PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia mempunyai anugerah selaku negeri dengan
kemampuan wajar yang menarik. Kepribadian sosial warga dari Sabang hingga
Merauke pula ialah energi tarik tertentu untuk para penjelajah dari bermacam
negeri. Aspek inilah yang kerap jadi energi jual industri travel Indonesia bagi
dunia. Menguasai kemampuan ini, otoritas publik membagikan pertimbangan yang
luar biasa terhadap kemajuan industri ekspedisi.
Beberapa pemahaman penting tentang perkembangan moneter
yang dilihat dari sudut pandang Islam, termasuk dalam hal jangkauan terjauh
masalah moneter, sudut pandang Islam tidak setara dengan yang dianut oleh
industrialis, dimana yang dimaksud dengan masalah keuangan adalah masalah
kelimpahan dan tidak adanya aset. Aspek keuangan dalam sudut pandang syariah
menyatakan bahwa sesuai dengan batas yang diberikan Allah untuk mengatasi
masalah manusia yang direncanakan untuk bertahan hidup masalah eksistensi
manusia. Seperti yang digambarkan dalam Al-qur’an surah Nuh ayat 9-12:
ثُمَّ اِنِّيْ دَعَوْتُهُمْ جِهَارًاۙ ثُمَّ اِنِّيْٓ
اَعْلَنْتُ لَهُمْ وَاَسْرَرْتُ لَهُمْ اِسْرَارًاۙ فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوْا
رَبَّكُمْ اِنَّهٗ كَانَ غَفَّارًاۙ يُّرْسِلِ السَّمَاۤءَ عَلَيْكُمْ
مِّدْرَارًاۙ وَّيُمْدِدْكُمْ بِاَمْوَالٍ وَّبَنِيْنَ وَيَجْعَلْ لَّكُمْ جَنّٰتٍ
وَّيَجْعَلْ لَّكُمْ اَنْهٰرًاۗ
Artinya: Kemudian
sesungguhnya aku (Menyeru) mereka (Lagi) dengan terang-terangan dan dengan
diam-diam, Lalu aku
berkata (kepada mereka), “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia Maha
Pengampun. (Jika kamu memohon ampun,) niscaya Dia akan menurunkan hujan yang
lebat dari langit kepadamu, memperbanyak
harta dan anak-anakmu, serta mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu.[1]
Dari ayat tersebut bisa dimengerti, kesejahteraan serta
kebahagiaan hidup hendak kita raih sepanjang kita giat buat melaksanakan
istighfar (minta ampun). Allah menjanjikan rizki yang berlimpah kepada sesuatu
kalangan, jika kalangan tersebut ingin buat leluasa dari kemiskinan serta tetap
berjalan pada nilai- nilai ketakwaan serta keimanan, namun apabila kemaksiatan
telah menggila serta warga tidak taat kepada Tuhannya, hingga tidak akan
diperoleh ketenangan serta stabilitas kehidupan.
Kebutuhan manusia diwajibkan untuk bekerja keras dalam
rangka
pemenuhan baik secara lahiriyah dan batiniyah, termasuk untuk
pemenuhan khususnya kebutuhan ekonomi agar terciptanya peningkatan
kesejahteraan pada keluarga dan masyarakat itu sendiri. Seperti yang
telah diterangkan allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-Jumu’ah ayat 10:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ
وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
Artinya: Apabila salat telah
dilaksanakan, bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah
Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.[2]
Pariwisata
ialah ekspedisi dari sesuatu tempat ke tempat lain yang bertabiat sedangkan,
dicoba perorangan ataupun kelompok sebagai usaha mencari penyeimbang
ataupun keserasian serta kebahagiaan dengan area hidup dalam ukuran sosial,
budaya, alam serta ilmu. Bagi Sujali, dalam penekanan kajian geografi
didasarkan dengan pendekatan keruangan dengan lewat pendekatan unsur- unsur
geogarafi semacam faktor letak, luas, wujud, batasan serta persebaran.
Pariwisata bisa mendatangkan banyak khasiat untuk warga secara murah, sosial,
serta budaya. Bagi Yoeti, aktivitas pariwisata berkaitan erat dengan tingkatan
perekonomian yang dicapai oleh sesuatu negeri. Terus menjadi besar tingkatan
perekonomian yang dicapai, hingga aktivitas pariwisata di negeri tersebut pula
relatif lebih besar dibanding dengan negeri yang mempunyai tingkatan
perekonomian lebih rendah.[3]
Pariwisata berbasis kominitas dapat meningkatkan pendapatan masyarakat
setempat dan sekitarnya sekaligus memelihara budaya, kesenian dan cara hidup
masyarakat di sekitarnya. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji pembiayaan
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat di suatu daerah. Pariwisata
merupakan suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan
masyarakat, sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat.
Pembangunan sektor pariwisata dapat memberikan berbagai manfaat, baik bagi
masyarakat maupun terhadap pemerintah dan daerah tersebut.
Sektor ini memberikan manfaat bagi masyarakat sekaligus bagi daerah dimana
sektor ini dikembangkan karena dapat mendorong pengembangan ekonomi lokal
seperti adanya peningkatan pendapatan masyarakat.[4]
Pariwisata merupakan salah satu pemanfaatan
sumber daya alam yang bisa bernilai ekonomi tinggi untuk sesuatu wilayah atau
daerah yang mengelola sumber energi alam jadi sesuatu tempat wisata yang bisa
menarik wisatawan baik dari dalam ataupun dari luar negara. Pariwisata ialah salah satu industri baru
yang sanggup menyediakan berbagai fasilits dalam upaya mengembang dan perkembangan
ekonomi yang kilat dalam perihal peluang kerja, pemasukan, taraf hidup serta
dalam mengaktifkan zona penciptaan lain di dalam negeri penerima turis.
Disamping
bernilai ekonomi yang besar, pariwisata bisa meningkatkan serta tingkatkan rasa
bangga terhadap bangsa sehingga hendak berkembang warga yang lebih hirau
terhadap sesuatu bangsa. Pariwisata pula sangat potensial buat membangun serta
meningkatkan sesuatu kawasan, baik di area perkotaan ataupun perdesaan. Tidak
hanya itu, zona pariwisata pula membagikan multiplier effect serta nilai
khasiat yang besar untuk warga, semacam menghasilkan lapangan pekerjaan baru
serta merendahkan angka pengangguran.
Salah satu kawasan
di Provinsi Jambi yang sedang mengembangkan potensi wisata adalah Gua Tianko
yang terletak di Desa Tianngko, Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten Merangin
Provinsi Jambi. Seiring dengan perkembangan pembangunan, Kecamatan Sungai Manau
Kabupaten Merangin ternyata memiliki potensi yang besar untuk pengembangan
kegiatan pariwisata dan kuliner. Sebuah pariwisata yang sangat besar dan
terbuka untuk dikembangkan.
Daya tarik wisata tersebut merupakan perpaduan yang
harmonis antara kekayaan alam, tradisi dan kehidupan masyarakat. Industri
pariwisata yang berkembang dengan baik akan membuka peluang peluang usaha,
peluang wirausaha, dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal, bahkan
masyarakat dari luar daerah.
Oleh karena
itu, penting untuk meneliti kemungkinan pengaruhnya terhadap penguatan moneter
daerah karena selama ini wajar bahwa industri perjalanan di Desa Tiangko,
Kecamatan Sungai Manau sangat mempengaruhi pembukaan posisi baru dan perluasan
bantuan keuangan pemerintah dari penghuni lingkungan. Dimana sebelumnya daerah
dapat memainkan peran yang berfungsi dalam membangun kawasan industri
perjalanan dan menyumbangkan pemikiran inventif mereka.
Kemajuan kemungkinan industri travel ini tidak
lepas dari peran pengurus atau pengelola wisata tersebut sebagai penggagas atau
ide-ide untuk memahami daya tarik para wisatawan untuk datang berwisata. Kemungkinan normal dan sosial, misalnya Gua
Tiangko yang ada di Desa Tiangko yang diklaim sebagai awal dari kawasan wisata
di Desa Tianngko Kecamatan Sungai Manau, di mana masyarakat setempat hanya
mengandalkan pekerjaan mereka sebagai peternak, namun sekarang banyak penghuni
yang mendirikan warung tempat berjualan menawarkan makanan dan minuman di
sekitar destinasi wisata gua Tiangko kecamatan Sungai Manau.
Kabupaten
Merangin ialah salah satu Kabupaten di Provinsi Jambi yang mempunyai bermacam-
macam sumber energi alam serta budaya selaku objek energi tarik wisata.
