Jumat, 28 Juni 2024

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

 

A.    Latar Belakang Masalah

            Pendidikan merupakan serangkaian usaha yang sangat efektif untuk mencapai kemajuan bangsa akan berwujud secara nyata dengan usaha untuk menciptakan ketahanan nasional. Keberhasilan suatu sistem pendidikan dikatakan baik dengan menghasilkan Sumber Daya Manusia yang bermutu, berkemampuan dan memiliki kemauan untuk senantiasa meningkatkan kualitasnya secara terus menerus. Hal ini sesuai dnegan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa   dan memajukan kesejahteraan umum.

            Hak dalam memperoleh layanan pendidikan sudah tercantum dalam peratuaran Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi :

“Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara” dan pada pasal 34 ayat 2 yang berbunyi “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat manusia”[1]

 

            Undang-undang juga telah diatur tentang sistem pendidikan di  Indonesia  pada  Undang-undang Nomor.  20  Tahun  2003  tentang  sistem pendidikan nasional, sebagaimana yang terdapat pada pasal 5 ayat 1 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu. Dengan demikian, pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat.

            Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 19 Tahun 2016 yang mengamanatkan pelaksanaan dari Program Indonesia Pintar ialah merupakan kelanjutan dari program yang sebelumnya pernah ada yaitu Bantuan Siswa Miskin. Program ini bertujuan guna meningkatkan akses pendidikan anak usia 6 sampai 21 tahun untuk mendapatkan pendidikan sampai tamat pendidikan dan ikut serta mencegah anak putus sekolah.[2]

            Pemerintah dalam upaya mencerdaskan kehidupan  bangsa. Peningkatan akses dan mutu pendidikan kepada  seluruh warga  masyarakat terus dilakukan oleh pemerintah sebagai  upaya  meningkatkan  kualitas sumber  daya manusia yang merupakan faktor penting dalam pelaksanaan pembangunan diberbagai  bidang kehidupan  serta  untuk  memajukan  bangsa  dan  negara  agar tercapai masyarakat yang terdidik, cerdas dan berakhlaq mulia. Instruksi  Presiden Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS), Program Indonesia Pintar (PIP), dan Program Indonesia Sehat  (PIS) Untuk Membangun Keluarga Produktif  menetapkan  Peraturan  Menteri  Pendidikan dan Kebudayaan tentang Program Indonesia Pintar melalui kartu Indonesia Pintar (KIP).[3]

Program Indonesia Pintar (PIP) sebagai pengganti dari Program Bantuan    Siswa Miskin (BSM). Program  Indonesia Pintar merupakan pemberian  bantuan  tunai  pendidikan  bagi  anak  usia  sekolah  dari keluarga pemegang Kartu   Keluarga Sejahtera (KKS), atau yang memenuhi kriteria sebagaimana  ditetapkan    sebelumnya. Program  Indonesia  Pintar (KIP) ditandai dengan pemberian  Kartu  Indonesia Pintar  (KIP)  kepada  anak  usia  sekolah dari  keluarga  kurang  mampu  pemilik  Kartu  Keluarga Sejahtera(KKS). Kartu tersebut sebagai   identitas / penanda untuk mendapatkan manfaat Program Indonesia  Pintar  dan  hal  ini hanya akan diperoleh apabila  anak  tersebut mendaftar  di sekolah/madrasah, pondok pesantren, Kelompok Belajar (Kejar Paket A/B/C), lembaga pelatihan atau kursus, formal maupun non formal.

Kebijakan dari program kartu Indonesia pintar (KIP) merupakan program pemerintah yang diluncurkan untuk mengatasi masalah yang kerap kali terjadi karena masih banyak siswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu dan sangat rentan terhadap terjadinya putus sekolah. Hal ini disebabkan karena perekonomian keluarga yang tidak mampu serta kurang mendukung, sehingga anak tersebut memutuskan untuk berhenti sekolah. Sumber dana dari program ini berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P). Program ini merupakan program kerja sama dengan tiga kementerian   yaitu Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementrian Sosial (Kemensos) serta Kementrian Agama (Kemenag).[4] 

            Tujuan-tujuan tersebut menunjang terciptanya manfaat kepada para penerima program seperti pendanaan untuk perlengakapan sekolah, kemudahan transportasi, dan tunjangan uang saku. Selain itu, KIP juga hadir sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam mengadakan jaminan sosial kepada rakyatnya. Terutama manfaat bagi rakyat miskin dan menengah kebawah yang belum memiliki jaminan pendidikan  secara  pasti.  Penjaminan pendidikan kepada seluruh masyarakat akan mendukung terciptanya struktur sosial, ekonomi, dan budaya negara yang ideal. Manfaat KIP secara tidak langsung adalah sebagai upaya pengentasan kemiskinan, karena salah satu faktor penyebab kemiskinan adalah rendahnya tingkat pendidikan. Tetapi dalam implementasi pelaksanaan program KIP di berbagai daerah masih banyak ditemukan kasus penerima manfaat KIP yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan sesuai tujuan awal program KIP. miss implementasi dalam penyelenggaraan program KIP terjadi karena banyak sebab dan faktor.

Hasil observasi penulis di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Propinsi Jambi, penulis menemukan bahwa setidaknya terdapat 385 siswa yang memiliki penerima bantuan Program Kartu Indonesia Pintar (KIP). Masing-masing siswa di sekolah ini menerima bantuan sebesar Rp. 450.000,00 per tahun dan ada juga yang menerima sebesar Rp. 225.000,00 per tahun. Dana tersebut tujuannya di gunakan untuk membeli perlengkapan kebutuhan sekolah, diantara lain untuk membeli tas, buku alat tulis dan keperluan lainnya.

            Permasalahan yang terjadi di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Propinsi Jambi adalah dimana masih terdapat siswa yang berasal dari keluarga yang mampu terdaftar sebagai penerima dana Program KIP, dan sebaliknya adanya siswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu namun tidak terdaftar sebagai penerima dana bantuan program KIP.

