BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Pendidikan
merupakan serangkaian usaha yang sangat efektif untuk mencapai kemajuan
bangsa akan berwujud
secara nyata dengan usaha untuk menciptakan ketahanan
nasional. Keberhasilan suatu sistem pendidikan
dikatakan
baik dengan
menghasilkan Sumber Daya Manusia yang bermutu, berkemampuan dan memiliki kemauan untuk
senantiasa meningkatkan kualitasnya secara terus
menerus. Hal ini sesuai dnegan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan
bahwa salah satu
tujuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia
adalah
mencerdaskan
kehidupan
bangsa dan
memajukan
kesejahteraan
umum.
Hak dalam memperoleh layanan pendidikan
sudah tercantum dalam
peratuaran Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi :
“Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara” dan pada pasal 34 ayat 2 yang berbunyi “Negara mengembangkan sistem
jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat manusia”[1]
Undang-undang juga telah diatur tentang sistem
pendidikan
di Indonesia pada
Undang-undang Nomor. 20 Tahun
2003 tentang sistem
pendidikan nasional, sebagaimana yang
terdapat pada pasal 5 ayat 1 “bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang
bermutu. Dengan demikian, pendanaan
pendidikan
menjadi tanggung
jawab bersama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah dan
masyarakat”.
Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun
2014 dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nomor
19 Tahun 2016 yang mengamanatkan pelaksanaan dari Program Indonesia Pintar ialah merupakan kelanjutan dari program yang
sebelumnya pernah ada
yaitu Bantuan Siswa Miskin. Program ini bertujuan guna meningkatkan
akses pendidikan anak usia 6 sampai 21 tahun untuk
mendapatkan pendidikan sampai tamat pendidikan dan
ikut
serta mencegah
anak
putus sekolah.[2]
Pemerintah dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Peningkatan akses dan mutu pendidikan
kepada seluruh warga masyarakat terus dilakukan oleh pemerintah
sebagai upaya meningkatkan
kualitas sumber daya manusia yang
merupakan faktor penting dalam pelaksanaan pembangunan diberbagai bidang kehidupan serta
untuk memajukan bangsa
dan negara agar tercapai masyarakat yang terdidik,
cerdas dan berakhlaq mulia. Instruksi
Presiden Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Program Simpanan
Keluarga Sejahtera (PSKS), Program Indonesia Pintar (PIP), dan Program
Indonesia Sehat (PIS) Untuk Membangun Keluarga
Produktif menetapkan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
tentang Program Indonesia Pintar melalui kartu Indonesia Pintar (KIP).[3]
Program Indonesia Pintar
(PIP) sebagai pengganti dari Program Bantuan
Siswa Miskin (BSM). Program
Indonesia Pintar merupakan pemberian
bantuan tunai pendidikan
bagi anak usia
sekolah dari keluarga pemegang
Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), atau
yang memenuhi kriteria sebagaimana
ditetapkan sebelumnya.
Program Indonesia Pintar (KIP) ditandai dengan pemberian Kartu
Indonesia Pintar (KIP) kepada
anak usia sekolah dari
keluarga kurang mampu
pemilik Kartu Keluarga Sejahtera(KKS). Kartu tersebut
sebagai identitas / penanda untuk
mendapatkan manfaat Program Indonesia
Pintar dan hal
ini hanya akan diperoleh apabila
anak tersebut mendaftar di sekolah/madrasah, pondok pesantren,
Kelompok Belajar (Kejar Paket A/B/C), lembaga pelatihan atau kursus, formal
maupun non formal.
Kebijakan dari program kartu Indonesia pintar (KIP) merupakan program pemerintah
yang diluncurkan untuk mengatasi masalah yang
kerap kali terjadi karena masih banyak siswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu dan
sangat rentan
terhadap
terjadinya putus
sekolah. Hal ini disebabkan karena perekonomian keluarga yang tidak mampu
serta kurang mendukung, sehingga anak tersebut memutuskan untuk
berhenti sekolah. Sumber
dana dari program ini berasal dari Anggaran
Pendapatan
Belanja Negara Perubahan (APBN-P). Program ini merupakan program kerja sama dengan
tiga
kementerian yaitu Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementrian
Sosial (Kemensos)
serta Kementrian Agama (Kemenag).[4]
Tujuan-tujuan tersebut menunjang
terciptanya manfaat kepada para penerima program seperti pendanaan untuk
perlengakapan sekolah, kemudahan transportasi, dan tunjangan uang saku. Selain
itu, KIP juga hadir sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam mengadakan
jaminan sosial kepada rakyatnya. Terutama manfaat bagi rakyat miskin dan
menengah kebawah yang belum memiliki jaminan pendidikan secara
pasti. Penjaminan pendidikan
kepada seluruh masyarakat akan mendukung terciptanya struktur sosial, ekonomi,
dan budaya negara yang ideal. Manfaat KIP secara tidak langsung adalah sebagai
upaya pengentasan kemiskinan, karena salah satu faktor penyebab kemiskinan
adalah rendahnya tingkat pendidikan. Tetapi dalam implementasi pelaksanaan program
KIP di berbagai daerah masih banyak ditemukan kasus penerima manfaat KIP yang
tidak sesuai dengan prinsip keadilan sesuai tujuan awal program KIP. miss
implementasi dalam penyelenggaraan program KIP terjadi karena banyak sebab dan
faktor.
Hasil observasi penulis di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Propinsi
Jambi, penulis menemukan bahwa setidaknya terdapat 385 siswa yang memiliki penerima
bantuan Program
Kartu Indonesia Pintar (KIP). Masing-masing siswa di sekolah ini menerima bantuan sebesar Rp. 450.000,00 per tahun dan ada juga yang menerima sebesar Rp.
225.000,00 per tahun. Dana tersebut tujuannya di
gunakan untuk membeli perlengkapan kebutuhan sekolah, diantara lain untuk membeli tas, buku alat tulis dan keperluan lainnya.
