BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa
adalah sistem lambang bunyi yang arbiter, yang dipergunakan oleh sekelompok
masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Menurut
Devianty menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi antarmasyarakat
yang berwujud simbol bunyi yang dihasilkan dari alat ucap manusia. Dalam proses
komunikasi, terdapat lambang atau simbol yang disetujui oleh pihak-pihak yang
berkomunikasi (Devianty
(2017:227). Melalui bahasa manusia dapat saling berkomunikasi. Artinya melalui
bahasa manusia saling berbagi pengalaman, saling belajar satu sama lain serta saling meningkatkan
kemampuan sehingga lebih komunikatif. Keterampilan membaca di SD termasuk ke dalam
salah satu aspek keterampilan
berbahasa yang diajarkan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Khusus untuk siswa sekolah dasar (SD) kelas awal,
kegiatan membaca diarahkan
agar siswa mampu memahami dan melafalkan kata dan kalimat dengan benar.
Membaca
merupakan suatu hal yang sangat penting bagi siapapun. Dengan membaca,
informasi dapat diperoleh dan pengetahuan pun bertambah. Membaca termasuk dari
salahsatu barometer keterampilan berbahasa. Oleh karena itu, pengajaran membaca
sangat penting untuk ditanamkan sejak dini. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Membaca berarti melihat sekaligus memahami suatu tulisan, baik diucapkan dengan
lisan maupun dalam hati. Inilah yang dimaksud keterampilan membaca. Menurut
Tarigan, Membaca adalah suatu proses untuk menemukan pesan yang diinginkan oleh
penulis melalui media tulisan yang dilakukan oleh pembaca. (Sri Sunarti, 2021: 9).
Biasanya guru, siswa, keadaan lingkungan sekitar, bahan pelajaran dan teknik, serta metode pembelajaran dapat menjadi faktor kesuksesan dan keberhasilan dalam membaca. Salahsatu teknik yang sangat efektif dan ampuh dalam membaca adalah membaca cepat. (Meliyawati, 2016:1-3).
Pembelajaran membaca
di kelas awal ada beberapa
teknik identifikasi dapat
dilakukan guru yaitu
identifikasi huruf, identifikasi suku kata, dan identifikasi kata. Untuk mencapai tujuan tersebut,
dalam membaca anak-anak harus banyak berlatih. Dengan menggunakan teknik tersebut tampak perkembangan membaca yang
cukup signifikan dari hari ke hari, seperti tulisan anak menjadi lebih rapi
dan anak bisa membacanya.
Berdasarkan
hasil observasi awal penulis
pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas II SD diperoleh data bahwa masih banyak siswa
yang kurang benar dalam membaca. Kesuiltan siswa dalam membaca dikarenakan tulisan
mereka yang belum sempurna. Selain
itu, kalimat yang ditulis oleh siswa
masih banyak dijumpai kata yang tidak lengkap yaitu huruf tertinggal atau tidak dituliskan dan juga susunan kata
dalam kalimat masih banyak yang salah. Begitu juga dengan kemampuan siswa dalam membaca,
masih banyak siswa yang tidak mampu membaca. Hal ini terbukti dari hasil
tes yang dilakukan guru menguji
siswa membaca.
Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar
khususnya di Kelas II menekankan
siswa pada kemampuan membaca permulaan. Pada
dasarnya siswa di Kelas
II SD sudah mampu membaca,
tetapi pada
kenyataannya masih banyak siswa yang belum mampu untuk membaca. Faktor penyebab hal tersebut, karena guru kurang
kreatif dalam memilih metode pembelajaran pada kegiatan belajar
mengajar membaca permulaan di Kelas
II. Guru cenderung memberikan contoh kalimat di papan tulis membaca berulang-ulang dengan siswa dan siswa menyalinnya
begitu saja tanpa ada bimbingan membeca dari gurunya. Dalam suatu proses belajar mengajar, dua hal
yang penting adalah metode mengajar
dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu
akan mempengaruhi jenis media pembalajaran yang sesuai.
Salah satu alternatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran adalah dengan menggunakan media Buku Bergambar dan menggunakan Metode Struktur
Analitik Sintetik (SAS), media dan metode tersebut membantu guru dalam menjelaskan
materi sehingga siswa mudah memahaminya. Pembelajaran, khususnya pembelajaran tematik
memiliki ciri pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Jadi, siswa didorong untuk menemukan, melakukan,
dan mengalami langsung secara kontekstual dengan menggunakan sumber
daya yang dimiliki
dan lingkungan sekitar. (Abdul Munik, 2015:8).
Metode SAS adalah metode yang mengajak siswa memecahkan kode tulisan kalimat pendek dahulu yang dianggap sebagai
unit bahasa utuh, selanjutnya
diajak menganalisis menjadi kata, suku kata dan huruf, kemudian mensintesiskan kembali menjadi kalimat. (Mulyono Abdurrahman, 2016:216). Metode Struktur Analitik
Sintetik (SAS) juga termaksuk dalam metode yang menerapkan ilmu bahasa umum (linguistik) sehingga dengan menggunakan metode Struktur Analitik
Sintetik (SAS) dalam upaya meningkatkan keterampilan membaca
permulaan pada pembelajaran Bahasa
Indonesia, siswa akan mempunyai rasa kepercayaan diri untuk membaca sendiri huruf, suku kata, kata dan kalimat yang
diberikan oleh guru. (Agus Supriatna,
2015:126). Kemampuan membaca sangat penting untuk siswa karena dengan membaca akan mempertajam daya pikir siswa dan membimbing siswa untuk berfikir rasional, universal, sistematis dan
logis. (Saidulkarnain
Ishak, 2014:115). Jadi, kegiatan membaca melalui metode SAS membuat siswa lebih mudah
mengenal bentuk dan cara penulisan dan membaca huruf,
suku kata, kata, dan kalimat dengan benar.
Salah satu Struktur Analitik
Sintetik dalam pembelajaran bahasa Indonesia penggunaan kartu
bergambar adalah membaca
permulaan tanpa buku yakni dengan media education card atau
kartu bergambar. Education card ini merupakan media peraga pada
pembelajaran baca tulis huruf alphabet yang berbentuk kartu bergambar yang
berfungsi untuk menyampaikan informasi kepada siswa yang berupa huruf vocal dan
konsonan serta menstimulasi siswa, memperkuat daya ingat dan kemampuan berfikir
siswa (Wardhani, 2018).
