
dan memecahkan masalah tersebut. (d)
Diakhir pembelajaran berdasarkan metode inquiry pendidik harus melakukan
evaluasi terhadap hasil pekerjaan peserta didik sehingga dapat dilihat
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan yang terjadi selama proses
pembelajaran. Bahkan yang terpenting adalah kemampuan peserta didik mencapai
tujuan dan sasaran yang diinginkan. Dengan demikian penerapan penerapan metode
inquiry berikutnya menjadi semakin baik.
Selain pertimbangan-pertimbangan di
atas, terdapat beberapa hal lainnya yang perlu diperhatikan oleh pendidik dalam
penerapan metode inquiry, terutama
berkenaan dengan kondisi yang memungkinkan bagi penerapan tersebut yaitu: (1)
Kondisi yang fleksibel, bebas untuk
berinteraksi. (2) Kondisi
lingkungan. (3) Kondisi
yang memudahkan untuk memusatkan perhatian dan (4) Kondisi
yang bebas dari tekanan. Dalam pengertian ilmiah seperti yang tertuang dalam
dictionary of psychology-, proses belajar diartikan dalam dua koridor utama
berikut: proses memperoleh pengetahuan
(the process of acquiring knowledge) dan perubahan kemampuan bereaksi
yang relatif langgeng sebagai hasil dari latihan yang kuat. Guru dan siswa
bukan pendekar dan murid yang sedang belajar ilmu kanurangan, di mana dalam
kondisi tertentu, ilmu tersebut dapat diberikan hanya dalam waktu sekejab; guru
dan siswa membutuhkan proses yang panjang dalam menstransfer pengetahuan. Tugas
utama guru (dan juga lembaga terkait) adalah membuat proses yang panjang
tersebut tetap kondusif, aspiratif, dan produktif. Semangat dan motivasi siswa
harus tetap dijaga dan
dikembangkan supaya proses
belajar terasa menyenangkan,
dengan demikian, materi pelajaran dapat disampaikan dengan cepat dan
mudah dicerna. (Khaerul Anam, 2011:10)
Menciptakan, menjaga dan mengembangkan
suasana belajar yang kondusif dan produktif
merupakan kunci utama dari keberhasilan proses belajar. Salah satu cara
untuk mewujudkan hal tersebut dengan memosisikan siswa sebagai bagian penting
dari proses belajar; mengajak mereka untuk terlibat aktif dalam setiap proses
di dalamnya.
Keterlibatan siswa dalam setiap proses
belajar merupakan bagian penting dalam pengembangan kemampuan
siswa itu sendiri,
karena keterlibatan tersebut
merupakan kegiatan mental-intelektual dan sosial-emosional. Dalam
keterlibatan itu, siswa (baik secara mandiri atau dengan bantuan dari guru atau
teman) cenderung mengembangkan mental- intelektualnya, yakni untuk secara
berani dan meyakinkan menerima, menghayati, menelaah dan mengajukan solusi atas
masalah yang ada. Dalam waktu yang bersamaan, siswa juga sedang berlatih
mengembangkan emosi-sosialnya, yang berindikasi pada kemapuannya memberikan
respond atau keinginan untuk berbuat sesuatu, terutama yang berkaitan dengan
permasalahan yang tersaji dalam materi pelajaran; yang tidak akan lagi
menanggapi masalah yang ada dalam
pelajaran sebatas sebagai
tugas sekolah, karena
mereka memiliki kemampuan untuk
menginternalisasi masalah tersebut sehingga solusi atau jawaban yang diberikan
akan lebih mudah diterima dan masuk akal.
Titik tekan utama pada pembelajaran
berbasis inquiri tidak lagi berpusat pada guru (teacher-centeredinstruction),
tetapi pada pengembangan nalar kritis siswa (student centered aproach). Siswa
diminta tidak hanya menerima, melainkan juga menelaah, memilah dan memberikan
respond atas materi pelajaran yang diberikan. Jadi, dalam konteks ini, guru
bukan lagi setir yang menentukan arah haluan pembelajaran, ia hanya akan
berfungsi lainnya “pemantik” yang menghidupkan semangat dan motivasi belajar
siswa untuk kemudian dan membiarkan siswa menikmati proses belajar tersebut.
Lebih jauh Jill L. Lane menegaskan:
Pembelajaran berbasis inquiry memberikan
kesempatan kepada guru untuk membantu siswa mempelajari isi dan konsep materi
pelajaran dengan meminta mereka mengembangkan pertanyaan. Oleh karenanya,
metode ini memberi kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk merefleksikan
pembelajaran mereka, mendapat pemahaman yang lebih dalam atas konsep
pembelajaran dengan gaya yang mereka sukai, dan menjadi pemikir kritis yang lebih
baik. (Khaerul Anam, 2011:10-11)
4. Ciri-Ciri Pembelajaran Inquiry
Ada banyak hal yang bisa dilakukan
untuk mengetahui penerapan inquiry dalam proses pembelajaran, salah satunya
dengan mengamati ciri-cirinya. Berikut adalah ciri-ciri yang dimaksud: (a)
Metode inquiry menekankan pada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan
menemukan. Artinya, metode
inquiry menempatkan siswa
sebagai subjek belajar. Dalam
proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran
melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri
inti dari materi itu. (b) Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan
untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan,
sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri. Metode pembelajaran
inquiry menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, melainkan sebagai
fasilitator dan motivator dalam belajar siswa. (c) Tujuan dari kegunaan metode
pembelajaran inquiry adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara
sistematis, logis dan kritis atau
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses
mental. Dengan demikian dalam metode pembelajaran inquiri siswa tidak hanya
dituntut agar menguasai materi pembelajaran, tetapi bagaimana mereka dapat
menggunakan potensi yang dimilikinya (Jumanta, 2016:132-133).
Sebagai metode pembelajaran yang
berorientasi pada penemuan, inquiry mendorong guru menyajikan bahan pelajaran
tidak dalam “bentuk jadi” dengan tujuan dapat merangsang beragam pertanyaan
atau bahkan keraguan.
Selanjutnya guru mendorong
siswa untuk mencari, mengamati
dan menemukan masalahnya.
Berikut adalah rangkaian aktivitas yang dilakukan siswa
dalam mencari, mengamati, dan menemukan masalah: (a) Siswa menemukan masalah
sendiri atau mempunyai keinginan sendiri untuk memecahkan masalah. (b) Masalah
yang dirumuskan seoperasional mungkin, sehingga terlihat kemungkinannya untuk
dipecahkan. (c) Siswa merumuskan hipotesis untuk menentukan mencari data. (d)
Siswa menyusun cara-cara pengumpulan data dengan melakukan eksperimen,
mengadakan pengamatan, membaca dan memanfaatkan sumber lain yang relevan. (e)
Siswa melakukan penelitian secara individual atau kelompok untuk pengumpulan
data. (f) Siswa mengolah data dan mengambil kesimpulan.
5. Langkah-Langkah
Pelaksanaan Metode Inquiry
Penerapan metode inquiry yang
lebih sederhana dapat dilakukan dengan bantuan tanya jawab. Langkah-langkah
inquiry dengan tanya jawab secara sederhana dan mudah dipraktekkan adalah
sebagai berikut:
a.
Persiapan, beberapa kegiatan pada langkah ini antara lain: (a) Pendidik merumuskan
masalah sebagai topik. (b) Merumuskan
tujuan khusus atau yang saat ini lebih
dikenal dengan kompetensi dasar. (c) Menjelaskan jalannya inquiry dan
penemuannya.
b.
Pelaksanaan, meliputi beberapa
aktifitas sebagai berikut:
(a) Pendidik mengemukakan masalah tertentu,
peserta didik diberi kesempatan bertanya tentang masalah tersebut beserta
jalannya inquiry dan penemuan kalau masih ada yang lebih jelas. (b) Peserta
didik diberi kesempatan bertanya seluas mungkin tentang topik pembahasan,
sampai merasa cukup untuk mengambil kesimpulan. Tidak dibebarkan pendidik
memberikan jawaban yang sifatnya menjawab atau memecahkan masalah yang akan
dipecahkan oleh peserta didik. (c) Peserta didik menemukan kesimpulan atau
pendapat sementara beserta alasan-alasannya.
c.
Penyelesaian, meliputi kegiatan-kegiatan sebagai
berikut: (a) Pendidik
bersama peserta didik menguji
atau membahas pendapat
sementara yang dikemukakan peserta didik atas dasar bukti
yang ada. (b) Pengembalian kesimpulan dilakukan oleh peserta didik dibantu oleh
pendidik. (Ramayulis, 2013:350)
Langkah-langkah pembelajaran inquiri ini
menunjukkan bahwa cara belajar peserta didik yang teratur dan terarah, karena
proses pembelajaran yang terarah maka membuat peserta didik
akan lebih mudah
memahami apa itu
strategi dan bagaimana pengaplikasiannya.
6. Kelebihan dan
Kelemahan Metode Inquiry
Real life skill: siswa belajar tentang hal-hal penting namun mudah
dilakukan, siswa didorong untuk melakukan bukan hanya duduk, diam dan
mendengarkan. Open-ended topic: tema yang dipelajari tidak terbatas, bisa
bersumber dari mana saja; buku pelajaran, pengalaman siswa/guru, internet,
televisi, radio dan seterusnya. Siswa akan belajar lebih banyak. Intuitif,
imajinatif, inovatif: siswa belajar dengan mengerahkan seluruh potensi yang
mereka miliki, mulai
dari kreativitas hingga
imajinasi. Siswa akan
menjadi pembelajaran aktif, siswa akan belajar karena membutuhkan bukan
sekedar kewajiban. Peluang
melakukan penemuan: dengan
berbagai observasi dan
eksperimen, siswa memiliki
peluang besar untuk melakukan penemuan. Siswa akan mendapatkan hasil dari
materi atau topik yang mereka pelajari. (Khaerul Anam, 2011:15)
Kelebihan inilah yang dimiliki oleh strategi inquiri yang membuat peserta
didik lebih tertantang dalam mengasah pola pikir serta ide-idenya. Peserta
didik lebih percaya diri dalam menuangkan pendapatnya tanpa harus takut salah.
Karena proses strategi pembelajaran ini peserta didik lebih aktif, maka ingatan
tentang materi pembelajaran yang dipelajari akan bertahan lama sesuai dengan
pengalaman yang pernah dialami.
Kelemahan dari metode inquiri sebagai berikut: (a) Memerlukan waktu yang
cukup lama. (b) Memerlukan perencanaan yang teratur dan matang. (c) Tidak
efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif. (Nasir A. Baki, 2013:109)
7.