Kabupaten Merangin jadi salah satu tujuan wisatawan di Provinsi Jambi yang
mempunyai kemampuan wisata alam yang sangat indah, baik dari alam ataupun
budaya dari wilayah itu sendiri seperti air Terjun air panas, Gua, Geopark
serta bermacam wisata modern yang saat ini tengah dibesarkan. Gua Tiangko jadi
salah satu Gua di Kabupaten Merangin yang lumayan kerap didatangi para pecinta
wisata susur Gua.
Tidak
hanya mempunyai bermacam ornamen menawan berbentuk batuan, stalaktit serta
stalakmit, Gua ini pula kerap dijadikan tempat riset peradaban purbakala,
secara administratif, Gua Tiangko terletak pada Desa Tiangko, Kecamatan Sungai
Manau, Kabupaten Merangin, Jambi. Posisi Gua berjarak kurang lebih 49 km dari
Kota Bangko, serta turis juga wajib melaksanakan ekspedisi sepanjang kurang
lebih satu jam. Sebelum menuju ke Gua, wisatawan wajib terlebih dulu singgah di
Desa Tiangko serta wajib melanjutkan ekspedisi dengan tracking medan juga cukup
menantang serta hendak menghadirkan sensasi berpetualang yang seru.[5]
Objek wisata Gua Tiangko mempunyai keadaan alam yang potensial
dan unik untuk dijadikan kawasan tujuan wisata, baik wisata lokal maupun
nasional. Dalam hal ini objek wisata Gua Tiangko memiliki pemandangan alam yang
sedemikian indah, tetapi dalam hal pengelolaan dan pengembangannyanya belum lah
maksimal, hal ini terbukti bahwa belum terangkatnya tingkat perekonomian
masyarakat secara baik, dimana masyarakat belumlah merasakan dampak
perekonomian yang meningkat, namun disisi lain meskipun demikian bahwa dengan
adanya objek wisata ini merupakan salah satu pendapata masyarakat.
Objek wisata Gua Tiangko di Kecamatan Sungai Manau ini
keadaannya masih kurang memadai seperti kurang pemeliharaan dan pembenahan yang
ada seperti semak belukar dijalan menuju tempat wisata, kurang seriusnya
pengurus dalam mengelola dan mengembangkan
potensi yang ada, kurangnya pengembangan promosi terhadap objek wisata.
Berdasarkan hasil obesrvasi penulis tersebut, dimana
keberadaan wisata Gua Tiangko ini dapat meningatkan penghasilan ekonomi
masyarakat setempat dari tahun ke tahun, dimana masyarakat dapat mengembangkan
warung sebagai tempat berjualan, baik itu menjual berupa makanan dan minuman,
maupun menjual kerajinan tangan dan lain sebagainya.
Pengembangan
area pariwisata berbasis warga juga membagikan imbas positif untuk wilayah berupa
kenaikan pemasukan bagi desa lewat pajak serta retribusi, kenaikan penerimaan
devisa dan bisa mendesak kenaikan investasi dari zona industri pariwisata serta
zona ekonomi yang ada. Usaha pembiayaan pariwisata yang dikelola masyarakat Desa Tiangko masih berskala
mikro dan kecil yang terbatas dalam permodalan dan sumberdaya keahlian serta
dengan prinsip sewa ditunjukkan untuk mendapatkan jasa dan akad yang digunakan
yaitu ijarah dan al-qard. Dalam ijarah, pemilik guna yang menyewakan dinamakan mu’ ajjir. Pihak lain
yang menghasilkan imbalan dinamakan musta’jir. Suatu yang khasiatnya diakadkan
dinamakan ma’ jur. Apabila akad penyewaan dicoba dengan legal hingga tetaplah
kepemilikan penyewa atas manfaat serta tetaplah kepemilikan pemilik benda atas
sewa sebab ini merupakan akad tukar- menukar.
Berdasarkan
permasalahan tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih
dalam guna memperoleh sesuatu yang bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
masyarakat dan dan pengelola gua Tiangko umumnya dalam pengembangan parawisata
Gua tiangko dangan judul “Analisis Dampak Pengembangan Pariwisata Gua
Tiangko Terhadap Pemberdayaan Ekonomi syariah Dalam Perspektif Ekonomi Syari’ah (Studi Pada Pariwisata Gua Tiangko
Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin Jambi)”.
B . Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, maka identifikasi masalah
yang muncul adalah sebagai berikut:
1. Lokasi Geografis Gua Tiangko. Gua Tiangko terletak di Desa Tiangko
Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Desa Tiangko
berbatasan langsung dengan Desa Gelanggang sebelah Timur, Desa Durian Lecah
sebelah Barat, Desa Seringat sebelah Utara dan Desa Sungai Manau sebelah
Selatan.
2. Jarak Dari Ibu Kota. Dari Pasar Sungai Manau menuju
Desa Tianngko kurang lebih 3 Km dengan akses jalan beraspal. Setelah sampai di
Desa Tianngko dan sampai di lokasi dekat Gua, jika menggunakan sepeda motor
bisa langsung menuju Gua Tianko dan jika menggunakan mobil hanya 10 menit jalan
kaki menuju lokasi. Akses untuk mencapai lokasi aktivitas di Area CA. Gua
Tiangko dapat dicapai dengan menggunakan bus umum dari Bangko menuju Sungai
Manau.
3. Ketertarikan Pengunjung. Gua Tiangko memiliki luas 206
m2 dan lebar mulut depan 4 m dan belakang mencapai 11,5 m. Lantai gua terdiri
dari pasir putih berbatu dengan langit-langit berhiaskan sarang burung walet
dan kelelawar bergelantungan. Keindahan di dalam goa ini berkat dekorasi yang
terdiri dari susunan batu-batu kapiler berupa stalaktit dan stalagmit dengan
ornamen alam yang memukau.
4. Perlunya Nilai Syariah Dalam Pengembangan Wisata.
Setidaknya ada empat kualitas utama yang terkandung dalam kemajuan industri perjalanan
dalam ekonomi syariah Islam, tepatnya a). Istiqhad Rabbani (Masalah Keuangan):
Semua latihan moneter dalam Islam harus diselesaikan sesuai syariat dan harapan
yang sungguh-sungguh maka akan bernilai cinta dalam melihat Allah, b). Istiqhad
Akhlaqi (Etika Moneter): Setiap Muslim dibatasi oleh keyakinan dan etika yang
harus diterapkan dalam setiap tindakan keuangan, c). Istiqhad Insani (Ekonomi
Arus Utama): Allah telah memberikan kepada manusia beberapa kapasitas dan
sarana, d). Istiqhad Washathi (Pusat Urusan Keuangan): Atribut Islam adalah
sikap pusat, disesuaikan (tawazun) yang menyiratkan bahwa sepanjang kehidupan
sehari-hari, termasuk latihan moneter, bagian dunia dan alam semesta harus
disesuaikan.
C. Batasan Masalah
Karena
luasnya pokok permasalahan yang berkaitan dengan dampak pengembangan objek
wisata Gua Tiangko, dalam penelitian ini
penulis mempokuskan pada pokok masalah yaitu untuk lebih spesifik pada masalah
pengembangan kemajuan objek wisata terhadap pendapatan ekonomi masyarakat secara
syariah yang dilakukan di Gua Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin
Jambi.
D.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1.
Faktor
apa saja yang melatarbelakangi pengembangan parawisata Gua Tiangko dalam pemberdayaan
ekonomi syariah Di Desa
Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin Jambi?
2.
Sejauhmana
keterkaitan pengembangan wisata Gua Tiangko dalam pemberdayaan ekonomi syariah Di Desa
Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin Jambi?
3.
Bagaimana
perspektif
ekonomi syari’ah terhadap pengembangan parawisata Gua Tiangko dalam
pemberdayaan ekonomi syariah Di Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten
Merangin Jambi?
E.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a.
Ingin
mengetahui faktor apa saja yang melatarbelakangi pengembangan parawisata Gua
Tiangko dalam pemberdayaan ekonomi syariah Di Desa Tiangko Kecamatan Sungai
Manau Kabupaten Merangin Jambi.
b.
Ingin
mengetahui sejauhmana keterkaitan pengembangan wisata Gua Tiangko dalam
pemberdayaan ekonomi syariah Di Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten
Merangin Jambi.
c.
Ingin
mengetahui bagaimana perspektif ekonomi syari’ah dalam pengembangan parawisata
Gua Tiangko terhadap pemberdayaan ekonomi syariah Di Desa Tiangko Kecamatan
Sungai Manau Kabupaten Merangin Jambi.
F.
Manfaat Penelitian
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara
teoritis, temuan ini dapat menjadi temuan baru terkait analisis dampak
pengembangan pariwisata Gua Tiangko terhadap pemberdayaan ekonomi syariah dalam
perspektif ekonomi syariah. Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi program studi Ekonomi Islam khususnya untuk bahan bacaan atau
referensi bagi semua pihak, semoga kegiatan penelitian ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak.
2. Manfaat Praktis
a.