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Media Kartu Bergambar
Berbasis Struktur Analitik Sintetik (SAS) Untuk Meningkatkan
Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas II SDN
77/VI Kampung
Limo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Sebanyak 16 siswa Kelas II SDN 77/VI Kampung Limo belum mencapai kriteria
ketuntasan minimal sesuai indikator dalam hal membaca permulaan
2. Kurangnya kemampuan
anak dalam membaca permulaan mengakibatkan anak mengalami kesulitan dalam
mengikuti pembelajaran yang melibatkan aktivitas membaca.
3. Pada saat pembelajaran
anak kesulitan membaca, karena jarang digunakan media dalam kegitan pembelajaran di kelas.
C. Batasan
Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian
dibatasi pada metode penggunaan media kartu bergambar dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa kelas II SDN
77/VI Kampung Limo Kecamatan Pangkalan
Jambu Kabupaten Merangin.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
1. Bagaimanakah penerapan media kartu
bergambar dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa kelas II SDN
77/VI Kampung Limo Kecamatan Pangkalan
Jambu Kabupaten Merangin?
2. Bagaimanakah
hasil belajar siswa setelah menerapkan media kartu bergambar siswa Kelas II di SDN 77/VI Kampung Limo Kecamatan Pangkalan
Jambu Kabupaten Merangin ?
3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan
media kartu bergambar untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa kelas II SDN
77/VI Kampung Limo Kecamatan Pangkalan Jambu
Kabupaten Merangin.
E. Tujuan dan
Manfat Penelitian
1. Tujuan
Penelitian
a.
Untuk mengetahui penerapan media kartu bergambar dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa kelas II SDN
77/VI Kampung Limo Kecamatan Pangkalan
Jambu Kabupaten Merangin
b. Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah menerapkan media kartu bergambar siswa Kelas II di SDN 77/VI Kampung Limo Kecamatan Pangkalan
Jambu Kabupaten Merangin.
c. Untuk mengetahui faktor pendukung dan
penghambat dalam penerapan media kartu bergambar untuk meningkatkan kemampuan
membaca permulaan siswa kelas II SDN 77/VI Kampung Limo Kecamatan Pangkalan
Jambu Kabupaten Merangin
2. Manfaat Penelitian
a. Teoritis
Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah menambah pengetahuan penelitian tentang media Buku Bergambar
dengan menggunakan Metode Struktur Analitik
Sintetik (SAS)
b. Praktis
1) Bagi
guru dapat menjadi bahan acuan dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran menggunakan media buku bergambar dengan
Metode Struktur Analitik Sintetik (SAS)
2) Bagi
siswa, dapat meningkatkan kemampuan dan pemahaman membaca.
3) Bagi sekolah
dapat meningkatkan kualitas
pengajaran disekolah dan sebagai pertimbangan dalam proses pembalajaran.
4) Bagi kepala sekolah untuk dapat menambah literatur bagi
pustaka dalam meningkatkan kualitas sekolah.
|
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Metode Struktur Analitik Sintetik
(SAS)
a. Pengertian Metode Struktur Analitik Sintetik (SAS)
Metode Struktur Analitik Sintetik (SAS) merupakan salah satu jenis metode
yang biasa digunakan untuk proses pembelajaran membaca permulaan dengan metode
ini mengawali pelajarannya dengan sebuah kalimat yang utuh. (Agus
Supriatna, 2015: 93). Metode Struktur
Analitik Sintetik
(SAS) merupakan metode pembelajaran membaca permulaan
yang terdiri atas tiga tahapan,
yaitu: membaca secara struktural, analisis,
dan sintesis. Kemudian
mengenalkan kalimat secara menyeluruh
dan dipecah atau dipisahkan menjadi kata perkata, lalu dipisahkan lagi menurut suku katanya, dan akhirnya dipecah
lagi menjadi huruf-huruf. Setelah itu semua disatukan kembali menjadi kalimat yang utuh.
Merujuk pada namanya, metode ini
berisi dua jenis proses berfikir, yaitu sintesis dan analisis. Sintesis
adalah proses berfikir
menggabungkan atau menyatukan. Sebaliknya analisis adalah proses berfikir menguraikan atau merinci. (Mulyati, 2017:11).
Struktur Analitik Sintetik (SAS) secara istilah adalah metode yang berdasarkan
pendekatan linguistik struktural. Struktural yang dimaksud dalam hal ini adalah
struktural bahasa. Pengenalan bahasa dimulai dari pengalaman bahasa dan
pengenalan pengertian-pengertian yang terkandung dalam struktur kalimat
dilandasi pengenalan benda-benda dilingkungan. (A.S. Broto, 2016:25).
Berdasarkan
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Metode Struktur Analitik Sintetik
(SAS) adalah suatu metode yang memulai pengajaran dengan menampilkan struktur
kalimat secara utuh dahulu, lalu kalimat utuh itu dianalisis dan pada akhirnya
dikembangkan pada bentuk semula.
6 |
Seorang guru mempunyai peranan
penting dalam proses pembelajaran yaitu proses penyampaian materi yang akan
disampaikan kepada siswa. Dengan perkataan yang jelas dan mudah dipahami,
proses penyampaian pesan dapat diterima dengan baik oleh siswa. Untuk itu perlu
dikembangkan berbagai metode pembelajaran yang sesuai agar dapat mempertinggi
proses belajar dan dapat meningkatkan kemampuan membaca pemula.
Salah satu metode yang dapat meningkatkan kemampuan membaca pemulaan yaitu dengan menggunakan metode Struktur Anlalitik Sintetik
(SAS).
Metode memulai pengajaran dengan menampilkan struktur kalimat utuh dahulu, lalu kalimat utuh itu dianalisis dan pada akhirnya dikembalikan pada bentuk semula.
Metode ini dianjurkan pemakaiannya disekolah-sekolah dasar/ Madrasah
Ibtidaiyah. Metode SAS ini dianggap baik karena memiliki tujuan sebagai berikut
:
1)
Metode ini menerapkan prinsip ilmu
umum (linguistik), bahwa bentuk bahasa yang terkecil adalah kalimat.
2)
Metode ini memperhitungkan pengalaman
bahasa anak. Pengalaman bahasa anak dijadikan titik tolak belajar bahasa karena
dengan pengalaman bahasa anak sudah merasa akrab dengan suatu yang telah
diketahui sebelumnya.