            Permasalahan lain yang terjadi dalam Program Kartu Indonesia Pintar ini belum berjalan dengan maksimal sebagaimana yang diharapkan hal ini terlihat dari masih rendahnya pengetahuan wali murid tentang peruntukkan bantuan KIP, dalam pemberian bantuan ini kurang tepat sasaran, terdapat penyalahgunaan pemanfaatan bantuan dana Program Kartu Indonesia Pintar oleh penerima bantuan program ini. Terjadi kesulitan bagi pemerintah untuk mengawasi karena penyaluran bantuan dana tersebut langsung ke orang tua siswa dan orang tua siswalah yang mengelola, sehingga sekolah tidak mengetahui dengan jelas dana tersebut digunakan untuk apa saja, pada saat wali murid tidak bisa mengelola dana tersebut dengan baik maka akan terjadi banyak penyalahgunaan dari dana tersebut untuk pribadi melainkan untuk kebutuhan pendidikan anak.

            Padahal yang seharusnya pemerintah meluncurkan program ini yang dikhususkan bagi siswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu supaya mendapatkan kesempatan dalam pendidikan yang sama.  Fungsi dari dana program ini adalah pembelian buku serta alat tulis sekolah, pembelian seragam sekolah, perlengkapan sekolah seperti tas, sepatu, biaya transportasi ke sekolah, uang saku, dan keperluan lainnya yang berkaitan dengan kegiatan sekolah.

            Oleh karena itu perlunya implementasi  yang merupakan  langkah  yang  sangat  penting  dalam  proses kebijakan. Banyak kebijakan  yang dibuat dengan baik, namun tidak memiliki pengaruh dalam kehidupan negara karena tidak dilaksanakan dengan baik. Istilah to implement (mengimplementasikan) itu berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang dapat menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu.Implementasi juga merupakan keseluruhan tindakan yang dilakukan oleh individu atau pejabat atau sekelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan kepada pencapaian tujuan kebijakan yang telah ditentukan terlebih dahulu.

            Perspektif atau sudut pandang dalam proses implementasi kebijakan atau program-program pemerintah pasti akan melibatkan perilaku birokrat dalam pemberian layanan atau jasa tertentu kepada masyarakat dan mengatur perilaku dari satu atau lebih kelompok sasaran. Maka dari itu dalam implementasi suatu program khususnya yang melibatkan organisasi/instansi pemerintah maka fokus analisa implementasi kebijakan akan  mencakup  usaha-usaha  yang  dilakukan untuk mendapat keputusan serta dalam upaya memberikan pelayanan atau mengubah perilaku masyarakat/kelompok sasaran dari program yang bersangkutan.

            Adanya kebijakan program kartu Indonesia pintar (KIP) yang berasal dari pusat ini mendorong penulis untuk mengetahui bagaimana mengimplementasikan secara operasional. Oleh karena itu, penulis sangat tertarik mengkaji lebih dalam mengenai permasalahan yang terjadi dalam sebuah karya ilmiah yang berjudul Implementasi Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin”

 

B. Batasan Masalah

            Agar penelitian ini tidak melebar dan meluas, maka penulis membatasi permasalah ini yaitu pada permasalahan Implementasi Program Kartu Indonesia Pintar (KIP), penulis memfokus permaslahan ini khususnya pada Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Propinsi Jambi.

 

C. Rumusan Masalah

            Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana Implementasi Kebijkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Propinsi Jambi?
  2. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat Implementasi Kebijakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Propinsi Jambi?

 

 

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

            Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Ingin mengetahui Implementasi Kebijkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Propinsi Jambi
  2. Ingin mengetahui Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat Implementasi Kebijakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Propinsi Jambi

 

2. Kegunaan Penelitian

            Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur dan sumber informasi di lingkungan program studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

  1. Secara Praktis

1). Bagi masyarakat, bahwa dengan hasil penelitian ini masyarakat lebih mengerti tentang Kartu Indonesia pintar.

2). Bagi pemerintah daerah, bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi dan masukan bagi pemerintah Kabupaten Merangin dalam pengambilan keputusan terutama menyangkut keberlangsungan program KIP ke depannya.

3). Sebagai salah syarat guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S.1) pada program studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

 

A. Implementasi Program Kartu Indonesia Pintar

1. Pengertian Implementasi

        Implementasi merupakan kegiatan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci dengan tujuan untuk mensejahterakan, menertibkan, serta menanggulangi permasalahan yang terjadi. Implementasi dilakukan setelah perencanaan dianggap sudah selesai. Sedangkan pengertian lainnya implementasi merupakan rangkaian aktivitas dalam rangka mengahantarkan suatu kebijakan dalam masyarakat sehingga kebijakan tersebut mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan.[5]

        Rangkaian kegiatan tersebut mencakup tiga hal yaitu: pertama   persiapan seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi dari kebijakan. Kedua, menyiapkan sumber daya guna menggerakan kegiatan implementasi seperti sarana dan prasarana dan penetapan siapa yang bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Ketiga, bagaimana menyampaikan kebijakan tersebut secara lengkap ke masyarakat. Implementasi pada hakikatnya upaya pemahaman terhadap apa yang seharusnya terjadi setelah program dilaksanakan. Dengan begitu implementasi merupakan proses  kebijakan yang paling kompleks dan sangat menentukan keberhasilan  yang ditetapkan.[6]

       Menurut Ripley dan Franklin implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan keuntungan, atau suatu jenis keluaran yang nyata. Implementasi mencakup tindakan-tindakan oleh beberapa aktor, khususnya para birokrat yang dimaksud untuk membuat program berjalan.[7]