Secara
praktis penelitian ini diharapkan mampu mewujudkan suatu
yang
berguna bagi masyarakat sekitar khususnya dan bagi masyarakat lain pada
umumnya.
b.
Bagi
masyarakat setempat dapat mengembangkan usaha UMKKM seperti membuka warung
untuk berjualan makanan dan minuman di temapat wisata gua Tiangko.
c.
Bagi pemuda
dapat menjadikan sebuah pekerjaan baik itu sebagai tetap maupun sampingan
sebagai tambahan pemasukan bagi ekonomi untuk kehidupan sehari-hari.
d.
Bagi
penulis untuk menambah wawasan sekaligus pelaksanaan tugas akademik yaitu untuk
melengkapi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
G. Sistematika Penulisan
Untuk
memudahkan penulisan ini, maka sistematika penulisan disusun sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN, yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi
masalah, definisi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN STUDI
RELEVAN, Menjelaskan studi literatur seperti pemberdayaan ekonomi syariah,
teori ekonomi syariah, tingkat pertumbuhan ekonomi syariah, pengembangan
pariwisata, pariwisata dalam perspektif ekonomi syariah, dan studi yang relevan
atau sebelumnya. BAB III METODOLOGI PENELITIAN, Menjelaskan metodologi yang
digunakan dan alat analisis data yang digunakan berupa analisis deskriptif. BAB
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Mendeskripsikan analisis data dan hasil
pembahasan yang dilakukan sesuai dengan alat analisis yang digunakan. BAB V
KESIMPULAN, Membahas kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah
yang telah dibahas sebelumnya, keterbatasan dan saran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN STUDI RELEVAN
A. Konsep
Pengembangan Wisata
1. Dasar dan Tujuan Pengembangan Wisata
a). Dasar Pengembangan Wisata
Konsep dasar
pengembangan objek wisata merupakan pedoman dan acuan pengembangan yang akan
dijabarkan ke dalam strategi dan rencana pengembangan pariwisata di kawasan
perencanaan sehingga dapat diimplementasikan dengan baik dalam bentuk program
dan kegiatan. Oleh karena itu, konsep dasarnya harus komprehensif dan dapat
merangkum seluruh komponen yang telah dirumuskan dalam rangkaian visi, misi,
tujuan dan sasaran pembangunan pariwisata.
Dasar hukum
pembangunan kepariwisataan sesuai dengan asas pembangunan adalah Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Pasal 6:
Pembangunan kepariwisataan diupayakan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pengembangan
pariwisata dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya
dan alam, serta kebutuhan manusia akan perjalanan).[6]
Pengembangan
kepariwisataan diupayakan berdasarkan pada masterplan pengembangan pariwisata
yang terdiri dari masterplan pengembangan pariwisata nasional, masterplan
pengembangan pariwisata provinsi, dan masterplan pengembangan pariwisata
kabupaten/kota. (2) Pengembangan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana pembangunan. jangka
panjang nasional. Pasal 11: Pemerintah bersama instansi yang terkait dengan
pariwisata melakukan penelitian dan pengembangan pariwisata untuk mendukung
pengembangan pariwisata.) dan (Pasal 12: 1) Aspek penentuan kawasan strategis
pariwisata).
Sistem
pariwisata terdiri atas
tiga komponen utama yaitu,
daerah asal (origin),
daerah tujuan (destination) dan daerah antara (routes). Dalam
sistem pariwisata, ada tiga pilar utama yang berperan dalam menggerakkan sistem
tersebut, yaitu masyarakat, swasta dan pemerintah. Yang termasuk masyarakat
adalah masyarakat umum yang ada pada
destinasi termasuk juga tokoh-tokoh masyarakat, intelektual, LSM, dan media masa. Kelompok swasta adalah
asosiasi usaha pariwisata dan para pengusaha, sedangkan pemerintah adalah
berbagai wilayah administrasi mulai dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten
dan kecamatan.[7]
Kepariwisataan dijelaskan dalam pasal 1
ayat 4 Undang-Undang RI No. 10 tahun 2009 sebagai keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta
multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta
interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat dan sesama wisatawan lain.
b). Tujuan Pengembangan Wisata
Tujuan pembangunan pariwisata di Indonesia terlihat jelas
dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1969 khususnya Bab II
Pasal 3 yang berbunyi “Upaya pengembangan pariwisata di Indonesia bersifat
mengembangkan objek pariwisata dan merupakan bagian dari upaya pembangunan dan
pembangunan serta kesejahteraan warga negara dan negara”.[8]
Bersumber pada Instruksi Presiden
tersebut, dikatakan kalau tujuan pengembangan pariwisata di Indonesia
merupakan:
1. Tingkatkan pemasukan devisa pada spesialnya serta pemasukan negeri
serta warga pada biasanya, ekspansi peluang dan lapangan kerja, serta mendesak
kegiatan- kegiatan industri penunjang serta industri- industri sampingan yang
lain.
2. Menghadirkan serta mendayagunakan keelokan alam serta kebudayaan
Indonesia.
3. Tingkatkan persaudaraan/ persahabatan
nasional serta internasional.
Jadi jelas nampak kalau industri
pariwisata dibesarkan di Indonesia dalam rangka mendatangkan serta tingkatkan
devisa negeri (state revenue). Seluruh usaha yang berhubungan dengan
kepariwisataan ialah usaha yang bertabiat komersial dengan tujuan utama
mendatangkan devisa negeri. Pengembangan kepariwisataan pula bertujuan buat menghadirkan
serta mendayagunakan keelokan alam serta kebudayaan Indonesia.
2. Langkah dan
Strategi Pengembangan Wisata
a). Langkah Pengembangan Wisata
Menurut
Charles Keizer Jr. Lebih lanjut, Larry E. Helber, langkah kemajuan industri
perjalanan dimulai dari pengembangan aktual barang dan atraksi wisatawan yang
akan dijual, perkantoran, tempat makan, administrasi publik, transportasi
wisatawan dan promosi penataan yang akan diselesaikan. Tahapan berikut ini akan
sangat bergantung pada kondisi tujuan wisatawan, terutama keinginan untuk
membangun kunjungan wisatawan. Artinya, peningkatan dengan kerangka kebutuhan
sesuai kebutuhan atau permintaan pasar.[9]
Untuk pergantian peristiwa ini, pendekatan harus dilakukan
dengan pemerintah atau swasta yang ada, asosiasi industri perjalanan dan
pertemuan terkait yang diperlukan untuk membantu kelanjutan kemajuan industri
perjalanan di dekatnya. Dalam mengatur kemajuan industri perjalanan, semua
aspek operasional harus dipertimbangkan dengan hati-hati, terutama faktor-faktor
yang membantu kelancaran perjalanan wisatawan sejak mereka berangkat dari
negara asal, selama perjalanan, di tujuan, di perjalanan. barang dan atraksi
yang dikunjungi, sehingga mereka kembali ke negara asal dengan perasaan
terpenuhi.
Adapun Perencanaan
pengembangan bagi daerah tujuan wisata meliputi sejumlah aspek kunci seperti;
1) Pengalaman masa lalu daerah terkait
pariwisata yang mungkin perlu diperhatikan, antara lain karakteristik dan
sejarah daerah, organisasi pariwisata di daerah
2) Organisasi pariwisata daerah harus
siap menyesuaikan misinya dengan karakteristik pariwisata di daerahnya.
Misalnya, jika suatu daerah memiliki ekowisata yang menonjol, maka misi
tersebut harus disesuaikan dengan manfaat yang akan diperoleh dari ekowisata tersebut.
3) Kondisi potensi sumber daya yang
dimiliki daerah dapat mempengaruhi kemungkinan terlaksana atau tidaknya misi
yang telah dirumuskan.
4) Suatu rencana yang dianggap berhasil
biasanya selalu berusaha mewujudkan pilihan dan harapan mayoritas masyarakat di
daerah tersebut.
5) Perencanaan pariwisata harus
didasarkan pada kompetensi daerah yang berbeda dengan yang lain. [10]
b). Strategi Pengembangan Wisata
Chandler
dalam Rangkuti mengemukan strategi merupakan perlengkapan buat menggapai tujuan
industri dalam kaitannya tujuan jangka panjang, program tindak lanjut dan
prioritas alokasi sumber energi.[11] Setiawan berkomentar kalau konsep dasar
manajemen strategi bersumber pada prosesnya ialah:
1). Analisis Lingkungan
2). Memastikan serta Menetapkan Arah
Organisasi
3). Implementasi Strategi
4). Pengendalian Strategi.[12]
Strategi
pengembangan obyek wisata Gua Tiangko dianalisis dengan memakai Analisis SWOT.