3)
Metode ini menganut prinsip menemukan
sendiri. Prinsip ini sangat ditekankan dalam proses belajar-mengajar karena
dengan prinsip ini anak akan mempunyai rasa kepercayaan pada kemampuan sendiri. (Agus Sepriatna, 2015:
96).
Metode Struktur Analitik
Sintetik (SAS) dianggap
baik karena menerapkan ilmu umum sehingga prinsip ini
sangat ditekankan dalam proses belajar mengajar
karena dengan prinsip
ini anak akan mempunyai rasa kepercayaan pada kemampuan
sendiri.
Kelebihan Metode Struktur Analitik
Sintetik antara lain:
1)
Metode SAS ini dapat digunakan
sebagai landasan berpikir analisis bagi peserta
didik;
2)
Dengan
langkah-langkah yang diatur sedemikian rupa membuat anak mudah mengikuti prosedur
dan akan dapat cepat membaca;
3)
Berdasarkan landasan
linguistik metode ini akan menolong
anak menguasai
bacaan dengan lancar;
Kekurangan metode Struktur
Analitik Sintetik adalah pada beberapa
anak yang sebelumnya masuk pada jenjang sekolah taman kanak-kanak. Metode ini dirasakan membosankan bagi
anak, karena sebelumnya anak sudah mengetahui
bagaimanasuatu kata atau kalimat dibentuk. Mulai dari kata suku kata atau kalimat dibentuk. Mulai dari kata,
suku kata hingga akhirnya menjadi huruf. Oleh
karena itu metode SAS lebih cocok diterapkan pada siswa yang memiliki latar belakang tidak masuk sekolah taman
kanak-kanak. Metode SAS mempenyai kesan bahwa pengajaran harus kreatif
dan terampil serta sabra.
Dalam pelaksanaan
metode ini ada 3 tahap langkah-langkah pembelajaran Metode SAS sebagai berikut :
1). Membaca kalimat
secara struktur (S). (Aida Nursanti,
2020:13)
Setelah siswa membaca kalimat dapat
membaca tulisan dibawah:
Ini Bola I n i B o l
a |
I n i B o l a
2). Proses Analitik (A)
Sesudah siswa dapat membaca
kalimat. Mulailah menganalisis menjadi kata, kata menjadi
suku kata, suku kata menjadi huruf.
Misal:
Saya Adik Ayah Ibu
3). Proses Sintetik (S)
Setelah siswa mengenal huruf-huruf dalam
kalimat yang diuraikan huruf- huruf
dirangkai lagi menjadi suku kata, suku menjadi kata, kata menjadi kalimat
seperti semula.
Misalnya :
ini bola saya i n i b o l a s a y a
ini
adik saya i n i a d i k
s a y a
saya
sayang ayah s a y a s a y a n g
a y a h
saya
sayang ibu s a y a s a y a n g
i b u
saya
sayang adik s a y a s a y a n g
a d i k
2. Media Kartu Bergambar
a. Pengertian Media Kartu
Gambar
Kata media berasal, dari bahasa latin (medius) yang secara harfiah berarti “tengah”, “perantara” atau pengantar”. Dalam bahasa Arab, media adalah
perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Media apabila dipahami secara garis besar adalah
kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh
pengetahuan, keterampilan,
atau sikap. Dalam pengertian ini guru, buku teks, dan lingkungan sekolah
merupakan media. (Azhar Arsyad, 2017:3)
Kartu Bergambar
dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia adalah buku yang disajikan dengan
menggunakan teks dan gambar. Kemudian
adapun arti dari media
menurut istilah berasal dari kata bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari
kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. (Medoe) adalah perantara atau pengantar
pesan dari pengirim ke penerima pesan. (Sadiman S. Arief, 2016:6).
Acapkali kata media pendidikan digunakan secara
bergantian dengan istilah alat bantu atau media komunikasi seperti yang
dikemukakan oleh Hamalik dimana dia melihat bahwa hubungan komunikasi akan
berjalan lancar dengan hasil yang maksimal apabila menggunkan alat bantu
tersebut media komunikasi. Sementara itu, Gagne‟ dan Briggs
secara implisit fisik digunakan bahwa media pembelajaran menyampaikan isi
materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video
camera, video recorder, film, slide(gambar bingkai), foto, gambar,
grafik, televisi, dan komputer. Dengan kata lain, media adalah komponen sumber
belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di ligkungan
siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Di lain pihak, National Education Association memberikan
definisi media sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun
audio-visual dan peralatannya: dengan demikian, media dapat dimanipulasi,
dilihat, didengar atau dibaca. (Azhar Arsyad, 2017:4).
Buku bergambar
adalah lembaran kertas yang berisikan tulisan yang dihiasi gambar yang dijilid.
Senada dengan pengertian tersebut, Yuniarti mengungkapkan bahwa buku bergambar
sebagai media grafis yang mengkomunikasikan fakta-fakta dan gagasan secara
jelas dan kuat melalui perpaduan antara kata-kata dan gambar. (Yuniarti, 2014:25). Media kartun juga dapat dikatakan
sebagai alat peraga atau alat pembelajaran yang digunakan pendidik dalam
menyampaikan materi dongeng yang digerakkan dengan tangan dan berbentuk gambar kartun. (Sinta Bella Arista,
2019:5). Buku bergambar biasanya ditunjukkan untuk anak-anak. Hal
tersebut dilakukan untuk lebih memotivasi anak untuk belajar secara mandiri. Buku bergambar yang berwarna-warni dengan ukuran huruf
yang relatif besar disediakan agar anak tertarik membaca secara mandiri. (Enggar Riyani, 2014:17).
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan pengertian media buku bergambar adalah kumpulan beberapa
kertas yang berisikan
gambar yang terjilid dengan
rapi dan dapat digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran. Dalam penelitian ini, peneliti membuat
sendiri media buku bergambar tersebut.
Dan dibawah gambr tersebut terdapat
kata dan kalimat.
b. Tujuan Media Kartu Bergambar
Secara umum tujuan media pembelajaran
adalah membantu guru dalam menyampaikan pesan-pesan atau materi pelajaran
kepada siswanya. Agar pesan lenih mudah dimengerti, lebih menarik, dan lebih
menyenangkan kepada siswa. Sedangkan secara khusus media pembelajran digunakan
dengan tujuan :
1)
Memberikan pengalaman belajar yang
berbeda dan bervariasi sehingga merangsang minat untuk belajar
2)
Menumbuhkan sikap dan keterampilan
tertentu dalam bidang teknologi
3)
Menciptakan situasi belajar yang tidak mudah dilupakan oleh siswa
4)
Untuk mewujudkan situasi belajar
efektif
5)
Mengetahui sikap siswa terhadap
media pembelajaran.