Kemampuan Berpikir Kritis.
a. Pengertian
Berpikir Kritis
Menurut Johnson merumuskan
istilah berpikir kritis
(critical thinking) secara etimologis ia menyatakan bahwa kata
critic dan critcal berasal dari krinein yang berarti “menaksir nilai sesuatu”.
Lebih jauh ia menjelaskan bahwa kritik adalah perbuatan seseorang yang
mempertimbangkan, menghargai dan menaksirkan nilai suatu hal. Tugas orang yang
berpikir kritis adalah
menerapkan norma dan
standar yang tepat pada suatu
hasil dan mempertimbangkan
nilainya dan mengartikulasikan pertimbangan tersebut. (Supriya, 2009:143).
Sementara itu pendapat lain dikemukakan Jhonson yang mengartikan berpikir
kritis merupakan proses mental yang terorganisasi dengan baik dan berperan
dalam proses mengambil keputusan untuk memecahkan masalah dengan menganalisis
dan menginterprestasi data dalam kegiatan inquiry. Sedangkan menurut pandangan
dari Ennis mendefiniskan berpikir kritis menjelaskan bahwa berpikir kritis
adalah berpikir refletif yang berfokus pada pola pengambilan keputusan tentang
apa yang harus diyakini dan harus dilakukan. (Nurhayati, 2011:13). Dalam
pendapat lain yang disampaikan oleh John Chaffe menjelaskan bahwa bepikir
kritis sebagai berpikir untuk menyelidiki secara sistematis proses pemikir itu
sendiri. Maksudnya tidak hanya memikirkan dengan sengaja, tetapi juga meneliti
bagaimana kita dan orang lain menggunakan bukti dan logika. Hal tersebut
dimotivasi oleh keinginan untuk menemukan
jawaban dan mencapai
pemahaman. Berpikir kritis
adalah salah satu
sisi menjadi orang kritis, pikiran harus terbuka, jelas dan berdasarkan
fakta. Berdasarkan pendapat
tersebut Radho Harsanto,
menyempurnakan lagi yaitu
seorang pemikir harus mampu memberi alasan atas pilihan
keputusan yang diambilnya dan harus terbuka terhadap perbedaan keputusan
dan pendapat orang
lain serta sanggup
menyimak alasan-alasan mengapa
orang lain memiliki pendapat dan keputusan yang berbeda-beda. (Radho Harsanto,
2005:.44)
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis
adalah cara berpikir yang masuk akal atau berdasarkan nalar berupa kegiatan
mengorganisasi, menganalisis, dan mengevaluasi informasi dengan fokus untuk
menentukan hasil dari apa yang dilakukan. Informasi-informasi tersebut dapat
diperoleh dari hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi. Hal
tersebut merupakan sebuah tantangan besar yang harus dihadapi oleh guru sebagai
seorang pendidik, karena dalam kenyataannya tidak semua siswa dapat mampu
melakukan hal tersebut. Disini guru harus lebih pandai mencari solusi atau
alternatif baru, supaya dapat membantu para siswa dalam melakukan proses
berpikir.
b. Aspek
Berpikir Kritis
Menurut Santrock bahwa pemikiran kritis adalah pemikiran reflektif dan
produktif dan melibatkan bukti. Santrock menjelaskan beberapa aspek atau
pedoman bagi guru
dalam membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir kritis,
adalah sebagai berikut: (a) Guru harus
berperan sebagai pemandu
siswa dalam penyusunan
pemikiran mereka sendiri. (b)
Menggunakan pertanyaan yang berbasis pemikiran. (c) Membuktikan rasa ingin
tahu dan keintelektualan siswa.
Mendorong siswa untuk
bertanya, merenungkan,
menyelidiki, dan meneliti. (d) Memberi siswa model
peran pemikiran yang positif
bagi siswa. (Santrock, J. W, 2009:11).
Starkey mengatakan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan yang
mencakup beberapa aspek adalah sebagai berikut: (a) Melakukan pengamatan. (b)
Rasa ingin tahu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
relevan dan mencari
sumber-sumber dari yang
dibutuhkan. (c) Menguji dan memeriksa keyakinan, asumsi, dan opini dengan
fakta- fakta. (d) Menganalisis dan menetapkan
masalah. (e) Menilai validitas pertanyaan dan argument. (f) Membuat keputusan
yang bijak dan solusi yang valid. (g) Memahami logika dan argumentasi logis.
(Starkey, L, 2009:2)
Aryana mengidentifikasi adanya enam aspek atau indikator keterampilan
berpikir kritis dalam konteks pembelajaran
yaitu adalah sebag ai
berikut: (1) Merumuskan
masalah, kejadian yang menimbulkan pertanyaan kenapa dan kenapa. (2) Memberikan argumentasi,
menyatakan pendapat, gagasan atau ide kepada orang-orang yang mendengarkan. (3)
Melakukan deduksi, penalaran yang beralur dari pernyataan-pernyataan yang
bersifat umum menuju pada penyimpulan yang bersifat khusus. (4) Melakukan Induksi, proses berpikir di dalam akal kita
dari pengetahuan tentang kejadian atau peristiwa-peristiwa dan hal-hal yang
lebih kongkrit dan khusus untuk menyimpulkan pengetahuan yang lebih umum. (5)
Melakukan evaluasi, proses penilaian dan
pelaksanaan tugas seseorang atau sekelompok orang. (6) Memutuskan dan
melaksanakan tindakan, ialah sesuatu yang
dipertimbangkan terlebih dahulu dan disepakati dan melaksanakan hal
tersebut baik secara individu maupun
secara kelompok.
(Gede Putra, 2012: 201-209).
Terdapat ciri-ciri tertentu yang dapat diamati untuk mengetahui bagaimana
tingkat kemampuan berpikir kritis seseorang yaitu sebagai berikut: (1) Mengenal
secara rinci bagian- bagian dari keseluruhan. (2) Pandai mendeteksi
permasalahan. (3) Mampu membedakan ide yang relevan dengan yang tidak relevan.
(4) Mampu membedakan fakta dengan diksi atau pendapat. (5) Mampu
mengidentifikasi perbedaan-perbedaan atau kesenjangan kesenjangan informasi.
(6) Dapat membedakan argumentasi
logis dan tidak
logis. (7) Mampu membedakan kriteria atau standar
penilaian data. (8) Suka mengumpulkan data untuk membuktikan factual. (9) Dapat
membedakan diantara kritik membangun dan merusak. (10) Mampu mengidentifikasi
pandangan perspektif yang bersifat ganda yang berkaitan dengan data. (11) Mampu
menarik kesimpulan generalisasi dari data yang telah tersedia dengan data yang
diperoleh dari lapangan. (12) Mampu menarik kesimpulan dari data yang telah ada
dan terseleksi. (Cece Wijaya, 2010:72-73)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam berpikir kritis kita
harus mengetahui beberapa aspek
dan ciri yang
ada dalam berpikir
kritis tersebut sehingga argumen dan permasalahan yang
dihadapi dengan proses berpikir dan dapat terarah dengan baik serta tujuan yang
diinginkan dapat tercapai dengan baik.
c. Tujuan
berpikir kritis
Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam.
Pemahaman tersebut membuat siswa mengerti atau paham dibalik ide sehingga
mengungkapkan makna dibalik suatu kejadian. (Elaine Johnson, 2011: 2).
Adapun tujuan
berpikir kritis adalah sebagai berikut: (1) Mengembangkan kecakapan analisis.
(2) Mengembangkan kemampuan mengambil kesimpulan yang masuk akal dari
pengamatan. (3) Meningkatkan kecakapan menyimak. (4) Mengembangkan kemampuan
konsentrasi. (5) Meningkatkan kecakapan mendengar. (6) Mengembangkan kecakapan,
strategi, dan kebiasaan belajar yang terfokus. (7) Belajar tema-tema atau
istilah-istilah dan fakta-fakta.
(8) Belajar konsep-konsep dan
teori-teori. (9) Meningkatkan
kecakapan mengurai elemen-elemen yang ada dalam tema-tema dan fakta-fakta
ilmu pengetahuan. (10)
Meningkatkan
kecakapan menjabarkan unsur-unsur yang ada dalam sebuah teori. (Hisyam Zaini,
2008:141)
d. Faktor-faktor
yang mempengaruhi berpikir kritis
Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi berpikir kritis peserta didik,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1). Kondisi
fisik
Kondisi fisik adalah kebutuhan fisiologi yang paling dasar bagi manusia
untuk menjalani kehidupan. Ketika kondisi fisik siswa terganggu, sementara ia
dihadapkan pada situasi yang menuntut pemikiran yang matang untuk memecahkan
suatu masalah maka kondisi seperti ini
sangat mempengaruhi pikirannya.
Ia tidak dapat
berkonsentrasi dan berpikir cepat
karena tubuhnya tidak memungkinkan untuk bereaksi terhadap respon yanga ada.
2). Motivasi
Motivasi merupakan hasil faktor internal dan eksternal. Motivasi adalah
upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga
seseorang agar mau berbuat
sesuatu atau
memperlihatkan perilaku tertentu
yang telah direncanakan
untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Menciptakan
minat adalah cara
yang sangat baik
untuk memberi motivasi pada diri demi mencapai tujuan. Motivasi yang
tinggi terlihat dari kemampuan atau kapasitas atau daya serap dalam belajar,
mengambil resiko, menjawab pertanyaan, menentang kondisi yang tidak mau berubah
kearah yang lebih baik, mempergunakan kesalahan sebagai kesimpulan belajar,
semakin cepat memperoleh tujuan dan kepuasan, memperlihatkan tekad diri, sikap
kontruktif, memperlihatkan hasrat dan keingintahuan, serta kesediaan untuk
menyetujui hasil perilaku.
3). Kecemasan
Kecemasan timbul secara
otomatis jika individu
menerima stimulus berlebih yang melampaui untuk menanganinya (internal,
eksternal). Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat; a) konstruktif,
memotivasi individu untuk belajar dan mengadakan perubahan terutama perubahan
perasaan tidak nyaman, serta
terfokus pada kelangsungan
hidup; b) destruktif, menimbulkan
tingkah laku dan fungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik serta dapat
membatasi seseorang dalam berpikir.
4). Perkembangan
intelektual
Intelektual atau kecerdasan merupakan kemampuan mental seseorang untuk
merespon dan menyelesaikan suatu persoalan, menghubungkan satu hal dengan yang
lain dan dapat merespon dengan baik setiap stimulus. Perkembangan intelektual
tiap orang berbeda-beda disesuaikan dengan usia dan tingkah perkembangannya.