       Sementara Grindle memberikan pandangannya tentang tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan yang memudahkan tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai hasil dari pemerintah. Sedangkan menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier mengatakan bahwa implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar yang biasanya dalam bentuk undang-undang, tetapi bisa juga dalam bentuk suatu perintah atau keputusan yang sumbernya dari eksekutif atau keputusan lembaga peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut menjabarkan masalah-masalah yang ingin diatasi, menjelaskan dengan   tegas tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasi kebijakan tersebut.[8]

       Implementasi diartikan sebagai apa yang terjadi setelah peraturan perundang–undangan  ditetapkan  yang  memberikan  prioritas  pada  suatu program, manfaat atau suatu bentuk output yang jelas (tangible). Tugas implementasi adalah sebagai penghubung yang memungkinkan tujuan – tujuan kebijakan publik menjadi hasil dari aktivitas pemerintah. Di samping itu implementasi juga menyangkut masalah pencipta suatu policy delivery system atau sistem penghantaran/penyerahan kebijakan. Implementasi juga di artikan sebagai pelaksanaan suatu keputusan politik yang biasanya di sampaikan dalam bentuk peraturan perundang – undangan. Keputusan politik itu mencakup masalah yang hendak diatasi, tujuan yang hendak dicapai serta cara untuk memecahkannya.[9]

       Implementasi merupakan suatu rangkaian aktivitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana diharapkan. Rangkaian kegiatan tersebut mencakup, Pertama persiapan seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi dari kebijakan tersebut. Kedua, menyiapkan sumber daya guna menggerakkan kegiatan implementasi termasuk didalamnya sarana dan prasarana, sumber daya keuangan dan tentu saja penetapan siapayang bertanggung jawab melaksanakan kebijaksanaan secara konkrit ke masyarakat. Berdasarkan pandangan tersebut diketahui bahwa proses implementasi sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan administrative yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran,   melainkan   menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan social yang langsung atau tidak langsung  dapat  mempengaruhi perilaku  dari  semua  pihak  yang  terlibat untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan public dapat direalisasikan sebagai hasil kegiatan pemerintah.[10]

 

2. Model Implementasi Kebijakan

Dalam literatur ilmu kebijakan terdapat beberapa model  implementasi  kebijakan publik yang kerap kali dipergunakan. Terkait prinsipnya terdapat dua jenis teknik atau model implementasi kebijakan. Yang pertama ialah implementasi yang memiliki pola “dari  atas  ke  bawah (top-bottom)” versus  dari  bawah  ke  atas  (bottom-topper),  dan implementasi yang memiliki pola paksa (command-and-control). Namum secara umum yang lebih dikenal model implementasi yang disebut dengan model top-down dan bottom- up. Terdapat beberapa model dalam implementasi akan dipaparkan sebagai berikut:

a. Model Implementasi George C Edward III

Menurut pandangannya implementaasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan, yaitu:

1) Komunikasi

Menurut George C Edward III komunikasi diartikan sebagai suatu proses penyampain informasi kebijakan dari pembuat kebijakan kepada pelaksana kebijakan dengan maksud agar mencapai tujuan dan sasaran kebijakan sesuai dengan yang diharapkan. Komunikasi sangat menentukan keberhasilan atas pencapaian tujuan dari sebuah implementasi. Implementasi yang efektif terjadi apabila pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Para pembuat keputusan harus mengetahui apa yang kan mereka kerjakan tidak terlepas dari bagaimana caranya mereka berkomunikasi yang baik, sehingga setiap di keputusan kebijakan dan peraturan harus disampaikan kepada pelaksana yang tepat. Dalam penerapannya kebijakan komunikasi sangat diperlukan agar para pembuat kebijakan mauapun implementornya dapat konsisten dalam melaksanakan   kebijakan yang akan diterapkan kepada masyarakat.  Terdapat tiga indikator  yang dapat dipakai untuk mengukur keberhasilan variabel komunikasi yaitu : Transformasi, Kejelasan dan Konsistensi. Transformasi yaitu cara penyamapaian informasi yang baik kepada para pelaksana kebijakan   sehingga dapat menghasilkan implementasi yang baik. Kejelasan yaitu dimana dalam indikator ini informasi yang diterima para pelaksana kebijakan harus jelas dan tidak membuat bingung sehingga mereka memahami apa yang menjadi maksud, tujuan, dan sasaran dari kebijakan tersebut. Dan yang terakhir yaitu konsistensi dimana informasi yang sudah diberikan kepada pelaksana kebijakan harus dikerjakan secara konsisten dan jelas.[11]

2) Sumber Daya

Meskipun suatu impelementasi kebijakan sudah dikomunikasikan dengan jelas dan konsisten,namun apabila didalam pengimplementasiannya kekurangan sumber daya maka implementasi tidak bisa berjalan dengan efektif. Indikator-indikator yang digunakan untuk melihat sejauh mana   sumber daya mempengaruhi suatu implementasi kebijakan terdiri dari:

 

 

a) Sumber Daya Manusia

              Dalam menjalankan suatu kebijakan sangat bergantung dengan sumber daya manusia yang dimiliki, karena apabila dibandingkan dengan sumber daya yang lain seperti anggaran, material dan lain-lain yang kurang banyak artinya apabila sumber daya manusianya yang mengolah kurang mempunyai rasa profesional yang tinggi atau tidak kompeten.

b) Fasilitas

             Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung seperti sarana dan prasarana, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.

 

3). Disposisi

    Disposisi ialah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti kejujuran, komitmen dan demokratis. Disposisi atau sikap para pelaksana merupakan faktor  penting dalam implementasi  kebijakan. Jika  implementasi  kebijakan ingin berhasil secara efektif dan efisien, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya mengetahui apa yang harus mereka lakukan namun juga harus memiliki kemauan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias.