(Enggar Riyani, 2014:25-26)
Kartu bergambar merupakan salah satu
media alternative yang digunakan dalam proses pembelajaran. Kartu ini di
harapkan dapat memotivasi siswa dalam belajar, sehingga berpengaruhi pada hasil
belajar, dalam proses pembelajaran, diantaranya yaitu :
1. Beberapa gambarnya sudah cukup memadai akan tetapi tidak
cukup besar ukurannya bila dipergunakan untuk tujuan pengajaran kelompok besar,
kecuali bila mana diproyeksikan melalui proyektor.
2.Dalam sebuah gambar bagaimanapun indahnya tetap tidak
memperlihatkan gerak proyektor.
Masing-masing media mempunyai kelebihan dan kekurangan, begitu juga
dengan media yang digunakan dalam pembelajaran berbahasa. Media kartu
bergambarjuga mempunyai kekurangan dan kelebihan.
Dalam menggunakan media kartu bergambar guru harus tau cara menggunakan
media tersebut. guru harus terlebih dahulu tau konten alat bantu yang akan
digunakan, dan yang pasti harus sesuai dengan indikator pencapaian yang akan
dicapai. Berikut akan dijelaskan langkahlangkah media kartu bergambar.
Media kartu bergambar berfungsi untuk tujuan instruksi di mana informasi yang terdapat dalam media itu harus
melibatkan siswa baik dalam benak maupun dalam
bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi. Materi harus dirancang secara lebih sistematis
dan psikologis dilihat dari segi prinsip- prinsip belajar
agar dapat menyiapkan instruksi yang efektif.
Di samping menyenangkan, media pembelajaran harus
dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan dan memenuhi kebutuhan siswa.
1. Kelebihan Media kartu Bergambar :
a)
Mudah dibawa kemana-mana. Dengan
ukuran yang kecil sehingga media kartu dapat disimpan dimanapun, sehingga tidak
membutuhkan ruang yang luas, dan digunakan dimana saja.
b)
b. Praktis dalam membuat dan
menggunakannya, sehingga kapan pun anak didik bisa belajar dengan baik
menggunakan media ini. Selain itu pembuatan media ini sangat murah, karena
dapat menggunakan barang-barang bekas seperti kardus sebagai kartunya.
c)
Gampang
diingat karena kartu ini bergambar dan sangat menarik perhatian. Sehingga kartu
ini akan memudahkan siswa untuk mengingat dan menghafal bentuk huruf tersebut.
d)
Menyenangkan sebagai media pembelajaran,
bahkan bisa digunakan dalam permainan. Misalnya siswa secara berlomba-lomba
mencari satu kartu yang disusun secara acak yang kemudian harus dipasangkan
sesuai antara tulisan (kata) dengan gambarnya. Cara seperti ini juga bisa
mengasah aspek kognitif dan motorik kasar anak. (Dwi Nurhayati Adhani, 2016:114)
2. Kekurangan media
buku bergambar :
a)
Hanya
menekankan persepsi indera mata.
b)
Ukuran
gambar seringkali kurang tepat untuk pengajaran dalam kelompok besar.
c)
Memerlukan
ketersediaan sumber keterampilan dan kejelihan guru untuk dapat memanfaatkannya (Halimah, 2016:27).
Kelemahan media kartu bergambar yaitu
anak hanya dapat mengetahui dan memahami kata dan gambar yang ada pada media
kartukata bergambar, dengan kata lain pengetahuan anak terbatas pada kartu
bergambar yang disajikan. (Yasbiati 2017:24).
d. Langkah-langkah
Penggunaan Media Kartu Bergambar.
Dalam menggunakan media kartu bergambar
guru harus tau cara menggunakan media tersebut. guru harus terlebih dahulu tau
konten alat bantu yang akan digunakan, dan yang pasti harus sesuai dengan
indikator pencapaian yang akan dicapai. Adapun langkah-langkah media kartu bergambar sebagai
berikut :
a.
Menentukan tema yang ingin dicapai.
Dalam menerapkan
media kartu bergambar langkah pertama yang di lakukan oleh guru adalah
menentukan tema yang ingin dicapai, menentukan tema sangat penting yang harus dikuasai
oleh seorang guru, karena dengan tema akan tercapainya tujuan pembelajaran dan
memudahkan guru saat membuat rancangan dan membuat pembelajaran lebih bermakna
serta membantu anak mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas. Jadi tema
merupakan aktualisasi konsep minat anak yang dijadikan fokus perencanaan atau
titik awal perencanaan dalam proses pembelajaran. Tema
merupakan fokus/titik awal perencanaan dalam proses pembelajaran. Fungsinya
untuk menyatukan isi kurikulum dalam satu perencanaan yang utuh/ holistik,
memperkaya perbendaharaan bahasa anak, membuat pembelajaran lebih bermakna, dan
membantu anak mengenal berbagai konsep secara nyata dan jela.
b.
Menyiapkan media katu
bergambar
Dalam menerapkan media kartu bergambar
melalui wawancara dan observasi langkah selanjutnya yang dilakukan oleh guru
adalah mempersiapkan media kartu bergambar terlebih dahulu dan mengenalkannya
kepada anak. media merupakan sarana yang penting bagi guru untuk menyampaikan
materi pembelajaran. (Setiadi Susilo, 2016 145-146).
3. Membaca
Permulaan
a.
Pengertian Membaca Permulaan
Kemampuan adalah kapasitas
seorang individu untuk melakukan beragam
tugas suatu pekerjaan. Sedangkan membaca
adalah mampu membaca huruf, suku kata, kata, dan
kalimat dengan nyaring. Membaca adalah mampu membaca huruf, suku kata, kata, dan kalimat dengan rapi dan jelas. (Musnur Muslich, 2018:116)
Membaca merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang
untuk menghasilkan sebuah
tulisan. Membaca dapat diartikan sebagai suatu proses atau hasil. Pengajaran membaca, baik di sekolah dasar
maupun di jenjang yang lebih tinggi
pada hakikatnya merupakan pengajaran yang aktif yaitu menghasilkan (menghasilkan pesan), yang hasilnya
nanti berupa tulisan.