Permasalahan yang terjadi
di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Propinsi Jambi adalah dimana masih terdapat siswa yang
berasal dari keluarga yang
mampu terdaftar
sebagai penerima dana Program KIP, dan sebaliknya adanya siswa yang
berasal dari keluarga yang
kurang mampu namun tidak terdaftar sebagai penerima dana bantuan
program KIP.
Permasalahan lain yang terjadi dalam Program Kartu
Indonesia Pintar ini belum berjalan dengan maksimal sebagaimana yang diharapkan
hal ini terlihat dari masih rendahnya pengetahuan wali murid tentang
peruntukkan bantuan KIP, dalam pemberian bantuan ini kurang tepat sasaran,
terdapat penyalahgunaan pemanfaatan bantuan dana Program Kartu Indonesia Pintar
oleh penerima bantuan program ini. Terjadi kesulitan bagi pemerintah untuk
mengawasi karena penyaluran bantuan dana tersebut langsung ke orang tua siswa
dan orang tua siswalah yang mengelola, sehingga sekolah tidak mengetahui dengan
jelas dana tersebut digunakan untuk apa saja, pada saat wali murid tidak bisa
mengelola dana tersebut dengan baik maka akan terjadi banyak penyalahgunaan
dari dana tersebut untuk pribadi melainkan untuk kebutuhan pendidikan anak.
Padahal yang seharusnya pemerintah meluncurkan
program ini yang dikhususkan bagi siswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu supaya
mendapatkan kesempatan
dalam pendidikan yang sama. Fungsi dari dana program ini adalah pembelian buku serta alat tulis sekolah, pembelian seragam sekolah, perlengkapan
sekolah seperti tas, sepatu, biaya transportasi ke sekolah, uang
saku, dan keperluan lainnya yang berkaitan dengan kegiatan
sekolah.
Oleh karena itu perlunya implementasi yang merupakan langkah
yang sangat penting
dalam proses kebijakan. Banyak
kebijakan yang dibuat dengan baik, namun
tidak memiliki pengaruh dalam kehidupan negara karena tidak dilaksanakan dengan
baik. Istilah to implement (mengimplementasikan) itu berarti menyediakan sarana
untuk melaksanakan sesuatu yang dapat menimbulkan dampak/akibat terhadap
sesuatu.Implementasi juga merupakan keseluruhan tindakan yang dilakukan oleh
individu atau pejabat atau sekelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan kepada
pencapaian tujuan kebijakan yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Perspektif atau sudut pandang dalam
proses implementasi kebijakan atau program-program pemerintah pasti akan
melibatkan perilaku birokrat dalam pemberian layanan atau jasa tertentu kepada
masyarakat dan mengatur perilaku dari satu atau lebih kelompok sasaran. Maka
dari itu dalam implementasi suatu program khususnya yang melibatkan
organisasi/instansi pemerintah maka fokus analisa implementasi kebijakan
akan mencakup usaha-usaha
yang dilakukan untuk mendapat
keputusan serta dalam upaya memberikan pelayanan atau mengubah perilaku
masyarakat/kelompok sasaran dari program yang bersangkutan.
Adanya kebijakan program
kartu Indonesia pintar (KIP) yang berasal dari pusat ini
mendorong penulis
untuk mengetahui
bagaimana mengimplementasikan
secara
operasional. Oleh karena itu, penulis
sangat tertarik mengkaji lebih dalam mengenai permasalahan yang terjadi dalam sebuah karya ilmiah yang berjudul “Implementasi
Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten
Merangin”
B. Batasan
Masalah
Agar penelitian ini tidak melebar dan meluas, maka
penulis membatasi permasalah ini yaitu pada permasalahan Implementasi
Program Kartu Indonesia Pintar (KIP), penulis memfokus permaslahan ini khususnya
pada Kecamatan Pangkalan Jambu
Kabupaten Merangin Propinsi Jambi.
C. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai
berikut:
- Bagaimana Implementasi Kebijkan Kartu
Indonesia Pintar (KIP) di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin
Propinsi Jambi?
- Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat
Implementasi Kebijakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Kecamatan Pangkalan
Jambu Kabupaten Merangin Propinsi Jambi?
D. Tujuan dan
Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Ingin mengetahui Implementasi Kebijkan Kartu
Indonesia Pintar (KIP) di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin
Propinsi Jambi
- Ingin mengetahui Faktor apa saja yang
mendukung dan menghambat Implementasi Kebijakan Kartu Indonesia Pintar
(KIP) di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Propinsi Jambi
2. Kegunaan Penelitian
Adapun
kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Secara Teoritis
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur dan sumber informasi di
lingkungan program studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Syariah Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
- Secara Praktis
1).
Bagi masyarakat, bahwa dengan hasil penelitian ini masyarakat lebih mengerti
tentang Kartu Indonesia pintar.
2).
Bagi pemerintah daerah, bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan
informasi dan masukan bagi pemerintah Kabupaten Merangin dalam pengambilan
keputusan terutama menyangkut keberlangsungan program KIP ke depannya.
3).
Sebagai salah syarat guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S.1) pada program
studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Implementasi
Program Kartu Indonesia Pintar
1. Pengertian Implementasi
Implementasi merupakan kegiatan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah
disusun secara matang
dan
terperinci dengan tujuan untuk
mensejahterakan,
menertibkan, serta menanggulangi permasalahan yang terjadi.
Implementasi dilakukan setelah perencanaan
dianggap sudah selesai. Sedangkan pengertian
lainnya implementasi
merupakan rangkaian aktivitas dalam rangka mengahantarkan suatu kebijakan dalam masyarakat sehingga kebijakan tersebut mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan.[5]
Rangkaian kegiatan
tersebut
mencakup
tiga
hal yaitu: pertama
persiapan
seperangkat peraturan lanjutan yang
merupakan interpretasi dari kebijakan. Kedua,
menyiapkan sumber daya guna menggerakan kegiatan implementasi seperti sarana dan
prasarana dan penetapan siapa yang bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan
tersebut.
