BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dewasa ini berkembang sangat cepat, sejalan dengan kemajuan teknologi dan globalisasi. Pendidikan memang harus dapat mengikuti perkembangan zaman. Tanpa adanya pendidikan, sebuah bangsa akan tertinggal dari Negara-negara lain yang lebih mengutamakan penidikan. Dan tanpa adanya pendidikan pulalah, mustahil sebuah bangsa dapat menjawab permasalahan- permasalahan global saat ini.
Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan sikap manusia baik secara individu maupun kelompok menuju pendewasaan mereka, melalui pengajaran, pelatihan agar mendapatkan pengetahuan. Selain itu pendidikan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia yang sekaligus membedakan manusia dengan hewan. Manusia dikaruniai Tuhan akal pikiran, sehingga proses belajar mengajar merupakan usaha manusia dengan masyarakat yang berbudaya dan dengan akal manusia akan mengetahui segala hakikat prmasalahan dan sekaligus dapat membedakan antara yang baik dengan yang
Buruk. (Asmaun Sahlan, 2009:1).
Pendidikan secara universal dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang pelaksanaannya terorganisir dan diselenggarakan di sekolah-sekolah yang ditetapkan pemerintah, serta memiliki jalur pendidikan seperti sekolah dasar, pendidikan menengah, pendidikan atas, dan pendidikan tinggi. Sedangkan pendidikan informal adalah pendidikan yang terjadi pada kehidupan sehari-hari yang sengaja atau tidak sengaja dan berkaitan dengan pergaulan anak itu sendiri
di lingkungannya. (Aziz, 2010:1-2).
Salah satu bagian penting yang dioptimalkan sejak anak masih usia dini adalah penanaman nilai-nilai Islam. Mengingat beragam realitas yang terjadi di era globalisasi ini, misalnya tayangan televisi tentang perkelahian, sinetron tentang cinta remaja, bahkan sinetron cinta anak usia Sekolah Dasar, dan sebagainya yang membuat anak usia dini menjadi konsumtif dan terjerumus pada tindakan asusila bahkan sampai pada tindakan kriminal. Maka dari itu, penanaman nilai-nilai Islam pada anak usia dini adalah keharusan.
Nilai-nilai Islam secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni aqidah, ibadah, dan akhlak (Mansur, 2011: 115), maka pokok-pokok pendidikan kepada anak pun sedikitnya harus meliputi aqidah, ibadah, dan akhlak ini mencakup tiga aspek yaitu: nilai aqidah, nilai ibadah dan nilai akhlak. Nilai aqidah, hal ini diberikan karena Islam menempatkan pendidikan akidah pada posisi yang paling mendasar, terlebih lagi bagi kehidupan anak, sehingga dasar-dasar akidah harus terus-menerus ditanamkan pada diri anak agar setiap perkembangan dan pertumbuhannya senantiasa dilandasi oleh akidah yang benar (Mansur, 2009: 116).
Aqidah Menurut bahasa, kata Aqidah berasal dari bahasa Arab yang berakar dari kata ‘aqada-ya’qidu-‘aqdan-‘aqidatan. ‘Aqdan berarti simpulan, ikatan perjanjian dan kokoh, setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan (Sinaga, dkk, 2017). Akhlak Kata Akhlak (akhlaq) berasal dari bahasa arab, merupakan bentuk jama’ dari “khuluq” yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Kata tersebut mengandung persegi persesuaian dengan kata “khalq” yang berarti kejadian (Supadie dan Sarjuni, 2012). Ibnu ‘Athir dalam Didiek, menjelaskan bahwa khuluq itu artinya gambaran batin manusia yang sebenarnya (yaitu jiwa dan sifat-sifat bathiniah), sedang khalq merupakan gambaran bentuk jasmaninya (raut muka, warna kulit, tinggi rendah badan, dan lain sebagainya) (Supadie,2015). Maka akhlak bisa dikatakan sistem etika yang menggambarkan dan tujuan yang hendak dicapai agama. Kata khulq merupakan bentuk tunggal dari akhlak, tercantum dalam Al-Quran surah Al-Qalam ayat 4:
وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
Artinya : “Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4)
Sementara ibadah secara harfiyah dapai diartikan sebagai rasa tunduk (Thaat), melakukan pengabdian (Tanassuk), merendahkan diri (Khudlu'), menghinakan diri (Tadzallul) dan istrkhanah. Istilah ibadah bagi Al-Azhari tidak boleh dipergunakan kecuali hanya untuk menyembah kepada Allah, karena menyembah selain Allah itu termasuk orang yang merugi. Syekh Muhammad Abduh dalam mentafsirkan kata "Na'budu" dalam surat Al-Fatehah sebagai rasa ketaatan dengan penuh kemerdekaan, dan setiap ungkapan yang menggambarkan makna secara sempurna, selanjutnya Abduh menegaskan bahwa ibadah pada hakekatnya adalah sikap tunduk semata-mata mengagungkan Dzat yang disembahnya, tidak diketahui dari mana sumbernya dan kepercayaan terhadap kekuasan yang ada padanya dan tidak dapat dijangkau pemahaman dan hakekatnya (Qardhawi, T.t: 35-38).
Religiusitas dalam agama Islam terdiri dari lima hal. Pertama akidah, yang berkaitan dengan kepercayaan terhadap rukun iman. Kedua ibadah, yang berkaitan tentang hubungan manusia dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ketiga amal, berkaitan dengan hubungan sesama manusia. Keempat akhlak, berkaitan dengan budi pekerti manusia. Kelima ihsan, yaitu seakan-akan melihat dan dekat dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. (Jalaluddin, 2001:247).
Nilai religius menjadi penting karena saat ini kehidupan peserta didik tidak hanya hidup dalam lingkungan homogen yang hanya paham satu agama akan tetapi di Indonesia sendiri mengakui adanya beberapa agama yaitu Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan Khatolik. Oleh karena itulah penanaman nilai religius sesuai dengan keyakinan masing-masing peserta didik dengan memberikan bimbingan sangatlah penting.
Lingkungan keluarga merupakan tempat pertama yang memberikan pendidikan kepada anak. Tanggung jawab orang tua dalam memberikan dan menanamkan nilai-nilai religius terhadap anggota keluarganya akan memberikan dampak yang nyata dalam meningkatkan tingkat religiusitas anggota keluarganya terutama bagi si anak sendiri. Peran orang tua inilah yang memberikan kontribusi besar dalam penanaman nilai religius karena sebagian banyak waktu anak dihabiskan bersama keluarganya.
Pendidikan agama Islam di sekolah umum Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarsjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi bertujuan meningkatkan dan menanamkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, membentuk akhlak yang mulia, berilmu, dan terampil. Pendidikan agama Islam dirancang untuk menanamkan nilai-nilai religius serta mengantisipasi adanya pergaulan yang tidak baik dikalangan remaja. Jadi, dengan adanya pendidikan agama Islam, diharapkan siswa hidupnya lebih tertata dan ada tuntunan untuk menjadi lebih baik kedepannya.
Untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia perlu adanya pemberian contoh, baik pembinaan secara berkelanjutan bukan hanya di dalam kelas tapi di luar kelas, bahkan bisa di luar sekolah. Diperlukan juga kerja sama yang baik dan interaktif diantara para warga sekolah dan para tenaga kependidikan. Dengan adanya hal tersebut maka akan lebih mudah untuk menerapkan keagamaan di sekolah. Tetapi, pendidikan agama Islam di sekolah selama ini sering dianggap kurang berhasil dalam menangani keagamaan siswa. Kurang adanya kesadaran dan tidak perdulinya masing-masing individu terhadap keagamaan menjadi salah satu faktor kurang berhasilnya pendidikan agama Islam di sekolah. Contohnya seperti tidak melaksanakan sholat, belum bisa membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, sering membolos sekolah, tawuran antar siswa yang membuat resah masyarakat,pergaulan bebas, mengkonsumsi narkoba, dan pergaulan bebas.
Kurang berhasilnya pembelajaran pendidikan agama Islam disebabkan beberapa faktor. Pertama, terbatasnya jam pelajaran agama. Kedua, disebabkan karena konsep pembelajaran yang menekankan pada aspek hafalan, sehingga siswa menjadi kurang kreatif. Ketiga, guru mata pelajaran lain kurang berpartisipasi dalam memberikan motivasi kepada siswa untuk menerapkan nilai keagamaan di lingkungan sekolah maupun kehidupan sehari-hari. Keempat, kurangnya peran serta orang tua siswa dalam memberikan nilai keagamaan.
Di sekolah banyak dijumpai guru pendidikan agama Islam ketika mengajar masih menggunakan metode ceramah, sedangkan metode pembelajaran yang lain kurang diterapkan. Akhirnya pelajaran agama di kelas menjadi membosankan. Berbagai permasalahan pendidikan agama islam sebenarnya merupakan tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah, guru, keluarga, maupun masyarakat. Tetapi guru pendidikan agama Islam di sekolah lebih spesifik dituntut untuk mampu menangani tantangan tersebut. (Muhaimin, 2012:92)
Menanamkan nilai keagamaan pada peserta didik sangatlah penting. Semakin berkembangnya zaman, maka banyak godaan datang yang dapat menggoyahkan iman maupun ketaqwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dalam kondisi seperti ini, perlu adanya nilai keagamaan pada diri peserta didik untuk membentengi dan menghindari dari perbuatan buruk.
Hasil pengamatan pendahuluan penulis di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi menunjukkan bahwa siswa memiliki sikap beragama yang kurang baik. hal ini didapat dari pengamatan penulis yang menunjukkan masih banyaknya siswa yang belum secara sadar menjalankan sholat fardhu baik di sekolah maupun di luar sekolah, membaca Al-Qur’an kurang lancar, nilai Pendidikan Agama Islam kurang baik, dan kurangnya kesadaran siswa mengikuti kegiatan keagamaan seperti peringatan maulid nabi, isra’ mi’raj dan program yang dirancang oleh guru Pendidikan Agama Islam, seperti sholat berjama’ah, puasa sunnah dan lain sebagainya.
Beberapa faktor penyebab permasalahan berasal dari faktor lingkungan yang kurang mendukung, seperti teman sebaya, background keluarga yang kurang memperhatikan agama anaknya, dan dari pihak sekolah kebanyakan ilmu agamanya masih awam. Dari hal tersebut, akhirnya kurang mempengaruhi keagamaan siswa di sekolah.
Faktor lain yaitu kekurangan guru Pendidikan Agama Islam, karena jumlah guru Pendidikan Agama Islam hanya satu orang, sehingga dampaknya guru Pendidikan Agama Islam harus mengajar lebih sering dan terkadang pembelajaran menjadi kurang maksimal karena guru tersebut mengajar banyak kelas maupun mengoreksi hasil ujian para siswa yang banyak. Penyebab kekurangan guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarsjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi itu karena ada beberapa yang mutasi ke sekolahan lain. Maka peran guru Pendidikan Agama Islam sangatlah penting dalam menanamkan nilai-nilai regelius kepada siswa sehingga siswa dapat menjalankan ibadah sehari-hari sesuai dengan tuntunan syariat islam.
Berdasarkan fakta-fakta yang peneliti temukan dilapangan tersebut, peneliti memiliki ketertarikan untuk meneliti bagaimana upaya guru pendidikan agama Islam dalam menanamkan religiusitas di sekolah sebagai upaya untuk mencetak peserta didik yang beriman, bertaqwa, berakhlaqul karimah dan unggul dalam bidang akademik maupun non akademik. Hasil penelitian ini dimaksudkan mampu menjadi bahan pertimbangan bagi sekolah guna menanamkan nilai-nilai religiusitas di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarsjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi lebih baik lagi. Oleh karena itu penulis tertarik meneliti lebih dalam permsalahan diatas dalam sebuah karya ilmiah yang berjudul “Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Religius Siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi”.
B. Fokus Permasalahan
Penelitian ini memfokuskan kajian tentang Peran guru pendidikan agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai religius siswa di kelas X Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi?
2. Apa faktor pendukung dan penghambat guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi?
3. Bagaimana peran guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian
Ingin mengetahui nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi
Ingin mengetahui faktor pendukung dan penghambat guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi.
Ingin mengetahui peran guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi.
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara:
Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran pendidikan Islam terutama mengenai peran guru pendidikan agama islam dalam menanamkan nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi.
b. Praktis
Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontrobusi atau masukan kepada pihak sekolah untuk dapat menanamkan nilai-nilai regilus kepada siswa di lingkungan sekolah.
Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan mampu membantu siswa dalam meningkatkan nilai-nilai religiusitas dalam dirinya agar tetap berpegang teguh pada ajaran Islam, memiliki sikap toleransi antar umat beragama serta mengurangi sikap fanatisme agama.
Bagi Pendidik (Guru) PAI
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan serta pengalaman bagi guru dalam menentukan strategi yang digunakan dalam meningkatkan religiusitas pelajar muslim yang berada di lingkungan pluralisme, serta solusi-solusi yang bisa dikembangkan kembali dalam menangani hambatan dalam mengajar di sekolah pluralisme.