Membaca merupakan
salah satu keterampilan dasar berbahasa yang diajarkan
di sekolah. Pengajaran membaca haruslah berisikan usaha-usaha yang dapat membaca serangkaian keterampilan. Keterampilan tersebut
erat hubungannya dengan proses yang mendasari pikiran semakin
terampil seseorang berbahasa semakin
cerdas dan jelas pula jalan pikirannya. Berdasarkan pengertian di atas kemampuan membaca adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menghasilkan sebuah tulisan serta mampu membaca huruf, suku kata dan kata serta kalimat yang utuh dalam tulisan
tersebut dangan nyaring.
Berdasarkan pengertian diatas kemampuan membaca adalah seseorang
yang mampu dalam membaca huruf, suku katadan
kata serta kalimat dengan nyaring dengan apa yang
dibaca dengan tulisan yang rapi
dan jelas.
Kemampuan membaca akan
berbeda-beda pada setiap anak dan berkembang
sesuaidengan stimulus yang diberikan. Akan tetapi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan
membaca pada anak seperti;
1)
Faktor fisiologis
Faktor fisiologis
meliputi kesehatan fisik, pertimbangan neurologis,
dan jenis kelamin. Menurut beberapa
ahli, keterbatasan neurologis seperti cacat otak dan kekurangmatangan secara fisik merupakan salah
satu faktor yang dapat menyebabkan
peserta didik tidak berhasil dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman mereka.
2)
Faktor intelektual
Terdapat hubungan
positif antara kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ dengan rata-rata peningkatan remedial membaca tetapi tidak semua
anak yang mempunyai kemampuan
intelegensi tinggi menjadi pembaca yang baik.
3)
Faktor lingkungan
Lingkungan yang
meliputi latar belakang dan pengalaman peserta didik mempengaruhi kemampuan membacanya. Peserta didik tidak akan menemukan kendala yang berarti dalam
membaca jika mereka tumbuh dan berkembang
di dalam rumah tangga yang harmonis, rumah yang penuh dengan cinta kasih, memahami anak-anaknya, dan mempersiapkan
mereka dengan rasa harga diri yang tinggi.
4) Faktor sosial
ekonomi anak
Status sosial
ekonomi anak mempengaruhi kemampuan verbal anak. Hal ini dikarenakan jika peserta didik tinggal dengan keluarga yang
berada dalam taraf sosial ekonomi
yang tinggi kemampuan verbal mereka juga akan
tinggi. Hal ini didukung dengan fasilitan yang diberikan oleh orang tuanya yang berada pada taraf sosial
ekonomi tinggi. Lain halnya peserta didik yang tinggal di keluarga yang sosial ekonomi
rendah. Orangtua mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan
anaknya dan anaknya cenderung kurang percaya
diri.
5) Faktor psikologis
Faktor psikologis
meliputi motivasi, minat, dan kematangan sosial,emosi, serta penyesuaian diri.
B. Studi Relevan
Hasil penelitian terdahulu
dengan bidang studi yang akan dilakukan antara lain :
1. Rizki
Septa Hardhita. Skripsi dengan judul : Penggunaan Media Permainan Kartu Kuartet
Pancasila Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Meningkatkan Pemahaman Peserta didik Tentang Penerapan
Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-hari. Universitas Negeri Surabaya.
2022. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
pelaksanaan pengajaran di SD Laboratorium UM
kota Belitar belum menunjukkan hasil dalam membentuk Pancasila sebagai nilai-nilai kehidupan. Hal tersebut
terkendala oleh kurangnya
guru serta mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kwarganegaraan mendapat tempat yang dianggap penting
bagi peserta didik.
2. Dasim Budiansyah seorang ketua program
studi Pendidikan kewarganegaraan, Sekolah Pasca Sarjana
UPI tahun 2010 dengan judul “Tantangan Globalisasi Terhadap Pembinaan Wawasan Kebangsaan dan Cinta Tanah Air
disekolah. Hasil penelitian memperlihatkan nahwa globalisasi menantang
kekuatan penerapan unsur jati diri dan memporak-porandakan
nilai- nilai Pancasila menjadi nilai-nilai idiologi global melalui media televisi dan media massa lainnya. Untuk menanggulangi persoalan ini maka program Pendidikan Kwarganegaraan harus diselenggarakan dengan mengacu pada konsep Citizenship Education.
3. Penelitian
Dessy Larasshinta pada tahun 2018 dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan
Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik) pada Pembelajaran Membaca Permulaan
Siswa Kelas I MI Ma’ruf NU Sokawera Padamara Purbalingga Tahun 2017/2018”.
Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian kualitatif model
interaktif yaitu Penelitian Lapangan (Field Research) yang bersifat deskriptif.
Berdasarkan hasil dari peneliti tersebut telah terbukti dari langkah-langkah yang
dilakukan peneliti mulai dari mereduksi data, menyajikan data hingga
verifikasi. Dapat disimpulkan bahwa penerapan metode SAS ini pada pembelajaran
membaca di kelas I benar-benar sangat membantu anak dalam belajar membaca
khususnya membaca permulaan, karena pada prinsipnya model ini memiliki langkah
operasional dengan urutan struktural ialah menampilkan keseluruhan, analitik
merupakan proses penguraian dari bentuk kalimat kedalam bentuk kata, dari
bentuk kata ke suku kata, dari suku kata ke huruf, dan sintetik merupakan
penggabungan kembali kepada bentuk struktural semula. Penerapan metode SAS
dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa dalam membaca permulaan di kelas 1
MI Ma’ruf NU Sokawera Padamara Purbalingga Tahun 2017/2018.