Ketiga,
bagaimana
menyampaikan kebijakan tersebut secara lengkap ke masyarakat. Implementasi pada hakikatnya upaya pemahaman terhadap apa yang seharusnya terjadi setelah
program dilaksanakan.
Dengan
begitu implementasi merupakan proses kebijakan yang
paling kompleks dan
sangat
menentukan
keberhasilan
yang
ditetapkan.[6]
Menurut
Ripley dan Franklin implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang
ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan keuntungan, atau suatu
jenis keluaran yang nyata. Implementasi mencakup tindakan-tindakan oleh
beberapa aktor, khususnya para birokrat yang dimaksud untuk membuat program
berjalan.[7]
Sementara Grindle
memberikan pandangannya tentang tugas implementasi adalah membentuk suatu
kaitan yang memudahkan tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai hasil dari
pemerintah. Sedangkan menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier
mengatakan bahwa implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar yang
biasanya dalam bentuk undang-undang, tetapi bisa juga dalam bentuk suatu
perintah atau keputusan yang sumbernya dari eksekutif atau keputusan lembaga
peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut menjabarkan masalah-masalah yang ingin
diatasi, menjelaskan dengan tegas
tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan
atau mengatur proses implementasi kebijakan tersebut.[8]
Implementasi
diartikan sebagai apa yang terjadi setelah peraturan perundang–undangan ditetapkan
yang memberikan prioritas
pada suatu program, manfaat atau
suatu bentuk output yang jelas (tangible). Tugas implementasi adalah sebagai
penghubung yang memungkinkan tujuan – tujuan kebijakan publik menjadi hasil
dari aktivitas pemerintah. Di samping itu implementasi juga menyangkut masalah
pencipta suatu policy delivery system atau sistem penghantaran/penyerahan
kebijakan. Implementasi juga di artikan sebagai pelaksanaan suatu keputusan
politik yang biasanya di sampaikan dalam bentuk peraturan perundang – undangan.
Keputusan politik itu mencakup masalah yang hendak diatasi, tujuan yang hendak dicapai
serta cara untuk memecahkannya.[9]
Implementasi
merupakan suatu rangkaian aktivitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada
masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana
diharapkan. Rangkaian kegiatan tersebut mencakup, Pertama persiapan
seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi dari kebijakan
tersebut. Kedua, menyiapkan sumber daya guna menggerakkan kegiatan
implementasi termasuk didalamnya sarana dan prasarana, sumber daya keuangan dan
tentu saja penetapan siapayang bertanggung jawab melaksanakan kebijaksanaan
secara konkrit ke masyarakat. Berdasarkan pandangan tersebut diketahui bahwa
proses implementasi sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan
administrative yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan
menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan
menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan social yang langsung
atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari
semua pihak yang
terlibat untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan public dapat
direalisasikan sebagai hasil kegiatan pemerintah.[10]
2. Model Implementasi Kebijakan
Dalam literatur
ilmu kebijakan
terdapat beberapa model implementasi kebijakan publik
yang kerap kali dipergunakan. Terkait prinsipnya terdapat dua jenis teknik atau model implementasi kebijakan. Yang pertama ialah implementasi yang memiliki pola “dari
atas ke bawah
(top-bottom)”
versus “dari bawah
ke
atas
(bottom-topper)”, dan
implementasi yang memiliki
pola paksa (command-and-control). Namum secara umum yang lebih dikenal model implementasi yang disebut dengan model top-down dan bottom-
up. Terdapat beberapa model dalam implementasi akan
dipaparkan
sebagai berikut:
a. Model
Implementasi George C Edward III
Menurut pandangannya
implementaasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yang berpengaruh
terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan, yaitu:
1) Komunikasi
Menurut George C Edward
III komunikasi diartikan sebagai suatu proses penyampain informasi kebijakan
dari pembuat kebijakan kepada pelaksana kebijakan dengan maksud agar mencapai
tujuan dan sasaran kebijakan sesuai dengan yang diharapkan. Komunikasi sangat
menentukan keberhasilan atas pencapaian tujuan dari sebuah implementasi.
Implementasi yang efektif terjadi apabila pembuat keputusan sudah mengetahui
apa yang akan mereka kerjakan. Para pembuat keputusan harus mengetahui apa yang
kan mereka kerjakan tidak terlepas dari bagaimana caranya mereka berkomunikasi
yang baik, sehingga setiap di keputusan kebijakan dan peraturan harus
disampaikan kepada pelaksana yang tepat. Dalam penerapannya kebijakan
komunikasi sangat diperlukan agar para pembuat kebijakan mauapun implementornya
dapat konsisten dalam melaksanakan
kebijakan yang akan diterapkan kepada masyarakat. Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai untuk mengukur
keberhasilan variabel komunikasi yaitu : Transformasi, Kejelasan dan Konsistensi.
Transformasi yaitu cara penyamapaian informasi yang baik kepada para pelaksana kebijakan sehingga dapat menghasilkan implementasi yang
baik. Kejelasan yaitu dimana dalam indikator ini informasi yang diterima para
pelaksana kebijakan harus jelas dan tidak membuat bingung sehingga mereka
memahami apa yang menjadi maksud, tujuan, dan sasaran dari kebijakan tersebut.
Dan yang terakhir yaitu konsistensi dimana informasi yang sudah diberikan
kepada pelaksana kebijakan harus dikerjakan secara konsisten dan jelas.[11]
2) Sumber Daya
Meskipun suatu
impelementasi kebijakan sudah dikomunikasikan dengan jelas dan konsisten,namun
apabila didalam pengimplementasiannya kekurangan sumber daya maka implementasi
tidak bisa berjalan dengan efektif. Indikator-indikator yang digunakan untuk
melihat sejauh mana sumber daya
mempengaruhi suatu implementasi kebijakan terdiri dari:
a) Sumber Daya Manusia
Dalam menjalankan suatu kebijakan sangat bergantung dengan sumber daya manusia yang dimiliki, karena apabila dibandingkan dengan sumber
daya
yang lain
seperti anggaran, material
dan
lain-lain
yang kurang banyak artinya apabila sumber daya manusianya yang mengolah kurang mempunyai rasa profesional yang tinggi atau tidak
kompeten.
b) Fasilitas
Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan.
Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi dan kompeten, tetapi tanpa
adanya fasilitas pendukung seperti sarana dan prasarana, maka implementasi
kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
3). Disposisi
Disposisi ialah watak dan karakteristik yang dimiliki
oleh implementor seperti kejujuran, komitmen dan demokratis. Disposisi atau
sikap para pelaksana merupakan faktor
penting dalam implementasi
kebijakan. Jika implementasi kebijakan ingin berhasil secara efektif dan
efisien, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya mengetahui apa yang harus
mereka lakukan namun juga harus memiliki kemauan untuk melaksanakannya,
sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias.
4)
Struktur Birokrasi
Birokrasi sebagai pelaksana dalam sebuah kebijakan
harus dapat mendukung kebijakan yang sudah diputuskan secara politik melalui
cara conthnya melakukan kordinasi dnegan baik. Kebijakan yang begitu kompleks
menuntut adanya kerjasama yang baik dengan banyak orang, ketika struktur
birokrasi tidak kondusif maka selanjutnya yang terjadi adalah sumber daya yang
ada tidak dapat berjalan dengan efektif.
Struktur
birokrasi yang bertugas
untuk melaksanakan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah
satu dari aspek struktur birokrasi yang penting dari organisasi yaitu adanya
Standard Operating Prosedures. SOP bisa menjadi pedoman bagi pelaksana atau
implementor dalam bertindak.[12]
3. Faktor–faktor Yang
Mempengaruhi Implementasi Kebijakan
Keberhasilan
suatu implementasi kebijakan akan ditentukan dari banyak faktor dan variabel,
dan masing- masing variabel tersebut saling berhubungan antara satu dengan yang
lainnya.
a. Teori Van Meter dan Van Horn
Menurut Meter dan Horn, dalam AG Subarsono
(2005) ada lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, Adapun secara
rinci dijelaskan sebagai berikut :[13]
1). Standar
dan sasaran kebijakan.
Standar dan sasaran
dari suatu kebijakan harus
terukur dan jelas agar kebijakan berjalan baik, maka akan terjadi multi
interpretasi dan mudah antar organisasi.
2). Sumber daya. Implementasi kebijakan memerlukan dukungan sumber daya, baik itu sumber
daya manusia maupun sumber daya yang non-manusia.
3). Hubungan antar Organisasi. Di dalam berbagai program,
implementasi sebuah program memerlukan
koordinasi dan dukungan
dengan instalasi lain. Maka dari itu, perlu kerjasama dan koordinasi
antar instansi untuk keberhasilan dalm suatu program.
4). Karakteristik agen pelaksana. Mencakup norma-norma,
birokrasi dan pola hubungan yang terjadi
didalam birokrasi yang baik sangat
memengaruhi implementasi dari suatu program.
5). Keadaan sosial, politik, dan ekonomi. Variabel ini
mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan
implementasi kebijakan, karakteristik
para partisipan, yaitu
akan mendukung atau menolak kebijakan tesebut.
b.
Teori Implementasi George C. Edwards III
Teori
implementasi dari Model Edward
III mengajukan empat faktor atau variabel yang berpengaruh terhadap keberhasilan
atau kegagalan implementasi
kebijakan. Adapun empat
faktor atau variabel tersebut meliputi faktor komunikasi,
sumberdaya, disposisi,dan struktur birokrasi.[14]
1)
Faktor komunikasi. Informasi kebijakan publik harus
disampaikan kepada pelaksana agar dapat memahami danmengetahui apa yang menjadi target dari kebijakan
tersebut yaitu isi, tujuan, arah, dan kelompok sasaran kebijakan agar para
pelaksana kebijakan dapat mempersiapkan
dengan benar apa yang seharusnya di lakukan dan di persiapkan dalam
pelaksanaa kebijakan publik agar
apa yang menjadi
sasaran dan tujuan
kebijakan dapat tercapai sesuai dengan apa yang di harapkan. Komunikasi
kebijakan mempunyai beberapa dimensi, yaitu dimensi transformasi, kejelasan dan
konsistensi.
2)
Sumberdaya.
Faktor sumber daya
ini juga mempunyai
peranan yang penting di dalam
suatu implementasi kebijakan. Selanjutnya Edward III menyatakan bahwa
bagaimanapun konsisten dan jelasnya ketentuan dan aturan serta bagaimanapun
akuratnya penyampaian ketentuan- ketentuan atau aturan- aturan tersebut, Van
Horn & Van Matter (1974) juga menyatakan
bahwa sumberdaya sebagaimana
telah disebutkan meliputi sumber daya manusia, sumber daya keuangan, dan sumber
daya peralatan seperti tanah, peralatan, gedung dan suku cadang lainnya yang
diperlukan dalam pelaksanaan kebijakan.
3)
Disposisi.
Keberhasilan implementasi kebijakan
yang menjadi penentu bukan hanya sejauh mana para pelaku
kebijakan tau apa yang harus dilakukan dan
jagu mampu untuk melakukannya, akan tetapi kemauan para pelaku kebijakan
tersebut juga menjadi disposisi yang kuat terhadap kebijakan yang sedang di
implementasikan. Disposisi ini merupakan kemauan, keinginan, dan kecenderugan
para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh
sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat terwujud. Disposisi ini akan
muncul di antara para pelaku kebijakan, manakala akan menguntungkan tidak hanya
organisasinya, tetapi juga diri mereka. Mereka akan mengetahui bahwa kebijakan
akan lebih menguntungkan bagi organisasi dan juga dirinya, jika mereka mempunyai
pengetahuan (cognitive) yang
cukup dan merekasangat
mendalami dan memahaminya
(comprehension and
understanding). Pengetahuan, pendalaman, dan pemahaman dari kebijakan
tersebutakan menimbulkan sikap menerima (accepance), acuh tak acuh
(neutrality), dan menolak
(rejection) terhadap kebijakan.