4) Struktur Birokrasi

     Birokrasi sebagai pelaksana dalam sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang sudah diputuskan secara politik melalui cara conthnya melakukan kordinasi dnegan baik. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama yang baik dengan banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif maka selanjutnya yang terjadi adalah sumber daya yang ada tidak dapat berjalan dengan efektif.

          Struktur   birokrasi   yang   bertugas   untuk   melaksanakan   kebijakan   memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur birokrasi yang penting dari organisasi yaitu adanya Standard Operating Prosedures. SOP bisa menjadi pedoman bagi pelaksana atau implementor dalam bertindak.[12]

 

3. Faktor–faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan

       Keberhasilan suatu implementasi kebijakan akan ditentukan dari banyak faktor dan variabel, dan masing- masing variabel tersebut saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.

   a. Teori Van Meter dan Van Horn

        Menurut Meter dan Horn, dalam AG Subarsono (2005) ada lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, Adapun secara rinci dijelaskan sebagai berikut :[13]

1). Standar  dan  sasaran  kebijakan.  Standar  dan  sasaran   dari  suatu kebijakan harus terukur dan jelas agar kebijakan berjalan baik, maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah  antar organisasi.

2). Sumber daya. Implementasi kebijakan  memerlukan dukungan sumber daya, baik itu sumber daya manusia maupun sumber daya yang non-manusia.

3). Hubungan antar Organisasi. Di dalam berbagai program, implementasi sebuah  program  memerlukan  koordinasi  dan  dukungan     dengan instalasi lain. Maka dari itu, perlu kerjasama dan koordinasi antar instansi untuk keberhasilan dalm suatu program.

4). Karakteristik agen pelaksana. Mencakup norma-norma, birokrasi dan pola hubungan  yang terjadi didalam birokrasi yang baik  sangat memengaruhi implementasi dari suatu program.

5). Keadaan sosial, politik, dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi  kebijakan,  karakteristik  para  partisipan,  yaitu  akan mendukung atau menolak kebijakan tesebut.

 

b. Teori Implementasi George C. Edwards III

       Teori   implementasi   dari Model Edward III mengajukan empat faktor atau variabel yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau  kegagalan  implementasi  kebijakan.  Adapun  empat  faktor  atau  variabel tersebut meliputi faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi,dan struktur birokrasi.[14]

1)      Faktor komunikasi. Informasi kebijakan publik harus disampaikan kepada pelaksana agar dapat memahami danmengetahui  apa yang menjadi target dari kebijakan tersebut yaitu isi, tujuan, arah, dan kelompok sasaran kebijakan  agar para  pelaksana kebijakan  dapat  mempersiapkan  dengan benar apa yang seharusnya di lakukan dan di persiapkan dalam pelaksanaa kebijakan  publik  agar  apa  yang  menjadi  sasaran  dan  tujuan  kebijakan dapat tercapai sesuai dengan apa yang di harapkan. Komunikasi kebijakan mempunyai beberapa dimensi, yaitu dimensi transformasi, kejelasan dan konsistensi.

2)      Sumberdaya.  Faktor  sumber  daya  ini  juga  mempunyai  peranan  yang penting di dalam suatu implementasi kebijakan. Selanjutnya Edward III menyatakan bahwa bagaimanapun konsisten dan jelasnya ketentuan dan aturan serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan- ketentuan atau aturan- aturan tersebut, Van Horn & Van Matter (1974) juga menyatakan  bahwa sumberdaya  sebagaimana telah disebutkan meliputi sumber daya manusia, sumber daya keuangan, dan sumber daya peralatan seperti tanah, peralatan, gedung dan suku cadang lainnya yang diperlukan dalam pelaksanaan kebijakan.

3)      Disposisi.  Keberhasilan  implementasi  kebijakan  yang  menjadi  penentu bukan hanya sejauh mana para pelaku kebijakan tau apa yang harus dilakukan dan   jagu mampu untuk melakukannya, akan tetapi kemauan para pelaku kebijakan tersebut juga menjadi disposisi yang kuat terhadap kebijakan yang sedang di implementasikan. Disposisi ini merupakan kemauan, keinginan, dan kecenderugan para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat terwujud. Disposisi ini akan muncul di antara para pelaku kebijakan, manakala akan menguntungkan tidak hanya organisasinya, tetapi juga diri mereka. Mereka akan mengetahui bahwa kebijakan akan lebih menguntungkan bagi organisasi dan juga dirinya, jika mereka  mempunyai  pengetahuan  (cognitive)  yang  cukup  dan  merekasangat  mendalami  dan  memahaminya  (comprehension  and understanding). Pengetahuan, pendalaman, dan pemahaman dari kebijakan tersebutakan menimbulkan sikap menerima (accepance), acuh tak acuh (neutrality),  dan  menolak  (rejection)  terhadap  kebijakan.  Dansikap  itu yang akan memunculkan disposisi pada diri pelaku kebijakan. Disposisi tingkat tinggi menurut Edward III (1980) Van Horn & Van Matter (1974) berpengaruh pada tingkat keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Disposisi dapat diartikan sebagai keinginan atau kesepakatan dan kecenderungan para pelaksana (implementors) dalam melaksanakan kebijakan tersebut Edward III (1980).