4. Bagi Peneliti
Syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata (S.1) dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Peran Guru Pendidikan Agama Islam
Kata peran, yang berarti sesuatu yang diharapkan dimiliki oleh orang yang memiliki kedudukan dalam masyarakat. Istilah peran sering diucapkan oleh banyak orang, sering kita mendengar kata peran dikaitkan dengan posisi atau kedudukan seseorang. (Anonim, 2005:835).
Peran disini lebih banyak merujuk pada fungsi penyesuaian diri, dan suatu proses, jadi tepatnya adalah bahwa seseorang menduduki suatu status (posisi) atau tempat dalam masyarakat serta menjalankan suatu peran.
Menurut Abu Ahmadi peran adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status, fungsi sosialnya. (1982:23). Menurut Soerjono Soekanto yaitu peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. (2002:243).
Makna dari kata “peran” sebenarnya dapat dijelaskan melalui beberapa cara. Pertama, suatu penjelasan historis menyebutkan, konsep peran semula dipinjam dari kalangan drama atau teater yang hidup subur pada zaman Yunani kuno atau Romawi. Dalam arti ini, peran merujuk pada karaterisasi yang disandang untuk dibawakan oleh seorang aktor dalam sebuah pentas drama. Kedua, suatu penjelasan yang merujuk pada konotasi ilmu sosial, yang mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu karakteriasasi (posisi) dalam struktur sosial. Ketiga, suatu penjelasan yang lebih bersifat operasional, menyebutkan bahwa peran seorang aktor adalah suatu batasan yang dirancang oleh aktor lain, yang kebetulan sama-sama berbeda dalam satu “penampilan/unjuk peran.
Menurut Budiono peran adalah.tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam satu peristiwa.” (Budiono, 2005:381). Menurut Martinis Yamin Peran juga bisa diartikan sesuatu yang jadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama dalam terjadinya hal atau peristiwa. (Martinis Yamin, 2001:6). Sementara Nasution menyatakan bahwa peran guru adalah mencakup kewajiban hak yang bertalian kedudukan, (Nasution, 1994:74) lebih lanjut Setyadi berpendapat peranan adalah suatu aspek dinamika berupa pola tindakan baik yang abstrak maupun yang kongkrit dan setiap status yang ada dalam organisasi. (Setyadi, 1986:29) Sementara Usman mengemukakan peran adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya. (Usman, 2001:4)
Lebih lanjut menurut Soerjono Soekanto mengatakan peran adalah aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiabannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. (Soerjono Soekanto (2002). Sementara orang berpandangan, bahwa peranan guru hanya mendidik dan mengajar saja. Mereka itu tak mengerti, bahwa mengajar itu adalah mendidik juga dan mereka sudah mengalami kekeliruan besar dengan mengatakan bahwa tugas itu hanya satu-satu bagi setiap guru.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa peran adalah suatu pola tindakan yang dilakukan oleh guru baik secara individual maupun secara bersama-sama yang dapat menimbulkan suatu peristiwa yang sedang dialami atau berlangsung.
Menurut pendapat penulis, peran ialah suatu yang sangat penting bagi seseorang dalam bertanggung jawab atas segala tindakan, baik itu tingkah laku, perkataan maupun segala bentuk yang menjadikan sesesorang menjadi peran utama dalam bertindak. sementara peran yang penulis maksud dalam skripsi ini adalah peran atau keikutsertaan guru peran guru pendidikan agama islam dalam menanamkan nilai - nilai religius kepada siswa. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan peran merupakan bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan oleh pendidik atau guru di sekolah, sehingga guru dapat memberikan contoh dan sekaligus dapat menanamkan nilai-nilai regelius kepada peserta didik secara langsung maupun tidak langsung.
Dari beberapa pendapat diatas peranan guru dalam kegiatan belajar-mengajar sebagai berikut :
a. Guru Sebagai Pemimpin (Lead)
Peran guru sebagai pemimpin akan berhasil apabila guru memiliki kepribadian, “seperti: kondisi fisik yang sehat, percaya diri sendiri, memiliki daya kerja yang besar dan antusiasme, gemar dan cepat dalam mengambil keputusan, bersikap obyektif dan mampu menguasai emosi, serta bertindak adol “ (Sondang P. Siagian. 1978). Peran guru pendidikan agama Islam sebagai pemimpin, pembinaan dalam pendidikan agama Islam dalam mengembangkan suasana keagamaan merupakan tenaga inti untuk mengarahkan siswa-siswi beriman, bertaqwa serta berakhlak mulia, dan dapat mengamalkan nilai-nilai agama Islam baik do sekolah, dilingkungan keluarga, dimasyarakat.
b. Guru Sebagai Teladan
Setiap tenaga pendidik (gutu dan karyawan) dilembaga pendidikan harus memiliki tiga hal yaitu competency, personality, dan religiosy. Competency menyangkut kemampuan dalam menjalankan tugas secara profesional yang meliputi kompetensi materi (subtansi), metodologi dan kompetensi social. Personality menyangkut integritas, komitmen dan dedikasi, sedangkan religiosity menyanmgkut pengetahuan, kecakapan dan pengalaman di bidang keagamaan. Ketiga hal tersebut guru akan mampu menjadi model dan mampu mengembangkan keteladanan dihadapan siswanya. (Tobroni, 2008:128).
c. Guru Sebagai Fasilitator
Guru berperan sebagai fasilitator, guru akan memberikan pelayanan, fasilitas atau kemudahan dalam kegiatan proses pembelajaran, misalnya saja dengan menciptakan suasana kegiatan pembelajaran yang serasi dengan perkembangan siswa, maka proses pembelajaran akan berlangsung secara efektif, sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal. Sebagai seseorang fasilitator, tugas guru adalah membantu untuk mempermudah siswa belajar. Dengan demikian guru perlu memahami karakteristik siswa termasuk gaya belajar, kebutuhan kemampuan dasar yang dimiliki siswa. (Wina Sanjaya, 2008:14).
d. Guru Sebagai Motivator
Peran guru sebagai motivator sangat pentiong dalam proses pembelajaran, membangkitkan minat, mengarahkan siswa-siswi untuk melakukan sesuatu berkaitan dengan kebutuhan atau keinginan yang mempunyai hubungan dengan kepentingan sendiri, minat akan selalu berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan pada diri seseorang.
e. Guru Sebagai Evaluator
Peran guru sebagai evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi siswa-siswi dalam bidang akademis maupun tingkah laku sosialnya sehingga dapat menentukan bagaimana siswa-siswi berhasil atau tidak pembelajaran yang telah dilakukan, apakah materi yang diajarkan sudah dikuasai atau belum oleh siswa – siswi, apakah metode yang digunakan sudah cukup tepat.
Beberapa peran diatas dapatlah disimpulkan bahwa guru sangat berperan dalam semua bidang, guru tidak hanya mendidik anak-anak disekolah namun jauh lebih dari baik itu guru merupakan pemimpin, teladan, fasilitator, motivator serta evaluator. Disisi lain budaya akademik yang ada dalam lingkungan sekolah juga memiliki peran dalam keberhasilan penanaman nilai- nilai akhlak siswa. Dengan melalui kegiatan ekstra kurikuler maupun kegiatan ruhaniyah pada rutinitas jam sekolah, yang dapat memberi efek /pengaruhnya menjadiakan siswa berprilaku baik di dalam kelas, di lingkungan sekolah, maupun diluar sekolah.
Pengkajian materi pembelajaran agama, dapat diambilah hikmah yang terkandung didalamnya, yaitu nilai-nilai religi yang kemudian dipelajari lebih lanjut oleh peserta didik dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran ini pula seorang guru menjalankan peranannya baik sebagai pembimbing, penasehat, serta teladan bagi peserta didiknya.
2. Nilai -Nilai Religius Islam
a. Pengertian Religius
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) dinyatakan bahwa religius berarti: bersifat religi atau keagamaan, atau yang bersangkut paut dengan religi (keagamaan). (Anonim, 2008: 1615).
Lebih lanjut Jalaluddin mendefinisikan religiusitas Islam merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Religiusitas merupakan perilaku yang bersumber langsung atau tidak langsung kepada Nash. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa religiusitas adalah suatu gambaran keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya bertingkah laku (baik tingkah laku yang tampak maupun tak tampak), bersikap, dan bertindak sesuai dengan ajaran-ajaran agama yang dianutnya. (2005: 89)
Dalam buku ilmu jiwa agama, Dradjat mengemukakan istilah kesadaran agama (religious consciousness) dan pengalaman agama (religious experience). Kesadaran agama merupakan segi agama yang terasa dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi, atau dapat dikatakan sebagai aspek mental dari aktivitas agama. Pengalaman agama adalah unsur perasaan dalam kesadaran agama, yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan. (Jalaluddin, 2005:15)
Sementara menurut para ahli atau beberapa tokoh sebagai berikut:
1. Menurut Gazalba religi atau agama pada umumnya memiliki aturan–aturan dan kewajiban–kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemeluknya. Semua hal itu mengikat sekelompok orang dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya. Sedangkan menurut Shihab (1993) agama adalah hubungan antara makhluk dengan Khalik (Tuhan) yang berwujud dalam ibadah yang dilakukan dalam sikap keseharian (Ghufron dan Risnawita, 2010).
2. Menurut Anshori, ia memberikan pengertian agama dengan lebih detail yakni agama sebuah sistem credo (tata keyakinan) atas adanya yang maha mutlak dan suatu sistem norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan antara manusia dengan sesama manusia, dan alam sekitarnya, sesuai dengan keimanan dan tata peribadatan tersebut (Ghufron dan Risnawita, 2010)
3. Glock dan Strack menyatakan bahwa religi adalah sistem symbol, keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya berpusat pada persoalan – persoalan yang dihayati sebagai sesuatu yang maknawi (Palupi,2013).
4. Vergilius Ferm mengartikan religion adalah seperangkat makna dan kelakuan yang berasal dari individu – individu yang religious (Rochim, 2009).
5. Menurut Chatters religiusitas merupakan sebuah proses untuk mencari sebuah jalan kebenaran yang berhubungan dengan sesuatu yang sacral (Tonthowi, 2006)
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa religiusitas adalah proses seseorang dalam memahami dan menghayati suatu ajaran agama, yang mana akan mengarahkan dirinya untuk hidup & berperilaku sesuai dengan ajaran yang dianutnya. Dalam hal ini mencakup aspek-aspek yang bersifat teologi (keyakinan), pengetahuan keagamaan, serta pengamalan/praktik keagamaan.
Menurut pendapat penulis, regilius adalah kecendrungan seseorang dalam menanamakan amal ibadah dalam kehidupan sehari – hari, karena di dalam agama atau religi terdapat kewajiban yang harus kita laksanakan dan selain itu di dalamnya terdapat cara bagaimana kita bersikap dan beretika terhadap sesama manusia dan alam sekitar. Oleh karena itu religius dapat diartikan sebagai keyakinan atas adanya yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia dan alam semesta, yang didalamnya terdapat persaan, tindakan dan pengalaman yang bersifat individual.
b. Dimensi Religius
Perilaku religiusitas menurut Glock dan Stark dalam (Muhyani, 2012:65) disebutkan ada 5 macam dimensi Dalam konsep Islam, konsep religiusitas dalam pandangan Islam, yaitu :
Dimensi iman. Dimensi ini menunjuk pada seberapa tingkat keyakinan seorang muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Dimensi ini biasa disebut dengan akidah Islam yang mencakup kepercayaan manusia terhadap Allah, malaikat, kitab suci, nabi, hari akhir serta qadha dan qadar.
Dimensi islam. Dimensi ini mencakup sejauh mana tingkat frekuensi, intensitas dan pelaksanaan ibadah seseorang. Dimensi ini mencakup pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji, juga ibadah-ibadah lainya seperti membaca al-Qur’an.
Dimensi ihsan. Dimensi ini berhubungan dengan pengalaman-pengalaman religius, yakni persepsi-persepsi dansensasi-sensasi yang dialami oleh seseorang, misalnya perasaan dekat dengan Allah, perasaan berdosa saat melanggar perintah Allah dan lain-lain.
Dimensi ilmu. Dimensi ini mengacu pada seberapa jauh pengetahuan seseorang tentang agamanya, menyangkut pengetahuan tentang Al-Qur’an, pokok ajaran dalam rukun iman dan rukun Islam, hukum-hukum Islam, sejarah kebudayaan Islam.
Dimensi amal. Dimensi ini meliputi bagaimana pemahaman keempat dimensi diatas ditunjukkan dalam tingkah laku seseorang. Dimensi ini mengidentifikasi pengaruh-pengaruh iman, Islam, ihsan dan ilmu didalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian tentang dimensi religius diatas dapatlah disimpulkan bahwa religius yang diwujudkan dalam kehidupan, semata-mata terbentuk melalui satu kesatuan dimensi yang utuh dan tidak berdiri dengan sendirinya. Oleh karena regilius sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari.
Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Berdasarkan aspek-aspek yang terdapat pada Glock dan Strark, maka skala yang digunakan untuk mengukur religiusitas berdasarkan teori Glock dan Strark, yaitu Dimensi keyakinan, dimensi praktik agama ritual, dimensi penghayatan, dimensi pengetahuan agama, dimensi pengalaman dan konsekwensi. Tiga aspek diataranya sudah terdapat pada skala religiusitas yang dibuat oleh Dadang Hawari, yaitu dimensi iman, dimensi islam, dan dimensi pengalaman. Sedangkan dua dintaranya belum terdapat di teori Dadang Hawari diantaranya dimensi penghayatan dan dimensi pengetahuan agama. Oleh karena itu peneliti menggunakan teori dari Glock dan Strark, karena teorinya lebih lengkap untuk mengungkapkan religiusitas pada penelitian. (Jalaluddin, 2005:11)
c. Ciri-ciri Pribadi Religius
Perkembangan perilaku keagamaan peserta didik merupakan implikasi dari kematangan beragama siswa sehingga mereka bisa dikatakan sebagai pribadi atau individu yang religius. Penyematan istilah religius ini digunakan kepada seseorang yang memiliki kematangan dalam beragama. ciri-ciri kematangan beragama pada seseorang, diantaranya yaitu:
Keimanan yang utuh
Orang yang sudah matang beragama mempunyai beberapa keunggulan. Diantaranya adalah mereka keimanannya kuat dan berakhlakul karimah dengan ditandai sifat amanah, ikhlas, tekun, disiplin, bersyukur, sabar, dan adil. Pada dasarnya orang yang matang beragama dalam perilaku sehari-hari senantiasa dihiasi dengan akhlakul karimah, suka beramal shaleh tanpa pamrih dan senantiasa membuat suasana tentram.
Pelaksanaan ibadah yang tekun
Keimanan tanpa ketaatan beramal dan beribadah adalah sia-sia. Seseorang yang berpribadi luhur akan tergambar jelas keimanannya melalui amal perbuatan dalam kehidupan sehari-hari. Ibadah adalah bukti ketaatan seorang hamba setelah mengaku beriman kepada Tuhannya. Sesuai dengan firman Allah:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Q.S. Dzariyat ayat 56)
Akhlak mulia
Suatu perbuatan dinilai baik bila sesuai dengan ajaran yang terdapat di dalam al-Qur’an dan sunnah, sebaliknya perbuatan dinilai buruk apabila bertentangan dengan al-Qur’an dan sunnah. Akhlak mulia bagi seseorang yang telah matang keagamaannya merupakan manifestasi keimanan yang kuat.
Ketiga ciri-ciri diatas menjadi indikasi bahwa seseorang memiliki kematangan dalam beragama atau tidak. Hal tersebut tertuang dalam 3 hal pokok, yaitu keimanan (tauhid), pelaksanaan ritual agama (ibadah) serta yang terakhir adalah perbuatan yang baik (akhlaqul karimah). Ketiga hal pokok tersebut terdapat dalam trilogi ajaran yang mendasari agama Islam yaitu iman, islam, ihsan. Pribadi yang religius harus mampu mencakup ketiga hal tersebut, karena Islam tanpa iman maka tak dapat sepaham, begitupun iman tanpa ihsan maka tidak akan jalan. Dapat disimpulkan bahwa pribadi religius harus meyakini tentang rukun iman, menjalankan ibadah ke Islaman dengan taat serta memiliki pengamalan dalam kehidupan sebaik mungkin.
Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa ciri-ciri yang regelius ialah sesorang yang mempunyai keimanan yang utuh, tekun dalam ibadah serta berakhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut pendapat penulis ciri-ciri orang yang mempunyai regelius ialah seseorang yang mampu menanamkam keimanan dan mengaplikasikan nya dalam kehidupan sehari-hari serta tekun dan rajin dalam beribadah, baik itu ibadah wajib maupun ibadah sunnah dan berprilaku baik sesama orang lain.
3. Faktor yang Mempengaruhi Religius
Jalaluddin, membagikan faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas seseorang menjadi 2 bagian, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Kedua faktor tersebut memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan jiwa religiusitas seseorang. Berikut penjelasanya :
a.Faktor Intern
Faktor intern disini merupakan faktor yang ada dalam diri kita sendiri. Jalaludin membagi faktor intern menjadi 4 bagian penting, yaitu 1) faktor hereditas, hubungan emosional antara orang tua terutama ibu yang mengandung terhadap anaknya sangat berpengaruh terhadap religiusitas anak. 2) tingkat usia, perkembangan agama pada anak-anak ditentukan oleh tingkat usia karena dengan berkembangnya usia anak, maka akan mempengaruhi perkembangan berfikir mereka. 3) kepribadian, kepribadian sering disebut sebagai identitas diri seseorang yang sedikit banyak menampilkan ciri-ciri pembeda dari individu lain diluar dirinya. Perbedaan itulah diperkirakan berpengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan (religiusitas). 4) kondisi kejiwaan seseorang. (Jalaluddin, 2005:24)
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa keagamaan dapat dilihat dari lingkungan dimana seseorang itu hidup. Umumnya lingkungan tersebut dibagi menjadi 3, yaitu
1) lingkungan keluarga, keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana dalam kehidupan manusia. Sehingga keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal anak dan menjadi fase sosialisasi awal bagi pembentukan jiwa keagamaan anak.
2) lingkungan institusional, dalam hal ini berupa institusi formal seperti sekolah ataupun non formal seperti organisasi dan lain-lainnya.
3) lingkungan masyarakat dimana ia tinggal. (Jalaluddin, 2005:25)
Religiusitas sangat erat hubunganya dengan kehidupan batin manusia. Sikap keagamaan yang muncul dalam diri seseorang akan mendorong dirinya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatan masing-masing individu terhadap agamanya. Oleh karena itu terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat religiusitas seseorang.
a) Pendidikan Keluarga
Menurut W.H. Clark, perkembangan agama berjalan dengan unsur- unsur kejiwaan sehingga sulit untuk diidentifikasi secara jelas, karena masalah yang menyangkut kejiwaan manusia demikian rumit dan kompleks. Maskipun demikian, melalui fungsi-fungsi jiwa yang sangat sederhana tersebut, agama terjalin dan terlibat didalamnya.33 Melalui jalinan unsur- unsur dan tenaga kejiwaan ini pulalah agama itu berkembang. Dalam kaitan ini terlihat peran pendidikan keluarga dalam menanamkan jiwa keagamaan pada anak. (M. Ali dan Asrori, 2004:94-97)
Oleh karena itu, tak mengherankan jika Rasulullah SAW menekankan tanggung jawab itu pada orang tua. Bahkan menurut Rasulullah SAW peran orang tua mampu membentuk arah keyakinan anak-anak mereka. Pendidikan dalam keluarga dilaksanakan atas dasar cinta kasih sayang yang kodrati, rasa sayang murni, yaitu rasa cinta dan kasih sayang orang tua terhadap anaknya. Rasa kasih sayang inilah yang menjadi sumber kekuatan yang mendorong orang tua untuk tidak jemu-jemu membimbing dan memberikan pertolongan yang dibutuhkan anak-anaknya.
Demikian besar dan sangat mendasar pengaruh keluarga terhadap perkembangan pribadi anak terutama dasar-dasar kelakuan seperti perilaku, reaksi, dan dasar-dasar kehidupan lainnya seperti kebiasaan makan, berbicara, perilaku terhadap dirinya dan terhadap orang lain termasuk sifat- sifat kepribadian lainnya yang semuanya itu terbentuk pada diri anak melalui interaksi nya melalui pola-pola kehidupan yang terjadi di dalam keluarga. Oleh karena itu, kehidupan dalam keluargasebaiknya menghindari hal-hal yang membedakan pengalaman-pengalaman atau meninggalkan kebiasaan yang tidak baik yang akan merugikan perkembangan hidup anakkelak di masa dewasa. (Alisuf Sabri, 2005:22-25)
b) Pendidikan Kelembagaan (sekolah)
Masyarakat yang telah memiliki peradaban modern, untuk menyelaraskan diri degan perkembangan kehidupan masyarakatnya, seseoran memerlukan pendidikan. Sejalan dengan itu, lembaga khusus yang menyelenggarakan tugas-tugas kependidikan secara kelembagaan, sekolah- sekolah pada hakikatnya merupakan lembaga pendidikan yang berarti fisialis (sengaja dibuat). Selain itu, sejalan dengan fungsi dan perannya, sekolah sebagai kelembagaan pendidikan adalah pelanjut dari pendidikan keluarga. Hal ini dikarenakan keterbatasan para orang tua untuk mendidik anak-anak mereka.
Oleh karena itu, pendidikan anak-anak mereka diserahkan ke sekolah- sekolah. Sejalan dengan kepentingan dan masa depan anak-anak, terkadang para orang tua sangat selektif dalam menentukan tempat untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Pendidikan agama di lembaga pendidikan bagaimanapun akan memberi pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan pada anak. Meskipun demikian, besar kecilnya pengaruh tersebut sangat tergantung pada berbagai factor yang dapat memotivasi anak untuk memahami nilai-nilai agama. Sebab pendidikan agama merupakan pendidikan nilai. Oleh karena itu, pendidikan agama lebih menitik beratkan pada bagaimana membentuk kebiasaan yang selaras dengan tuntutan agama.
c) Pendidikan Masyarakat
Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga. Para pendidik umumnya sependapat bahwa lapangan pendidikan yang ikut mempengaruhi perkembangan anak didik adalah keluarga, kelembagaan pendidikan dan lingkungan masyarakat. Keserasian antara ketiga lapangan pendidikan ini akan member dampak yang positif bagi perkembangan jiwa keagamaan mereka. Masyarakat yang dimaksud sebagai faktor lingkungan di sini bukan hanya dari segi kumpulan orang-orangnya tetapi dari segi karya manusia, budaya, sistem-sistem serta pemimpin-pemimpin masyarakat baik yang formal maupun pemimpin informal. Termasuk didalamnya juga kumpulan organisasi pemuda dan sebagainya. (Alisuf Sabri, 2005:26)
4. Model-model Penciptaan Suasana Religius di Sekolah
a) Model Struktural
Penciptaan suasana religius yang disemangati oleh adanya peraturan- peraturan, pembangunan kesan, baik dari dunia luar atas kepemimpinan atau kebijakan suatu lembaga pendidikan atau suatu organisasi. Model ini biasanya bersifat “top-down”, yakni kegiatan keagamaan yang dibuat atas prakarsa atau instruksi dari pejabat/ pimpinan atasan. (Muhaimin, 2012 : 293).
b) Model Formal
Penciptaan suasana religius yang didasari atas pemahaman bahwa pendidikan agama adalah upaya manusia untuk mengajarkan masalah-masalah kehidupan akhirat saja atau kehidupan ruhani saja, sehingga pendidikan agama dihadapkan dengan pendidikan non-keagamaan, pendidikan ke-Islaman dengan pendidikan non-ke-isslaman, pendidikan kristen dengan non-kristen, demikian seterusnya.
Model penciptaan suasana religius formal tersebut berimplikasi terhadap perkembangan pendidikan agama yang lebih ber-orientasi kepada keakhiratan, sedangkan masalah dunia dianggap tidak penting, serta menekankan pada pendalaman ilmu-ilmu keagamaan yang merupakan jalan pintas untuk menuju kebahagiaan akhirat, sementara sains (ilmu pengetahuan) diangggap terpisah dari agama. (Muhaimin, 2012 : 293).
c) Model Mekanik
Penciptaan suasana religius yang didasari oleh pemahaman bahwa kehidupan terdiri dari berbagai aspek, dan pendidikan dipandang sebagai penanaman bahwa kehidupan terdiri atas berbagai aspek, dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan, yaitu masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya. Masing-masing gerak bagaikan sebuah mesin yang terdiri atas beberapa komponen atau elemen-elemen, yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri, dan antara satu dengan yang lainnya bisa konsultasi atau tidak dapat konsultasi. (Muhaimin, 2012 : 294).
Model mekanik tersebut berimplikasi terhadap pengembangan pendidikan agama yang lebih menonjolkan fungsi moral atau spiritual atau dimensi afektif daripada kognitif dan psikomotor. Artinya dimensi kognitif dan psikomotor diarahkan untuk pembinaan afektif (moral dan spiritual), yang berbeda dengan mata pelajaran lainnya (kegiatan dan kajian-kajian keagamaan hanya untuk pendalaman agama dan kegiatan spiritual).
d) Model Organik
Penciptaan suasana religius yang disemangati oleh adanya pandangan bahwa kegiatan agama adalah kesatuan atau sebagai sistem yang terdiri atas komponen-komponen yang rumit (yang berusaha mengembangkan semangat hidup agamis yang dimanefetasikan dalam sikap hidup dan keterampilan idup yang religius. (Muhaimin, 2012 : 293).
5. Peran Guru Pendidikan Agama Islam Menanamkan Religiusitas Siswa
Dikelas, strategi yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam yaitu dengan meningkatkan kualitas pembelajaran. Dalam pendidikan Islam, pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), psikomotorik (karsa), pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan kepada peserta didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri. (Bukhari Umar, 2010:83-85).