Bagi Rangkuti Analisis SWOT merupakan identifikasi bermacam aspek secara
sistematis buat merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang
bisa mengoptimalkan kekuatan (strength) serta kesempatan (opportunities),
tetapi secara bertepatan bisa meminimalkan kelemahan (weakness), serta ancaman
(threats). Perihal ini diucap dengan analisis suasana.[13] agi Rangkuti SWOT merupakan singkatan
dari area internal strengths (kekuatan) serta weaknesses (kelemahan) dan area
eksternal opportunities (kesempatan) serta threats (ancaman) yang dialami di
dunia bisnis. Analisis didasarkan pada logika yang bisa mengoptimalkan kekuatan
(strengths) serta kesempatan (opportunities), tetapi secara bertepatan bisa
meminimalkan kelemahan (weaknesses) serta ancaman (threats)
3. Fungsi dan Tahapan Pengembangan Wisata
a). Fungsi Pengembangan Wisata
Leiper menganjurkan kalau tujuan turis (posisi turis)
merupakan aksi yang efektif dari 3 komponen. Seorang dengan kebutuhan industri
ekspedisi merupakan pusat (apa yang jadi sorotan ataupun atribut dari tempat
yang hendak mereka kunjungi) serta paling tidak satu indicator (informasi
pusat). Usaha orang dipengaruhi oleh faktor- faktor yang jadi energi tarik yang
membuat seorang rela berangkat jauh serta menghabiskan banyak duit. Sesuatu
wilayah wajib mempunyai kemampuan energi tarik yang luar biasa sehingga turis
butuh menjadikan tempat tersebut selaku posisi wisata.[14]
Wilayah
serta tujuan wisata yang mempunyai bermacam Objek serta Energi Tarik Wisata
hendak mengundang kedatangan turis yang berkunjung. Ada pula yang turut
berfungsi dalam pengembangan sesuatu objek serta energi tarik wisata merupakan
selaku berikut::[15]
1). Masyarakat/Warga
Warga di
dekat objek wisatalah yang hendak menyongsong kedatangan turis tersebut serta
sekalian hendak membagikan layanan yang dibutuhkan oleh para turis. Buat ini
warga di dekat objek wisata butuh mengenali bermacam tipe serta mutu layanan
yang diperlukan oleh para turis. Dalam perihal ini pemerintah lewat instansi-
instansi terpaut sudah menyelenggarakan bermacam penyuluhan kepada warga. Salah
satunya merupakan dalam wujud bina warga siuman wisata. Dengan terbinanya warga
yang siuman wisata hendak berakibat positif sebab mereka hendak keuntungan dari
turis yang berangkat lewat duit tunai mereka. Turis hendak diuntungkan sebab
menemukan dorongan yang lumayan serta pula memperoleh kenyamanan yang berbeda
dalam penuhi kebutuhannya.
2). Iklim
Selain
lingkungan sekitar tempat liburan, iklim di sekitar tempat wisata juga harus
diperhatikan dengan baik agar tidak rusak dan tercemar. Lalu lintas manusia
yang terus meningkat dari tahun ke tahun dapat merusak lingkungan fauna dan
tumbuhan di sekitar tempat liburan. Oleh karena itu, harus ada upaya untuk
menyelamatkan iklim melalui pengesahan berbagai standar dan persyaratan dalam
pengelolaan tempat liburan.
3). Budaya
Iklim
kelompok masyarakat di habitat biasa di tempat liburan adalah iklim sosial yang
merupakan pilar penunjang daya tahan masyarakat umum. Oleh karena itu,
pelestarian iklim sosial ini tidak boleh dikotori oleh masyarakat asing, namun
kualitasnya harus ditingkatkan agar dapat memberikan kenangan yang berharga
bagi setiap wisatawan yang berkunjung. Orang-orang yang melihat, tinggal dan
mempraktikkan Sapta Pesona Wisata di tempat-tempat wisata merupakan harapan
semua kalangan untuk mendukung kemajuan industri perjalanan yang pada akhirnya
akan meningkatkan gaji individu dan bantuan pemerintah.
b). Tahapan Kemajuan industri perjalanan
Penataan
dan kemajuan industri perjalanan merupakan interaksi yang dinamis dan tak
henti-hentinya menuju tingkat nilai yang lebih tinggi dengan melakukan
perubahan dan revisi berdasarkan konsekuensi pengamatan dan penilaian serta
kritik terhadap pelaksanaan rencana masa lalu yang merupakan premis strategi
dan misi yang harus dilakukan. dibuat. Penataan dan pengembangan industri
perjalanan memang bukan merupakan suatu kerangka kerja yang berdiri sendiri,
namun secara tegas diidentikkan dengan yang lain antar sektoral dan antar
kerangka kerja penataan pengembangan lokal.
Pengaturan
industri perjalanan harus didasarkan pada kondisi dan batas pengiriman yang
sepenuhnya bertujuan untuk membuat hubungan jangka panjang yang menguntungkan
secara umum antara pencapaian tujuan peningkatan industri perjalanan,
meningkatkan bantuan pemerintah dari jaringan lingkungan, dan batas pengiriman
ekologis praktis di kemudian hari.
Indonesia
sebagai negara agraris yang sedang dalam tahap kemajuan, berusaha menjadikan
industri perjalanan sebagai salah satu cara untuk mencapai keseimbangan devisa
yang wajar. Peningkatan industri perjalanan saat ini tidak hanya untuk memperluas
perdagangan asing negara itu, tetapi juga pendapatan pemerintah lingkungan.
Namun demikian, diharapkan juga dapat menumbuhkan peluang usaha serta membuka
lapangan pekerjaan baru untuk mengurangi pengangguran. Industri perjalanan
dapat meningkatkan harapan individu yang hidup yang tinggal di tujuan pelancong
melalui keuntungan finansial, dengan menciptakan kantor pendukung dan memberi
kantor olahraga, wisatawan, dan penghuni terdekat keuntungan satu sama lain.
Kemajuan daerah wisata harus mencerminkan tingkat sosial, dapat diverifikasi
dan keuangan dari lokasi wisata.
B. Pemberdayaan Ekonomi
1. Hakikat Pemberdayaan Ekonomi
Pemberdayaan berasal dari kata (power). Pemberdayaan dalam bahasa
Indonesia merupakan interpretasi dari bahasa Inggris, lebih spesifik penguatan.
Untuk memahami gagasan penguatan ekonomi lokal secara tepat dan efektif
diperlukan suatu usaha untuk memahami dasar perhitungan yang melahirkannya.
Definisi
tersebut antara lain:
a.
Pemberdayaan keuangan (penguatan wilayah lokal) sering dikenali dari kemajuan
wilayah lokal karena menyinggung implikasi yang mencakup pemanfaatannya secara
lokal. Penguatan wilayah lokal adalah gagasan kemajuan keuangan yang
melambangkan nilai-nilai lokal untuk membangun pandangan dunia lain yang sedang
dikembangkan yaitu fokus individu, partisipatif, berdaya dan ekonomis. Ide
pengembangan model penguatan wilayah lokal bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan
dasar wilayah tetapi lebih sebagai dorongan untuk menemukan pilihan untuk
pengembangan keuangan lingkungan.[16]
b. Penguatan keuangan adalah kemajuan area lokal, peningkatan area lokal
adalah interaksi yang dimaksudkan untuk membuat kemajuan dalam kondisi moneter
dan sosial untuk semua individu dari area lokal kota dengan dukungan dinamis
dan di luar apa yang dianggap mungkin oleh banyak orang dalam mencapai tujuan
bersama. Penguatan adalah usaha untuk mengembangkan bagian otonomi sehingga
individu pada tingkat individu, kelompok, kelembagaan, dan daerah memiliki
tingkat bantuan pemerintah yang lebih baik daripada sebelumnya, mendekati aset,
memiliki kesadaran dasar dan melakukan koordinasi dan kontrol sosial dari semua
perbaikan. latihan yang dilakukan dalam keadaan mereka saat ini.[17]
c.
Pemberdayaan moneter adalah usaha
untuk memperluas keluhuran perkumpulan individu-individu yang berada dalam
kondisi tidak berdaya, dengan tujuan agar mereka dapat lepas dari jerat
kemelaratan dan keterbelakangan. Penguatan adalah upaya untuk mengkonstruksi
batas wilayah lokal dengan memberdayakan, mendorong dan mengangkat isu-isu
kapasitas terpendam mereka dan berusaha untuk membentuk potensi itu menjadi
kegiatan yang nyata.[18]
d. Pemberdayaan finansial dapat diartikan sebagai perubahan dari perasaan
tidak berdaya dalam rutinitas sehari-hari menjadi kemudian mengalami keberadaan
yang berfungsi dan otonom dengan kebenaran membangun kapasitas untuk bergerak
dan mengambil dorongan untuk iklim dan apa yang akan datang. Kemudian, kemudian
menghimpun rasa kerukunan sebagai perkumpulan individu yang harus senantiasa
dilibatkan sehingga tercipta iklim yang saling membantu dalam membangun
ketabahan bersama, sehingga terkoordinasi menuju kehidupan yang sejahtera dan
sejahtera.[19]
2. Konsep Pemberdayaan Ekonomi
Pemberdayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai kata nomina (kata
benda) yang berarti proses, cara, perbuatan, memberdayakan[20].