4)      Struktur Birokrasi. Implementasi kebijakan masih belum efektif karena ada ketidak efisien dari struktur birokrasi (deficiencies in bureaucratic structure). Struktur birokrasi ini mencakup aspek- aspek seperti struktur arganisasi, pembagian kewenangan, hubungan antar unit-unit organisasi yang  ada     di  dalam  organisasi  yang  bersangkutan,  dan  hubungan organisasi dengan dengan organisasi luar dan sebagainya. Dimensi fragmentasi menegaskan bahwa struktur birokrasi yang terfragmentasi dapat meningkatkan gagalnya suatu komunikasi, yaitu para pelaksana kebijakan  bisa  mempunyai  kesempatan  yang  besar  berita/instruksi  nya akan terdistorsi. Fragmentasi birokrasi ini akan membatasi kemampuan para pejabat pucak untuk mengkoordinasikan semua sumber daya yang relevan   dalam suatu yurisdiksi tertentu, akibat lebih lanjut adalah terjadinya ketidakefisienan dan pemborosan sumber daya langka.

c. Menurut Teori Hogwood dan Gun

       Dua ahli yang bernama Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn dalam solichin (2008) ini oleh para ahli ilmu politik di kelompokkan sebagai pencetus teori yang menggunakan pendekatan ‘the top down approach’. Menurut kedua ahli  tersebut,  agar  dapat  mengimplementasikan  kebijakan  secara  sempurna (perfect implementation), di butuhkan banyak syarat. Syarat-syarat tersebut adalah Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan/kendala yang serius, untuk pelaksanaan suatu program, harus  tersedia  waktu  dan  sumber-sumber  yang  cukup  memadai,  perpaduan sumber-sumber yang diperlukan harus benar-benar ada atau tersedia kebijakan yang akan di implementasikan didasari oleh hubungan kausalitas yang handal, hubungan kausalitas tersebut harusnya bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya, hubungan saling ketergantungan harus kecil, adanya kesepakatan terhadap tujuan dan pemahaman yang mendalam, tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat, adanya komunikasi dan koordinasi yang sempurna, pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dan wewenang dapat menuntut dan juga mendapatkan kepatuhan yang sempurna.[15]

       Model implementasi kebijakan mengenai keberhasilan implementasi menurut Merilee s. Gridle dalam Nugroho (2003) dipengaruhi oleh isi kebijakan (conten of policy) dan lingkungan kebijakan (conten of implementation), ide dasarnya bahwa setelah kebijakan ditransformasikan dilakukan implementasi kebijakan.[16]

B. Program Kartu Indonesia Pintar

1. Pengertian Kartu Indonesia Pintar

       Guna meningkatkan pendidikan bagi masyarakat tidak mampu pemerintah membuat Program  Indonesia  Pintar  sebagaimana  tertuang  dalam  Intruksi  Presiden  Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, Dan Program Indonesia Sehat untuk membangun Keluarga Produktif.

     Penyelenggaraan Program Indonesia Pintar meupakan komitmen pemerintah yang sejalan dengan 9 agenda prioritas nawa cita pemerintahan presiden Jokowi yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia dan melakukan revolusi karakter bangsa.

         Program  Indonesia  Pintar  melalui  Kartu  Indonesia  Pintar  (KIP)  menurut  Tim Nasional  Percepatan  Penanggulangan  Kemiskinan (TNP2K)  adalah  pemberian bantuan tunai pendidikan kepada seluruh anak usia sekolah 6-21 tahun yang berasal dari keluarga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) atau yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Program Indonesia Pintar melalui KIP merupakan kelanjutan dari Program Bantuan Siswa Miskin (BSM).[17]

        Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Program Indonesia Pintar yang selanjutnya disebut PIP adalah bantuan berupa uang tunai dari pemerintah yang diberikan kepada peserta didik yang orang tuanya tidak atau kurang mampu dalam membiayai pendidikannya.[18] Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Kartu Indonesia Pintar yang selanjutnya disebut KIP ialah kartu yang diberikan kepada anak dari keluarga pemegang KKS sebagai penanda/ identitas untuk mendapat manafaat PIP.

        Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menyediakan Kartu Indonesia Pintar berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT) yang dikeluarkan oleh TNP2K. Terkait pembiayaan pencetakan KIP dibebankan kepada anggaran direktorat jenderal terkait sesuai dengan kuota masing-masing. Pemberian bantuan melalaui KIP maupun bantuan pendidikan lainnya bertujuan untuk mendukung program Wajib Belajar dengan meringankan beban biaya yang terlalu berat bagi orang tua yang status ekonomi bawah. Bantuan ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam bersekolah dan mencegah anak   putus   sekolah. Pemerintah mengeluarkan bantuan  ini agar dapat mencukupi kebutuhan pendidikan siswa di luar biaya operasional sekolah, seperti untuk membeli peralatan sekolah, biaya transportasi, uang saku dan lain-lain.

 

2. Tujuan Kartu Indonesia Pintar

Tujuan dari program ini anatara lain:

a. Meningkatkan akses bagi anak usia 6 sampai 21 tahun untuk mendapatkan layanan pendidikan samapai tamat / Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun.

b. Meringankan biaya personal pendidikan.

c. Mencegah  peserta  didik  dari  kemungkinan  putus  sekolah  (drop  out)  atau  tidak melanjut pendidikan akibat kesusahan ekonomi

d. Menarik siswa putus  sekolah (drop  out) atau tidak melanjutkan  agar  kembali mendapatkan layanan pendidikan.[19]

 

3. Landasan Hukum Kartu Indonesia Pintar

        Dasar hukum dalam melaksanakan Program Indonesia Pintar   berdasarkan perundang-undangan yang berlaku sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;

d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;

e. Undang-Undang  Nomo  35  Tahun  2014  tentang  Perubahan  atas  Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

f. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah terkahir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;

g. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan;

h. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan    dan Penyelenggaraan Pendidikan, sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010;

i. Peraturan Presiden Nomor 166 Tahun 2014 tentang Program   Percepatan Penanggulangan Kemiskinan;

j. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional;

k. Peraturan  Presiden  Nomor  14  Tahun  2015  tentang  Kementrian  Pendidikan  dan Kebudayaan;

l. Instruksi Presdien Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, dan Program Indonesia Sehat untuk membangun keluarga produktif;

m. Peraturan  Menteri  Pendidikan  dan  Kebudayaan  Nomor  19  Thaun  2016  Tentang Program Indonesia Pintar.[20]

 

 

 