Jika sekolah ingin menghasilkan Pendidikan Agama Islam dengan output siswa yang religius maka sekolah yang bersangkutan harus menciptakan kultur sekolah yang kondusif. Budaya religius sekolah merupakan cara berpikir dan cara bertindak warga sekolah yang didasarkan atas nilai-nilai religius (keberagamaan). Dengan demikian, secara umum terdapat empat komponen yang mendukung terhadap keberhasilan strategi pengembangan Pendidikan Agama Islam dalam mewujudkan budaya sekolah yang religius, yaitu:
1) Kebijakan pimpinan sekolah yang mendorong terhadap pengembangan Pendidikan Agama Islam
2) Keberhasilan kegiatan belajar mengajar Pendidikan Agama Islam di kelas yang dilakukan oleh guru agama, semakin semaraknya kegiatan ekstrakurikuler bidang agama yang dilakukan oleh pengurus OSIS, khususnya seksi agama
3) Dukungan warga sekolah terhadap keberhasilan pengembangan Pendidikan Agama Islam. (Muhaimin, 2006:157).
Dalam meningkatkan budaya sekolah yang bersifat religius menurut Muhaimin, ada tiga macam pendekatan. Pertama, pendekatan struktural yaitu strategi pengembangan Pendidikan Agama Islam dalam mewujudkan budaya religius sekolah sudah menjadi komitmen dan kebijakan pimpinan sekolah. Kedua, pendekatan formal, yaitu strategi pengembangan Pendidikan Agama Islam dalam mewujudkan budaya religius sekolah dengan mengoptimalkan KBM Pendidikan Agama Islam. Ketiga, pendekatan mekanik yaitu terintegrasi dengan bidang studi yang lain dan segala aspek kehidupan. (Muhaimin, 2006:157).
Menurut pengamatan peneliti beberapa strategi untuk menanamkan nilai-nilai religius di sekolah dapat dilakukan melalui tiga jalan. Pertama adalah power strategy, yaitu strategi pembudayaan agama di sekolah dengan cara menggunakan kekuasaan atau melalui people's power. Dalam hal ini yang Pertama, adalah peran kepala sekolah dengan segala kekuasaannya sangat dominan dalam melakukan perubahan. Kedua, adalah persuasive strategy yang dilaksanakan lewat pembentukan opini dan pandangan masyarakat atau warga sekolah. Ketiga adalah normative re-educative. Norma adalah aturan yang berlaku di masyarakat. Norma termasyarakatkan melalui pendidikan. Normative digandengkan dengan re-educative (pendidikan ulang) untuk menanamkan dan mengganti paradigma berpikir warga sekolah yang lama dengan yang baru.
B. Studi Relevan
Penelitian Peran guru pendidikan agama islam dalam menanamkan nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi adalah hasil dari pemikiran penulis dengan cara melakukan penelitian langsung ke lapangan, setelah itu barulah mendapakan masalah dan jadilah sebuah skripsi. Berbagai temuan yang ada dilapangan penulis dapatkan dengan sumber yang bermacam-macam. Studi relevan dengan penelitian ini antara lain:
1. Fitri Rahmawati dengan judul “Bimbingan Keagamaan Untuk Meningkatkan Religiusitas Siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri 10 Kota Jambi Tahun Pelajaran 2004”. Tujuan dari penelitian ini adalah agar siswa dapat meningkat regulitas keagamaan di Sekolah Menengah Atas Negeri 10 Kota Jambi. Adapun metode yang digunakan peneliti diataranya observasi, wawancara dan dokumentasi. Sementara hasil penelitian menunjukan bahwa metode pemberian bantuan bimbingan yang digunakan di Sekolah Menengah Atas Negeri 10 Kota Jambi dapat meningkatkan kebiasaan membaca kitab suci, sholat dan akhlak.
Persamaan dengan penelitian terdahulu sama-sama meneliti tentang peningkatan religiusitras dalam hal agama. Kemudian untuk pembedanya yaitu peningkatan religiusitas penelitian Fitri Rahmawati melalui bimbingan keagamaan sedangkan yang akan saya teliti adalah peran guru pendidikan agama islam dalam menanamkan nilai - nilai religius siswa. Perbeda lainnya juga terletak pada lokasi penelitian, penelitian Fitri Rahmawati bertempat di Sekolah Menengah Atas Negeri 10 Kota Jambi sedangkan yang saya teliti di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi.
2. Dewi Astuti dengan judul “Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Suasana Keagamaan di Sekolah Menengah Atas Al-Falah Kota Jambi. Upaya guru Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan suasana keagamaan di Sekolah Menengah Atas Al-Falah Kota Jambi ialah dengan menanamkan nilai-nilai agama Islam melalui keteladanan, memberikan motivasi, membangun kerjasama dengan masyarakat. Metode yang digunakan penulis adalah metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penlitian menunjukan bahwa ada dua faktor yang yang membelatar belakngi upaya guru dalam meningkan suasana keagamaan di Sekolah Menengah Atas Al-Falah Kota Jambi, a) faktor pendukung yaitu: kedispilinan seluruh staf dan guru di lingkungan sekolah, adanya peran serta alumni, dukungan dari pihak yayasan. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat yaitu tidak ada tempat wudhu khusus perempuan, tempat ibadah kurang memadai, bawaan siswa masing-masing, serta faktor kebiasaan.
3. Khoirun Hidayatun Anisah dengan judul “ Strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan religiusitas siswa di Sekolah Menengah Kejuruan Islam 1 Durenan Yogjakarta”. Adapun tujuan dari penelitian ini ialah agar siswa dapat meningkatkan regiulitas keagamaan di Sekolah Menengah Kejuruan Islam 1 Duren Yogyakarta. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan fokus masalah yaitu strategi yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan religiusitas siswa dalam hal aqidah, yaitu strategi yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan religiusitas siswa dalam ibadah, dan yaitu strategi yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan religiusitas siswa dalam akhlak.
Persamaan dengan penelitian terdahulu sama-sama meneliti tentang upaya guru Pendidikan Agama Islam dan peningkatan religiusitas dalam hal agama. Kemudian untuk pembedanya yaitu terletak pada seting penelitian, penelitian Dewi Astuti bertempat di Sekolah Menengah Atas Al-Falah Kota Jambi dan Khoirun Hidayatun Anisah bertempat di Sekolah Menengah Kejuruan Islam 1 Durenan Yogjakarta sedangkan yang saya teliti berada di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode Penelitian
Secara umum, pendekatan penelitian ini adalah berparadigma penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif ini sering disebut pula dengan pendekatan naturalistik karena penelitianya dilakukan pada kondisi yang alamiah. “Disebut juga penelitian etnografi karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya yang analisisnya lebih bersifat kualitatif.” (Sugiyono, 2014 : 1).
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna daripada generalisasi. Objek dalam penelitian kualitatif adalah objek yang alamiah, sehingga metode penelitian ini sering disebut sebagai metode natarulistik. Objek dalam penelitian kualitatif adalah objek yang apa adanya tidak dimanipulasi oleh peneliti sehingga kondisi saat peneliti memasuki objek, dan setelah berada di objek dan bahkan setelah keluar pun objek relatif tidak berubah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang peneliti berusaha mendeskripsikan suatu,gejala ,peristiwa ,kejadian pada saat sekarang kemudian mengamblil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagai mana adanya pada saat penelitian di laksanakan. Melalui pendekatan kualitatif peneliti berusaha menggali fokus permasalah tentang peran guru pendidikan agama islam dalam menumbuhkan nilai - nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi
B. Setting dan Subjek Penelitian
Setting Penelitian
Situasi sosial di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi merupakan sebuah sekolah yayasan yang bangun oleh masyarakat secara bersama-sama sehingga. Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi adalah salah satu satuan pendidikan dengan jenjang Sekolah Menengah Atas di Desa Suka Damai Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi. Adapaun waktu penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2021.
Subjek Penelitian
Subjek yang di teliti di ambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sugiono (2008) purposive sampling adalah “Teknik pengambilan sampel dari sumber data dengan pertimbangan tertentu.“(Sugiono, 2008:124). Dalam pengambilan subjek, penelitian ini menggunakan cara purposive sampling yaitu teknik yang didasarkan pada ciri-ciri atau sifat yang ada dalam populasi yang sudah di ketahui sebelumnya dan yang menjadi kunci informasi adalah: guru Pendidikan Agama Islam (PAI), Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiwaan serta siswa-siswi yang berjumlah 27 orang yang terdiri dari laki-laki 14 orang dan perempuan 13 orang.
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan paradigma kualitatif, Penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari individu atau kelompok. Penelitian kualitatif menurut John W. Creswell adalah bertujuan untuk memahami suatu situasi sosial, peristiwa, peran, kelompok, atau interaksi tertentu.
Pada umumnya paradigma penelitian kualitatif merupakan suatu proses investigasi di mana peneliti secara bertahap berusaha memahami kondisi temuan di lapangan dengan membedakan, membandingkan, meniru, mengkatalogkan, dan mengelompokan objek studi. Tugas peneliti di sini adalah mengungkapkan dan mensistematisasikan temuan-temuan di lapangan.
Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif, bukan kuantitatif. Jadi, data-data yang dikumpulkan adalah data yang bersifat kualitas yang pengukuranya dilakukan secara tidak langsung. Misalnya data yang berkaitan dengan Peran guru pendidikan agama islam dalam menumbuhkan nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi. Data merupakan sejumlah bukti dan fakta yang di kumpulkan dan di sajikan untuk tujuan tertentu .berdasarkan sumbernya data terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data Primer
Menurut Hasan (2003) data primer adalah “Data yang di peroleh atau di kumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Data primer di sebut data asli atau data baru.” (Iqbal Hasan,2003:33). Adapun data primer dalam penelitian ini adalah data olahan yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi yang diperoleh dari subjek penelitian di lapangan.
Adapun jenis-jenis data primer yang penulis butuhkan dan yang diusahakan di lapangan adalah data yang berkaitan dengan hal-hal: (a) informasi mengenai bagaimana nilai-nilai religius kepada siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi (b) apa saja faktor penghambat dan pendukung dan solusi guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai religius kepada siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi.
Adapun secara mendetil jenis data yang akan peneliti kumpulkan dalam tesis ini terlampir dalam IPD (Instrumen Pengumpulan Data) yang dimuat dalam bagian lampiran skripsi ini yang akan digali melalui teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Seluruh data yang terkumpul melalui teknik tersebut merupakan jenis data primer bagi penelitian ini.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang di peroleh atau di kumpulkan dari sumber-sumber yang telah ada. Menurut Hasan (2003) “Data primer ini biasanya di proleh dari perpustakaan atau laporan-laporan peneliti yang terdahulu.Data sekunder ini di sebut juga data tersedia.” (Iqba Hasan, 2003:33). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa data sekunder adalah data yang sudah tersedia sebelum peneliti terjun ke lapangan.
Data sekunder penelitian ini diperoleh dari dokumen yang ada di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi, seperti:
1) Historis dan letak geografis Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi
2) Struktur organisasi Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi
3) Keadaan siswa Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi
4). Keadaan sarana dan prasarana Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi
Intinya data sekunder dalam penelitian ini adalah berupa dokumen, data mengenai profil sekolah yang peneliti peroleh melalui perantaraan peneliti lainya. Atau sejumlah data yang tidak peneliti usahakan sendiri.
Sumber Data
Sumber data adalah sumber di mana data dapat di peroleh,sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah subjek di mana data yang bersangkutan dengan penelitian itu di dapatkan. “Informasi data dalam penelitian diperoleh melalui dua sumber, yakni lapangan dan dokumen.” (Saebeni, 2008 : 93). Pertama,“sumber lapangan sebagai sumber pokok dalam upaya memperoleh dan penggalian data dan yang kedua,sumber dokumenter, yakni sumber-sumber berupa dokumen-dokumendi mana dalam hal ini berupa koran, majalah, buku, baliho, surat-surat, dan lain sebagainya yang masih dalam konteks dokumen. Inilah yang peneliti maksudkan sebagai sumber data dokumenter. Adapun sumber data lapangan adalah sebahagian tenaga pendidik dan majelis guru di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam rangka memperoleh data yang di perlukan untuk penulisan skripsi ini, ada beberapa metode yang peneliti gunakan untuk pengumpulan data.Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Observasi
Metode observasi menurut Arikunto (2006) adalah “Kegiatan pemuatan perhatian semua objek dengan menggunakan seluruh indera.” (Arikunto, 2006 : 156). Jenis observasi yang diaplikasikan dalam penelitian ini adalah observasi berstruktur,dimana dalam melakukan pengamatanya, “Peneliti menggunakan instrumen yang sudah baku dengan mempedomani rambu-rambu pengamatan.” (Saebeni, 2008 : 188).