Menurut Piaget semakin bertambah umur
anak, semakin tampak jelas kecenderungan dalam kematangan proses. Sedangkan
Rath et al menyatakan bahwa salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kemampuan berpikir kritis adalah
interaksi antara pengajar dan siswa. Siswa memerlukan suasana akademik yang
memberikan kebebasan dan rasa aman bagi siswa untuk mengekspresikan pendapat
dan keputusannya selama
berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. (Zafri,
2012:3-4)
Dari penjelasan diatas
dapat disimpulkan bahwa
ada 4 hal
yang mempengaruhi berpikir kritis
peserta didik yaitu mulai dari kondisi fisik, motivasi, kecemasan, dan
pengembangan intelektual peserta didik.
B.
Kerangka Pikir
Menurut Hamdani (2011: 95) menyatakan bahwa “model inquiry adalah teknik
pengajaran dengan cara membagi tugas penelitian kelas kepada siswa”. Kerangka
pikir, menurut Ridwan (2014: 23) kerangka pikir adalah dasar pemikiran dari
penelitian yang dihubungkan
dari fakta-fakta dan
observasi. Dengan mengamati belajar siswa tanpa pemberian metode dengan
melakukan pretest yang menguji
tingkat pengetahuan siswa
terhadap materi yang disampaikan. Hal ini menjadi dasar
dalam uraian kerangka pikir apakah hubungan positif atau negative
setelah dilakukan penelitian
dengan menggunakan pendekatan
inquiry hasil posttest lebih memuaskan dibanding dengan hasil pretest sehingga
hasil belajar siswa meningkat. Kerangka pikir mengenai ada tidaknya pengaruh
pendekatan inquiry terhadap hasil mauatan IPS murid dapat dilihat pada bagan
kerangka pikir di bawah ini.
Kerangka
Berpikir
Hasil Belajar Kegiatan Pembelajaran Pembelajaran Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Tidak
Menggunakan Model Pembelajaran
Inquiry Menggunakan
Model Pembelajaran
Inquiry Pretest Posttest Analisis
(Gambar : 2.1. Kerangka Berpikir)
C.
Hipotesis
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah: Adanya pengaruh signifikan
penerapan model inquiry terhadap hasil belajar muatan IPS murid kelas V SDN
40/II Tebing Tinggi Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten Bungo Provinsi
Jambi.
Untuk keperluan pengujian statistiknya, maka hipotesis penelitian tersebut
dirumuskan dengan menggunakan uji dua pihak.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan
di Sekolah
Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten Bungo
Provinsi Jambi. Penelitian ini dilaksanakan pada
Semester Genap Tahun Ajaran 2021/2022 dan pelaksaannya di sesuaikan dengan jam muatan
IPS.
B. Setting
Subjek Penelitian
Penelitian ini merupakan
permasalahan rill dalam Penerapan Model
Pembelajaran Inquiry Dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial di Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten Bungo Provinsi Jambi Jambi tahun pelajaran 2021/2022. Subjek penelitian ini adalah penulis sebagai
peneliti, sedangkan subjek penerima PTK adalah siswa kelas V Di Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing
Tinggi Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten Bungo Provinsi Jambi tahun pelajaran 2021/2022. Adapun jumlah siswa,
yaitu 24 siswa dengan rincian 11 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan.
C.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas (PTK). Adapun jenis tindakan yang diamati adalah Penerapan Model
Pembelajaran Inquiry Pada
Mata muatan IPS Dalam
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V Di Sekolah Dasar Negeri
40/II Tebing Tinggi Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten Bungo Provinsi
Jambi, semester genap, tahun pelajaran 2021/2022.
23
Penelitian
tindakan kelas adalah yang
dilakukan
oleh
guru
di
dalam
kelasnya sendiri
melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki
kinerjanya sebagai guru, sehinggahasil belajar siswa menjadi
meningkat. Penelitian tindakan
kelas (PTK) sangat bermanfaat
bagi guru,pembelajaran
siswa,
serta bagi sekolah.
(Igak Wardani, 2010:136).
Penjelasan
diatas maka dapat disimpulkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat
diartikan sebagai proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas yang
dilakukan oleh perorangan atau kelompok pada ranah praktis yang ditujukan untuk
memperbaiki kualitas kinerja melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan
masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam
situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut.
D. Jenis dan
Sumber Data
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang dibuat oleh
peneliti untuk maksud khusus menyelesaikan permasalahan yang sedang
ditanganinya. Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber
pertama atau tempat objek penelitian dilakukan. (Sugiyono, 2009 : 137). Data
primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat
untuk pertama kalinya. Data tersebut menjadi data sekunder kalau dipergunakan
orang yang tidak berhubungan langsung dengan penelitian yang bersangkutan.
(Sugiyono, 2009 : 137).
Adapun data Primer dalam penelitian ini diantaranya :
Kepala Sekolah, Guru Bidang Studi IPS
dan Siswa-Siswi Kelas V yang berjumlah 23 orang.
b. Data
Sekunder
Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan
sendiri pengumpulannya oleh peneliti, misalnya dari biro statistik, majalah,
koran keterangan-keterangan atau publikasi lainnya. (Sugiyono, 2009:91).
Data sekunder penelitian ini
diperoleh dari dokumen yang ada di Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi
Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten Bungo Provinsi Jambi, seperti:
1) Historis dan letak
geografis Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi
Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten Bungo Provinsi Jambi
2) Struktur organisasi Sekolah
Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten Bungo
Provinsi Jambi
3) Keadaan guru dan siswa Sekolah
Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten Bungo
Provinsi Jambi
4). Keadaan sarana dan
prasarana Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi
Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten Bungo Provinsi Jambi
2.
Sumber Data
Sumber data adalah sumber di mana data dapat di
peroleh,sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah subjek di mana data
yang bersangkutan dengan penelitian itu di dapatkan. “Informasi data dalam
penelitian diperoleh melalui dua sumber, yakni lapangan dan dokumen.” (Saebeni,
2008 : 93).
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah guru bidang studi IPS dan
siswa kelas V yang berjumlah 23 orang
E.
Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini
dilaksanakan melalui dua siklus. Masing- masingsiklus terdiri dari 4 (empat)
tahapan yaitu: perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi.
Adapun alur pelaksanaan tahapan-tahapan
dalam setiap siklus dari desain PTK
model Kurt Lewin,
dapat dilihat pada Gambar di
bawah ini.
Alur pelaksanaan tahapan-tahapan dalam
setiap siklus
Perencanaan Pengamatan Pengamatan Perencanaan Refleksi Pelaksanaan Siklus I Siklus II Refleksi Pelaksanaan
(Gambar. 3:1. Alur pelaksanaan
tahapan-tahapan dalam setiap siklus)
1. Gambaran pelaksanaan siklus I dan II
a. Perencanaan
Adapun
langkah-langkah perencanaan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi :
1)
Permintaan izin dari Kepala Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten
Bungo Provinsi Jambi
2)
Mengadakan observasi untuk mengidentifikasi permasalahan yang perlu segera diatasi. Tahap ini peneliti melakukan observasi pada pembelajaran, wawancara dengan rekan guru dan siswa.
3)
Membuat lembar observasi bagi guru dan siswa untuk melihat
proses pembelajaran dengan menggunakan metode inquiry. Bagaimana aktifitas siswa dan
kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung yaitu:
a)
Menetapkan materi pelajaran dengan berpedoman pada siklus.
b)
Membuat RPP
c)
Membuat lembar
observasi untuk siswa.
d)
Menyiapkan bahan
belajar, materi dan alat evaluasi.
b. Pelaksanakan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada prinsipnya merupakan realisasi dari
suatu yang sudah direncanakan sebelumnya. Pelaksanaan adalah bentuk kegiatan atau tindakan yang dilakukan dari semua yang telah
direncanakan dengan penelitian sebagai berikut :
1)
Menyajikan materi sesuai dengan siklus dan RPP
2)
Mempelajari materi pada siklus I, II, dan III dengan
menggunakan atau menerapkan metode inquiry.
3)
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih berinteraksi,
aktif, kreatif, dan berinovasi dalam proses pembelajaran.
4)
Mengamati setiap kegiatan siswa dalam proses pembelajaran
5)
Siswa diberikan waktu untuk mengulas atau mengulangi materi
yang baru saja dipelajari secara bersama–sama.
6)
Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan
c. Tahap Pengamatan
Tahap observasi atau mengamati dalam penelitian tindakan kelas dipusatkan baik kepada proses dan kemampuan berpikir kritis
siswa maupun kepada hasil tindakan pembelajaran beserta
segala peristiwa yang melingkupnya, pada saat
dilaksanakan suatu tindakan secara bersamaan juga dilaksanakan pengamatan tentang segala sesuatu yang
terjadi dan tidak terjadi selama proses pembelajaran berlangsung.
Observasi atau
pengamatan terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung untuk mengetahui
aktivitas belajar siswa, kemampuan berpikir kritis siswa, serta untuk mengeteahui
kendala-kendala yang dihadapi dalam mengimplementasi pembelajaran yang
dilaksanakan. Adapun pengamatan dalam
penelitian ini mencangkup:
1) Mengamati
situasi kegiatan pembelajaran
2) Kemampuan
berpikir siswa dalam memecahkan masalah.
3) Keaktifan
siswa dalam pembelajaran.
4) Aktivitas
siswa ketika menyimak, mengoreksi menunjukkan gagasan ataupun ide terhadap materi pelajaran.
5) Aktifitas
siswa dalam berinteraksi antar sesama
6) Observer
mengamati aktivitas guru dalam menyampaikan materi dengan menggunakan metode inkuiri.
d. Refleksi
Refleksi adalah untuk
mengkaji keseluruhan tindakan yang telah dilakukan berdasarkan data yang telah terkumpul dan kemudian melakukan evaluasi guna menyempurnakan tindakan berikutnya (Daryanto,2014 : 40). Tahap-tahap refleksi adalah :
1) Menganalisis kekurangan yang ada pada siklus I
2) Peneliti (observer) dan guru berkolaborasi mendiskusikan
hasil analisis, kemudian dibuat perbaikan berdasarkan
kekurangan yang ada.
3) Hasil dari analisis tersebut akan menjadi pertimbangan
dalam menyusun RPP pada siklus II.
TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN
A.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Historis dan
Geografis Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi
Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi merupakan salah satu sekolah negeri yang terletak di
Desa Tebing Tinggi Kecamatan Muko-muko Bathin
VII
Kabupaten Bungo Provinsi
Jambi. Sekolah Dasar Negeri
40/II
Tebing Tinggi berdiri pada tanggal 01 Maret 1978 yang
pada awalnya berdirinya merupakan sekolah rintisan yang menggabungkan madrasah
sore dan sekolah dasar. Mesikipun Sekolah Dasar Negeri
40/II
Tebing Tinggi waktu
itu belum memliki sarana dan prasarana yang memadai, namun proses belajar
mengajar dapat berjalan dengan baik. Seinring dengan berlalunya waktu, dimana waktu
saat beridirnya Sekolah Dasar Negeri
40/II
Tebing Tinggi itu hanya memiliki 3 ruang belajar dan
hingga sekarang sudah memilki 8 ruang belajar.
Keberadaan Sekolah Dasar Negeri
40/II
Tebing Tinggi tak luput dari upaya kebersamaan
masyarakat serat warga yang berada di Desa Tebing Tinggi yang bertekad untuk
membangun sekolah di Desa Tebing Tinggi. Berkat perjuangan para tokoh
masyarakat sehingga terwujudlah Sekolah Dasar Negeri
40/II
Tebing Tinggi yang sekarang ini sudah menjadi sekolah
terakredatsi B.
Secara geografis, Sekolah Dasar Negeri
40/II Tebing Tinggi Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten Bungo Provinsi
Jambi letaknya sangat strategis dimana tidak jauh dari pemukiman warga atau masyarakat
disekitarnya sehingga memudahkan anak-anak atau orang tua mengantarkan anaknya
ke sekolah.
29
Adapaun batas dan wilayah Sekolah Dasar
Negeri 40/II Tebing Tinggi dapat dilahat sebagai berikut :
Ø Sebelah Bartat berbatsan langsung dengan
rumah warga
Ø Sebelah Timur berbatasan dengan jalan
Ø Sebelah Utara berbatasan dengan lapang
bola
Ø Sebelah Selatan berbatasan dengan rumah
penduduk. (Sumber data : Dokumentasi SDN 40/II
Tebing Tinggi tahun 2022)
Berikut profil
atau identitas Sekolah Dasar Negeri
40/II
Tebing Tinggi Kecamatan
Muko-muko Bathin VII Kabupaten Bungo Provinsi
Jambi.
Tabel : 4.1. Profil Sekolah
Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi
NO |
Identitas |
Keterangan |
1.
|
Nama Sekolah |
SD Negeri 40/II Tebing Tinggi |
2.
|
NPSN |
10500989 |
3.
|
Jenjang Pendidikan |
SD |
4.
|
Status Sekolah |
Negeri |
5.
|
Alamat Sekolah |
Tebing Tinggi |
6.
|
Kecamatan |
Muko-muko Bathin VII |
7.
|
Kabupaten |
Bungo |
8.
|
Provinsi
|
Jambi |
9.
|
Negara |
Indonesia |
10.
|
Akreditasi |
B |
11.
|
Tanggal SK Pendirian |
01 – 03 – 1978 |
12.
|
Tahun Beroperasi |
- SK |
13.
|
Izin Operasional |
- |
(Sumber data : Dokumentasi SDN 40/II Tebing Tinggi tahun 2022)
2. Visi dan Misi
Serta Tujuan SD Negeri 40/II Tebing Tinggi
a. Visi
Sesuai dengan Visi SD Negeri 40/II Tebing Tinggi: yaitu
“Terwujudnya peserta didik yang religius, cerdas, terampil, mandiri, peduli akan lingkungan Bersih, Hijau dan Sehat”.
b. Misi
Sedangkan Misi SD Negeri 40/II
Tebing Tinggi adalah:
Ø
Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama sehingga terbangun insan yang
beriman, taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
Ø
Menciptakan generasi unggul yang memiliki prestasi di bidang imtaq dan iptek.
Ø
Membentuk sumber
daya
manusia yang
aktif,
kreatif, inovatif, dan berprestasi dalam pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan perkembangan zaman.
Ø
Menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam kegiatan belajar siswa untuk mendukung pengembangan potensi peserta didik agar berkembang secara
optimal.
Ø
Membangun citra sekolah sebagai mitra terpercaya di masyarakat.
Ø
Mewujudkan keindahan dan keberhasilan lingkungan sekolah. (Sumber data : Dokumentasi SDN 40/II
Tebing Tinggi 2022)
3. Tujuan
Ø
Menanamkan
prilaku berkarakter bangsa, akhlak mulia serta kepribadian yang utuh bagi
peserta didik secara kontinu.
Ø
Meraih
prestasi akademik maupun non akademik minimal tingkat Kecamatan Bahar Selatan.
Ø
Mengusai
dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bekal untuk melanjutkan ke
sekoah yang lebih tinggi menjelang kelulusan.
Ø
Menjadi
sekolah yang diminati di masyarakat dalam jangka waktu dua tahun
Ø
Mengembangkan
kurikulum sesuai dengan perkembangan IPTEK, keadaan masyarakat dan lingkungan
dalam jangka waktu empat tahun.
Ø
Mengembangkan
keterampilan tenaga edukatif, guna meningkatkan mutu pelajaran sekolah dalam
jangka waktu dua tahun.
Ø
Mengembangkan
keterampilan peserta didik, agar mengetahui ilmu pengetahuan dan tehnologi
sejak dini dalam jangka waktu dua tahun.
Ø
Menjadi
contoh/teladan bagi sekolah-sekolah lain, sehingga timbul persaingan yang sehat
yang dapat meningkatkan mutu pendidikan di kecamatan bahar selatan dalam jangka
waktu dua tahun.
Ø
Menjalin
kerja sama dengan Institusi, khususnya dalam hal meningkatkan keterampilan dan
kecakapan peserta didik dalam jangka waktu satu semester.
Ø
Menciptakan
suasana yang harmonis antar Guru, Orang tua dan Masyarakat pada khususnya dan
sekolah-sekolah lain pada umumnya dalam jangka waktu satu semester.
Ø
Meningkatkan
pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan potensi dan minat
peserta didik dalam jangka waktu satu tahun
3. Struktur Organisasi Sekolah
Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten Bungo
Provinsi Jambi
Lembaga
pendidikan formal sebagai penyelenggaraan organisasi kerja, diselenggarakan
secara sistematis, terpimpin dan terarah, karena organisasi dilaksanakan untuk
menciptakan proses serangkaian yang terarah pada tujuan yang telah ditetapkan.
Sebagai organisasi kegiatan kerja maka untuk mencapai tujuan organisasi itu
harus disusun sebagai tata laksana yang dapat melaksanakan tugasnya
masing-masing baik tujuan umum maupun tujuan khusus menurut jenis dan
tingkatnya masing-masing.
Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi merupakan
lembaga pendidikan formal yang di dalamnya terdapat pimpinan/kepala, wakil
kepala sekolah, guru-guru, karyawan, tata usaha, dan siswa. Agar Sekolah Dasar Negeri
40/II
Tebing Tinggi dapat melaksanakan proses
pembelajaran dengan baik dan lancar perlu adanya organisasi yang terorganisir,
dengan adanya organisasi yang terorganisir sesuai dengan kompetensi setiap
individu Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi akan dapat melaksanakan proses
belajar mengajar yang efektif dan efisien. Dengan demikian pada suatu
organisasi sekolah, baik di bawah naungan langsung pemerintah maupun swasta,
besar maupun kecil tidak terlepas dari adanya struktur organisasi agar semua
pihak dapat saling bekerja sama dan tolong-menolong untuk tujuan pendidikan
tersebut. Begitulah arti pentingnya struktur organisasi pada lembaga sekolah.
Selain itu, struktur organisasi merupakan suatu tolak ukur
dalam suatu lembaga pendidikan. Organisasi yang baik dapat menunjukkan kegiatan
yang baik dan juga merupakan pendukung dalam pelaksanaan segala program kerja
yang ada di Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi.
Untuk lebih jelasnya mengenai
struktur organisasi Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi dapat di lihat sebagai
berikut:
Struktur Organisasi Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi
Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten
Bungo Provinsi Jambi
Tahun Ajaran 2021-2022
Siswa-Siswi Kepala Sekolah Utay, S.Pd. Unit perpustakaan Annisa Isnaini, S.Pd Operator Sekolah Aulia Lastari, S.Pd Kelompok Jabatan Fungsional Wali Kls I.A Rianti, S.Pd Wali Kls I.B Birroini, S.Pd.I Wali Kls II Khadijah, S.Pd.I Wali Kls III Ningsih, S.Pd Wali Kls IV.A Santria Ulfa,S.Pd Wali Kls V Andriani, S.Pd Wali Kls VI.A Humiadi, S.Pd Wali Kls IV.B Leny Darmiza Guru PAI Ena Kaswaroh. A.M.a Guru PJOK Husnur Lamarta, S.Or Guru PAI Nola Fitri, S.Pd.I
(Sumber data : Dokumentasi SDN 40/II Tebing Tinggi tahun 2022)
4. Keadaan
Guru, Karywan dan Siswa Sekolah
Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten Bungo
Provinsi Jambi
a. Keadaan Guru dan
Karyawan
Dalam proses pembelajaran,
guru merupakan komponen yang sangat penting. Karena tanpa adanya guru proses
pembelajaran tidak akan terlaksana. Kemudian seorang tidak hanya mengajar apa yang
diketahuinya semata, tetapi juga bertugas membantu siswanya mencapai kedewasaan
diri, karena guru merupakan suri tauladan yang baik dari perkataan maupun dari
segi perilakunya.
Begitu juga pada dasarnya guru sebagai
tenaga pengajar di Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi ini cukup bagus dan
berpengalaman karena sebagaian ada yang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
diperbantukan sampai saat ini, sedangkan yang lainnya diambil dari guru-guru
honor terutama lulusan S.1, bagi yang honor tersebut sering kali terjadi
pergantian dan menyatakan berhenti dengan alasan bahwa kesejahteraan tidak
sesuai dengan tenaga yang diharapkan, hal tersebut di akui oleh pihak yayasan.
Sekolah
Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi memiliki guru yang professional dan handal dalam
bidangnya masing-masing, mereka rata-rata tamatan Starata Satu. Dan semua
guru-guru disekolah ini saling bekerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan.