4. Prioritas Sasaran Penerima

          Sasaran KIP adalah peserta didik berusia 6 sampai 21 tahun yang merupakan :

a. Peserta didik dari keluarga peserta Program Keluarga Harapan (PKH);

b. Peserta didik dari keluarga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS);

c. Peserta didik yang berstatus yatim piatu/yatim/piatu dari sekolah/ panti sosial/ panti asuhan;

d. Peserta didik yang terkena dampak bencana alam;

e. Peserta didik yang mengalami kelainan fisik, korban musibah, dari orang tua PHK, di daerah konflik, dari keluarga terpidana, berada di LAPAS, memiliki lebih dari 3 (tiga) saudara yang tinggal serumah;

f.  Peserta  didik  SMK  yang  menempuh  studi  keahlian  kelompok  bidang  pertanian (bidang agrobisnis, agroteknologi), perikanan, peternakan, kehutanan dan pelayaran/kemaritiman; dan

g. Peserta didik pada lembaga kursus atau pendidikan nonformal lainnya.[21]

 

C. Studi Relevan

Berkaitan dengan judul skripsi ini, ada beberapa hasil penelitian terdahulu yang ditemukan oleh penulis terkait dengan referensi mengenai Implementasi Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan menjadi acuan dalam penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut:

1.      Dea Maya Sari Penelitian dengan judul “Implementasi Kebijakan Program Bedah Rumah (Studi Kasus Kecamatan Kota bumi Selatan)” Tahun 2019. Persamaan penelitian ini yaitu pada implementasi kebijakan dan perbedaannya yaitu program yang akan diteliti. Dalam penelitian ini berfokus pada pelaksanaan program Bedah Rumah di Kecamatan Kota bumi Selatan.

2.      Saras Setyawati Penelitian yang berjudul “Efektivitas Program Kartu Indonesia Pintar Bagi Siswa SMK Di Kecamatan Jeruklegi Kabupaten Cilacap (Studi Permendikbud No. 12 Tahun 2015 Tentang Program Indonesia Pintar)”. Tahun 2018. Dalam  penelitian  ini  bertujuan  untuk  mengetahui  bagaimana  tingkat  efektivitas Program KIP di Kecamatan Jeruklegi, peneliti menggunakan konsep aktivitas Ni Wayan Budiani dengan responden 146 siswa yang berada di Kecamatan Jeruklegi, hasil penelitian ini efektiviras program kartu Indonesia pintar di Kecamatan Jeruklegi sebesar 70%. Jika dilihat dari judul diatas terdapat sedikit persamaan, yaitu sama-sama membahas tentang program kartu Indonesia pintar perbedaannya, dalam Skripsi ini peneliti  membahas  hanya  mengenai  bagaimana  tingkat  efektivitas  program  kartu Indonesia pintar di tingkat SMK.

3.      Sekhul Islam Penelitian yang berjudul “Efektivitas Bantuan Siswa Miskin Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Mts Al-Muawanah Harjawinangun Balapulang Tegal Tahun Pelajaran 2010/2011”. Dalam penelitian  ini  bertujuan  untuk  mengetahui  bagaimana  efektivitas  program  bantuan siswa miskin di Mts Al-Muawanah dalam meningkatkan prestasi siswa mauupun siswi di  sekolah,  dalam  penelitian  ini  subjek  peneliti  adalah  60  siswa  yang  menerima program bantuan siswa miskin. Hasil dari penelitian yang dilakukan ini siswa yang mendapatkan program bantuan siswa msikin dalam prestrasinya lebih meningkat dan giat dalam belajar yang berarti bantuan siswa miskinn ini efektif untuk digunakan dalam meningkatkan prestasi belajar

        Bedasarkan penelitian di atas yang relevan, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa persamaan terhadap penelitian ini diantara sama-sama membahas tentang kebijakan program pemerintah tentang bantuan dibidang pendidikan yang berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dan perbedaanya terhadap sasaran implementasi program kartu Indonesia pintar. Adanya persamaan dan perbedaan yang terdapat pada penelitian ini akan berpengaruh pada hasil penelitian yang diperoleh.

D. Kerangka Pikir

            Kerangka pikir adalah dasar pemikiran  dari  penelitian  yang  dihubungkan  dari  fakta-fakta  dan  observasi.[22]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Berdasarkan kerangka pikir diatas, kita  dapat mengetahui bahwasnya   untuk mencapai tujuan dalam meningkatkan akses pendidikan, meringankan beban biaya pendidikan dan mencegah anak putus sekolah perlu adanya suatu strategi atau kebijakan, sebagaimana yang di jelaskan dalam kerangka pikir pada skripsi ini adalah teori Implementasi  Kebijakan  dari  Edward  III  agar  kebijakan  tersebut  dapat  berhasil  maka dirasa perlu adanya aspek atau indikator yang mempengaruhi kebijakan tersebut diantaranya:

1. Komunikasi

2. Sumber Daya

3. Disposisi

4. Struktur Birokrasi

Kerangka pikir inilah yang dijadikan sebagai acuan pada saat proses penyelesaian skripsi ini, ke empat aspek tersebut saling berkaitan satu sama lain dalam pencapaian sasaran atau kebijakan dalam mencapai tujuan.

 

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

 

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

        Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, karena sesuai dengan permasalahan yang diajukan dalam latar belakang masalah dengan keadaan di lapangan. Alasannya karena di Kecamatan ini menjadi tempat timbulnya permasalahan tersebut.

2. Waktu Penelitian

         Penelitian akan dilaksanakan selama 5 bulan yang akan dimulai dari observasi awal hingga penyelesaian akhir yakni pada bulan April s/d Agustus 2022.

 

B. Pendekatan Penelitian 

         Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Denzin dan Lincoln menjelaskan bahwa penelitian kualitatif ialah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dilapangan serta  dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada seperti obervasi, wawancara dan dokumentasi[23].