4. Penelitian
Oman Farhurohman dalam Jurnal Elementary pada tahun 2019 yang berjudul
“Pengembangan Model Bimbingan Belajar Membaca Berbasis Struktural Analitik
Sintetik (SAS) di Madrasah Ibtidaiyah”. Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara dan angket. Penelitian ini adalah
Research and Development (R&D). Kondisi objektif awal di madrasah adalah
guru masih menggunakan pembelajaran yang konvensional, tetapi setelah melakukan
penelitian dalam pengembangan desain implementasi model bimbingan belajar membaca berbasis SAS
siswa menjadi termotivasi membaca baik dari dorongan internal ataupun dorongan
eksternal. Penerapan model bimbingan belajar membaca berbasis SAS juga dapat
memberikan kualitas belajar yang lebih baik. Pembelajaran membaca berbasis SAS
merupakan salah satu alternatif suatu model bimbingan belajar membaca yang
efektif dan telah terbukti efektif dalam meningkatkan hasil membaca peserta
didik. Hal ini dapat diketahui melalui pengembangan Produk model bimbingan
belajar membaca berbasis SAS adanya peningkatan yang cukup signifikan antara
validasi tahap 1 dan validasi tahap 2. Skor rata-rata pada tahap 1 yaitu, 1,87
dengan kategori “cukup” dan skor rata-rata pada tahap 2 yaitu, 3,70 dengan
kategori “sangat baik”. Dari penelitian terdahulu yang relevan di atas terdapat
persamaan dan perbedaan. Persamaannya dilihat dari objek penelitian, yaitu
menggunakan penerapan metode SAS untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Sedangkan perbedaannya adalah subjek
penelitian, yaitu guru dan siswa. Selain itu juga terdapat metode penelitian
yang berbeda yaitu penelitian kualitatif yaitu Penelitian Lapangan (Field
Research) yang bersifat deskriptif dengan penelitian Research and Development
(R&D). Namun terdapat hasil yang sama yaitu dapat meningkatkan keterampilan
membaca permulaan dengan menggunakan metode SAS (Struktural Analitik Sintetik).
5. I Putu
Suarmei Artana (2014) skripsi yang berjudul “Pengaruh Metode SAS Berbantuan
Media Kartu Huruf Terhadap Keterampilan Membaca dan Menulis Siswa Kelas II SD”
(penelitian eksperimen pada SD Negeri di Desa Penglatan siswa kelas II Tahun
Pelajaran 2016/2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
keterampilan membaca dan menulis permulaan yang signifikan antara kelompok
siswa yang mengikuti pembelajaran metode Struktural Analitik dan Sintetik
(SAS) dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode abjad.
Hal ini menunjukkan ada pengaruh positif dari metode Struktural Analitik
Sintetik (SAS) terhadap keterampilan siswa menulis dan membaca permulaan
dibandingkan dengan metode abjad. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan
adalah terletak pada media dan variabel yang akan diteliti, yaitu pada
penelitian Artana I Putu Suarmei (2014) menggunakan media kartu huruf dan salah
satu variabel terikatnya yaitu aspek menulis sedangkan dalam penelitian ini
hanya menggunakan satu variabel yaitu aspek membaca.
|
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat penelitian tindakan (Action Research). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah
penelitian praktis yang tujuannya untuk memperbaiki pembelajaran di kelas. Upaya perbaikan ini dilakukan dengan melaksanakan tindakan
untuk mencari solusi
atas permasalahan yang diangkat dari kegiatan
sehari-hari.
Sejalan dengan pendapat Sugiyono menggunakan bahwa metode penelitian “Penelitian tindakan merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat
refleksi yang dilakukan oleh pelaku dalam masyarakat sosial dan bertujuan
untuk memperbaiki pekerjaannya, memahami pekerjaan ini, serta situasi
di mana pekerjaan ini dilakukan”. (Sugiyono, 2014:3)
Pendapat lain yang diungkap Arikunto menjelaskan bahwa pengertian PTK secara lebih
sistematis sebagai berikut: Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek
dengan menggunakan cara dan aturan atau metodologi tertentu untuk menemukan
data akurat tentang hal-hal yang dapat meningkatkan mutu objek yang diamati.
Tindakan adalah gerakan yang dilakukan dengan sengaja dan terencana dengan
tujuan tertentu. (Arikunto, 2016:18)
Dalam PTK,
gerakan ini dikenal dengan siklus-siklus kegiatan untuk peserta didik. Kelas adalah
tempat dimana terdapat sekelompok peserta didik yang dalam waktu bersamaan
menerima pelajaran dari guru yang sama. Dari ketiga pengertian di atas, yakni
peneltian, tindakan, dan kelas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah pencermatan dalam bentuk tindakan
terhadap kegiatan belajar yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah
kelas secara bersamaan. (Arikunto, 2016:21)
19 |
Penulis mengambil
jenis penelitian ini, karena penelitian tindakan guru sebagai peneliti merupakan bentuk
penelitian tindakan kelas yang memandang guru sebagai
peneliti dan memiliki
ciri yang sangat
penting yaitu berperannya guru itu sendiri
dalam proses penelitian tindakan kelas. Dalam hal ini guru mencari problem sendiri dan untuk
dipecahkan sendiri melalui penelitian tindakan
kelas. Jika guru melibatkan pihak lain, maka peranannya tidak dominan. Keterlibatan pihak lain hanya bersifat konsultatif dalam mencari dan mempertajam permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru, jika layak pecahkan
melalui penelitian tindakan kelas. Jadi dalam penelitian ini guru sebagai peneliti
dan juga sebagai praktisi.
B. Desain Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan mengacu
pada model penelitian tindakan kelas yang dikemukakan oleh Sugiyono yang menyatakan bahwa, “penelitian tindakan juga
digambarkan sebagai suatu proses yang
dinamis di mana keempat aspek, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi harus dipahami bukan sebagai langkah-langkah yang statis terselesaikan dengan sendirinya, tetapi lebih merupakan
momen- momen dalam bentuk spiral yang menyangkut perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi”. Alur
pelaksanaan tindakan kelas yang dimaksud dapat
dilihat pada gambar sebagai
berikut:
Alur Pelaksanaan Tindakan dalam Penelitian
Tindakan Kelas
Observasi Pelaksanaan Tindakan |
Penyusunan Rencana Tindakan |
Observasi Pelaksanaan Tindakan |
Pelaksanaan Tindakan |
Refleksi |
Refleksi |
Pelaksanaan Tindakan |
Penyusunan Rencana Tindakan |
Siklus I |
Siklus II |
(Sugiyono, 2014:58)
1. Rencana
Rencana yaitu tahapan
yang akan dilakukan
untuk membantu guru menggunakan metode SAS dalam proses pembelajaran membaca permulaan. Dilihat
dari segi operasional kegiatan yang dilakukan
dalam penelitian ini, meliputi tahap-tahap yang saling terkait yang meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia melalui metode SAS.
a.