Untuk lebih jelasnya tentang keadaan tenaga pengajar dan Karyawan di Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi ini
dapat dilihat ada tabel beriktu ini :
Tabel : 4. 2. Keadaan guru
dan Karyawan Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing
Tinggi Tahun 2021-2022
No |
Nama |
JK |
Jabatan |
1.
|
Utay, S.Pd. SD |
P |
Kepala Sekolah |
2.
|
Lenny Darmizawati,S.Pd |
P |
Guru Kelas |
3.
|
Ena Kaswaroh, A.Ma |
P |
Guru PAI |
4.
|
Humaidi, A.Ma |
L |
Guru Kelas |
5.
|
Kiki Andriani, S.Pd |
P |
Guru Kelas |
6.
|
Santria Ulfa.AB. S.Pd |
P |
Guru Kelas |
7.
|
Birroini, S.Pd.I |
P |
Guru Kelas |
8.
|
Rianti, S.Pd |
P |
Guru Kelas |
9.
|
Nandra Ningsih, S.Pd |
P |
Guru Kelas |
10.
|
Nola Fitri |
P |
Guru PAI |
11.
|
Siti Khadijah, S.Pd.I |
P |
Guru Kelas |
12.
|
Husnur Lamarta, S.or |
L |
Guru PJOK |
13.
|
Annisa Isnaini, S.Pd |
P |
Pegawai
/ Perpustakan |
14.
|
Aulia Lastari, S.Pd |
P |
Operator
/ Sekolah |
(Sumber data : Dokumentasi SDN 40/II Tebing Tinggi tahun 2022)
Dari
tebel diastas menunjukkan bahwa keadaan guru Sekolah
Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi Tahun 2021-2022 berjumlah 12 orang. Disamping itu
dibantu beberapa karyawan untuk kelancaran administrasi sebanyak 2 orang.
b. Keadaan Siswa
Salah satu factor penunjang dalam
pendidikan adalah siswa karena siswa merupakan bagian dari unsur-unsur yang
terpenting dalam proses pendidikan. Tanpa adanya siswa mustahil pendidikan atau
proses pembelajaran tidak akan bisa berjalan dengan baik.
Siswa keberadaannya pada suatu lembaga
pendidikan sangat dibutuhkan, terlebih pelaksanaan pendidikan di sekolah siswa
merupakan subjek sekaligus objek dalam proses mentranspormasikan ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukannya
Berdasarkan data yang penulis peroleh
dari dokumentasi Sekolah Dasar Negeri 40/II
Tebing Tinggi, bahwa
siswa yang ada disekolah ini berjumlah 179 orang, dari kelas tujuh sampai kelas
Sembilan.
Tabel : 4. 3. Keadaan Siswa Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi Tahun
2021/2022.
No |
Kelas |
Jumlah |
||
Laki-laki |
Perempuan |
Jumlah |
||
1 |
I. A |
14 |
10 |
24 |
2 |
I. B |
8 |
12 |
20 |
3 |
II |
11 |
8 |
19 |
4 |
III |
11 |
18 |
29 |
5 |
IV.A |
11 |
13 |
24 |
6 |
IV.
B |
8 |
13 |
21 |
7 |
V |
8 |
14 |
22 |
8 |
VI |
11 |
9 |
20 |
Jumlah |
80 |
82 |
179 |
(Sumber data : Dokumentasi SDN 40/II Tebing Tinggi tahun 2022)
5. Keadaan Sarana
dan Prasarana Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi
Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten Bungo Provinsi Jambi
Sarana dan prasarana yang dimaksud
adalah segala sesuatu yang dapat menunjang terselenggaranya program pendidikan
atau proses pembelajaran di Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi. Sedangkan
sisa yang lainnya merupakan pekarangan sekolah yang sebagian besar digunakan
untuk lapangan Badminton, lapangan Volly dan lapangan untuk kegiatan upacara
Bendera setiap hari Senin.
Sarana
pendidikan adalah fasilitas-fasilitas yang digunakan secara langsung dalam
proses belajar mengajar agar tujuan pembelajaran tercapai. Sedangkan prasarana
pendidikan merupakan segala sesuatu yang secara tidak langsung menunjang proses
pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan menjadi penting karena mutu
pendidikan dapat ditingkatkan melalui pengadaan sarana dan prasarana.
Pemerintah
melalui menteri pendidikan menerbitkan peraturan pemerintah No. 24 tahun 2007
tentang standar sarana dan prasarana. Standar sarana dan prasarana berdasarkan
PP No.19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan merupakan standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang
belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium,
tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain,
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi. Sarana
dan prasarana pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi ini
kalau di tinjau dari segi kemampuan yang ada belum memadai karena masih masih
terdapat kekuarangan fasilitas-fasiltas pendukung dalam proses pengajaran.
Untuk
lebih jelasnya mengenai sarana dan fasilitas yang ada di Sekolah
Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi akan
dijelaskan di tabel berikut:
Tabel : 4.4. Keadaan Sarana dan
Prasarana Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi Tahun 2021/2022
No |
Jenis Ruang |
Jml |
Keadaan |
||
Baik |
Rusak ringan |
Rusak
berat |
|||
1. |
Ruang Kepsek |
1 |
√ |
|
|
|
Ruang Guru |
1 |
√ |
|
|
|
Ruang Operasioal |
1 |
√ |
|
|
|
Ruang Kelas |
8 |
√ |
|
|
|
Kursi dan Meja Siswa |
178 |
√ |
|
|
|
Mushola |
1 |
√ |
|
|
|
Perpustakaan |
1 |
√ |
|
|
|
UKS |
1 |
√ |
|
|
|
Gudang |
1 |
√ |
|
|
|
Wc guru |
2 |
√ |
|
|
|
Wc murid |
4 |
√ |
|
|
|
Lapangan
volly |
1 |
√ |
|
|
|
Pos Kemanaan |
1 |
√ |
|
|
|
Tempat parkir |
1 |
√ |
|
|
(Sumber data : Dokumentasi SDN 40/II
Tebing Tinggi tahun 2022)
B. Penjelasan Data Per-siklus
1.
Pra-Siklus
Pra-Siklus penulis lakukan untuk menguji sejauh mana kemampuan
berpikir kritis siswa dalam muatan IPS di kelas V Sekolah Dasar Negeri 40/II
Tebing Tinggi. Peneliti melakukan observasi dengan
guru kelas sehingga menemukan permasalahan berupa kemampuan berpikir kritis
siswa yang masih rendah, terutama pada mata
pelajaran muatan IPS
yang membahas tentang ilmu sosial. Dalam menganalisis suatu masalah
siswa masih mengalami kesulitan. Dari hasil observasi tersebut diperoleh
gambaran bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan masih menggunakan metode
ceramah yang hanya berpusat pada guru, dimana masih kurang melibatkan siswa
untuk mencoba dan mencari sendiri sumber untuk bahan pembelajaran serta dalam
proses pembelajaran tidak mengaitkan materi dengan pengalaman siswa, sehingga
tingkat berpikir kritis untuk menganalisis masih sangat rendah.
Kegiatan penelitian tahap awal ini,
dilakukan peneliti dalam rangka pengambilan data untuk mengetahui kondisi awal
dari siswa mengerjakan tes berupa soal uraian sebelum melakukan tindakan. Peneliti
menggunakan nilai siswa mengerjakan soal uraian pada semester genap tahun 2021-2022.
Dari data awal pengamatan peneliti di Sekolah Dasar Negeri 40/II
Tebing Tinggi pada siswa kelas V pada mata pelajaran muatan IPS dapat diihat
pada tabel berikut ini :
Tabel :
4.5. Data awal Pra-Siklus nilai soal IPS siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi Tahun
2021/2022
Nama |
Nilai |
Keterangan |
|
1 |
AR |
75 |
Tuntas |
2 |
A |
41 |
Belum
Tuntas |
3 |
AA |
65 |
Belum
Tuntas |
4 |
ANS |
52 |
Belum
Tuntas |
5 |
BRP |
36 |
Belum
Tuntas |
6 |
DA |
78 |
Tuntas |
7 |
DP |
65 |
Belum
Tuntas |
8 |
HDP |
75 |
Tuntas |
9 |
HZ |
55 |
Belum
Tuntas |
10 |
IPS |
42 |
Belum
Tuntas |
11 |
ISH |
76 |
Tuntas |
12 |
JP |
75 |
Tuntas |
13 |
K |
70 |
Belum
Tuntas |
14 |
LNP |
65 |
Belum
Tuntas |
15 |
MBR |
80 |
Tuntas |
16 |
MR |
50 |
Belum
Tuntas |
17 |
RA |
52 |
Belum
Tuntas |
18 |
RD |
75 |
Tuntas |
19 |
SB |
75 |
Tuntas |
20 |
S |
45 |
Belum
Tuntas |
21 |
SM |
75 |
Tuntas |
22 |
YOV |
53 |
Belum
Tuntas |
23 |
YD |
77 |
Tuntas |
24 |
ZP |
50 |
Belum
Tuntas |
Jumlah |
1502 |
||
Nilai Rata-rata Kelas |
62,58 |
||
Jumlah siswa yang
sudah mendapat nilai ≥75 |
10 |
||
Presentase siswa
yang mendapat nilai ≥75 |
42% |
Berikut peneliti tampilkan diagram hasil Pra-Siklus nilai soal uraian
IPS siswa kelas V Sekolah
Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi.
Berdasarkan tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa
nilai
rata-rata
sebelum dilakukan tindakan
hanya mencapai 62,59.
Persentase
siswa yang
mendapat nilai ≥75 adalah 42% dan yang mendapat nilai ≤75
sebanyak 58%, artinya kurang
dari
separuh jumlah siswa di kelas V Sekolah Dasar
Negeri 40/II Tebing Tinggi yang dapat memenuhi KKM, sehingga dapat dikatakan nilai yang dicapai
siswa dalam mengerjakan tes uraian pada muatan
IPS di kelas V Sekolah Dasar
Negeri 40/II Tebing Tinggi masih sangat rendah.
Tindakan yang
akan
dilakukan peneliti dengan berkolaborasi
bersama
guru kelas
V
adalah
dengan menganalisis UTS tersebut dengan menindaklanjutinya
melalui kegiatan muatan IPS menggunakan metode inquiry yang
diyakini dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis
siswa.
a. Perencanaan Siklus I
Sebelum peneliti melanjutkan pada Siklus I,
penulis tentunya mengambil data awal yang didapat berupa nilai dari
hasil pre-test menjadi acuan untuk melaksanakan tindakan siklus I. Hal ini
bertujuan untuk memperoleh suatu peningkatan dari kemampuan berpikir kritis
siswa terutama dalam muatan IPS kelas V Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi
yang nantinya akan dipandu melalui metode inquiry.
Pada
tahap ini, peneliti
dan guru mengaitkan rencana yang akan dibuat dengan
masalah yang ditemukan pada saat observasi langsung (kondisi awal) yaitu
aktivitas siswa pada saat pembelajaran
dan kemampuan berpikir
kritis siswa dalam pembelajaran IPS.