Dansikap itu yang akan
memunculkan disposisi pada diri pelaku kebijakan. Disposisi tingkat tinggi
menurut Edward III (1980) Van Horn & Van Matter (1974) berpengaruh pada
tingkat keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Disposisi dapat diartikan sebagai
keinginan atau kesepakatan dan kecenderungan para pelaksana (implementors)
dalam melaksanakan kebijakan tersebut Edward III (1980).
4)
Struktur Birokrasi. Implementasi kebijakan masih
belum efektif karena ada ketidak efisien dari struktur birokrasi (deficiencies
in bureaucratic structure). Struktur birokrasi ini mencakup aspek- aspek
seperti struktur arganisasi, pembagian kewenangan, hubungan antar unit-unit
organisasi yang ada di
dalam organisasi yang
bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan dengan organisasi
luar dan sebagainya. Dimensi fragmentasi menegaskan bahwa struktur birokrasi
yang terfragmentasi dapat meningkatkan gagalnya suatu komunikasi, yaitu para
pelaksana kebijakan bisa mempunyai
kesempatan yang besar
berita/instruksi nya akan
terdistorsi. Fragmentasi birokrasi ini akan membatasi kemampuan para pejabat
pucak untuk mengkoordinasikan semua sumber daya yang relevan dalam
suatu yurisdiksi tertentu, akibat lebih lanjut adalah terjadinya
ketidakefisienan dan pemborosan sumber daya langka.
c.
Menurut Teori Hogwood dan Gun
Dua ahli yang bernama Brian W. Hogwood dan
Lewis A. Gunn dalam solichin (2008) ini oleh para ahli ilmu politik di
kelompokkan sebagai pencetus teori yang menggunakan pendekatan ‘the top down
approach’. Menurut kedua ahli
tersebut, agar dapat
mengimplementasikan
kebijakan secara sempurna (perfect implementation), di
butuhkan banyak syarat. Syarat-syarat tersebut adalah Kondisi eksternal yang
dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan menimbulkan
gangguan/kendala yang serius, untuk pelaksanaan suatu program, harus tersedia
waktu dan sumber-sumber
yang cukup memadai,
perpaduan sumber-sumber yang diperlukan harus benar-benar ada atau
tersedia kebijakan yang akan di implementasikan didasari oleh hubungan
kausalitas yang handal, hubungan kausalitas tersebut harusnya bersifat langsung
dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya, hubungan saling ketergantungan
harus kecil, adanya kesepakatan terhadap tujuan dan pemahaman yang mendalam,
tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat, adanya
komunikasi dan koordinasi yang sempurna, pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dan
wewenang dapat menuntut dan juga mendapatkan kepatuhan yang sempurna.[15]
Model implementasi kebijakan mengenai
keberhasilan implementasi menurut Merilee s. Gridle dalam Nugroho (2003)
dipengaruhi oleh isi kebijakan (conten of policy) dan lingkungan kebijakan
(conten of implementation), ide dasarnya bahwa setelah kebijakan ditransformasikan
dilakukan implementasi kebijakan.[16]
B. Program
Kartu Indonesia Pintar
1.
Pengertian Kartu Indonesia Pintar
Guna
meningkatkan pendidikan bagi masyarakat tidak mampu pemerintah membuat
Program Indonesia Pintar
sebagaimana tertuang dalam
Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 Tentang
Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, Dan
Program Indonesia Sehat untuk membangun Keluarga Produktif.
Penyelenggaraan
Program Indonesia Pintar meupakan komitmen pemerintah yang sejalan dengan 9
agenda prioritas nawa cita pemerintahan presiden Jokowi yaitu meningkatkan
kualitas hidup manusia Indonesia dan melakukan revolusi karakter bangsa.
Program
Indonesia Pintar melalui
Kartu Indonesia Pintar
(KIP) menurut Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) adalah
pemberian bantuan tunai pendidikan kepada seluruh anak usia sekolah 6-21
tahun yang berasal dari keluarga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) atau
yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Program Indonesia
Pintar melalui KIP merupakan kelanjutan dari Program Bantuan Siswa Miskin
(BSM).[17]
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Program Indonesia
Pintar yang selanjutnya disebut PIP adalah bantuan berupa uang tunai dari
pemerintah yang diberikan kepada peserta didik yang orang tuanya tidak atau
kurang mampu dalam membiayai pendidikannya.[18]
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi
diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. Kartu Indonesia Pintar yang selanjutnya disebut KIP ialah
kartu yang diberikan kepada anak dari keluarga pemegang KKS sebagai penanda/
identitas untuk mendapat manafaat PIP.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
menyediakan Kartu Indonesia Pintar berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT) yang
dikeluarkan oleh TNP2K. Terkait pembiayaan pencetakan KIP dibebankan kepada
anggaran direktorat jenderal terkait sesuai dengan kuota masing-masing.
Pemberian bantuan melalaui KIP maupun bantuan pendidikan lainnya bertujuan
untuk mendukung program Wajib Belajar dengan meringankan beban biaya yang
terlalu berat bagi orang tua yang status ekonomi bawah. Bantuan ini diharapkan
dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam bersekolah dan mencegah anak putus
sekolah. Pemerintah mengeluarkan bantuan
ini agar dapat mencukupi kebutuhan pendidikan siswa di luar biaya operasional
sekolah, seperti untuk membeli peralatan sekolah, biaya transportasi, uang saku
dan lain-lain.
2. Tujuan Kartu Indonesia
Pintar
Tujuan dari
program ini anatara lain:
a.
Meningkatkan akses bagi anak usia 6 sampai 21 tahun untuk mendapatkan layanan
pendidikan samapai tamat / Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun.
b.
Meringankan biaya personal pendidikan.
c.