Refleksi Awal
Pada pertemuan
awal dalam rangka orientasi lapangan terhadap fakta yang terjadi di dalam kelas dapat digambarkan sebagai berikut:
1)
Iklim belajar sudah kelihatan
kondusif, hal ini terlihat pada sikap dan perilaku siswa yang tidak gaduh dan ribut, namun keterlibatan siswa belum
begitu aktif di dalam proses
pembelajaran.
2)
Pola
interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa sudah tampak,
walaupun belum berkembang dengan baik. Hal ini masih adanya beberapa
siswa yang pendiam
dan menyendiri tidak mau berkomunikasi dengan teman-teman
yang lain.
3)
Pendekatan pembelajaran dengan
menggunakan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) sudah nampak, walaupun
belum begitu optimal.
Hal ini terlihat keterlibatan guru masih dominan, bila dibandingkan dengan siswa.
4)
Teknik keterampilan guru sudah
terlihat. Hal ini ditandai dengan penggunaan
teknik tanya jawab di dalam proses pembelajaran.
5)
Kegiatan siswa dalam membaca
masih belum lancar.
Hal ini terlihat dari banyaknya siswa yang ikut-ikut
menghafal bacaan tetapi untuk membaca
perorangan masih banyak siswa yang belum bisa membaca lancar. (Sugiyono, 2014:113)
b.
Rancangan Tindakan
Rancangan tindakan
dalam penelitian ini adalah:
1)
Mempersiapkan bahan ajar sesuai dengan kurikulum dan kondisi siswa
2)
Mempersiapkan alat-alat atau
perlengkapan sesuai dengan metode SAS yang akan digunakan
dalam pembelajaran membaca
permulaan, seperti papan flanel, kartu, kartu suku kata, dan kartu huruf.
2. Tindakan
Tindakan yaitu tahapan yang dilakukan guru dalam menggunakan metode SAS dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan
siswa. Dalam penelitian ini tindakan dilakukan penerapan rancangan tindakan disusun dalam proses membaca dengan menggunakan metode SAS.
3. Observasi
Pengamatan/observasi yaitu mengamati
proses, hasil dan dampak dari penggunaan
metode SAS terhadap kemampuan membaca permulaan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Observasi
ini berorientasi ke tindakan berikutnya. Observasi
dalam suatu penelitian perlu direncanakan, sehingga akan ada dokumen untuk
refleksi berikutnya.
4. Refleksi
Refleksi yaitu tahap pengkajian, mempertimbangkan dalam proses, hasil dan dampak dari penggunaan metode SAS selama pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca permulaan
siswa. Berdasarkan refleksi ini, dilakukan perbaikan atau revisi terhadap
rencana awal yang telah dilakukan.
C. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah
dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu: (1) kegiatan awal, (2)
kegiatan inti, dan (3) kegiatan akhir.
1. Kegiatan Awal
a. Mencari
lokasi penelitian
b. Mengurus
surat perizinan
c. Meminta
surat keputusan sesuai lokasi penelitian
2. Kegiatan Inti
a. Melakukan kolaborasi dengan guru
Peneliti dengan
guru melakukan kolaborasi untuk memilih pendekatan atau metode atau teknik yang
tepat dalam mengatasi permasalah yang ada dan melaksanakan tindakan penelitian,
kolaborasi ini dilakukan selama penelitian berlangsung.
b. Melakukan siklus pembelajaran yang terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi.
1) Perencanaan
Dalam tahap ini menjelaskan tentang
apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa dan bagaimana tindakan tersebut
dilakukan. Dalam tahap ini merupakan tindakan yang akan dilakukan untuk
memperbaiki, meningkatkan keterampilan siswa sebagai solusi. Peneliti tindakan
kelas dilaksanakan secara kolaborasi antara guru kelas dan peneliti. Tahap
perencanaan ini kurang lebih sama dengan apabila kita menyiapkan suatu kegiatan
belajar-mengajar. Adapun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RRP)
sebagaimana terlampir*
2) Tindakan
Tindakan pada prinsipnya merupakan
realisasi dari suatu yang sudah direncanakan sebelumnya atau penerapan isi
rencana tindakan di kelas yang diteliti sebagai upaya perbaikan.
3) Observasi
Kegiatan pengamatan dapat dilakukan oleh guru sebagai kolaborator
maupun oleh peneliti sendiri. Observasi dilakukan bersama dengan dilaksanaknya
tindakan. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data yaitu untuk mengamati
kemampuan siswa dalam membaca tulisan
tegak bersambung dengan metode latihan.
Observasi yang peneliti gunakan adalah observasi berstruktur yang mana
peneliti telah mengetahui aspek apa yang diamati dan relevan dengan masalah dan
tujuan penelitian.
4) Refleksi
Pada tahap ini yaitu kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah
dilakukan. Kegiatan refleksi sangat tepat dilakukan ketika peneliti sudah
selesai melaksanakan tindakan, apabila masih ada kekurangan dilakukan perbaikan
dengan mendiskusikan proses pembelajaran yang telah dilakukan untuk menyusun
tindakan yang akan dilakukan pada siklus berikutnya. Kegiatan diatas dapat
berulang kembali.
c. Kegiatan Akhir
Kegiatan akhir penelitian tindakan kelas ini, peneliti membuat laporan.
D. Lokasi dan Subyek Penelitian
Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri
77/VI Kampung Limo Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten
Merangin. Subyek penelitian
adalah siswa kelas II dengan
jumlah subyek penelitian adalah 29 orang siswa yang terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan.
E.
Data
Penelitian
Data
mengenai penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap atau siklus, yaitu:
1. Tahap pertama berbentuk orientasi, dalam orientasi dihimpun data dan informasi secara
langsung yang berhubungan dengan:
a. Aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar yang
berhubungan dengan kemampuan membaca
permulaan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
b. Keadaan siswa di kelas yang diteliti, antara lain: jumlah,
jenis kelamin, pendidikan orang tua,
kepemilikan sarana pendidikan (buku pelajaran) dan prestasi.