Pemberdayaan dalam bahasa Inggris disebut sebagai empowerment. Istilah
pemberdayaan diartikan sebagai upaya mengaktualisasikan potensi yang sudah
dimiliki masyarakat agar menjadi sebuah sistem yang bisa mengorganisasi diri
mereka sendiri secara mandiri. Individu bukan sebagai obyek, melainkan sebagai
pelaku yang mampu mengarahkan diri mereka sendiri kearah yang lebih baik.
Menurut Ginandjar Kartasasmita, pemberdayaan ekonomi rakyat adalah “Upaya
yang merupakan pengerahan sumber daya untuk mengembangkan potensi ekonomi
rakyat untuk meningkatkan produktivitas rakyat sehingga, baik sumber daya
manusia maupun sumber daya alam di sekitar keberadaan rakyat, dapat
ditingkatkan produktivitasnya”.[21]
Menurut Kindervater dalam Kusnadi, dkk (2005: 220), pemberdayaan adalah
proses peningkatan kemampuan seseorang baik dalam arti pengetahuan,
keterampilan, maupun sikap agar dapat memahami dan mengontrol kekuatan sosial,
ekonomi, dan atau politik sehingga dapat memperbaiki kedudukannya dalam
masyarakat. Sedangkan dalam bukunya Edi Suharto (2005: 58), pemberdayaan adalah
sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam,
berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta
lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan ini menekankan
bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup
untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya.[22]
Dengan tujuan
akhir untuk meningkatkan penguatan moneter, cenderung dilihat dari tiga sisi:
a. Membangun
suasana atau lingkungan yang memungkinkan kemampuan daerah setempat untuk
berkreasi (empowering). Di sini tahap awalnya adalah pengakuan bahwa setiap orang
atau setiap masyarakat umum memiliki potensi yang dapat diciptakan, menyiratkan
bahwa tidak ada masyarakat umum yang benar-benar lemah. Penguatan adalah
pekerjaan untuk menghimpun kekuatan itu sendiri, dengan memberdayakan,
menginspirasi dan mengangkat isu-isu tentang kapasitas terpendamnya dan
berusaha untuk memupuknya.
b. Memperkuat
potensi atau kekuatan yang digerakkan oleh daerah setempat (enabling). Dalam
situasi yang unik ini, diperlukan kemajuan-kemajuan positif, selain sekadar
membangun lingkungan dan udara. Penguatan ini juga mencakup kemajuan
substansial dan mencakup pengaturan kontribusi yang berbeda, seperti pembukaan
akses ke berbagai kebebasan (pembukaan) yang akan membuat daerah lebih
terlibat. Dalam upaya ini, upaya utama adalah untuk membangun tingkat
pendidikan dan status kesejahteraan, serta akses ke sumber kemajuan keuangan
seperti modal, inovasi, data, bisnis, dan pasar. Masukan penguatan ini
menyangkut perbaikan gedung-gedung dan yayasan-yayasan mendasar seperti sistem
air, jalan, listrik, perluasan dan sekolah, serta kantor administrasi kesehatan
yang dapat dijangkau oleh orang-orang pada tingkat minimal. Seperti halnya
kantor dan yayasan non-formal, misalnya, aksesibilitas organisasi subsidi,
pelatihan, dan periklanan di wilayah pedesaan, di mana populasi terkonsentrasi
yang kehadirannya sangat hilang karena keseluruhan proyek yang berlaku untuk
semua, umumnya tidak hubungi lapisan masyarakat ini.
c. Melibatkan
juga berarti memastikan. Selama waktu yang dihabiskan untuk memperkuat, yang
lemah harus dijaga agar tidak menjadi lebih rapuh, karena tidak adanya kekuatan
meskipun padat.[23]
3. Prinsip-Prinsip Pemberdayaan
Ekonomi
Buat
melaksanakan pemberdayaan ekonomi warga secara universal bisa diwujudkan dengan
mempraktikkan prinsip- prinsip dasar pendampingan warga, selaku berikut:[24]
a. Belajar
dari masyarakat
Prinsip yang
pertama dalam pemberdayaan ekonomi adalah belajar dari masyarakat yang telah
berhasil mengembangkan ekonomi, perlu adanya kerjasama yang baik bagi pelaku usaha
dalam pengembangan pemberdayaan ekonomi, dibentuk pada pengakuan dan keyakinan
hendak nilai relevansi pengetahuan tradisional warga dan keahlian warga buat
membongkar masalah- masalah sendiri..
b. Pasangan
selaku Fasilitator
Kelompok
masyarakat sebagai penghibur, akibat dari aturan utama adalah keharusan bagi
fasilitator untuk memahami perannya sebagai fasilitator dan bukan sebagai
penghibur atau pendidik. Oleh karena itu, penting untuk bersikap sederhana dan
dapat diakses untuk mendapatkan keuntungan dari daerah dan menempatkan individu
daerah sebagai sumber utama dalam memahami kondisi daerah setempat. Terlepas
dari apakah sejak awal pekerjaan fasilitator lebih menonjol, upaya harus
dilakukan untuk mengurangi pekerjaan itu selangkah demi selangkah dengan
memindahkan dorongan latihan ke individu daerah itu sendiri.
c. Keuntungan
satu sama lain
Kelompok
masyarakat sebagai penghibur, akibat dari aturan utama adalah keharusan bagi
fasilitator untuk memahami perannya sebagai fasilitator dan bukan sebagai
penghibur atau pendidik. Oleh karena itu, penting untuk bersikap sederhana dan dapat
diakses untuk mendapatkan keuntungan dari daerah dan menempatkan individu
daerah sebagai sumber utama dalam memahami kondisi daerah setempat. Terlepas
dari apakah sejak awal pekerjaan fasilitator lebih menonjol, upaya harus
dilakukan untuk mengurangi pekerjaan itu selangkah demi selangkah dengan
memindahkan dorongan latihan ke individu daerah itu sendiri.
Berbagi perjumpaan, salah satu standar penting bantuan penguatan wilayah
lokal adalah penegasan pengalaman dan informasi konvensional di wilayah lokal.
Ini tidak berarti bahwa masyarakat selalu benar dan harus dibiarkan tidak
berubah. Realitas sasaran telah menunjukkan bahwa biasanya peningkatan
pengalaman dan informasi adat di daerah setempat tidak memiliki kesempatan
untuk menemukan perkembangan yang terjadi dan pada saat ini tidak dapat
menangani isu-isu yang sedang berkembang. Sekali lagi, juga telah ditunjukkan
bahwa informasi mutakhir dan perkembangan luar yang disajikan oleh paria tidak
menangani masalah mereka.
Pada dasarnya upaya yang merupakan pos aset untuk menumbuhkan potensi
keuangan individu dengan demikian akan membangun kemanfaatan individu, dengan
tujuan agar SDM dan aset normal di sekitar keberadaan individu dapat segera
meningkatkan efisiensinya. Kemudian, pada saat itu individu dan keadaan mereka
saat ini dapat tertarik untuk memberikan dan menjadi nilai tambah finansial.
Orang-orang miskin atau yang berada dalam posisi di mana kapasitas terpendam mereka
belum sepenuhnya digunakan akan meningkatkan status keuangan mereka, namun di
samping ketenangan, keberanian dan kepercayaan diri mereka. Oleh karena itu
sangat baik dapat diartikan bahwa penguatan tidak hanya mengembangkan nilai
tambah moneter secara konstan tetapi juga nilai tambah sosial dan sosial
sehingga kerjasama daerah dapat membangun kecepatan peningkatan kehidupan
individu.
4. Pemberdayaan Ekonomi Melalui Praktik
Akad Ijarah
Praktek
adalah pelaksanaan nyata dari apa yang dibawa pada prinsip, pelaksanaan
pekerjaan, demonstrasi penerapan hipotesis. Kata kontrak sebagaimana
ditunjukkan oleh referensi Kata Sah mengandung pengertian pengertian. Secara
etimologis, istilah akad berasal dari bahasa Arab 'aqada. Kata menyiratkan yang
aqdan-'qidu'ya-aqada 'dari disimpulkan
kontrak membatasi, berkumpul. Suatu perjanjian yang pada mulanya
bermaksud mengikat, mengikat, ini berarti "mengumpulkan kedua ujung tali
itu, dan mengikatkan salah satunya ke ujung berikutnya sampai menyatu, kemudian
pada saat itu keduanya digabungkan menjadi satu kesatuan.[25]
Dengan
demikian, akad merupakan kesepahaman antara ijab dan qabul secara syari'ah yang
dilegitimasi melalui penetapan pengaturan kedua pelaku. Oleh karena itu akad
adalah kesepahaman yang dibuat oleh pemilik modal, dan penerima dana untuk
melengkapi penyertaan yang dilambangkan dengan ijab dan qabul dengan cara yang
dianjurkan oleh syariah.