Mencegah peserta didik
dari kemungkinan putus
sekolah (drop out)
atau tidak melanjut pendidikan
akibat kesusahan ekonomi
d. Menarik
siswa putus sekolah (drop out) atau tidak melanjutkan agar
kembali mendapatkan layanan pendidikan.[19]
3. Landasan Hukum Kartu
Indonesia Pintar
Dasar hukum dalam melaksanakan Program
Indonesia Pintar berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara;
c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional;
d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah;
e. Undang-Undang Nomo
35 Tahun 2014
tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah
terkahir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
g. Peraturan Pemerintah Nomor 48
Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan;
h. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun
2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan, sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun
2010;
i. Peraturan Presiden Nomor 166 Tahun
2014 tentang Program Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan;
j. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun
2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional;
k. Peraturan Presiden
Nomor 14 Tahun
2015 tentang Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan;
l. Instruksi Presdien Nomor 7 Tahun
2014 tentang Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia
Pintar, dan Program Indonesia Sehat untuk membangun keluarga produktif;
m. Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 19 Thaun
2016 Tentang Program Indonesia
Pintar.[20]
4. Prioritas Sasaran Penerima
Sasaran
KIP adalah peserta didik berusia 6 sampai 21 tahun yang merupakan :
a. Peserta didik
dari keluarga peserta Program Keluarga Harapan
(PKH);
b. Peserta didik
dari keluarga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS);
c.
Peserta didik yang berstatus yatim piatu/yatim/piatu dari sekolah/ panti sosial/ panti
asuhan;
d. Peserta didik
yang terkena dampak
bencana alam;
e.
Peserta didik yang mengalami kelainan
fisik, korban
musibah,
dari orang tua PHK, di
daerah konflik, dari keluarga terpidana, berada di LAPAS, memiliki lebih dari 3
(tiga) saudara yang tinggal serumah;
f. Peserta didik
SMK yang menempuh
studi keahlian kelompok
bidang pertanian (bidang
agrobisnis, agroteknologi), perikanan, peternakan, kehutanan dan
pelayaran/kemaritiman; dan
g. Peserta didik pada lembaga kursus atau pendidikan
nonformal lainnya.[21]
C. Studi
Relevan
Berkaitan dengan judul skripsi ini, ada
beberapa hasil penelitian terdahulu yang ditemukan oleh penulis
terkait dengan referensi mengenai Implementasi Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan menjadi acuan dalam penelitian ini, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Dea Maya Sari Penelitian
dengan judul “Implementasi Kebijakan
Program Bedah Rumah (Studi Kasus Kecamatan Kota bumi Selatan)” Tahun 2019. Persamaan penelitian ini yaitu pada
implementasi kebijakan dan perbedaannya yaitu program yang akan diteliti. Dalam
penelitian ini berfokus pada
pelaksanaan
program Bedah Rumah di Kecamatan Kota bumi Selatan.
2.
Saras Setyawati Penelitian yang berjudul
“Efektivitas Program Kartu Indonesia Pintar Bagi Siswa SMK Di Kecamatan
Jeruklegi Kabupaten Cilacap (Studi Permendikbud No. 12 Tahun 2015 Tentang
Program Indonesia Pintar)”. Tahun 2018. Dalam
penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana
tingkat efektivitas Program KIP
di Kecamatan Jeruklegi, peneliti menggunakan konsep aktivitas Ni Wayan Budiani
dengan responden 146 siswa yang berada di Kecamatan Jeruklegi, hasil penelitian
ini efektiviras program kartu Indonesia pintar di Kecamatan Jeruklegi sebesar
70%. Jika dilihat dari judul diatas terdapat sedikit persamaan, yaitu sama-sama
membahas tentang program kartu Indonesia pintar perbedaannya, dalam Skripsi ini
peneliti membahas hanya
mengenai bagaimana tingkat
efektivitas program kartu Indonesia pintar di tingkat SMK.
3.
Sekhul Islam Penelitian yang
berjudul “Efektivitas Bantuan Siswa Miskin Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar
Siswa Mts Al-Muawanah Harjawinangun Balapulang Tegal Tahun Pelajaran 2010/2011”.
Dalam penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana
efektivitas program bantuan siswa miskin di Mts Al-Muawanah dalam
meningkatkan prestasi siswa mauupun siswi di
sekolah, dalam penelitian
ini subjek peneliti
adalah 60 siswa
yang menerima program bantuan
siswa miskin. Hasil dari penelitian yang dilakukan ini siswa yang mendapatkan
program bantuan siswa msikin dalam prestrasinya lebih meningkat dan giat dalam belajar yang berarti
bantuan siswa miskinn ini efektif untuk digunakan dalam meningkatkan prestasi
belajar
Bedasarkan penelitian di atas yang
relevan, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa persamaan terhadap penelitian ini
diantara sama-sama membahas tentang kebijakan program pemerintah tentang
bantuan dibidang pendidikan yang berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan
dan perbedaanya terhadap sasaran implementasi program kartu Indonesia pintar.
Adanya persamaan dan perbedaan yang terdapat pada penelitian ini akan
berpengaruh pada hasil penelitian yang diperoleh.
D. Kerangka
Pikir
Kerangka
pikir adalah dasar pemikiran dari penelitian
yang dihubungkan dari
fakta-fakta dan observasi.[22]
Berdasarkan
kerangka pikir diatas, kita dapat mengetahui
bahwasnya untuk
mencapai tujuan dalam meningkatkan
akses pendidikan, meringankan beban biaya
pendidikan
dan
mencegah anak putus sekolah perlu adanya suatu strategi atau kebijakan,
sebagaimana yang di jelaskan dalam kerangka pikir pada skripsi ini adalah teori
Implementasi Kebijakan dari Edward III agar
kebijakan tersebut dapat berhasil
maka dirasa perlu adanya aspek atau indikator yang mempengaruhi kebijakan tersebut diantaranya:
1. Komunikasi
2. Sumber
Daya
3. Disposisi
4. Struktur Birokrasi
Kerangka pikir inilah yang dijadikan sebagai acuan pada saat proses penyelesaian skripsi ini, ke empat aspek tersebut saling berkaitan satu sama lain dalam pencapaian sasaran atau kebijakan
dalam mencapai tujuan.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1.