Peneliti selanjutnya merancang
pelaksanaan tindakan yang akan dilaksanakan antara lain sebagai berikut
:
1)
Menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
dalam penyusunan RPP materi yang akan digunakan ialah tentang
permasalahan sosial. Materi ini yang akan digunakan pada metode pembelajaran
inquiry pada pelaksanaan pembelajaran. Pembuatan desain
RPP tersebut berdasarkan persetujuan
dosen pembimbing yang mana
akan didiskusikan terlebih
dahulu bersama guru kelas sebelum pelaksanaan.
2)
Menyusun lembar observasi
Penyusunan lembar observasi tersebut yang
memuat aspek- aspek pembelajaran menggunakan metode inquiry. Lembar observasi
untuk mengamati proses pembelajaran menggunakan metode inquiry. Adapun
observasi ditujukan pada guru dan siswa. Menyusun dan mempersiapkan lembar
observasi untuk mengamati keterlaksanaan pembelajaran tentang kemampuan berpikir kritis siswa dalam
pelaksanaan diskusi kelompok menggunakan metode pembelajaran inquiry.
3) Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS)
4) Pembentukan
kelompok dilakukan secara
heterogen berdasarkan jenis kelamin.
5) Menyiapkan media pembelajaran berupa gambar.
6) Menyusun soal tes evaluasi yang akan
dilakukan pada akhir siklus I.
7) Menyiapkan
kamera untuk mengambil
foto aktivitas guru maupun siswa dalam berlangsungnya proses
pembelajaran.
b. Pelaksanaan
Tindakan Siklus I
Tahap kedua dari penelitian ini adalah
pelaksanaan tindakan. Guru melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana
pembelajaran yang telah disusun oleh peneliti yang sebelumnya telah
dikonsultasikan dan didiskusikan dengan guru kelas. Pelaksanaan tindakan siklus
I dilakukan dengan cara berkolaborasi oleh guru dan peneliti.
Peneliti sebagai asisten
guru yang bertugas
untuk mengamati secara
langsung semua
kegiatan muatan
IPS mulai dari awal hingga akhir,
dimana
pembelajaran yang
dilaksanakan menggunakan metode pembelajaran inquiry.
Peneliti mengamati pelaksanaan metode
inquiry yang dilaksanakan oleh guru maupun siswa.
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus
I ini dilaksanakan berdasarkan tahap-tahap pembelajaran menggunakan metode
inquiry. Pelaksanaan awal diawali dengan pengarahan dari guru terlebih dahulu
dimana pembelajaran yang
dilakukan menggunakan metode inquiry dimana siswa diminta agar lebih
aktif untuk mencari tahu sendiri sumber yang relevan atas permasalahan yang
diperoleh, kemudian tindakan siklus I ini dilaksanakan dalam tiga kali
pertemuan untuk pelaksanaan pembelajaran serta satu kali pertemuan untuk tes
evaluasi tindakan pada siklus I.
Pelaksanaan
tindakan dilakukan tiga tindakan yaitu pembukaan, inti dan penutup.
1). Pembukaan
Pelaksanaan
tindakan pembukan dilkukan sebgai berikut :
a). Sebelum kegiatan
pembelajaran dimulai,
siswa
diminta
untuk mempersiapkan baik buku tulis maupun buku pegangan siswa IPS kelas V
b). Setelah guru menyampaikan apersepsi, siswa dituntut untuk melanjutkan
materi yang
disampaikan, materi tersebut pada pertemuan ini
c). Setelah memberitahukan tentang materi yang
akan dipelajari, guru
menyampaikan tujuan dalam memperlajari materi
d). Selanjutnya guru menjelaskan kegiatan yang
akan
dilaksanakan
dalam pembelajaran tersebut
e). Guru
mengajak siswa untuk
memperhatikan penjelasan yang diberikan
oleh guru tentang
pengertian dari
f). Siswa diminta
untuk mengerjakan lembar
evaluasi yang dibagikan oleh
guru dengan tujuan
untuk mengukur pemahaman siswa
dalam menangkap materi
permasalahan sosial serta permasalahan sosial yang ada dilingkungan
sekitar
2). Inti
a)
Guru membuka kegiatan pembelajaran
dengan menyampaikan materi yang sudah
dibahas sebelumnya dan
memberikan apersepsi dengan menanyakan kepada siswa
b)
Siswa mendengarkan
penjelasan
guru
terkait
apersepsi berupa
pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan oleh guru
c)
Siswa diminta untuk membentuk menjadi 4 kelompok yang beranggotakan 6 orang
tiap
kelompok
3). Kegiatan Penutup
a)
Siswa diminta untuk
mengemukakan pendapat, karena
pada
LKS
yang dibagikan siswa secara berdiskusi diminta untuk mengidentifikasi faktor penyebab terjadinya permasalahan
b)
Siswa mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya, serta kelompok lain diminta untuk
memberikan solusi serta pendapat tentang permasalahan sosial yang dibahas
c)
Siswa diberi kesempatan untuk
menyimpulkan materi
pembelajaran
Tindakan akan
dilakukan penilaian hasil
siklus I, adapun penilaian hasil siklus I terdiri dari
hasil tes dan hasil observasi
a). Hasil tes
Hasil tes dari
pelaksanaan pembelajaran menggunakan
metode inquiry untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada
siklus I dilakukan oleh guru, peneliti, dan observer memiliki tujuan untuk
mengetahui sejauh mana pemahaman siswa atas materi yang disampaikan dengan
menggunakan metode inquiry ini untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa dengan materi yang telah disampaikan mengenai permasalahan sosial tindak
kejahatan perampokan, masalah sampah, dan pencemaran lingkungan yang dilaksanakan
pada pertemuan ketiga. Berdasarkan hasil tes evaluasi tindakan yang telah
dilakukan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel :
4.6. Data awal Siklus I nilai soal uraian IPS siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi Tahun
2021/2022
Nama |
Nilai |
Keterangan |
|
1 |
AR |
75 |
Tuntas |
2 |
A |
41 |
Belum Tuntas |
3 |
AA |
76 |
Tuntas |
4 |
ANS |
75 |
Tuntas |
5 |
BRP |
60 |
Belum Tuntas |
6 |
DA |
78 |
Tuntas |
7 |
DP |
65 |
Belum Tuntas |
8 |
HDP |
75 |
Tuntas |
9 |
HZ |
78 |
Tuntas |
10 |
IPS |
42 |
Belum Tuntas |
11 |
ISH |
76 |
Tuntas |
12 |
JP |
75 |
Tuntas |
13 |
K |
78 |
Tuntas |
14 |
LNP |
65 |
Belum Tuntas |
15 |
MBR |
80 |
Tuntas |
16 |
MR |
50 |
Belum Tuntas |
17 |
RA |
77 |
Tuntas |
18 |
RD |
75 |
Tuntas |
19 |
SB |
80 |
Tuntas |
20 |
S |
45 |
Belum Tuntas |
21 |
SM |
75 |
Tuntas |
22 |
YOV |
76 |
Tuntas |
23 |
YD |
77 |
Tuntas |
24 |
ZP |
66 |
Belum Tuntas |
Jumlah |
1660 |
Belum Tuntas |
|
Nilai Rata-rata Kelas |
69,17 |
||
Jumlah siswa yang
sudah mendapat nilai ≥75 |
16 |
||
Presentase siswa
yang mendapat nilai ≥75 |
67% |
Berikut diagram hasil evaluasi
yang dilakukan pada Pra-Siklus dan siklus I
b). Hasil Observasi
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dalam kegiatan
pembelajaran menggunakan metode pembelajaran inquiry untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa dalam mengikuti muatan IPS. Pengamatan
dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk memperoleh data tentang kemampuan
berpikir kritis siswa pada muatan IPS menggunakan metode inquiry yang
didapatkan melalui aktivitas guru dan siswa menggunakan lembar observasi serta
lembar tes evaluasi tindakan
Tabel : 4.7. Hasil Lembar Observasi
Guru
No. |
Aspek yang diamati |
Realisasi
tiap pertemuan |
||
1 |
2 |
3 |
||
1. |
Memberikan
topik permasalahan |
√ |
√ |
√ |
2. |
Memberi gambaran
umum dalam mendeskripsikan masalah |
- |
√ |
- |
3. |
Mengarahkan
siswa untuk menentukan jenis masalah |
√ |
√ |
√ |
4. |
Guru membimbing siswa untuk menjabarkan masalah |
√ |
√ |
- |
5. |
Guru mengarahkan siswa untuk membuat hipotesis
dan solusi yang diberikan |
√ |
√ |
√ |
6. |
Guru mendampingi siswa menentukan solusi untuk
menangani kasus |
√ |
√ |
√ |
7. |
Guru memfasilitasi diskusi untuk mengumpulkan informasi
atau data |
√ |
√ |
√ |
8. |
Membimbing serta
mengarahkan
siswa untuk membuat
kesimpulan |
√ |
√ |
√ |
Banyak tanda centang |
6 |
8 |
6 |
|
Skor aktivitas
guru |
75 |
100 |
75 |
Pada pertemuan ke-2 guru sudah cukup baik membimbing siswa
dalam mengidentifikasi permasalahan
pada setiap kelompok. Sedangkan dalam
pertemuan ke-3 selain tidak memberikan gambaran umum dalam mendeskripsikan
suatu masalah, guru juga tidak membimbing siswa untuk menjabarkan suatu masalah
karena siswa sudah memiliki secara rinci
deskripsi dari suatu
masalah pada artikel
yang dibawa oleh siswa.
Tabel : 4.8. Hasil Lembar Observasi
Siswa
No. |
Aspek yang diamati |
Realisasi
tiap pertemuan |
||
1 |
2 |
3 |
||
1. |
Mengenali gejala |
- |
- |
√ |
2. |
Mendeskripsikan suatu persoalan |
√ |
√ |
√ |
3. |
Menentukan jenis masalah |
√ |
√ |
√ |
4. |
Menjabarkan
masalah yang sudah ditentukan
menjadi ide-ide yang jelas |
- |
√ |
√ |
5. |
Membuat perkiraan
kemungkinan penyebab masalah |
√ |
√ |
√ |
6. |
Membuat perkiraan
kemungkinan akibat yang timbul dan
jenis bantuan yang diberikan |
√ |
√ |
√ |
7. |
Menentukan langkah-langkah menangani
dan mengungkap
kasus |
- |
√ |
√ |
8. |
Perkiraan
penggunaan
alat dalam mengumpulkan informasi
atau data |
√ |
- |
√ |
9. |
Melihat
jenis
informasi atau data yang diperlukan |
√ |
√ |
√ |
10. |
Membuat kesimpulan |
√ |
√ |
√ |
Banyaknya tanda
centang |
7 |
8 |
10 |
|
Skor aktivitas
siswa |
70 |
80 |
100 |
Berdasarkan hasil
tes maupun hasil
observasi tindakan siklus
I mencapai tujuan yang diharapkan dalam muatan IPS menggunakan inquiry
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis belum sesuai dengan kriteria
keberhasilan yang ditetapkan.