Ijarah adalah
suatu akad tentang manfaat yang boleh dimanfaatkan, yang jelas, mempunyai
alasan dan alasan, yang memungkinkan untuk diberikan tanpa mengurangi nilai
barang yang diperoleh, dengan pengganti (kompensasi) yang jelas.[26]
Sebagaimana
ditunjukkan oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah, al ijarah berasal dari kata
al-ajru (kompensasi) yang mengandung arti al-iwadh (kompensasi/balasan).
Sebagaimana ditunjukkan oleh pengertian syara' ijarah yang mengandung arti
kesepakatan pertukaran opsi untuk menggunakan produk atau administrasi yang
diikuti dengan angsuran upah atau biaya sewa tanpa pertukaran hak milik.[27]
Ulama Hanafi
berpendapat bahwa ijarah adalah kesepakatan atau keuntungan dengan pengganti.
Sementara itu, para peneliti Syafi'iyah berpendapat bahwa ijarah adalah akad
untuk suatu keuntungan yang mengandung tujuan tertentu dan dapat diterima,
serta mengakui penggantian atau izin dengan penggantian tertentu. Peneliti
Maliki dan Hanabilah mengungkapkan bahwa ijarah adalah menjadikan harta yang
bermanfaat yang dapat diterima untuk jangka waktu tertentu dengan penggantinya.[28]
Sebagaimana
ditunjukkan oleh fatwa DSN MUI no. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Ijarah, Ijarah adalah akad pertukaran hak pakai (manfaat) sesuatu atau
administrasi dalam jangka waktu tertentu melalui angsuran sewa/kompensasi,
tanpa pertukaran hak. tanggung jawab atas barang dagangan itu sendiri. Dalam
hal ini, tidak ada perbedaan kepemilikan dalam akad ijarah, tetapi hanya
pertukaran hak pakai dari penghuni kepada penghuni.[29]
Dari sebagian
pengertian tersebut, dapat diduga bahwa Ijarah adalah suatu ikatan atau
kesepakatan yang mengharapkan untuk menggunakan suatu barang yang diperoleh
dari orang lain dengan membayar upah sesuai dengan pengertian dan keinginan
kedua pelaku secara serasi dan sesuai. yang telah ditentukan.
Dengan
demikian Ijarah adalah suatu jenis muamalah yang meliputi dua perkumpulan,
khususnya penduduk sebagai individu yang memberikan hasil-hasil yang dapat
digunakan kepada penghuninya untuk memanfaatkan substitusi atau perdagangan
yang telah dikuasai oleh syara' tanpa diakhiri dengan kepemilikan. Ada dua
macam Ijarah dalam hukum Islam:
a). Ijarah berkaitan dengan persewaan
jasa, yaitu menyewa jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan atas jasa yang
disewa.
b). Ijarah yang berkaitan dengan
penyewaan harta atau harta, yaitu mengalihkan hak pakai dari suatu harta
tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa
C. Pengembangan Wisata Halal Ekonomi Syariah
1. Pengertian Wisata
Dalam bahasa Inggris, industri perjalanan dikenal sebagai visit yang
bermaksud untuk pergi jalan-jalan atau jalan-jalan untuk melihat-lihat
pemandangan. Secara timologis, industri perjalanan berasal dari bahasa
Sansekerta, khususnya "pari" berarti banyak, biasanya, di sekitar,
dan "industri perjalanan" berarti perjalanan atau perjalanan.
Mengingat arti pentingnya kata ini, maka industri perjalanan wisata dicirikan
sebagai suatu perjalanan wisata yang dilakukan secara biasa atau berkeliling
dan berkeliling, dimulai dari satu tempat kemudian ke tempat berikutnya dengan
alasan dan alasan tertentu.[30]
Sebagaimana tercantum dalam Pedoman Resmi No. 9 Tahun 1969, luasnya
kegiatan industri perjalanan adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan
kemajuan, perjalanan dengan setiap kantor penting, kenyamanan, hiburan,
perjalanan dan berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh wisatawan.47
Menurut UU No.9 tahun 1990 tentang industri perjalanan, industri perjalanan
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan industri perjalanan, termasuk
pelaku bisnis barang-barang wisatawan dan tujuan liburan serta organisasi yang
terkait dengan bidang tersebut.48
Industri perjalanan telah
menjadi bisnis terbesar dan menunjukkan perkembangan yang stabil dari satu
tahun ke tahun lainnya. The World The Travel Industry Association menilai pada
tahun 2020 akan ada peningkatan 200% jumlah kunjungan wisatawan dunia saat ini.
Dewasa ini industri perjalanan juga semakin dipercepat oleh interaksi
globalisasi dunia, sehingga menimbulkan interkoneksi antar bidang, antar negara
dan antar manusia yang hidup di dunia ini. Kemajuan inovasi data juga
mempercepat elemen globalisasi dunia, termasuk peningkatan dunia hiburan,
hiburan, dan industri perjalanan..[31]
Undang-undang tidak resmi No. 67 Tahun 1996, menjelaskan bahwa usaha
industri perjalanan wisata adalah suatu gerakan yang ditujukan untuk memberi
manfaat kepada industri perjalanan wisata, memberikan atau menggarap barang dan
atraksi industri perjalanan wisata, usaha perkantoran industri perjalanan wisata,
dan organisasi lain yang terkait di bidang tersebut.
Berdasarkan industri pariwisata yang berkembang di dunia, objek material
ilmu pariwisata dapat dikelompokkan menjadi tujuh, yaitu:
a.
Administrasi kenyamanan, khususnya
bisnis yang mencakup administrasi penginapan dan penginapan, fokus acara dan
administrasi industri rumah tangga, administrasi penyewaan furnitur untuk
kenyamanan, tunjangan penginapan pemuda, administrasi persiapan anak-anak dan
administrasi kemping, administrasi kemping dan kereta api, administrasi
kendaraan tidur, waktu penawaran, penginapan informal dan administrasi serupa.
b.
Administrasi penyajian makanan dan
minuman yang dikenang untuk industri ini adalah restoran lengkap dan kafe, toko
nasi, administrasi memasak, bistro, bar dan sebagainya yang memberikan makanan
dan minuman kepada wisatawan.
c.
Administrasi transportasi
wisatawan (traveler transport administrations). Yang diingat dalam pertemuan
ini adalah dinas perhubungan darat seperti angkutan, angkutan, taksi dan
kendaraan kontrak. Layanan transportasi air baik laut, danau, dan jalur air
termasuk layanan penyeberangan wisatawan, kapal perjalanan dan semacamnya.
Terlebih lagi, yang terakhir adalah administrasi transportasi udara melalui
organisasi pengangkut. Selain itu, area pendukung mencakup administrasi rute
dan bantuan, stasiun transportasi, administrasi pemberhentian wisatawan dan
lainnya.
d.
Mengarahkan administrasi dan pelayanan perjalanan (administrator kunjungan
pelayanan perjalanan dan administrasi ahli wilayah setempat). Yang diingat
untuk gathering ini antara lain travel planner, travel specialist, travel
planner, travel pioneer dan lain sebagainya.
e. Administrasi pelaksanaan sosial (administrasi
sosial). Administrasi pelaksanaan tari dan kantor administrasi tari. Kewenangan
administrasi seniman dan semacamnya, administrasi ruang pameran dengan
pengecualian bangunan dan tempat yang mudah diingat, pemeliharaan bangunan dan
tempat terkenal, administrasi pembibitan herbal dan zoologi, administrasi
jaminan alam termasuk penyelamatan satwa liar.
f. Pengalihan dan administrasi hiburan lainnya.
Yang dikenang untuk pertemuan ini adalah administrasi olahraga dan permainan
olah raga, administrasi pantai, administrasi taman hiburan, pusat hiburan,
administrasi pertunjukan dan semacamnya.[32]
2. Ekonomi
Syariah
Ekonomi syariah merupakan susunan informasi yang
menyoroti masalah moneter. Aspek keuangan syariah adalah informasi dan
pemanfaatan pelajaran syariah dan memutuskan untuk mencegah kecurangan dalam
mendapatkan aset material untuk mengatasi masalah manusia yang memberdayakan
mereka untuk menyelesaikan komitmen mereka kepada Tuhan dan masyarakat.[33]
Masalah
keuangan pada umumnya dicirikan sebagai penyelidikan perilaku manusia terkait
dengan penggunaan aset penciptaan yang sedikit untuk penciptaan dan
pemanfaatan. Substansi masalah keuangan syariah adalah penggunaan syariah dalam
tindakan moneter. Perjanjian ini sangat cocok untuk digunakan dalam menyelidiki
masalah tindakan keuangan secara lokal. Misalnya, perilaku pemanfaatan individu
yang terselubung oleh ajaran Islam.