          Menurut Sugiono metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.[24]

 

 

C. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

        Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kualitatif, ada 2 (dua) jenis data yang digunakan dalam penelitian ini

a). Data Primer

          Data primer adalah data pokok yang diperlukan dalam penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumbernya ataupun dari lokasi objek penelitian, atau keseluruhan data hasil penelitian yang diperoleh melalui sumber perantara atau pihak kedua dan seterusnya.[25]

          Dalam hal ini yang dimaksud dengan data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui hasil observasi lapangan dan melalui hasil wawancara terhadap Kepala Desa, Tokoh Masyarakat, Warga di Kecamatan Pangkalan Jambu yang menjadi subjek penelitian, karena yang menjalankan dan merasakan kebijakan tersebut adalah Warga Kecamatan Pangkalan Jambu.

b). Data Sekunder

          Data sekunder adalah data atau sejumlah keterangan yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui sumber perantara. Data sekunder dari penelitian ini berupa buku, literature, artikel, internet dan dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang di bahas.

          Sumber data merupakan subjek dari mana data itu dapat diperoleh.Sumber data dalam penelitian disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian.[26] Sesuai dengan fokus penelitian, maka yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah jawaban dari wawancara penulis dengan informan di lapangan, isi dari dokumen-dokumen desa dan buku-buku yang menurut penulis berhubungan dengan penelitian ini.

 

 

 

D. Metode Pengumpulan Data

       Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data secara kualitatif, dalam pengumpulan data yang penulis butuhkan untuk penelitian ini menggunakan metode-metode sebagai berikut :

1. Observasi

       Observasi  adalah  pengamatan  terhadap  suatu  obyek  yang  diteliti  baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian.[27] Metode  observasi  yang  digunakan dalam penelitian  ini  adalah  metode observasi non partisipan, dimana penulis hanya sebagai pengamat dan selama proses observasi akan dibuat catatan-catatan untuk keperluan analisis dan pengecekan data kembali, dengan demikian diharapkan bahwadata yang diperoleh oleh penulis dari responden maupun informan yang berkaitan langsung dengan fokus penelitian. Penulis menggunakan metode observasi untuk melihat secara langsung dan mengungkap fakta mengenai kebijakan pemerintah   tentang programkartu Indonesia pintar (KIP) di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.

2. Wawancara

         Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.[28] Penulis menggunakan wawancara tidak terstruktur sebagai instrument pelengkap observasi dalam mengumpulkan data mengenai kebijakan pemerintah tentang program kartu Indonesia pintar (KIP) di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.

 

3. Dokumentasi

       Dokumentasi merupakan catatan peristiwa penting yang sudah berlalu.Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.[29] Dengan teknik dokumentasi ini, peneliti dapat memperoleh informasi bukan dari orang sebagai narasumber, tetapi informasi diperoleh dari macam-macam sumber tertulis atau dari dokumen yang ada pada informan dalam bentuk peninggalan budaya, karya seni, karya pikir.

        Dokumentasi ini diperlukan untuk melengkapi data dari penggunaan metode observasi dan wawancara. Dokumentasi penulis gunakan sebagai instrument untuk memperoleh data atau informasi yang berkaitan dengan Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.

 

E. Teknik Analisis Data

          Berdasarkan kanyataan tersebut maka data-data yang diperoleh dalam pelitian ini nantinya akan dianalisis melalui beberapa teknik analisis sebagai berikut:

1. Reduksi Data

       Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempemudah penulis untuk  melakukan  pengumpulan data  selanjutnya,  dan  mencarinya  bila diperlukan.[30]

       Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama dalam penelitian kualitatif adalah  pada temuan.

        Oleh karena itu, kalau  penulis dalam melakukan  penelitian  menemukan  segala  sesuatuyang  dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, justru itulah yang harus dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan reduksi data.

2. Penyajian Data

       Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data, dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti table, grafik dan sejenisnya. Lebih dari itu, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif  adalah dengan teks yang bersifat naratif. Adapun fungsi penyajian data disamping untuk memudahkan dan memahami apa yang terjadi, juga untuk merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.[31]

3. Penarikan kesimpulan

      Langkah selanjutnya setelah penyajian data adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi data. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada pengumpulan data berikutnya.

       Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi juga mungkin tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatifmasih bersifat semetara dan akan berkembang setelah penulis berada dilapangan.[32]

 

F. Metode Pengecekan Keabsahan Data

       Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis data seperti yang diberikan Miles and Huberman dan Spradley. Miles and Huberman (1984) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.                        Langkahlangkah analisis ditunjukkan pada gambar berikut:

1. Membandingkan informasi pengamatan dan informasi pertemuan.

2. Membandingkan apa yang dikatakan individu di siang bolong dan apa yang mereka katakan secara pribadi.

3. Menganalisis apa yang individu katakan tentang keadaan eksplorasi dengan apa yang mereka katakan terus-menerus.

4. Membandingkan keadaan dan sudut pandang individu dan kesimpulan serta perspektif yang berbeda pada individu seperti individu normal, individu dengan instruksi pusat atau tinggi, individu kaya, individu pemerintah.

5. Membandingkan konsekuensi pertemuan dan substansi arsip yang terhubung.

        

        Hal ini untuk memperjelas konsekuensi dari informasi yang diperoleh dari data analis, dengan tujuan akan diperoleh hasil pemeriksaan yang lebih substansial yang kemudian dapat dirinci dan diselesaikan terkait dengan Implementasi Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abdul Wahab, Solichin, Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005)

 

Akib, Haedar dan Antonius Tariga “Artikulasi Konsep Implementasi Kebijakan: Perspektif, Model dan Kriteria Pengukurannya,” (Jurnal Baca, Volume 1 Agustus 2012, Universitas Pepabri Makasar, 2012)

 

Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. ke-5, (Bandung: Alfabeta, 2013)

 

Dunn William N, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (edisi ke III), (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2009)

 

Effendi, Sofyan, Analisis Kebijakan Publik, Modak Kuliah MAP.Yogyakarta: GadjaMada University, 2001)

 

https://indonesiapintar.kemdikbud.go.id/ (Diakses pada, 12 Mei 2022 Pukul 20.58 WIB).