Alasan peneliti menggunakan teknik observasi terstruktur adalah dengan pertimbangan karena penelitian ini berkaitan erat dengan tenaga pendidik dan sebahagian siswa Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi di lapangan yang sangat beragam kondisi latar belakang psikologisnya, maka peneliti memilih teknik observasi terstruktur sehingga dengan demikian pengamatan akan berjalan fleksibel dan tidak terlalu kaku karena mengacu kepada pedoman catatan atau sejumlah list (daftar) pengamatan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Jadi, dengan teknik ini, peneliti akan lebih leluasa mengamati segala yang gejala yang tampak, untuk kemudian direduksi, diferivikasi, dan disajikan dalam bentuk laporan penelitian. Artinya pengamatan terjadi berawal dari fenomena yang ada di lapangan, bukan berawal dari catatan pengamatan. Karena kalau bertitik pangkal dari catatan pengamatan, acapkali tidak korelatif dalam situasi real-nya. Sehingga secara psikologis membuat peneliti sedikit banyaknya menjadi tidak kreatif dan tidak berusaha mengamati lebih jauh lagi, karena terpaku dengan catatan pengamatan yang dibuat saja.
Observasi yang diterapkan dalam penelitian ini juga merupakan observasi terus terang . Secara teknisnya, peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data (informan) bahwa aktivitas ini bertujuan untuk suatu penelitian. Sehinga dengan demikian, mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas peneliti. Tetapi pada satu saat, “Peneliti juga tidak terus terang atau tersamar dalam observasi hal ini untuk menghindari kalau suatu data yang dicari merupakan data yang masih dirahasiakan. Kemungkinan kalau dilakukan dengan terus terang, maka peneliti tidak akan diijinkan untuk melakukan observasi.” (Sugiyono, 2014 : 71).
Hasan (2003) mengatakan bahwa “Pengamatan atau observasi adalah cara pengumpulan data dengan terjun dan melihat langsung ke lapangan (laboratorium), terhadap objek yang diteliti.”(Hasan,2003:17). Jadi pengumpulan data ini secara langsung adalah terhadap proses kegiatan pembinaan yang dilakukan pihak sekolah terhadap peserta didik di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi.
Wawancara
Menurut Daryanto (1997) “Wawancara atau interviewadalah suatu cara yang di gunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak.” (Daryanto,1997:33). Metode ini di gunakan secara langsung dengan jalan mewawancarai subjek penelitian seperti: guru mata pelajaran Aqidah Akhlak, siswa, orang tua/wali siswa, kepala sekolah, dan informan lainnya yangrelevan dengan penelitian ini.
Wawancara dilakukan dengan para tenaga pendidik yang berada di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi. Wawancara dilakukan dengan dua bentuk yakni wawancara secara formal dengan pertanyaan terstruktur, maupun wawancara informal dengan pertanyaan yang tidak terstruktur dan lebih bersifat obrolan dalam suasana yang wajar dan kondusif. Data yang diperoleh melalui wawancara peneliti jadikan sebagai data primer.
Wawancara terstruktur adalah wawancara yang dilakukan oleh pewawancara untuk mengumpulkan informasi dengan cara menyiapkan terlebih dahulu instrumen pertanyaaan berupa daftar pertanyaan. Sedangkan wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang tergolong in depth interview di mana dalam pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara tidak terstruktur. Dalam wawancara ini peneliti akan mencatat seluruh informasi yang diperoleh dari informan dengan teliti.
Alasan peneliti menggunakan dua buah teknik wawancara yaitu wawancara terstruktur, dan wawancara tidak terstruktur adalah; karena wawancara terstruktur akan peneliti gunakan untuk mewawancarai informan (terwawancara) terkait data-data tentang latarbelakang kehidupan, pandangan, dan alasan–alasan pribadi. Intinya, teknik wawancara terstruktur dilakukan oleh peneliti untuk menggali data yang bersifat normatif dan netral. Sehinga obrolan lebih terarah dan teratur serta terkesan formal.
Teknik wawancara tidak terstruktur juga peneliti gunakan dengan pertimbangan, karena isu dalam penelitian ini bersifat sensitif, maka perlu satu teknik wawancara yang lebih santai, lebih berupa tanya jawab yang informal, sehingga pembicaraan antara peneliti dan informan terjadi dalam nuansa keakraban, bahkan membuat informan tidak mengetahui bahwa peneliti sedang mengejar satu data penting yang sensitif tersebut pada dirinya (informan/subjek penelitian). Untuk kepentingan inilah, maka tidak ada teknik yang bisa diandalkan kecuali teknik wawancara tidak terstruktur tersebut.
Peneliti menyiapkan alat-alat yang diperlukan dalam melakukan wawancara. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan supaya hasil wawancara dapat terekam dengan baik, dan peneliti memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan. Secara rinci alat-alat yang peneliti maksudkan adalah sebagai berikut:
Buku catatan: berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber data. Untuk kepentingan ini, peneliti juga menggunakan buku agenda, atau juga note book..
Kamera yang digunakan untuk memotret kalau peneliti sedang melakukan pembicaraan dengan informan. Dengan adanya foto ini maka dapat meningkatkan keabsahan dan penelitian akan lebih terjamin karena foto ini dapat menjadi bukti bahwa peneliti betul-betul melakukan pengumpulan data di lapangan.
Dokumentasi
Menurut Arikunto (2010) metode dokumentasi yaitu “Mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,transkrip,buku,surat kabar,majalah,prasasti,notulen,peraturan-peraturan rapat,agenda dan lain sebagainya.”(Arikunto,2010:201).
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya karya seni, seperti patung, film, dan lain sebagainya. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metoda observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. (Sugiyono, 2014 : 83).
Metode ini penulis gunakan untuk mencari data yang berkenaan dengan: (1) Historis sekolah, (2) Letak geografis sekolah, (3) Struktur organisasi sekolah, dan (4) Keadaan siswa, serta hal-hal lain yang memungkinkan datanya untuk dihimpun melalui teknik dokumentasi.
E. Teknik Analisis Data
Analisis Domain
Sugiono (2013) menjelaskan bahwa “Analisis domain di lakukan untuk memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh tentang situasi sosial yang di teliti atau objek penelitian.Data di peroleh dari grand tour dan minitour question.Hasilnya berupa gambaran umum tentang obyek yang di teliti,yang sebelumnya belum pernah di ketahui.”(Sugiono,20013:256). Moleong (2013) menambahkan bahwa “Biasanya dilakukan terhadap data yang di peroleh dari pengamatan wawancara atau pengamatan deskriptif yang terdapat dalam catatan lapangan.”(Lexy J. Moleong, 2013:305).
Analisis Domain ini di gunakan untuk menganalisis data yang di peroleh dari tempat penelitian secara garis besar yaitu tentang peran guru mata pelajaran Aqidah Akhlak dalam pembinaan akhlak siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi.
2. Analisis Taksonomi
Menurut Sugiono (2014), cara kerja dari analisis taksonomi tersebut dilakukan melalui beberapa rangkaian. Secara lebih rincinya, rangkaian analisis tersebut adalah sebagai berikut:
Setelah peneliti melakukan analisis domain,setelah di temukan domain-domain atau kategori dari situasi sosial tertentu,maka selanjutnya domain di tetapkan sebagai fokus penelitian,lalu kemudian perlu diperdalam lagi melalui pengumpulan data di lapangan secara terus menerus melalui pengamatan, wawancara mendalam dan dokomentasi sehingga data yang terkumpul menjadi banyak.Oleh karna itu pada tahap ini di perlukan analisis lagi yang di sebut dengan analisis taksonomi.”. (Sugiono,2014:356).
Jadi analisis taksonomi adalah analisis terhadap keseluruhan data yang terkumpul berdasarkan domain yang telah di tetapkan.Analisis taksonomi ini di gunakan untuk menganalisis data yang diperoleh dari tempat peneltian yang secara garis besarnya yaitu menganalisis secara lebih mendetil peran guru mata pelajaran Aqidah Akhlak dalam pembinaan akhlak siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi.
3. Analisis Komponensial
Menurut Sugiono (2013) analisis komponensial ini juga memiliki sejumlah rangkaian analisis yang panjang. Analisis komponensial ini dilakukan setalah analisis taksonomi selesai. Adapun secara teknisnya, kegiatan analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:
“Dalam analisis taksonomi,yang diuraikan adalah domain yang telah ditetapkan menjadi fokus.Melalui analisis taksonomi,setiap domain dicari elemen yang serupa atau serumpun.Ini di peroleh melalui observasi dan wawancara serta dokumentasi yang berfokus.Pada analisis komponensial,yang di cari untuk diorganisasikan dalam domain bukanlah keserupaan dalam domain,tetapi justruyang memiliki perbedaan atau yang kontras.Data ini di cari melalui observasi,wawancara dan dokomentasiyang terseleksi.Dengan teknik pengumpulan data yang bersifat triangulasi tersebut,sejumlah di mensi yang spesifik dan berbeda pada setiap elemen akan dapat di temukan.” (Sugiono,2013:264).
Analisis kompenensial menggabungkan data-data hasil wawancara dan observasidan di gunakan untuk menjawab permasalahan-permasalahan mengenai peran guru aqidah akhlak dalam pembinaan akhlak siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi.
4. Triangulasi
Moeleong (2013) menjelaskan bahwa “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yangmemanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap suatu data.” (Lexy J.Moleong,2013:330). Tringualasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang di peroleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.
Untuk itu perlu diadakan pengecekan ulang terhadap sumber-sumber data dengan cara sebagai berikut :
Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara;
Membandingkan apa yang di katakan orang di depan umum dengan apa yang di katakan secara pribadi;
Membandingkan apa yang di katakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang di katakannya sepanjang waktu;
Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa,orang yang berpendidikan menengah atau tinggi,orang berada,orang pemerintahan;
Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. (Moleong, 2013 : 330-331).
F. Jadwal Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan selama (lima) bulan, mulai dari Juli 2021 sampai Desember 2021. Jadwal penelitian sebagaimana terlampir pada daftar lampiran.
BAB IV
TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Umum
1. Histiroris dan Geografis Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi
Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) merupakan salah satu sekolah rintisan sederajat dengan SMA / Aliyah berstatus swasta. Sekolah Menengah Atas YP-SP3 ini berdiri pada tahun 2001 berdasarkan SK izin berdirinya : 1016/110/G/1b-2001. SMA YP-SP3 terletak dijalan Mestong-Bulian berada di Desa Suka Damai Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi. (Observasi, 12 September 2021)
Keberadaan Sekolah Menengah Atas YP-SP3 ini sebagai salah satu lembaga pendidikan yang berperan membentuk sumber daya pembangunan yang berada di bawah Kemendikbud Republik Indonesia dan tengah berupaya melakukan berbagai program yang strategis agar tidak tertinggal dengan kemajuan perkembangan lembaga pendidikan lainnya. Salah satunya dengan membentuk pengelolaan lembaga pendidikan sekolah yang baik untuk membangun manusia yang cerdas.
Lembaga pendidikan sekolah sangatlah penting memiliki Buku Profil Sekolah Menengah Atas yang dapat menggambarkan seluruh bentuk dan aktifitas lembaga Pendidikan yang bersangkutan dan sekaligus merupakan salah satu ciri pengelolaan madrasah yang baik.
Berikutut gambaran umum lembaga pendidikan Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi melalui profil sekolah:
Tabel 4.1 : Profil Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi tahun 2021/2022
(Sumber : Dokumentasi SMA YP-SP3 Mestong Muaro Jambi Tahun 2021)
2. Visi dan Misi Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi
a. Visi
Membentuk Insan Berintegritas, Bersumber dari nilai-nilai Pancasila, Kami bertekad memberanikan diri menjadi insan yang :
Taat beragama
Berkebangsaan yang tinggi
Berintelektual
Berbudaya dan Bermoral tinggi
Mengembangkan jasmani siswa
Mampu bersaing secara global
b. Misi
Menyelenggarakan suasana belajar yang menyenangkan dan mendorong kreativitas siswa
Memberi peluang untuk berbakti bagi sesama warga masyarakat
Mengembangkan sifat kepemimpinan, menyadari hak dan kewajiban sebagai warga Negara
Mendorong disiplin diri dan berintegritas (Sumber : Dokumentasi Sekolah Menengah Atas YP-SP3 Mestong Muaro Jambi Tahun 2021)
3. Struktur Organisai Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi
Sebagaimana telah diketahui Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi merupakan lembaga pendidikan formal yang menjalankan berbagai kegiatan dalam rangka mencapai tujuan yang ingin dicapai, sukses dan lancarnya penyelenggaraan pendidikan sangat ikut dipengaruhi oleh struktur Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi.
Organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan dan merupakan suatu kebutuhan. Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi sebagai lembaga pendidikan formal yang memiliki organisasi yang kerjasama dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Adapun Struktur Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi sebagai berikut:
Struktur Organisai Sekolah Menengah Atas
Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi Tahun 2021-2022
(Sumber : Dokumentasi SMA YP-SP3 Mestong Muaro Jambi Tahun 2021)
4. Keadaan Guru dan Siswa Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi
a. Keadaan Guru
Tenaga pengajar atau guru di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi mempunyai tugas utama dalam mengelola pelajaran umun an agama islam untuk disampaikan kepada para siswa. Guru adalah pelaksana dan pengembang program kegiatan dalam proses belajar mengajar, bagaimanapun guru merupakan jembatan bagi siswa untuk memahami pelajaran.