Masalah
keuangan syariah adalah ilmu yang mengkaji gerakan atau perilaku manusia yang
nyata dan tepat, baik yang sedang berlangsung, penyebaran dan pemanfaatannya
tergantung pada hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah dan Ijma
para peneliti yang bertekad untuk mencapai kebahagiaan di akhirat dan dunia.
Ketika semua dikatakan selesai, ada beberapa bagian dari standar moneter,
untuk lebih spesifiknya:
1)
Tauhid: Kaidah tauhid diciptakan
dari keyakinan bahwa semua harta di muka bumi adalah ciptaan Allah, sedangkan
manusia hanya diberi perintah untuk menuntut, mengawasi dan menggunakannya
sebentar. Standar ini juga berkembang dari keyakinan bahwa setiap gerakan
manusia, termasuk latihan moneter mereka, diarahkan oleh Allah SWT.
2)
Etika: Pedoman ini merupakan jenis
keterlibatan sifat-sifat utama yang digerakkan oleh Nabi dan Kurir-Nya dalam
setiap tindakan moneter, khususnya shidiq (sah), tabligh (menyampaikan
realitas), amanah (dapat diandalkan), dan fatah (wawasan).
3)
Ekuilibrium: Ekuilibrium adalah
nilai penting yang berdampak pada berbagai bagian perilaku keuangan seorang
Muslim. Aturan keseimbangan tidak hanya ditujukan untuk dunia dan alam semesta,
tetapi juga mengidentifikasikan dengan kepentingan tunggal dan kepentingan
publik seperti keselarasan antara hak dan komitmen.
4)
Peluang Tunggal: Peluang finansial
adalah kolom utama dalam konstruksi moneter Islam, karena peluang moneter bagi
setiap individu akan menjadi komponen pasar dalam ekonomi yang adil.
D.
Studi Relevan
Untuk studi penelitian, itu tidak
dapat dipisahkan dari penelitian yang diarahkan oleh analis masa lalu yang
sepenuhnya bertujuan untuk memperkuat efek samping dari eksplorasi yang
dipimpin. Selain itu, juga bermaksud untuk membandingkan dan penelitian
sebelumnya. Berikutnya adalah ikhtisar efek samping dari penelitian masa lalu
yang diarahkan oleh para ilmuwan selama penelitian.
Tabel 2.1
Kajian Terdahulu
No |
Nama Peneliti |
Judul Penelitian |
Hasil Penelitian |
1. |
Tunjung Wuland, (2002) |
Upaya mewujudkan Kota Wisat di Kabupaten Kudus |
Strategi eksplorasi subjektif yang mencerahkan. Hasil eksplorasi
menunjukkan bahwa dalam pengembangan Kota Wonosobo terdapat kemungkinan dan
permasalahan. Tingginya pasar industri perjalanan wisata di sekitar kota
wisata Wonosoco merupakan potensi terjadinya pergantian acara |
2. |
Ismi Atikah Jamalina, (2014) |
Metodologi Pengembangan Ekowisata Melalui People group Based The travel
industry (CBT) Ide dan Keuntungan Sosial dan Finansial untuk Jaringan di
Nglanggeran Industri travel Kota Patuk, Gunung Kidul |
Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan, semua hal
dipertimbangkan, dapat dikatakan bahwa pemanfaatan ide-ide daerah berbasis
industri perjalanan telah berkembang secara efektif di Nglanggeran Kota
industri perjalanan, Patuk Region, Gunung Kidul |
3. |
Andi Maya Pusrnama Sari (2011) |
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata (Desa Bleberan,
Kecamatan Payen, Kabupaten Gunungkidul) |
Masyarakat terlibat dalam empat tahap partisipasi yaitu tahap
pengambilan keputusan, tahap pelaksanaa, tahap pengambilan manfaat, dan tahap
evaluasi. Terdapat dua bentuk partisipasi masyarakat yaitu partisipasi yang
berwujud nyata (uang) yang meliputi partisipasi uang, partisipasi tenaga, dan
partisipasi keterampilan. |
4. |
Emmita Devi Hari Putri (2015) |
Partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan objek wisata Goa Tabuhan
sebagai daerah tujuan wisata (Tourist
Destination Area) di Desa Wareng Kecamatan Punung Kabupaten Pacitan. |
Penelitian ini dilakukan di Desa Wareng, Kecamatan Punung Kabupaten
Pacitan. Bentuk penelitannya adalah penelitian kualitatif dengan strategi
studi kasus. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari kata- kata, dan
tindakan informan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan
lain-lain |
5 |
Al Ma’ruf (2019) |
Pengelolaan Pariwisata Gua Tiangko Berbasis Swadaya Masyarakat : Studi
di Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin |
Adapun perbedaan anatara penelitian
penulis dengan penelitian terdahulu, dimana penulis mengambil judul penelitian
tentang Analisis Dampak Pengembangan
Pariwisata Gua Tiangko Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Dalam
Perspektif Ekonomi Syari’ah (Studi Pada Pariwisata
Gua Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin Jambi).
Sedangkan penelitian terdahlu seperti penelitian yang
dilkukan oleh Emmita, dimana dalam penelitian nya mengambil judul
tentang Penelitian ini dilakukan di Desa Wareng, Kecamatan Punung Kabupaten
Pacitan. Bentuk penelitannya adalah penelitian kualitatif dengan strategi studi
kasus. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari kata- kata, dan tindakan
informan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Begitu
juga dengan penelitian Ismi Atikah Jamalina yang berjudul Pengembangan
Ekowisata Melalui People group Based The travel industry (CBT) Ide dan Keuntungan
Sosial dan Finansial untuk Jaringan di Nglanggeran Industri travel Kota Patuk,
Gunung Kidul, pesamaanya dalah sama-sama meneliti pengembangan wisata. Demikian
juga penelitian Tunjung Wuland yang berjudul Upaya mewujudkan Kota Wisat di
Wonosoco Kabupaten Kudus Jawa Timur.
METODE
PENELITIAN
A. Jenis
Penelitian
Jenis
dalam penelitian ini yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Penelitian
ini bersifat deskriptif, metode ini merupakan penelitian yang bermaksud
memberikan data seakurat mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala lain dan sebagainya.
Sedangkan bagi penulis, ciri-ciri metode deskriptif adalah menjelaskan diri
penulis sendiri pada masa sekarang dan masalah-masalah yang aktual dan
terpercaya kemudian data dikumpulkan dan disusun, kemudian dijelaskan dan
dianalisis.
Strategi metodologi yang digunakan
dalam eksplorasi ini adalah metodologi subjektif. Jenis penelitian ini adalah
eksplorasi subyektif grafis, yaitu penelitian yang mencoba menggambarkan
momentum berpikir kritis yang bergantung pada realitas bersahabat dengan
memanfaatkan informasi. Strategi subyektif adalah strategi yang bergantung pada
cara berpikir postposivisme, sedangkan untuk penelitian pada item-item
karakteristik, di mana spesialis adalah instrumen kuncinya, prosedur
pengumpulan informasi diselesaikan dengan triangulasi (konsolidasi).
Penyelidikan informasi bersifat induktif atau subjektif dan hasil penelitian
menekankan makna sebagai lawan dari spekulasi.[34]
B. Lokasi dan Objek Peneltian
1. Lokasi Peneltian
Adapun lokasi penelitian ini
dilakukan di Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin Provinsi
Jambi.
2. Objek
Penelitian
Sedangkan objek penelitian adalah Gua Tianko yang terletak
di Desa Tianngko, Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.
C. Jenis
dan Sumber Data
1. Jenis
Data
a). Data Primer
Data
primer adalah data atau informasi yang diperoleh analis dari sumber yang unik,
atau sumber informasi yang secara langsung memberikan informasi kepada otoritas
informasi. Yaitu keterangan yang diperoleh langsung dari responden atau artikel
yang sedang diselidiki atau yang berkaitan dengan artikel yang sedang
diperiksa. Dalam hal ini, data primer bersumber dari data lapangan yang
dikumpulkan langsung oleh peneliti dari pengurus pengelolaan objek wisata gua
Tiangko.