Tempat
Lokasi penelitian ini
dilakukan di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Provinsi Jambi,
karena sesuai dengan permasalahan yang diajukan dalam latar belakang masalah
dengan keadaan di lapangan. Alasannya karena di Kecamatan ini menjadi tempat
timbulnya permasalahan tersebut.
2.
Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan selama 5 bulan yang akan dimulai dari
observasi awal hingga penyelesaian akhir yakni pada bulan April s/d Agustus
2022.
B. Pendekatan
Penelitian
Pendekatan
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian
kualitatif menurut Denzin dan Lincoln menjelaskan bahwa penelitian kualitatif
ialah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan
fenomena yang terjadi dilapangan serta dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai
metode yang ada seperti obervasi, wawancara dan dokumentasi[23].
Menurut Sugiono metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai
lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci
teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari
pada generalisasi.[24]
C. Jenis dan Sumber Data
1.
Jenis Data
Data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kualitatif, ada 2 (dua) jenis
data yang digunakan dalam penelitian ini
a). Data Primer
Data primer adalah data pokok yang
diperlukan dalam penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumbernya
ataupun dari lokasi objek penelitian, atau keseluruhan data hasil penelitian
yang diperoleh melalui sumber perantara atau pihak kedua dan seterusnya.[25]
Dalam hal ini yang dimaksud dengan
data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui hasil observasi
lapangan dan melalui hasil wawancara terhadap Kepala Desa, Tokoh Masyarakat,
Warga di Kecamatan Pangkalan Jambu yang menjadi subjek penelitian, karena yang
menjalankan dan merasakan kebijakan tersebut adalah Warga Kecamatan Pangkalan
Jambu.
b). Data Sekunder
Data sekunder adalah data atau
sejumlah keterangan yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui sumber
perantara. Data sekunder dari penelitian ini berupa buku, literature, artikel,
internet dan dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang di bahas.
Sumber data merupakan subjek dari mana
data itu dapat diperoleh.Sumber data dalam penelitian disesuaikan dengan fokus
dan tujuan penelitian.[26] Sesuai dengan fokus penelitian, maka yang
menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah jawaban dari wawancara penulis
dengan informan di lapangan, isi dari dokumen-dokumen desa dan buku-buku yang
menurut penulis berhubungan dengan penelitian ini.
D. Metode Pengumpulan
Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan
metode pengumpulan data secara kualitatif, dalam pengumpulan data yang penulis
butuhkan untuk penelitian ini menggunakan metode-metode sebagai berikut :
1.
Observasi
Observasi adalah
pengamatan terhadap suatu
obyek yang diteliti
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang
harus dikumpulkan dalam penelitian.[27] Metode
observasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode observasi non
partisipan, dimana penulis hanya sebagai pengamat dan selama proses observasi
akan dibuat catatan-catatan untuk keperluan analisis dan pengecekan data
kembali, dengan demikian diharapkan bahwadata yang diperoleh oleh penulis dari
responden maupun informan yang berkaitan langsung dengan fokus penelitian. Penulis
menggunakan metode observasi untuk melihat secara langsung dan mengungkap fakta
mengenai kebijakan pemerintah tentang programkartu
Indonesia pintar (KIP) di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Provinsi
Jambi.
2. Wawancara
Wawancara
adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.[28] Penulis menggunakan wawancara tidak
terstruktur sebagai instrument pelengkap observasi dalam mengumpulkan data
mengenai kebijakan pemerintah tentang program kartu Indonesia pintar (KIP) di Kecamatan
Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.
3. Dokumentasi
Dokumentasi
merupakan catatan peristiwa penting yang sudah berlalu.Dokumentasi bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.[29] Dengan teknik dokumentasi ini, peneliti dapat
memperoleh informasi bukan dari orang sebagai narasumber, tetapi informasi
diperoleh dari macam-macam sumber tertulis atau dari dokumen yang ada pada
informan dalam bentuk peninggalan budaya, karya seni, karya pikir.
Dokumentasi
ini diperlukan untuk melengkapi data dari penggunaan metode observasi dan
wawancara. Dokumentasi penulis gunakan sebagai instrument untuk memperoleh data
atau informasi yang berkaitan dengan Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Kecamatan
Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.
E. Teknik Analisis
Data
Berdasarkan
kanyataan tersebut maka data-data yang diperoleh dalam pelitian ini nantinya
akan dianalisis melalui beberapa teknik analisis sebagai berikut:
1. Reduksi
Data
Mereduksi
data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempemudah penulis untuk melakukan
pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya
bila diperlukan.[30]
Reduksi
data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan
dan kedalaman wawasan yang tinggi. Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan
dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama dalam penelitian kualitatif
adalah pada temuan.
Oleh
karena itu, kalau penulis dalam
melakukan penelitian menemukan
segala sesuatuyang dipandang asing, tidak dikenal, belum
memiliki pola, justru itulah yang harus dijadikan perhatian peneliti dalam
melakukan reduksi data.
2.
Penyajian Data
Setelah
data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data, dalam
penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
seperti table, grafik dan sejenisnya. Lebih dari itu, penyajian data bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,
flowchart, dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
dalam penelitian kualitatif adalah
dengan teks yang bersifat naratif. Adapun fungsi penyajian data disamping untuk
memudahkan dan memahami apa yang terjadi, juga untuk merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.[31]
3. Penarikan
kesimpulan
Langkah
selanjutnya setelah penyajian data adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi
data. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan
berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada
pengumpulan data berikutnya.
Kesimpulan
dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang
dirumuskan sejak awal, tetapi juga mungkin tidak, karena masalah dan rumusan
masalah dalam penelitian kualitatifmasih bersifat semetara dan akan berkembang
setelah penulis berada dilapangan.[32]
F. Metode Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis data
seperti yang diberikan Miles and Huberman dan Spradley. Miles and Huberman
(1984) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan
penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam
analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion
drawing/verification. Langkahlangkah analisis ditunjukkan pada gambar berikut:
1. Membandingkan
informasi pengamatan dan informasi pertemuan.