Adapun guru Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi yang berjumlah 15 orang dengan latar belakang yang berbeda-beda gelar akademik. Dari segi sumber daya mengajar, rata-rata mereka mempunyai kualifikasi sebagi guru, baik dari lembaga umum naupun dari pendidikan agama. Adapun nama daftar guru Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi sebagai berikut:
Tabel 4.2 : Keadaan Guru Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi tahun 2021/2022
(Sumber : Dokumentasi SMA YP-SP3 Mestong Muaro Jambi Tahun 2021)
b. Keadaan Siswa
Keberadaan siswa Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi di terima melalui seleksi NEM yang telah ditetapkan oleh sekolah. Berikut ini keberadaan siswa dan pendistribusiannya untuk setiap kelas.
Tabel 4.3 : Keadaan Siswa Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi tahun 2021/2022
(Sumber : Dokumentasi SMA YP-SP3 Mestong Muaro Jambi Tahun 2021)
5. Keadaan Sarana dan Prasarana Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi
Sarana adalah segala sesuatu yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. Sarana adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar seperti gedung, ruang kelas, meja dan kursi, serta alat-alat dan media pembelajaran. Atau fasilitas belajar yang diperlukan dalam proses belajar mengajar agar proses pembelajaran berjalan dengan baik dan dapat menberikan semangat belajar kepada siswa.
Disamping sarana terdapat pula prasarana yang merupakan fasilitas belajar yang mendukung dan membantu proses pembelajaran yang tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran seperti halaman, kebun, taman sekolah, dan jalan menuju sekolah. Tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses pengajaran seperti taman sekolah yang digunakan sekolah untuk pengajaran pendidikan lingkungan hidup, halaman sekolah sekaligus lapangan olahraga, upacara dan kegiatan lainnya komponen tersebut merupakan prasarana pendidikan. Di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi sarana dan prasarana yang dibutuhkan cukup memadai, terutama sarana olahraga dan ekstrakurikuler seperti lapangan bola volley. Adapun sarana dan prasarana yang dapat menunjang berlangsungnya proses pembelajaran di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 4.4 : Keadaan sarana dan prasarana Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi tahun 2021/2022
(Sumber : Dokumentasi SMA YP-SP3 Mestong Muaro Jambi Tahun 2021)
Temun Khusus
1. Nilai-Nilai Religius Siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi
Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong merupakan salah satu sekolah menengah yang ada di Kabupaten Muaro Jambi. Dalam penanaman nilai-nilai religius pada peserta didik di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong, mencakup kegiatan-kegiatan keagamaan yang sudah diprogram oleh guru Pendidikan Agama Islam , Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah serta Guru BK. Penanaman nilai nilai religius di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong diwujudkan dalam berbagai kegiatan keagamaan seperti tadarus al- Qur’an, sholat dhuha, sholat berjama’ah, puasa sunnah, peringatan hari besar Islam, dan doa bersama (istighosah) dan sebagainya.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneli di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong penulis menemukan bahwa nilai-nilai religius pada peserta didik terindikasi mengunakan atau mengadopsi pola pendidikan pesanteran, guna untuk menunjang dan membantu proses pembentukan karakter religius. Kegiatan keagamaan yang diadopsi dari pendidikan pesantren yang diterapkan di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong ini sesuai dengan teori Sunarto, M.Pd Fathurrohman, antara lain tadarus al- Qur’an, sholat dhuha, sholat berjama’ah, puasa sunnah, peringatan hari besar Islam, dan doa bersama (istighosah). Disamping itu, kegiatan lain juga ada seperti dibiasakan mendengarkan murotal, infaq dan selalu peduli dengan sekitar. (Observasi, 12 September 2021).
Wawancara penulis dengan Bapak kepala sekolah di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong yaitu bapak Sunarto, M.Pd mengatakan:
“Penanaman nilai-nilai religius pada peserta didik di Sekolah Menengah Atas kami ini, dimana kami mengadopsi nilai pesantren, dan Alhamdulillah dapat dikatakan berhasil, terlihat dari peserta didik yang menunjukan sikap positif seperti beribadah secara rutin dari mulai kegiatan 3S (senyum, sapa dan salam) tadarus al-Qur’an, berdoa di awal dan diakhir pelajaran, sholat dhuha, puasa sunnah, sholat berjama’ah, sholat jum’at, infaq dan peringatan hari besar Islam, dan istighosah” (Wawancara, 12 September 2021).
Dari hasil observasi dan wawancara penulis diatas dapatlah dipahami bahwa peserta didik menunjukan sikap ramah ketika bertemu dengan guru-guru dan teman-teman serta orang lain. Hal ini terbukti ketika peneliti datang pertama kalinya disambut dengan ramah dan berjabat tangan meskipun belum saling kenal.
Menurut ibu Maimunah, S.Pd.I selaku guru Pendidikan Agama Islam , saat wawancara penulis dengan beliau mengatakan :
“Perilaku para siswa-siswi sudah terarah dan terjadi perubahan, seperti sikap/etika yang baik. Pendidikan pesantren yang dilakukan disekolah kami ini dimana para siswa memberikan dampak yang positif bagi siswa sehingga suasana di sekolah ini sangatlah nyaman dan damai, dimana tegus sapa dan senyum sangat terjalin dikalangan Sekolah Menengah Atas ini” (Wawancara, 12 September 2021).
Seorang guru tentunya memberikan pendidikan dan pembelajaran kepada siswa dengan positif. Guru tentunya mengupayakan seorang siswa yang awalnya kurang baik dalam hal prilaku atau pun dalam hal ibadah keagamaan, akhirnya bisa menjadi lebih memahami tentang keagamaan dan sadar tentang hakikat beriman dan beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi tentunya menggunakan beberapa cara dalam menanamkan nilai regelius sehingga siswa dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi adalah sebagai berikut :
a. Kegiatan Harian
Kegiatan harian meliputi, kegiatan sholat dhuhur berjamaah, yang dilaksanakan oleh semua guru, karyawan, dan juga peserta didik di Musholla Sekolah Menengah Atas saat istirahat kedua pukul 12.00 WIB. Disamping melaksanakan sholat dhuhur berjamaah, peserta didik juga sudah terbiasa melaksanakan sholat dhuha dengan penuh kesadaran masing-masing dan tadarus Al-qur’an.
Berdo‟a sebelum dan setelah pembelajaran selesai yang dilakukan oleh guru dan peserta didik ketika telah memasuki ruang kelas sebelum pembelajaran selesai. Hal ini bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT serta mengharapkan barokah ketika sedang menuntut ilmu dan memohon dianugrahi oleh Allah supaya dalam proses pembelajaran berjalan dengan lancar dan memohon diberikan pemahaman atas segala ilmu yang telah diberikan oleh guru. Kegiatan berdo‟a sebelum dan setelah pembelajaran dilakukan rutin setiap hari ketika masuk kelas dan telah selesai pembelajaran.
Dari hasil observasi penulis di kelas X Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi penulis menemukan bahwa setelah murid melakukan berdo‟a sebelum masuk kedalam kelas, kemudian murid bersama-sama membaca Asmaul Husna yang kemudian berlanjut dengan tadarus Al-Qur‟an. Tujuan adanya pembacaan Asmaul Husna supaya murid terbiasa dengan menghafal 99 nama Allah dalam Al-Qur‟an. Setelah kegiatan berdo‟a selesai, kemudian guru menyampaikan materi yang akan dipelajari pada hari itu dan setelah pembelajaran selesai juga diakhiri dengan berdo‟a kembali kemudian guru mengucapkan salam. (Observasi, 23 Oktober 2021).
Wawancara penulis dengan ibu Maimunah, S.Pd.I selaku guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi beliau mengatakan :
“Dengan dilaksanakannya kegiatan berdo‟a sebelum dan setelah belajar secara rutin dan sholat dzuhur berjama’ah serta sholat dhuha dan tadarus al-qura’n, peserta didik akan terbiasa melakukan hal yang demikian. Penanaman nilai religius yang seperti ini secara sadar dilakukan oleh para siswa yang dilakukan secara rutin, maka ketika akan memulai suatu urusan atau perkerjaan siswa akan membiasakan dengan kebaikan, yaitu berdo‟a sebelum dan sesudah dalam setiap melakukan aktifitas sehari-harinya baik dalam lingkungan sekolah maupun di lingkungan keluarga. (Wawancara, 23 Oktober 2021)
Wawancara penulis dengan Subianto salah seorang siswa kelas X di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi beliau mengatakan :
“Kegiatan berdo‟a sebelum dan sesudah belajar adalah hal rutiitas biasa kami lakukan di sekolah, karena kami diajarkan oleh guru dimana setiap melakukan kegiatan belajar diawali dengan berdoa. Demikian juga dengan segala kegiatan lain merupakan salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dengan memuji Allah karena atas kehendak-Nya semua kegiatan dapat berjalan dengan lancar” (Wawancara, 23 Oktober 2021)
Dari hasil wawancara diatas dapatlah dipahami bahwa siswa sudah terlatih dengan berdoa sebelum dan sesudah belajar, sehingga dalam hal ini akan muncul karakter religius dengan selalu menanamkan dan mengucap rasa syukur secara terus-menerus dan rutin dimanapun dan kapanpun.
b. Kegiatan Mingguan
Kegiatan minggun meliputi, kegiatan infak di hari jum‟at dan pembacaan surah Yasin. Dari hasil observasi yang peneliti lakukan, kegiatan ini rutin dilaksanakan setiap satu minggu sekali setiap hari Jum‟at yang diselenggarakan oleh organisasi sekolah. Setiap anggota dari kegiatan organisasi siswa membawa kotak amal kemudian memasuki ruang kelas masing-masing yang telah dijadwalkan. Kegiatan yang seperti ini dilakukan dengan rasa ikhlas tanpa adanya paksaan oleh seluruh peserta didik.
Wawancara penulis dengan Fitriani siswa kelas X Sekolah Menengah Atas dan selaku ketua organisasi siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi beliau mengatakan :
“Tujuan dari adanya kegiatan infak pada hari Jum‟at yaitu untuk memberi bantuan kepada anak yang sedang tertimpa musibah, seperti ketika ada orangtua dari peserta didik ada yang meninggal dunia, kami dari OSIS akan membantu secara sukarela dengan menggunakan infak yang telah terkumpul dari para siswa” (Wawancara, 23 Oktober 2021)
Dengan diadakannya kegiatan penarikan infak setiap hari jum’at yang seperti ini juga termasuk dalam unsur karakter religius yaitu ibadah. Dan dari kegiatan tersebut akan menumbuhkan karakter religius dalamdiri siswa yaitu peduli sosial. Karena mereka akan terbiasa dalam hal mengelola uang saku dengan menyisihkan sebagian uang sakunya untuk lebih peduli terhadap sesama. Hal ini sesuai dengan sumber religius dalam kehidupan sesuai dengan Kemendiknas yaitu peduli sosial, yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
Kegiatan mingguan yang lainnya di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi yaitu pelatihan seni rebana (Hadhroh), kegiatan ini rutin dilaksanakan setiap satu minggu sekali yaitu pada hari kamis. Dalam pelatihan seni rebana, siswa yang sudah mahir dalam memainkan hadhroh mengajari siswa yang sama sekali belum bisa memainkan seni rebana. Karena kebanyakan dari mereka yang mengikuti organisasi OSIS merupakan siswa-siswi yang jarang mengikuti organisasi yang bernuansa religius.
Wawancara penulis dengan bapak Ayub, S.Pd selaku wakil kepala sekolah bidang kesiwaan di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi beliau mengatakan :
“Kegiatan seni rebana bertujuan untuk menumbuhkan apresiasi (penghargaan) peserta didik terhadap seni budaya Islami, memupuk bakat dan minat peserta didik di bidang seni musik Islami, menumbuhkan rasa percaya diri. Ruang lingkupnya adalah keterampilan memainkan musik rebana dan peserta didik juga lebih mencintai kepada Rosululloh SAW dengan semakin mengenal apa itu lagu sholawat dan bisa melantunkan sholawat melalui seni rebana tersebut” (Wawancara, 23 Oktober 2021)
Kegiatan mingguan yang lainnya yaitu kegiatan tilawah Al- Qur‟an yang dilakukan oleh siswa-siswi Sekolah Menengah Atas. Kegiatan ini diadakan dengan tujuan untuk lebih memahami dan mengerti isi kandungan Al-Qur‟an. Kegiatan tilawah dilaksanakan setiap satu minggu sekali pada hari sabtu. Dengan adanya kegiatan tilawah Al-Qur‟an, akan menumbuhkan sikap yang religius yaitu sikap cinta terhadap Al-Qur‟an.