Maka
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan inquiry perlu dilanjutkan pada siklus
berikutnya dengan merancang dan mengkaji lebih baik lagi persiapan pembelajaran
yang akan dilakukan.
Adapun
kekurangan yang muncul pada tindakan siklus I yaitu sebagai berikut :
1)
Siswa
masih banyak yang belum
berani menyampaikan pendapatnya kepada teman-temannya dan guru
2)
Siswa
belum bisa menganalisis sendiri faktor penyebab dari permasalahan yang sedang
dibahas tanpa arahan dari guru
3)
siswa masih
belum memiliki keberanian untuk
menyampaikan hasil diskusinya
kepada guru dan teman-temannya
Dari
hasil refleksi dan dari hasil tes evaluasi siklus I yang perlu diperbaiki pada
tindakan siklus berikutnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Tabel : 4.9. Hasil refleksi dan dari hasil tes evaluasi
siklus I yang perlu diperbaiki pada tindakan siklus II
Kekurangan tindakan
siklus I |
Rencana
tindakan siklus II |
|
1. |
Berdasarkan hasil tes
evaluasi tindakan
pada siklus I,
skor yang didapatkan siswa dalam mengerjakan tes evaluasi yang
mana KKM yang ditentukan
≥75 dari 24 siswa yang
mendapatkan skor ≥75 sebanyak 16 siswa dan yang
mendapatkan skor ≤75 sebanyak 8 siswa. |
Presentase yang diharapkan siswa
mampu menegrjakan tes
evaluasi yang memiliki tujuan untuk mengukur berpikir kritis pada siklus I perlu
diusahakan mencapai
indicator keberhasilan yang diharapkan 75%, sehingga
siklus perlu dilanjutkan. |
2. |
Masih terdapat beberapa
soal
yang belum
mampu dipahami serta diselesaikan oleh siswa pada tes
evaluasi yaitu, siswa masih belum memahami
dan mampu menyelesaikan soal tentang menganalisis suatu permasalahan yang
harus diselesaikan pada soal
tes evaluasi tersebut. |
Memberikan
serta menerapkan
soal-soal pada
tes evaluasi tentang menganalisis pada siklus
selanjutnya dengan
materi yang
akan dilanjutkan pada permasalahan
sosial yang selanjutnya. |
a. Perencanaan
Siklus II
Perencanaan yang akan dilaksanakan
pada siklus II berdasarkan pada hasil refleksi siklus I. pada dasarnya
pelaksanaan siklus II ini sama seperti pelaksanaan pada siklus I, namun materi
yang dipelajari pada siklus II ini merupakan kelanjutan dari materi pada siklus I yaitu tentang
permasalahan sosial dengan menggunakan
metode inquiry. Hal-hal yang akan dilaksanakan
dalam perencanaan siklus
II adalah sebagai berikut:
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disusun oleh peneliti berdasarkan
refleksi siklus I. Penyusunan RPP yang mana akan didiskusikan terlebih dahulu
bersama guru kelas sebelum pelaksanaan dan selaku pelaksana tindakan. Materi
yang akan dibahas pada siklus II ini melanjutkan dari siklus I yaitu
permasalahan sosial. Melihat dari materi yang akan dipelajari pada siklus II
ini maka pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode pembelajaran inquiry pada
materi tersebut direncanakan
akan dilakukan selama empat kali pertemuan, yang terdiri
dari tiga kali pertemuan untuk proses pelaksanaan tindakan siklus II dan satu
kali pertemuan untuk melakukan tes evaluasi siklus II
2) Mempersiapkan Media Pembelajaran
Media pembelajaran yang akan digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran
yaitu buku pegangan BSE IPS kelas V, LKS serta lembar evaluasi pada akhir
pelaksanaan tindakan siklus II
3) Menyusun Lembar Observasi
Lembar observasi yang akan digunakan pada
pelaksanaan tindakan siklus II untuk melihat proses pelaksanaan tersebut
menggunakan lembar observasi yang digunakan pada tindakan siklus I
4) Menyusun Tes Evaluasi Tindakan Siklus II
Tes
evaluasi siklus II
dilaksanakan pada pertemuan
keempat dimana tes evaluasi dikerjakan secara individu oleh siswa. Soal
evaluasi tindakan siklus II ini yang akan diberikan kepada siswa sama dengan
soal yang diberikan pada tes evaluasi siklus I, hanya saja terdapat perbedaan
pada pembahasan materinya.
b. Pelaksanaan
Siklus II
Pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan guru
dan peneliti sebagai
tindak lanjut dari
hasil refleksi siklus I.
Pelaksanaan tindakan ini dilakukan dengan melanjutkan materi sebelumnya,
pelaksanaan tindakan diawali dengan pemberitahuan terlebih dahulu kepada siswa
bahwa pembelajaran untuk pertemuan selanjutnya masih sama dengan menggunakan
langkah-langkah metode inquiry seperti
pada saat tindakan siklus I sehingga siswa diminta untuk lebih serius
sertalebih konsentrasi dalam pelaksanaan tindakan siklus II. Setelah dilakukan
pelaksanaan pembelajaran sebanyak tiga kali pertemuan, maka satu kali pertemuan
akan dilakukan untuk melaksanakan evaluasi tindakan siklus II.
Adapun pelaksanaan tindakan siklus
II adalah sebagai berikut :
1). Kegiatan
Pembukaan
a) Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai siswa berdoa bersama yang dipimpin oleh ketua kelas
b) Guru mengkondisikan siswa
untuk siap melaksanakan kegiatan pembelajaran
c) Siswa diminta untuk
mendengarkan terlebih dahulu
penjelasan guru mengenai apa yang
disebut dengan perilaku tidak disiplin
2). Kegiatan inti
a) Siswa dipinta untuk
mengerjakan LKS yang
telah dibagikan oelh guru
b) Siswa diminta untuk mempresentasikan hasil kerjanya didepan kelas
c) Siswa diberi kesempatan
untuk menanyakan materi
yang belum dipahami
3. Kegiatan Penutup
a) Guru memberikan penguatan
atas hasil yang
disampaikan pada tiap kelompok yang maju untuk presentasi
b) Siswa dan guru bersama-sama membuat kesimpulan atas materi tindak
kejahatan yang telah dipelajari
1). Hasil Tes
Pelaksanaan tes evaluasi tindakan siklus II
dilaksanakan pada pertemuan keempat. Guru, peneliti serta observer melaksanakan
tes evaluasi siklus II
ini seperti yang
dilakukan pada siklus
I yang bertujuan untuk mengukur
sejauh mana kemampuan berpikir kritis siswa serta pemahaman siswa mengenai
materi yang telah dipelajari pada pelaksanaan tindakan siklus II ini.
Berdasarkan hasil tes evaluasi tindakan siklus II dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel : 4.10. Hasil tes evaluasi tindakan siklus II
Nama |
Nilai |
Keterangan |
|
1 |
AR |
75 |
Tuntas |
2 |
A |
41 |
Belum Tuntas |
3 |
AA |
76 |
Tuntas |
4 |
ANS |
75 |
Tuntas |
5 |
BRP |
75 |
Tuntas |
6 |
DA |
78 |
Tuntas |
7 |
DP |
77 |
Tuntas |
8 |
HDP |
75 |
Tuntas |
9 |
HZ |
78 |
Tuntas |
10 |
IPS |
42 |
Belum Tuntas |
11 |
ISH |
76 |
Tuntas |
12 |
JP |
75 |
Tuntas |
13 |
K |
78 |
Tuntas |
14 |
LNP |
65 |
Belum Tuntas |
15 |
MBR |
80 |
Tuntas |
16 |
MR |
50 |
Belum Tuntas |
17 |
RA |
77 |
Tuntas |
18 |
RD |
75 |
Tuntas |
19 |
SB |
80 |
Tuntas |
20 |
S |
45 |
Belum Tuntas |
21 |
SM |
75 |
Tuntas |
22 |
YOV |
76 |
Tuntas |
23 |
YD |
77 |
Tuntas |
24 |
ZP |
80 |
Tuntas |
Jumlah |
1701 |
||
Nilai Rata-rata Kelas |
70.87 |
||
Jumlah
siswa yang sudah
mendapat nilai ≥75 |
19 |
||
Presentase
siswa yang
mendapat nilai ≥75 |
79% |
Berikut peneliti
tampilkan diagram
hasil Siklus II nilai soal
uraian IPS siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi.
2). Hasil Observasi
Observasi
dilakukan peneliti sebagai pengamat tindakan. Observasi tindakan bertujuan
untuk memperoleh data tentang keberhasilan melaksanakan pembelajaran dengan
menggunakan metode inquiry untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa
pada muatan IPS yang diperoleh melalui alat pengumpulan data berupa lembar
pengamatan aktivitas guru dan siswa serta tes evaluasi tindakan dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Berikut data hasil observasi tindakan siklus
II adalah sebagai berikut.
Tabel : 4.11. Hasil lembar observasi guru pada tindakan
siklus II
Aspek yang diamati |
Realisasi tiap
pertemuan |
|||
1 |
2 |
3 |
||
1. |
Memberikan
topik permasalahan |
√ |
√ |
√ |
2. |
Memberi gambaran
umum dalam mendeskripsikan masalah |
√ |
√ |
√ |
3. |
Mengarahkan
siswa untuk menentukan jenis masalah |
√ |
√ |
√ |
4. |
Guru membimbing siswa untuk menjabarkan masalah |
√ |
√ |
√ |
5. |
Guru mengarahkan siswa untuk membuat hipotesis dan solusi yang diberikan |
√ |
√ |
√ |
6. |
Guru mendampingi siswa
menentukan solusi untuk menangani
kasus |
√ |
√ |
√ |
7. |
Guru memfasilitasi diskusi untuk mengumpulkan informasi
atau data |
√ |
√ |
√ |
8. |
Membimbing serta
mengarahkan siswa untuk
membuat
kesimpulan |
√ |
√ |
√ |
Banyak tanda centang |
8 |
8 |
8 |
|
Skor aktivitas
guru |
100 |
100 |
100 |
Tabel :
4.12. Hasil lembar observasi siswa pada
siklus II
No. |
Aspek yang diamati |
Realisasi tiap pertemuan |
||
1 |
2 |
3 |
||
1. |
Mengenali gejala |
√ |
√ |
√ |
2. |
Mendeskripsikan suatu persoalan |
√ |
√ |
√ |
3. |
Menentukan jenis masalah |
√ |
√ |
√ |
4. |
Menjabarkan
masalah yang sudah ditentukan
menjadi ide-ide yang jelas |
√ |
√ |
√ |
5. |
Membuat perkiraan
kemungkinan penyebab
masalah |
√ |
√ |
√ |
6. |
Membuat perkiraan
kemungkinan akibat
yang timbul dan jenis bantuan yang diberikan |
√ |
√ |
√ |
7. |
Menentukan
langkah-langkah
menangani dan mengungkap
kasus |
√ |
√ |
√ |
8. |
Perkiraan
penggunaan
alat dalam
mengumpulkan informasi atau
data |
√ |
√ |
√ |
9. |
Melihat
jenis informasi
atau data
yang diperlukan |
√ |
√ |
√ |
10. |
Membuat kesimpulan |
√ |
√ |
√ |
Banyaknya tanda
centang |
10 |
10 |
10 |
|
Skor aktivitas
siswa |
100 |
100 |
100 |
d.