2. Membandingkan apa
yang dikatakan individu di siang bolong dan apa yang mereka katakan secara
pribadi.
3. Menganalisis apa
yang individu katakan tentang keadaan eksplorasi dengan apa yang mereka katakan
terus-menerus.
4. Membandingkan
keadaan dan sudut pandang individu dan kesimpulan serta perspektif yang berbeda
pada individu seperti individu normal, individu dengan instruksi pusat atau
tinggi, individu kaya, individu pemerintah.
5. Membandingkan konsekuensi pertemuan dan substansi arsip yang terhubung.
Hal ini untuk memperjelas konsekuensi
dari informasi yang diperoleh dari data analis, dengan tujuan akan diperoleh
hasil pemeriksaan yang lebih substansial yang kemudian dapat dirinci dan
diselesaikan terkait dengan Implementasi Program
Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab, Solichin, Analisis Kebijakan dari
Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005)
Akib, Haedar dan Antonius Tariga “Artikulasi Konsep
Implementasi Kebijakan: Perspektif, Model dan Kriteria Pengukurannya,”
(Jurnal Baca, Volume 1 Agustus 2012, Universitas Pepabri Makasar, 2012)
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi
Penelitian Kualitatif, cet. ke-5, (Bandung: Alfabeta, 2013)
Dunn William N, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (edisi ke III), (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2009)
Effendi, Sofyan, Analisis Kebijakan Publik, Modak
Kuliah MAP.Yogyakarta: GadjaMada University, 2001)
https://indonesiapintar.kemdikbud.go.id/ (Diakses
pada, 12 Mei 2022 Pukul 20.58 WIB).
Kemendikbud, Peraturan
Dirjen Pendidikan Dasar
dan Menengah Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Program Indonesia Pintar Pada Jenjang
Pendidikan Dasar dan Menengah, Nomor : 07/D/BP/2017
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Menengah, Petunjuk Teknik
Program Indonesia Pintar (PIP), (Jakarta: Subdit Kelembagaan dan Peserta Didik Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, 2016)
Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan,
Petunjuk Teknis
Program
Indonesia
Pintar,
2016,
online
tersedia di
http://dindik.babelprov.go.id/sites diakses pada 01 Juni 2020 pukul 15.30
Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik Formulasi,
Implementasi, Evaluasi. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta, 2003)
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Program Indonesia Pintar.
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2015 Tentang
Program Indonesia Pintar
Riduwan, Belajar
Mudah penelitian untuk Guru-Karyawan dan Penelitian Pemula, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013)
Ripley, Rendal B. And Grace A. Franklin, Policy Implementation
and Bureaucracy Secon Edition, the Dorsey Press, (Chicago-Illionis, 1986)
Subarsono, Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori
dan Aplikas).Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005)
Sugiyono, Memahami
Penelitian Kualitatif, cet. ke-10, (Bandung: Alfabeta, 2014)
Syaukani, dkk. Otonomi Dalam Kesatuan,
(Yogyakarta: Yogya Pustaka, 2004)
Undang-Undang Dasar 1945
Wahab, Solichin
Abdul. Analisis Kebijakan (Dari Formulasi ke Penyusunan Model-Model
Implementasi Kebijakan Publik). Cetakan Keempat.
Bumi Aksara: Jakarta, 2008)
Widodo, Joko. Analisis
Kebijakan Publik. (Sidoarjo: Bayumedia Publishing, 2006)
[2]Kementerian
Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Menengah, Petunjuk Teknik
Program Indonesia Pintar (PIP), (Jakarta: Subdit Kelembagaan dan Peserta Didik Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, 2016), h.2.
[3]Peraturan
Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Program Indonesia
Pintar
[5]Akib,
Haedar dan Antonius Tariga “Artikulasi Konsep Implementasi Kebijakan:
Perspektif, Model dan Kriteria Pengukurannya,” Jurnal Baca, Volume 1
Agustus 2012, Universitas Pepabri Makasar, 2012, h. 117
[7]Ripley,
Rendal B. And Grace A. Franklin, Policy Implementation and Bureaucracy Secon
Edition, the Dorsey Press, (Chicago-Illionis, 1986), h. 148
[8]Abdul
Wahab, Solichin, Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan
Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005),h. 23.
[9]Effendi,
Sofyan, Analisis Kebijakan Publik, Modak Kuliah MAP.Yogyakarta:
GadjaMada University, 2001), h.12
[11]Dunn William N, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (edisi ke III), (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2009), h.72
[12]Dunn William N, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (edisi ke III), (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2009),
h.72
[13]Subarsono,
Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikas).Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005), h.31
[15]Wahab, Solichin Abdul. Analisis Kebijakan (Dari
Formulasi ke Penyusunan
Model-Model
Implementasi Kebijakan Publik). Cetakan Keempat.
Bumi Aksara: Jakarta, 2008), h.13
[16]
Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, Evaluasi.
PT. Elex Media Komputindo: Jakarta, 2003), h.39
[17]Kementrian
Pendidikan dan
Kebudayaan, Petunjuk
Teknis Program Indonesia Pintar, 2016, online tersedia
di http://dindik.babelprov.go.id/sites diakses pada 01 Juni 2020 pukul 15.30
[18]Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Program Indonesia Pintar.
[19]Kemendikbud,Peraturan Dirjen
Pendidikan Dasar dan
Menengah Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Program Indonesia
Pintar Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Nomor : 07/D/BP/2017, h. 2.
[20]Kemendikbud,
Peraturan Dirjen Pendidikan
Dasar dan Menengah
Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Program Indonesia Pintar Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah,
Nomor : 07/D/BP/2017, h. 2
[22]Riduwan, Belajar Mudah penelitian untuk
Guru-Karyawan dan Penelitian Pemula, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2013),h.23
0 $type={blogger}:
Posting Komentar