Hasil observasi penulis di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi penulis menemukan bahwa dalam kegiatan OSIS pada hari Jum’at pada saat melakukan pelatihan Tilawah Al-Qur‟an ditemukan bahwa peserta didik terlihat aktif mengikuti kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh organisasi. Dalam kegiatan tersebut, peserta didik yang belum lancar dalam membaca Al-Qur‟an mengajari peserta didik lain yang belum lancar membaca Al-Qur‟an.
Wawancara penulis dengan Mirnawati salah seorang siswi kelas X di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi beliau mengatakan :
“Untuk menanamkan nilai religius yang dapat diterapkan dalam lingkungan sekolah, dimana pihak sekolah memberikan kesempatan kepada kami untuk mengekspresikan diri menumbuhkan bakat, minat, dan kreativitas pendidikan agama dalam keterampilan dan seni, seperti membaca al-Quran, adzan, sari tilawah. Selain itu, untuk mendorong peserta didik sekolah mencintai kitab suci dan meningkatkan minat peserta didik untuk membaca, menulis, dan mempelajari isi kandungan Al-Quran” (Wawancara, 23 Oktober 2021)
Dari hasil observasi dan wawancara penulis diatas jelaslah bahwa solusi atau upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi adalah dengan membuat program harian dan mingguan dalam upaya menanamkan nilai-nilai regelius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi.
c. Kegiatan Bulanan
Kegiatan bulanan, meliputi kegiatan Malam Bina Taqwa (Mabit). Adapun rincian dari malam bina taqwa yaitu diisi dengan tadarus Al- Qur‟an setelah itu dialog keagamaan tentang kajian fiqih, isu-isu keagamaan, pendalaman materi tentang baca tulis Al-Qur‟an, serta pada malam hari mujahadah istighozah dan solat tahajud bersama-sama. (Obervasi, 23 Oktober 2021)
Wawancara penulis dengan bapak Ayub, S.Pd, selaku wakil kepala sekolah bidang kesiwaan di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi beliau mengatakan :
“Kegiatan Malam Bina Taqwa khusus untuk pengurus OSIS saja dikarenakan untuk membina pengurus OSIS supaya lebih berkualitas dan aktif didalam organisasi. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan di rumah dari pembina organisasi OSIS. Untuk lebih semakin mendekatkan antara pembina dengan pengurus OSIS. (Wawancara, 23 Oktober 2021)
Dari hasil observasi dan wawancara diatas jelaslah bahwa kegiatan bulanan yang dilaksanakan dalam menanamkan nilai-nilai regelius di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi adalah mengadakan kegiatan Malam Bina Taqwa.
d. Kegiatan Tahunan
Kegiatan Tahunan, meliputi kegiatan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), Pembagian zakat, manasik haji, pesantren kilat. Adapun rincian dari kegiatan PHBI meliputi peringatan hari besar maulid Nabi Sunarto, M.Pd SAW, peringatan Isra‟ Mi‟raj. Di Sekolah Menengah Atas ini sendiri setiap tahunnya selalu mengadakan peringatan hari besar Islam, dimana para pengurus dari OSIS yang didaulat sebagai panitia dan mengkoordinir segala sesuatu yang dibutuhkan dalam acara tersebut. Pada bulan ramadhan pengurus OSIS juga selalu mengadakan kegiatan buka bersama dan sholat tarawih di Mushola Sekolah Menengah Atas. Dalam kegiatan tersebut, pengurus OSIS yang mengkoordinir segala sesuatu yang akan dipersiapkan, mulai dari tempat, makanan dan segala macam yang lainnya. Kegiatan buka bersama biasanya hanya dilakukan oleh semua siswa-siswi yang mengikuti organisasi OSIS saja dan guru diundang semuanya.
Wawancara penulis dengan ibu Maimunah, S.Pd.I selaku guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi beliau mengatakan :
“Setiap tahunnya kami selalu mengadakan peringatan hari besar Islam (PHBI), diantaranya peringatan Maulid Nabi, Isr’a Mi’raj, Pembagian zakat, manasik haji, pesantren kilat, buka puasa bersama dan lain sebagainya, dimana para pengurus dari OSIS yang didaulat sebagai panitia dan mengkoordinir segala sesuatu yang dibutuhkan dalam acara tersebut”. (Wawancara, 23 Oktober 2021)
Dari hasil wawancara diatas jelaslah bahwa kegiatan yang bersifat tahunan ini seperti kegiatan mengadakan peringatan hari besar Islam (PHBI), diantaranya peringatan Maulid Nabi, Isr’a Mi’raj, Pembagian zakat, manasik haji, pesantren kilat, buka puasa bersama dan lain sebagainya merupakan program yang sudah terjadwal dari pihak sekolah Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi.
2. Faktor pendukung dan penghambat guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi
Pada dasarnya setiap penerapan Pendidikan Agama Islam pasti akan ada faktor pendukung dan penghambat, terutama guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai religius. Dengan merujuk pada hasil temuan yang diperoleh dari lapangan melalui wawancaraa dapat diketahui bahwa seorang guru Pendidikan Agama Islam itu berperan sebagai teladan atau model, tetapi masih ada seorang guru yang kurang memiliki kesadaran pada dirinya untuk berperilaku Islami.
Begitu juga dengan penanaman nilai-nilai regelius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi, dimana dalam penanaman nilai regelius tersebut tentuk tidak luput dari faktor pendukung dan faktor penghambat. Terdapat dua faktor dalam penanaman nilai-nilai regelius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi diantaranya adalah faktor internal dan eksternal.
a. Faktor Pendukung
Adapun faktor pendukung dalam penanaman nilai-nilai regelius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi adalah sebagai berikut :
1). Komitmen Bersama
Adanya komitmen bersama dari seluruh elemen sekolah terutama dimulai dari pimpinan atau kepala sekolah hingga seluruh guru dan siswa/i untuk sama-sama menanama nilai religius keagamaan di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi. Tanpa adanya komitmen untuk mengawasi, berkomunikasi mengamati, mendidik, hingga mengevaluasi dari pihak sekolah, maka penanaman nilai religiusitas siswa tidak akan terbentuk dengan baik. Melalui budaya religius yang diciptakan, semua guru wajib mengawasi dan memperhatikan pembiasaan dan aktivitas siswa yang telah menjadi komitmen awal untuk ditanamkan sejak dini. (Observasi, 09 Oktober 2021).
Wawancara penulis dengan bapak kepala sekolah di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong yaitu bapak Sunarto, M.Pd mengatakan:
“Faktor pendukung salah satunya ya dari komitmen semua guru terutama saya selaku kepala sekolah dan guru Pendidikan Agama Islam berkomitmen untuk dapat memberi contoh dalam penanamai nilai regelius kepada semua siswa di Sekolah Menengah Atas ini. Jadi kita harus solid untuk menanamkan nilai religius kepada siswa seperti beribadah secara rutin dari mulai kegiatan 3S (senyum, sapa dan salam) tadarus al-Qur’an, berdoa di awal dan diakhir pelajaran, sholat dhuha, puasa sunnah, sholat berjama’ah, sholat jum’at, infaq dan peringatan hari besar Islam, dan istighosah” (Wawancara, 09 Oktober 2021)
Pada kesempatan itu juga, penulis mewawancarai ibu Maimunah, S.Pd.I selaku guru Pendidikan Agama Islam , saat wawancara penulis dengan beliau mengatakan :
“Menanamkan nilai regelius kepada siswa tentunya butuh komitmen bersama dari semua elemen sekolah, tidak hanya tertuju kepada saya sendiri selaku guru Pendidikan Agama Islam, namun juga kepada guru-guru yang lain untuk bersama-sama menanamkan nilai regelius kepada siswa dan alhamdulillah, bapak kepala sekolah mendukung penuh apa yang kami lakukan di sekolah ini dalam penanaman nilai-nilai regelius kepada siswa” (Wawancara, 09 Oktober 2021)
Dari hasil observasi dan wawancara diatas sangatlah jelah bahwa dalam upaya menanamkan nilai regelius kepada siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi dimana adanya komitmen dari semua elemen sekolah, mulai dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan para guru semuanya.
Adanya komitmen bersama dari semua pihak sekolah menjadikan salah satu faktor pendukung guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai regelius kepada siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi. Hal ini terlihat semua kegiatan dapat dipantau langusung oleh semua guru seperti beribadah secara rutin dari mulai kegiatan 3S (senyum, sapa dan salam) tadarus al-Qur’an, berdoa di awal dan diakhir pelajaran, sholat dhuha, puasa sunnah, sholat berjama’ah, sholat jum’at, infaq dan peringatan hari besar Islam, dan istighosah.
2). Kerjasama Guru
Kerjasama guru dalam mengawasi secara praktik juga sangat penting untuk menanamkan nilai religius siswa. Ketika siswa datang dan guru menyambut dengan senyum, salam, dan sapa kemudian siswa langsung menuju masjid untuk melaksanakan pembiasaan pagi. Dalam hal ini, kerjasama guru mulai dari mengawasi praktik wudhu dan sholat siswa dengan benar.
Wawancara penulis dengan ibu Maimunah, S.Pd.I selaku guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi beliau mengatakan :
“Kerjasama yang baik antara guru dengan guru yang lain menjadikan sebuah pendukung bagi kami guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai regelius kepada siswa. Hal ini cukup berjalan baik, dimana ketika siswa datang dan guru menyambut dengan senyum, salam, dan sapa kemudian melaksanakan pembiasaan seperti tadarus al-Qur’an, berdoa di awal dan diakhir pelajaran, sholat dhuha, puasa sunnah, sholat berjama’ah, sholat jum’at, infaq dan peringatan hari besar Islam dan istighosah”. (Wawancara, 11 Oktober 2021)
Kerjama dalam menanankan nilai regelius siswa tidak hanya terfokus pada guru Pendidikan Agama Islam yang dalam hal ini mengajarkan keagamaan, namun guru yang lainpun dapat menjadi contoh dan membimbing para siswa dalam menanamkan nilai regelis di sekolah, hal ini bertujuan agar suasana sekolah menajdi kearah yang baik.
Wawancara penulis dengan bapak Ayub, S.Pd selaku wakil kepala sekolah bidang kesiwaan di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi beliau mengatakan :
“Dalam penanaman nilai regelius siswa di Sekolah Menengah Atas ini tidak hanya terfokus kepada guru Pendidikan Agama Islam saja, namun saya selaku wakil kepala sekolah bidang kesiswa sangat mendukung semua program keagamaan yang ada di sekolah ini. Saya juga mengajak kepada guru-guru yang lain untuk saling membantu dalam programa keagaaman di Sekolah Menengah Atas ini”. (Wawancara, 11 Oktober 2021).
Dari hasil observasi dan wawancara diatasa dapatlah dipahami bahwa salah satu faktor pendukung dalam penanaman nilai regelius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi adalah adanya kerja sama yang baik, baik antara guru dengan guru yang lain, maupun dengan pimpinan sekolah.
Kemudian dari faktor pendukung dalam penanaman nilai-nilai religius siswa juga terdapat faktor penghambat dalam penanaman nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi.
b. Faktor Penghambat
Selain ada faktor yang mendukung, ada pula hambatan-hambatan yang dihadapi, baik yang bersifat internal dan maupun yang eksternal. Faktor hambatan internal yang dihadapi, antara lain minimnya sarana dan prasarana Pendidikan Agama Islam, minimnya dukungan dari wali kelas dan guru lintas bidang studi, dan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam yang kurang memadai.
Adapun faktor penghambat guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi
1. Faktor Internal
Faktor Internal disisni adalah minimnya sarana dan prasarana Pendidikan Agama Islam. Sebagaimana hasil observasi penulis di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi, penulis menemukan bahwa masih terdapat kekurangnya sarana dan prasarana pendukung kegiatan Pendidikan Agama Islam seperti mushallanya kurang luas, buku-buku dan perlengkapan penunjang Pendidikan Agama Islam banyak yang hanyut dan rusak, kemudian yang kedua partisipasi guru bidang studi lain masih sangat kurang.
Wawancara penulis dengan ibu Maimunah, S.Pd.I selaku guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi beliau mengatakan :
“Sarana dan prasarana untuk kegiatan amal masih sangat kurang, terutama buku-buku keagamaan dan perlengkapan musholla. Musholla kurang luas dan sudah banyak kerusakan dan rencananya akan kami rehab secara total untuk membangun yang lebih luas lagi serta jumlah kotak amal akan diperbanyak dan dipasang disetiap sudut sekolah”. (Wawancara, 09 Oktober 2021)
Kutipan wawancara dan hasil oservasi yang peneliti lakukan menunjukkan tentang kondisi sarana dan prasarana Pendidikan Agama Islam yang menjadi salah satu faktor penghambat kelancaran kegiatan yang terjadi di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi, maka dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor penghambat.
2. Faktor Eksternal
Selain faktor inernal juga terdapat faktor eksternal penghambat guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi salah satunya adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang memberikan porsi terbesar terhadap pembentukan karakter dan kepribadian siswa.