2. Tahap kedua,
peneliti dengan sebenarnya yang berupa tindakan:
a. Rencana Penelitian, dilihat dari segi operasional kegiatan
yang dilakukan dalam penelitian ini,
meliputi tahap-tahap yang saling terkait. Setiap tahap yang meningkatkan kemampuan
membaca permulaan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia melalui
metode SAS. Penelitian ini direncanakan dilakukan dengan 3 kali tindakan.
b. Tindakan, yaitu tindakan yang dilakukan secara sadar dan
terkendali, yang merupakan variasi
taktik yang cermat, adil dan bijaksana. Praktek diakui sebagai gagasan dalam tahapan tindakan yang digunakan sebagai
pijakan atau pedoman bagi pengembangan tindakan-tindakan berikutnya yang bersifat memperbaiki keadaan.
c. Observasi yaitu berfungsi sebagai
suatu pedoman pengaruh
beberapa tindakan yang
terkait. Observasi ini berorientasi ke tindakan berikutnya. Observasi dalam suatu penelitian perlu
direncanakan, sehingga akan ada dokumen untuk refleksi berikutnya.
d. Refleksi
yang mengingat dan merenung kembali suatu tindakan, persis seperti yang tercatat dalam observasi.
Secara teknik, refleksi dilakukan dengan
melakukan analisis dan sintesis, disamping induksi dan deduksi. Sedangkan suatu proses sintesis
terjadi, apabila berbagai unsur objek yang telah diuraikan dapat ditemukan
kesamaan esensinya secara konseptual, sehingga
dapat ditampilkan atau ditemukan suatu kesatuan.
F. Instrumen Penelitian
Untuk
mempermudah pekerjaan peneliti
dalam mengumpulkan data, diperlukan alat bantu atau instrumen penelitian yang berupa:
1. Lembar panduan observasi, yang digunakan untuk membantu
mengamati dan mengumpulkan data tentang kegiatan
guru dan siswa selama proses pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung. Lembar observasi
ini disusun dengan cermat dan teliti karena
digunakan untuk menjaring data situasi dan kondisi lingkungan sekolah yang dijadikan tempat penelitian.
2. Tes hasil belajar siswa, digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa.
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan
atau alat lain yang digunakan
untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh
individu atau kelompok (Arikunto, 2016:127).
G. Teknik Analisis
Data
Teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyususn ke
dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. (Sugiyono, 2014:480-492). Berikut tahap-tahapnya :
1. Tahap Pengumpulan Data
Pada tahap ini data yang telah
diperoleh dikumpulkan secara keseluruhan berdasarkan
instrumen penelitian baik melalui tes maupun non tes. Kemudian data-data
tersebut diberi identitas
tertentu berdasarkan jenis dan sumbernya, meliputi: analisis terhadap pelaksanaan pembelajaran membaca
permulaan dengan menggunakan metode SAS, aktifitas
siswa dalam pelaksanaan proses pembelajaran berlangsung, keberhasilan siswa dalam penguasaan materi pembelajaran, sikap,
nilai dan keterampilan intelektual, keterampilan personal,
dan keterampilan sosial siswa, serta pendapat teman sejawat tentang penggunaan metode SAS dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan
siswa. Selanjutnya dilakukan
interpretasi terhadap keseluruhan data dan menyusun
kategorisasi data hasil-hasil program tindakan siswa, pola interaksi
pembelajaran dan penggunaan metode SAS dalam meningkatkan kemampuan
siswa dalam membaca
permulaan.
2. Validitas Data
Untuk mendapat data yang mendukung
kesahihan, dan sesuai dengan karakteristik fokus permasalahan serta tujuan yang
hendak dicapai pada penelitian ini, teknik validitas data yang digunakan
meliputi:
a) Triangulasi data, Menurut Sugiyono dalam pengujian
kredibilitas dapat diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber
dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Triangulasi data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu triangulasi sumber dan triangulasi teknik (Sugiyono 2019: 368).
Data dari guru diperoleh melalui hasil observasi pada saat pelaksanaan tindakan
yang dijadikan bahan refleksi kemudian didiskusikan dengan teman sejawat
sedangkan dari siswa data diperoleh melalui angket, observasi, wawancara, dan
hasil tes. Dari ahli dilakukan pada saat bimbingan untuk membahas mengenai
temuan-temuan penelitian dan penyusunan laporan.
b) Audit Trail, yaitu pengecekan
keabsahan temuan penelitian dan prosedur penelitian yang telah diperiksa dengan
mengkonfirmasikan kepada sumber data pertama (guru dan siswa). Selain itu hasil
temuan dalam penelitian dikonfirmasikan dan didiskusikan dengan teman sejawat
dan dosen pembimbing. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan saran, tanggapan
dan masukan konstruktif sehingga bisa mempertajam analisis dan memperoleh
validitas yang tinggi.
c) Member
Check, yaitu untuk mengecek kebenaran data temuan penelitian dengan
mengkonfirmasikan kepada responden (sumber informasi). Dalam kegiatan ini data
informasi yang diperoleh tersebut dikonfirmasikan dengan teman sejawat melalui
kegiatan refleksi dalam bentuk diskusi balikan. Setiap siklus pelaksanaan
tindakan harus merupakan upaya-upaya perbaikan sehingga terjaring data yang
lengkap dan memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi.
H. Indikator Keberhasilan Siswa
Dalam penelitian ini, indikator keberhasilan siswa meliputi penilaian
terhadap aktivitas siswa dan kemampuan membaca siswa diadopsi dari
kurikulum SDN 77/VI Kampung Limo Kecamtan Pangkalan Jambu Kabupeten Merangi
Provinsi Jambi.
1. Aktivitas Siswa
Aspek yang
diamati |
Standar Keberhasilan Siswa |
Indikator Keberhasilan Siswa |
Jumlah Siswa |
Siswa menyimak arahan, petunjuk, dan penjelasan dari
guru |
100% |
25% |
29 Siswa |
Cara siswa
menerapkan nilai, sikap, dan keterampilan intelektual, personal dan sosial dalam
proses pembelajaran |
100% |
30% |
29 Siswa |
Mengerjakan tugas-tugas dan mengikuti tes pembelajaran |
100% |
30% |
29 Siswa |
Melaksanakan program tindak lanjut dan remedial |
100% |
15% |
29 Siswa |
2. Kemampuan membaca
Aspek yang dinilai |
Standar Keberhasilan Siswa |
Indikator Keberhasilan |
Jumlah Siswa |
Volume/suara |
100% |
30% |
29
Siswa |
Ketepatan membaca |
100% |
30% |
29
Siswa |
Intonasi |
100% |
25% |
29
Siswa |
Kelancaran |
100% |
15% |
29
Siswa |
(Sumber Data : Dokumentasi SDN SDN 77/VI Kampung Limo 2023)
0 $type={blogger}:
Posting Komentar