Refleksi Tindakan Siklus II
Pada
siklus II pelaksanaan muatan IPS dengan menggunakan metode inquiry ini sudah
berjalan dengan lancar, baik dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Hal
ini dapat dilihat dari kekurangan yang ada disiklus I telah diperbaiki pada
pelaksanaan tindakan siklus II baik dari proses pelaksanaan pembelajaran hingga
tes evaluasi yang diberikan. Hal ini dapat dilihat dari siswa yang mendapat
skor ≥75 sebanyak 19 siswa dengan presentase 79%.
Berdasarkan hasil
refleksi pada siklus II maka
tindakan yang dilakukan dalam
siklus dihentikan, karena hasil yang diharapkan sudah maksimal dan sesuai
dengan indikator keberhasilan yang diharapkan
C. Pembahasan
Penelitian ini merupakan penelitian
tindakan kelas yang dilakukan
selama 2
siklus yang terdiri
dari pelaksanaan tindakan
siklus I dan pelaksanaan tindakan siklus II.
Pelaksanaan tindakan tiap siklus dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan. Dalam
pelaksanaan tiap pertemuan tidak terlepas dari beberapa tahapan diantaranya
tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Dalam pelaksanaan
tindakan siklus II merupakan perbaikan dari siklus I berdasarkan perolehan data
melalui tes evaluasi dan lembar observasi yang digunakan dalam pengumpulan
data. Dari hasil pengumpulan data yang diperoleh dari tes evaluasi akan
digunakan untuk mengukur tingkatan kemampuan
berpikir kritis siswa
dalam muatan IPS
dengan menggunakan metode pembelajaran
inquiry pada siswa
kelas V Sekolah Dasar
Negeri 40/II Tebing Tinggi.
Pembelajaran
menggunakan metode inquiry ini merupakan pembelajaran berawal dari suatu
permasalahan serta bagaimana cara penyelesaian masalah tersebut, dengan
pembelajaran menggunakan metode ini diharapkan dapat membantu meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa pada muatan IPS. Seperti yang dijelaskan bahwa
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode inquiry berbentuk penjelasan
tentang masalah,kejadian atau situasi tertentu, kemudian siswa ditugasi mencari
alternatif pemecahanya. Metode inquiry digunakan untuk mengembangkan berfikir
kritis dan menemukan solusi baru dari suatu topik yang dipecahkan.
Berdasarkan
skor tes evaluasi tindakan siklus I, jumlah siswa yang mendapat skor ≥75
mengalami perubahan yang sangat signifikan dimana pada siklus I
siswa berhasil mendapat
skor ≥75 sebesar
16 siswa jika dipresentasikan 67% dari 24 siswa,
sedangkan pada hasil tes evaluasi tindakan siklus II
siswa berhasil mendapatkan
skor ≥75 sebesar
19 siswa jika dipresentasikan menjadi 79%, peningkatan
pada tindakan siklus I sampai pada siklus II yaitu sebesar 12% sehingga
pelaksanaan tindakan siklus II sudah memenuhi kriteria yang diinginkan yaitu
sebanyak 75% siswa mampu menyelesaikan tes evaluasi tindakan siklus II ini yang
bertujuan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis pada pelaksanaan muatan IPS
dengan menggunakan metode inquiry.
Berikut peneliti tampilkan diagram
dokumentasi hasil nilai
siswa kelas V Sekolah
Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi dari Pra-Siklus, Siklus I dan Siklus II.
Diagaram
diatas sangalah jelas dan menunjukkan bahwa Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Dalam
Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial Di Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten Bungo Provinsi Jambi dapat meningkat skor hasil akhir dalam
proses pembelajaran.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dilakukan dan diuraikan pada bab sebelumnya mengenai Penerapan Model
Pembelajaran Inquiry Dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial di Sekolah Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi Kecamatan Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten Bungo Provinsi Jambi, maka dapatlah diambil kesimpulan
bahwa setelah penerapan model pembelajaran
inquiry terhadap kemampuan berpikir kritis siswa muatan IPS kelas V Sekolah
Dasar Negeri 40/II Tebing Tinggi Kecamatan
Muko-Muko Bahtin VII Kabupaten
Bungo Provinsi Jambi menunjukkan hasil yang sangat signifikan dimana
adanya peningkatan ketuntasan pada siklus I. Hal ini terlihat dari meningkatnya
hasil tes yakni pada pra tindakan presentasenya 41%, pada siklus I meningkat
menjadi 66% dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 87%.
B. Kritik dan Saran
Peneliti menyadari bahwa dalam pelaksanaan
kegiatan penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan, baik dari segi metode
maupun lembar kerja siswa yang masih terdapat kelemahan. Oleh karena itu adanya
kritik dan saran bagi penulis dalam kesempurnaan dalam penelitian ini sangat
diharapkan. Penulis menyadari bahwa keberhasilan pembelajaran dengan
menggunakan metode inquiry merupakan salah satu cara guru untuk merancang dan
melaksanakan pembelajaran guna meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa secara langsung, dalam
menentukan konsep pembelajaran.
Disamping itu penulis juga ingin
memberikan saran sebagai berikut :
1. Guru
59
b) Bagi guru
yang lain juga dapat menerapkan bahwa
dalam pelaksanaan pembelajaran yang lain
atau pada materi maupun mata
pelajaran lain juga dapat digunakan metode inquiry ini
dimana metode ini kiranya dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
2. Bagi Siswa
Hendaklah kepada siswa, khususnya siswa
kelas V untuk dapat megikuti pelajaran dengan baik, dengan memperhatikan materi
yang disampaikan guru. Rajin-rajinlah belajar karena kesungguhan dalam belajar
sagatlah menentukan kesukses kalian pada masa yang akan datanga.
3. Pihak Sekolah
Disamping guru atau wali kelas yang
berperan di kelas, tentunya perlu pihak sekolah memberikan dukungan agar guru
dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik serta adanya kerjasama antara guru
dan pihak sekolah dalam hal ini adalah kepala sekolah.
Ali, Muhammad. Guru dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010.
Anam, Khaerul. Pembelajaran
Berbasis Inquiry Metode dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Arends, Richard
I. Learning to teach
ninth edition. Singapore: Mc Graw Hill. 2011
Arikunto, Suharsimi. Prosedur
Penelitian. Jakarta: Rosdakarya Cipta, 2013.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur
Penelitian suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta; Rineka Cipta, 1989.
A. Tabrani Rusyam, Metodologi
Pendidikan Agama Islam, Cet. I; Jakarta: kalam Mulia, 2014
Aqib, Zainal.
Model-Model, Media, dan
Strategi Pembelajaran Kontekstual (inovatif). Bandung: CV Yrama Widya, 2013.
Basir, Metode Pembelajaran
Agama Islam. Makassar: Alauddin University Press, 2012.
Baki, Nasir A. Metode
Pembelajaran Agama Islam dilengkapi pembahasan kurikulum 2013. Yogyakarta:
Eja_Publisher, 2014.
Chaedar Alwasilah, Contextual
Teaching & Learning, Bandung:
MLC, 2009
Depertemen Agama
RI, Al-Qur’an dan
Terjemahnya. Bandung: PT.
Sygma Examedia Arkanllema, 2009.
Fisher, Alec. Berpikir Kritis
Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga, 2009.
Hamdayana, Jumanta. Metodologi
Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara, 2016.
Johnson, Elaine. Contekstual
Teaching and Learning. California: Kaifah, 2011.
Kuswana, Wowo Sunaryo. Taksonomi
Berpikir. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.
L, Starkey.
Critical Thinking Skills:
Tes Kemampuan Berpikir Kritis
dalam 20 Menit. Jakarta: Book Marks, 2009.
Nurhayati, Eti. Psikologi
Pendidikan Inovatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
Putra, Gede “Keterampilan
Berpikir Kritis dan Pemahaman Konsep Siswa Pada Model Siklus Belajar Hipotesis
Deduktif”, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Jilit 45, no 3. Oktober 2012.
Radho Harsanto, Melatih Anak
Berfikir Analitis, Kritis, dan Kreatif,
Semarang: Grasindo, 2005
Riduwan, Belajar Mudah penelitian untuk
Guru-Karyawan dan Penelitian Pemula, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013
Santrock, J. W. Psikologi
Pendidikan (Educational Psycology) edisi 2 buku 3. Terjemahan Diana
Angelica (Cet. II; Jakarta: Salemba
Humanika, 2009
Sanjaya, Wina. Kurikulum dan
Pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2009.
Surjadi. Membuat siswa aktif
belajar. Bandung: Binacipta, 1983.
Surya, Hendra. Strategi Jitu
Mencapai Kesuksesan Belajar. Jakarta: PT Elek Media Komputindo, 2011
Susanto, Ahmad. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Fajar Interpratama, 2014.
Sugiyono, Metode Penelitian
Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Cet. XV;
Bandung: ALFABETA, 2012
Starkey, L. Critical Thinking
Skills: Tes Kemampuan Berpikir Kritis Dalam 20 Menit. (Cet. II; Jakarta:
Book Marks, 2009
Trianto. Model-Model Pembelajaran
Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010
Wijaya, Cece. Pendidikan
Remidial: Sarana Pengembangan Mutu Sumber Daya Manusia, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2010.
Zaini, Hisyam. Strategi
Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani, 2008.
Zafri, “ Berpikir Kritis
Pembelajaran Sejarah”. Jurnal Diakronika Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Padang 8, 2012.