Wawancara penulis dengan ibu Maimunah, S.Pd.I selaku guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi beliau mengatakan :
“Dalam ajaran Islam, pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama. Seorang anak dilahirkan dengan fitrah, kedua orang tuanyalah yang bertanggungjawab terhadap masa depan anak tersebut. Demikian pula dengan lingkungan masyarakat ikut menentukan karena siswa lebih banyak berada di lingkungan keluarga dan masyarakat daripada di lingkungan sekolah” (Wawancara, 11 Oktober 2021).
Hasil wawancara diatas sangatlah jelas bahwa orang tua sebagai pihak yang paling bertanggungjawab terhadap perilaku dan sikap anak tidak dapat berperan dengan baik. Orang tua kurang memperhatikan masalah penanaman nilai agama dan kurang memberikan bimbingan sehingga orang tua cenderung menyerahkan pendidikan anaknya kepada lembaga pendidikan. Hal itu dapat disebabkan karena para orang tua kurang memiliki pengetahuan mengenai pentingnya pendidikan agama bagi anak. Dapat juga disebabkan oleh sedikitnya kesempatan orang tua untuk mendampingi anak karena kesibukan keduanya mencari nafkah.
3. Peran guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi
Adapun peran guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi, berdasarkan hasil observasi penulis di lapangan adalah sebagai berikut:
a. Keteladanan
Keteladanan merupakan salah satu solusi guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi. Misalnya guru memberikan contoh kepada siswa disini guru juga berperan sebagai teladan maka disekolah setiap pagi guru selalu membiasakan budaya 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun) untuk menyambut siswa-siswanya didepan gerbang sekolah untuk membiasakan siswa berjabat tangan atau besalaman. (Observasi, 12 November 2021).
Guru juga berusaha membiasakan untuk selalu datang pagi dengan maksud agar menjadi contoh untuk siswa-siswanya agar bersikap disiplin. Tujuannya dengan adanya keteladanan dalam diri guru untuk menjadikan panutan kepada peserta didik. Keberhasilan siswa akan terlihat dari bagaimana seorang guru memberikan contoh dan bimbingan dengan baik kepada siswanya.
Wawancara penulis dengan bapak kepala sekolah di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong yaitu bapak Sunarto, M.Pd mengatakan:
“Kepada setiap guru agar senantiasa menjadi teladan dan pusat perhatian bagi muridnya. Apa lagi guru Pendidikan Agama Islam, dalam penanama nilai regelius siswa tentunya menjadi panutan atau teladan bagi siswa di sekoloah ini. Ia harus mempunyai karisma yang tinggi, ini merupakan faktor penting yang harus ada pada diri seorang guru. (Wawancara, 12 September 2021)
Berdasarkan wawancara diatas dapatlah dipahami bahwa peran guru itu disamping sebagai pengajar, pembimbing, pemberi motivasi, juga asebagai teladan bagi siswa -siswanya. Oleh karenanya guru hendaknya menjadi teladan agar dapat diikuti oleh siswanya.
Hasil Wawancara penulis dengan ibu Maimunah, S.Pd.I selaku guru Pendidikan Agama Islam , saat wawancara penulis dengan beliau mengatakan :
“Saya selalu memberikan teladan kepada anak-anak di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi dalam berbagai kegiatan keislaman seperti melaksanakan sholat dhuha, sholat berjama’ah, infaq dan lainnya dengan demikian pada prinsipnya saya ingin anak-anak dapat mengikuti hal-hal yang baik pula, tanpa adanya paksaan. Hal ini merupakan bentuk penanaman nilai-nilai regelius kepada siswa” (Wawancara, 18 September 2021).
Kemudaian wawancara penulis dengan Ahmad Fadlan, Gunawan dan Sopian Hadi seorang siswa kelas X Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi menuturkan bahwa :
“Keteladan guru Pendidikan Agama Islam selalu memberikan nasihat dan motivasinya kepada kami agar bisa semangat dalam belajar lalu memilki keinginan positif demi mencapai cita-citanya, disamping itu hal-hal yang positif pun menjadi teladan bagi kami” (Wawancara, 18 September 2021).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara penulis diatas, dapatlah dipahami bahwa siswa kelas X khususnya dan umumnya siswa Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi dalam menanamkan nilai regelius tentunya sudah mengikuti keteladan guru.
Guru Pendidikan Agama Islam, baik selama di kelas maupun luar kelas, hendaknya sebagai suri tauladan dan contoh keteladanan bagi siswa, setiap tingkah laku guru selalu diperhatikan oleh para siswanya baik itu cara berbicara, berbuatnya dan bahkan pergaulannya.
Sebagai guru Pendidikan Agama Islam tugasnya tidak hanya mengajar dan memberi tugas di dalam kelas tetapi guru itu harus bertanggung jawab dalam membimbing, memberi motivasi, memberikan fasilitas didalam proses pembelajaran, mengarahkan setiap kegiatan belajar di dalam kelas maupun di luar kelas sesuai dengan apa yang diketahui dan diembannya. Lalu guru Pendidikan Agama Islam harus mampu mengingatkan dan memberi contoh kepada anak didiknya dalam hal yang bersifat religi misalnya melaksanakan shalat berjama‟ah, mengingatkan siswa untuk berwudhu terlebih dahulu sebelum membaca al-Qur‟an, memberi pembinaan kepada anak didiknya apabila belum lancar Baca Tulis Al-Qur‟an (BTA) serta mengajari anak didiknya berbuat sopan santun terhadap guru lainnya dan sesama teman sebaya bahkan kakak kelasnya.
b. Evaluator
Tugas guru Pendidikan Agama Islam sebagai evaluator merupakan proses penilaian yang menerapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh pseserta didik. Penilaian dilaksanakan dengan prinsip-prinsip dan dengan teknik yang sesuai, mungkin tes atau non tes. Dalam proses penilaian, guru perlu memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang memadai.
Sebagaimana hal yang telah disampaikan oleh ibu Maimunah, S.Pd.I selaku guru Pendidikan Agama Islam , saat wawancara penulis dengan beliau mengatakan :
“Guru Pendidikan Agama Islam itu memiliki kriteria penilaian yaitu nilai kognitif, sikap dan keterampilan. Sikap nilai peserta didik itu dinilai sesuai dengan perilakunya, apabila ada siswa yang santun maka akan ada penambahan nilai sedangkan jika mendapati siswa itu tidak santun tidak ada penambahan nilai. Saya biasanya menilai dengan ulangan harian sama UAS lalu tambahannya yang dinilai menurut aspek keterampilannya khusus kelas X yaitu adanya tagihan hafalan saat kegiatan KBM seperti mengahafal bacaan shalat,menghafal surat pendek atau juz „amma, tes Baca Tulis Al-Qur‟an, menghafal tahlil pendek, lalu praktek jadi bilal tahlil” (Wawancara, 18 September 2021).
Hasil wawancara diatas dapatlah dipahami bahwa evaluasi dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam untuk mengetahui kemampuan masing-masing siswa dengan menggunakan pengamatan terhadap anak didiknya, tes (tes lisan atau non lisan) dan praktik.
Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Bapak kepala sekolah di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong yaitu bapak Sunarto, M.Pd mengatakan:
“Untuk mengetahui kemampuan masing-masing siswa kami menganjurkan kepada guru Pendidikan Agama Islam wajib memberikan evaluasi. Hasil dari evaluasi tersebut akan mengetahui seberapa kemampuan anak-anak dalam memfahami dan mengikuti pembelajaran di dalam atau luar kelas yang dapat menanamkan nilai-nilai regelius siswa”. (Wawancara, 18 September 2021).
Hasil dari wawancara-wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi guru terhadap peserta didik itu sangat penting karena sebagai acuan berhasil tidaknya seorang guru dalam mendidik dan membina peserta didik serta mengetahui setiap kelemahan dan kesulitan peserta didiknya dalam belajar dan memfahami bahan ajar materi yang diajarkan.
Selain menilai hasil belajar peserta didik, guru harus menilai dirinya sendiri juga, baik secara perencana, pelaksana, maupun penilaian program pembelajaran. Oleh karena itu, dia harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang penilaian
program tersebut.
c. Motivator
Peran guru Pendidikan Agama Islam sebagai motivator dalam menanamkan nilai-nilai religius kepada peserta didik, ditujukan untuk peserta didik selalu menanamkan karakter religius dimanapun mereka berada dan sampai kapanpun. Peran guru pendidikan agama Islam sebagai motivator dalam menanamkan nilai-nilai religius peserta didik di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi.
Wawancara penulis dengan ibu Maimunah, S.Pd.I selaku guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi beliau mengatakan :
“Untuk menanamkan nilai-nilai religius tentunya berawal dari diri saya sendiri. Saya selalu memberi motivasi, memberi dorongan kepada siswa. artinya saya selalu mencontohkan perilaku atau kegiatan-kegiatan keagamaan, lalu saya ceritakan hikmahhikmah agar siswa dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari. dari kegitan religius tersebut. tujuan saya biar siswanya itu tergerak dan akhirnya terdorong untuk melakukannya kegiatan tersebut” (Wawancara, 23 September 2021).
Berdasarkan paparan di atas banyak hal yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam memotivasi peserta didik agar mereka melakukan kegiatan keagamaan. Bentuk motivasi yang dilakukan seperti menasehati, menceritakan hikmah-hikmah dari setiap kegiatan keagamaan dan memberikan contoh bagi peserta didiknya, serta membiasakan kegiatan tersebut agar tetap tertananam pada diri peserta didik. Peran guru Pendidikan Agama Islam disini sangat di utamakan karena guru yang ditakuti dalam hal kegiatan keagamaan adalah guru agama.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pokok pembahasan pada bab diatas tentang peran guru pendidikan agama islam dalam menanamkan nilai - nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi diantaranya adalah :a) . Kegiatan harian meliputi, kegiatan sholat dhuhur berjamaah, b). Kegiatan minggun meliputi, kegiatan infak di hari jum‟at dan pembacaan surah Yasin. C). Kegiatan Bulanan meliputi kegiatan Malam Bina Taqwa (Mabit). d). Kegiatan Tahunan meliputi kegiatan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI).
Faktor pendukung dan penghambat guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai religius siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi. Adapun faktor pendukung dalam menanamkan nilai-nilai regelius meliputi ; a). Komitmen bersama yakni seluruh elemen sekolah b) Kerjasama guru dalam mengawasi secara praktik sekaligus untuk menanamkan nilai religius siswa kepada siswa. Sedangkan faktor penhambat diataranya adalah ; a). Faktor Internal, b) faktor eksternal.
Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Menanamkan Nilai-Nilai Religius Siswa di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi diantaranya adalah a). Keteladanan. Keteladanan merupakan salah satu solusi guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai religius, misalnya guru memberikan contoh kepada siswa disini guru juga berperan sebagai teladan maka disekolah setiap pagi guru selalu membiasakan budaya 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun) b).Evaluator, sebagai evaluator guru Pendidikan Agama Islam merupakan proses penilaian yang menerapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh pseserta didik c). Motivator, sebagai motivator dalam menanamkan nilai-nilai religius kepada peserta didik, ditujukan untuk peserta didik selalu menanamkan karakter religius dimanapun mereka berada.
Saran
Kepala Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi untuk selalu memberikan yang terbaik demi kemajuan sekolah
Guru Pendidikan Agama Islam hendaknya mendidik peserta didik dengan penuh kasih sayang dalam upaya menanamkan nilai-nilai regelius di Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (YP-SP3) Mestong Muaro Jambi
Kepada siswa-siswa hendaknya mematuhi dan mentaati serta dapat menjalankan apa-apa yang telah diprogram oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam upaya penanaman nilai-nilai regelius di Sekolah.
C. Kata Penutup
Dengan mengucapkan Al-hamdulillah, puji dan syukur atas rahmat Allah serta taufiq dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, meskipun masih terdapat banyak sekali kekurangan, baik dalam penyajian data mapun dalam penulisan.
Kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini, penulis harapakan kepada semua pihak yang dengan senang hati penulis terima dengan tulus dan ikhlas. Akhirnya penulis berserah diri kepada Allah, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis sendiri khusus dan bagi pembaca umum nya. Amin ya robbal alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Al-Qur,an dan terjemahan, (Jakarta : Depag RI, 2010)
..........., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008)
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2008)
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004)
Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005)
Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah, (Malang: UIN-Maliki Press, 2009)
Aziz, Orientasi Sistem Pendidikan Agama di Sekolah, (Yogyakarta: Teras, 2010)
Beni Ahmad Saebeni, Metode Penelitian (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Amzah, 2010)
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2017)
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009)
Hasan, Iqbal, Statistik untuk Penelitian. (Bandung: Alfabeta, 2003)
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada, 2001)
Jalaluddin. Psikologi Agama (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005)
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013)
M. Ali dan Asrori, Psikologi Remaja; Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004)
Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta. (Gaung Persada Pres, 2010)
Muhaimin et. Al. Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012)
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012)
Sulaiaman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2012)
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, (2014)
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Penelitian. (Jakarta: Rineka Cipta, 2006)
Tobroni, Pendidikan Islam, Paradigma Teologis, Fisolofis dan Spiritualitas, (Malang: UMM, 2008)
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana, 2008)
0 $type={blogger}:
Posting Komentar