 

Kemendikbud, Peraturan  Dirjen  Pendidikan  Dasar  dan  Menengah  Tentang  Petunjuk  Pelaksanaan  Program Indonesia Pintar Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Nomor : 07/D/BP/2017

 

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Menengah, Petunjuk Teknik Program Indonesia Pintar (PIP), (Jakarta: Subdit Kelembagaan dan Peserta Didik Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, 2016)

 

Kementrian  Pendidikan  dan  Kebudayaan,  Petunjuk  Teknis  Program  Indonesia Pintar, 2016, online  tersedia di http://dindik.babelprov.go.id/sites diakses pada 01 Juni 2020 pukul 15.30

 

Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, Evaluasi. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta, 2003)

 

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Program Indonesia Pintar.

 

Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor  12 Tahun 2015 Tentang Program Indonesia Pintar

 

Riduwan,  Belajar Mudah penelitian untuk Guru-Karyawan dan Penelitian Pemula, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013)

 

Ripley, Rendal B. And Grace A. Franklin, Policy Implementation and Bureaucracy Secon Edition, the Dorsey Press, (Chicago-Illionis, 1986)

 

Subarsono, Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikas).Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005)

 

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, cet. ke-10, (Bandung: Alfabeta, 2014)

 

Syaukani, dkk. Otonomi Dalam Kesatuan, (Yogyakarta: Yogya Pustaka, 2004)

 

Undang-Undang Dasar 1945

 

Wahab, Solichin Abdul. Analisis Kebijakan (Dari Formulasi ke Penyusunan   Model-Model Implementasi Kebijakan Publik). Cetakan Keempat.  Bumi Aksara: Jakarta, 2008)

 

Widodo, Joko. Analisis Kebijakan Publik. (Sidoarjo: Bayumedia Publishing, 2006)

 

 

 



                [1] Undang-Undang Dasar 1945

                [2]Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Menengah, Petunjuk Teknik Program Indonesia Pintar (PIP), (Jakarta: Subdit Kelembagaan dan Peserta Didik Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, 2016), h.2.

                [3]Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor  12 Tahun 2015 Tentang Program Indonesia Pintar

                [4]https://indonesiapintar.kemdikbud.go.id/ (Diakses pada, 12 Mei 2022 Pukul 20.58 WIB).

                [5]Akib, Haedar dan Antonius Tariga “Artikulasi Konsep Implementasi Kebijakan: Perspektif, Model dan Kriteria Pengukurannya,” Jurnal Baca, Volume 1 Agustus 2012, Universitas Pepabri Makasar, 2012, h. 117

                [6]Ibid, h.118

                [7]Ripley, Rendal B. And Grace A. Franklin, Policy Implementation and Bureaucracy Secon Edition, the Dorsey Press, (Chicago-Illionis, 1986), h. 148

                [8]Abdul Wahab, Solichin, Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005),h. 23.

                [9]Effendi, Sofyan, Analisis Kebijakan Publik, Modak Kuliah MAP.Yogyakarta: GadjaMada University, 2001), h.12

                [10]Syaukani, dkk. Otonomi Dalam Kesatuan, Yogyakarta: Yogya Pustaka, 2004), h.38

 

                [11]Dunn William N, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (edisi ke III), (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2009), h.72

                [12]Dunn William N, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (edisi ke III), (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2009), h.72

                [13]Subarsono, Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikas).Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h.31

                [14]Widodo, Joko. Analisis Kebijakan Publik. (Sidoarjo: Bayumedia Publishing, 2006), h.7

                [15]Wahab, Solichin Abdul. Analisis Kebijakan (Dari Formulasi ke Penyusunan   Model-Model Implementasi Kebijakan Publik). Cetakan Keempat.  Bumi Aksara: Jakarta, 2008), h.13

                [16] Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, Evaluasi. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta, 2003), h.39

                [17]Kementrian  Pendidikan  dan  Kebudayaan,  Petunjuk  Teknis  Program  Indonesia Pintar, 2016, online  tersedia di http://dindik.babelprov.go.id/sites diakses pada 01 Juni 2020 pukul 15.30

                [18]Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Program Indonesia Pintar.

                [19]Kemendikbud,Peraturan  Dirjen  Pendidikan  Dasar  dan  Menengah  Tentang  Petunjuk  Pelaksanaan  Program Indonesia Pintar Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Nomor : 07/D/BP/2017, h. 2.

                [20]Kemendikbud, Peraturan  Dirjen  Pendidikan  Dasar  dan  Menengah  Tentang  Petunjuk  Pelaksanaan  Program Indonesia Pintar Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Nomor : 07/D/BP/2017, h. 2

                [21]Ibid, h.3

[22]Riduwan,  Belajar Mudah penelitian untuk Guru-Karyawan dan Penelitian Pemula, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013),h.23

 

                [23]Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. ke-5, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 23

                [24]Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, cet. ke-10, (Bandung: Alfabeta, 2014), h.1

                [25]Sayuti Una (ed.), Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Revisi),h. 34

                [26] Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, h. 181

                [27]Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 105

                [28] Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, h. 72

                [29]Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 148

                [30]Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, h. 92

                [31]Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 219

                [32]Ibid.,h. 220


0 $type={blogger}:

Postingan Populer

Mengenai Saya

Foto saya
Jambi, Kota Jambi, Indonesia

Putra Muaro Bungo

Putra Muaro Bungo
Jadilah Diri Sendiri Tanpa Berharap Kepada Manusia

Simpel Aja

Simpel Aja

PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG)

My Famili

SELAMAT DATANG DI

BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN

Pengikut

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Total Tayangan Halaman

TERIM KASIH

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DI BLOG KAMI SEMOGA BERMANFAAT