Data
primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang berhubungan dengan
objek penelitian. Sumber data adalah ketua pelaksana harian pengelolaan objek
wisata, anggota pengelolaan objek wisata, tokoh masyarakat dan pedagang yang
berjualan disekitar objek wisata.
b). Data Sekunder
Data sekunder adalah
data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti, misalnya dari
biro statistik, majalah, koran keterangan-keterangan atau publikasi lainnya.[35] Sumber data sekunder ialah data yang yang baru-baru
ini dikumpulkan dan dirinci oleh organisasi di luar spesialis yang sebenarnya,
terlepas dari kenyataan bahwa mereka berkumpul pada kenyataannya informasi
asli. Informasi tambahan adalah informasi terkait yang telah didalangi sebagai
laporan. Untuk itu, informasi tambahan
yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari tulisan dan berbagai sumber,
misalnya bagian dari promosi, ide-ide industri perjalanan, tanda-tanda industri
perjalanan dalam Islam, buku harian, web, dan berbagai sumber yang membantu.
dan diidentifikasi.
2.
Sumber Data
Untuk menyelesaikan masalah
dalam penelitian ini, maka peneliti mencari data dari beberapa sumber yang
berkaitan analisis dampak pengembangan
pariwisata gua tiangko terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat dalam
perspektif ekonomi syari’ah, di antaranya adalah: Narasumber wawancara,
yaitu ketua pelaksana harian pengelolaan objek wisata, anggota pengelolaan
objek wisata, tokoh masyarakat dan pedagang yang berjualan disekitar objek
wisata.
Sampel
atau Ide contoh dalam pemeriksaan subyektif diidentikkan dengan bagaimana
memilih sumber atau keadaan sosial tertentu yang dapat memberikan data yang
kuat dan solid tentang komponen yang normal untuk komponen yang diingat untuk
pusat/subjek eksplorasi. Sumber awal dipilih dari saksi yang dapat bekerja
sebagai Key Information. (data kunci). Sementara kepala Desa adalah data kunci
sedangkan yang lainnya adalah data tambahan. Latihan data sample akan berpindah
dari contoh dasar ke contoh berikutnya sehingga informasi dapat diperoleh
sampai pada titik imersi, misalnya tidak ada tanda-tanda perkembangan varietas
atau data baru sehubungan dengan pusat pemeriksaan. Prosedur pemeriksaan
diserahkan disebut Snowball Sampling, yang merupakan siklus menyebar seperti
bola salju.[36]
D.
Populasi dan Sampel
1.
Populasi
Populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Dalam Penelitian kualitatif tidak dikenal konsep “keterwakilan”. Contoh sample
dalam rangka generalisasi yang berlaku bagi populasi[37]. Adapun populasi yang diambil
dalam penelitian ialah pengurus harian pengelola objek wisata gua Tiangko, Key
Imformen, dan pengelola serta pedagang yang berjualan di obejek wisata gua
Tiangko sebagai informan tambahan.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa dalam sebuah penelitian terdapat suatu populasi dan
perlu mempertimbangkan seberapa besar populasinya Oleh karena itu, jika suatu
populasi tidak mungkin untuk diteliti secara keseluruhan, maka perlu diambil
sebagian saja, yang dapat disebut sampel.
2.
Sampel
Sample
dalam penelitian kualitatif berkaitan dengan bagaimana memilih informasi yang mantap
dan terpecaya mengenai elemen-elemen yang ada yang dilakukan secara purposive
yaitu atas dasar apa yang kita ketahui tentang variasi yang ada elemen yang
ada. Dalam penentuan sample akan digunakan pengambilan sample dengan cara Snow
ball sampling artinya proses penyebaran sample secara beranting yakni proses
penyebaran sample yang seibarat bola salju, yang pada mulanya kecil kemudian
semakin besar dalam proses bergulir mengelinding.[38]
Pengambilan
sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang
benarbenar dapat berfungsi atau dapat menggambarkan keadaaan populasi yang
sebenarnya, dengan istilah lain harus representatif (mewakili).[39] Dalam penelitian kali ini
peneliti mengambil sampel sebanyak 15 orang sampel dimana 5
orang sebagai pengurus objek wisata gua Tiangko, 7 orang sabagai pengelola wisata Gua Tiangko
dan 3 orang sebagai pedagang yang berjualan di sekitar objek wisata gua
Tiangko.
E.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data
dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh informasi data-data yang diinginkan,
peneliti dalam hal ini menerapkan beberapa metode sebagai berikut:
1. Observasi
a.
Faktor
apa saja yang melatarbelakangi pengembangan parawisata Gua Tiangko dalam
pemberdayaan ekonomi masyarakat Di Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau
Kabupaten Merangin Jambi
c.
Bagaimana
perspektif ekonomi syari’ah terhadap pengembangan parawisata Gua Tiangko dalam
pemberdayaan ekonomi masyarakat Di Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau
Kabupaten Merangin Jambi
2.
Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilaksanakan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.[40] Dalam pengumpulan informasi
dengan wawancara, data yang diperoleh lebih jelas dan lebih dalam dan luar
dalam pemeriksaan. Pertemuan dipimpin di sini dengan Kepala Desa Tiangko,
Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten Merangin, Dinas Pariwisata Kabupaten
Merangin, Kepala Dusun, Tokoh Masyarakat dan Pemuda Desa Tiangko mengenai
destinasi mengenai objek wisata.
Metode wawancara ini penulis gunakan dengan cara
mewawancarai langsung kepada subjek penelitian yaitu dengan Kepala Desa
Tiangko, Kadus Desa Tiangko dan beberapa pengelola wisata.
3. Dokumentasi
Dokumentasi sebagai berikut cara
mencari data mengurai hal-hal atau variabel-variabel yang merupakan catatan
manuskrip, buku, surat khabar, majalah, notulen rapat, legger, agenda dan
sebagainya.[41] Pengumpulan data mengenai objek
penelitian yang dilakukan secara tidak langsung tetapi melalui data yang
diperoleh dari pengelola objek wisata gua Tiangko mengenai ; Sejarah objek
wisata gua Tiangko, Struktur pengurus objek wisata gua Tiangko, sarana dan
prasarana Gua Tiangko, Tingkat pendapat perekonomi masyarakat melalui objek
wisata gua Tiangko.
F. Metode Pengecekan Keabsahaan
Data
Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan analisis data seperti yang diberikan Miles and Huberman
dan Spradley. Miles and Huberman (1984) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis
data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga samapai tuntas, dan datanya
sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data
display, dan conclusion drawing/verification. Langkahlangkah analisis
ditunjukkan pada gambar berikut:
1. Membandingkan informasi
pengamatan dan informasi pertemuan.
2. Membandingkan apa yang
dikatakan individu di siang bolong dan apa yang mereka katakan secara pribadi.
3. Menganalisis apa yang
individu katakan tentang keadaan eksplorasi dengan apa yang mereka katakan
terus-menerus.
4. Membandingkan keadaan dan
sudut pandang individu dan kesimpulan serta perspektif yang berbeda pada
individu seperti individu normal, individu dengan instruksi pusat atau tinggi,
individu kaya, individu pemerintah.
5.
Membandingkan konsekuensi pertemuan dan substansi arsip yang terhubung.
Hal ini untuk memperjelas
konsekuensi dari informasi yang diperoleh dari data analis, dengan tujuan akan
diperoleh hasil pemeriksaan yang lebih substansial yang kemudian dapat dirinci
dan diselesaikan terkait dengan strategi pemerintah Desa dengan mengembangkan
objek pariwisata di Desa Tiangko Kecamatan Desa Sungai Manau.
G. Metode Analisis Data
Menyusun dan menelaah informasi menggunakan investigasi menarik yang
diarahkan untuk mengetahui cara pemerintah kota dengan menciptakan protes
industri perjalanan di Desa Tiangko, Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten
Merangin. Pemeriksaan memukau adalah penelitian yang bergantung pada informasi
yang menarik dari status, kondisi, perspektif, koneksi, atau kerangka berpikir
tentang sesuatu yang sulit yang menjadi objek
Setelah
mendapatkan informasi yang diperoleh dalam pemeriksaan ini, tahapan selanjutnya
adalah menangani informasi yang terkumpul dengan cara memecah informasi,
menggambarkan informasi, dan membuat kesimpulan. Untuk menguji informasi yang
telah diperoleh analis menggunakan strategi penyelidikan informasi subjektif,
karena informasi yang didapat merupakan kumpulan data. Langkah investigasi
informasi dimulai dengan menyiapkan semua informasi yang dapat diakses dari
berbagai sumber, khususnya melalui persepsi, pertemuan, dan dokumentasi.[42]
Penyelidikan informasi dalam eksplorasi
subjektif dilakukan pada saat pengumpulan informasi, setelah puncak pengumpulan
informasi. Pada jam pertemuan, spesialis telah merinci tanggapan yang sesuai
dari data. Jika jawaban yang tepat dari pertemuan tidak sesuai, spesialis akan
melanjutkan penyelidikan lagi, hingga tahap tertentu sehingga informasi yang
didapat dapat diterima.
Dalam proses analisis data ini, ada
beberapa langkah pokok dasar yang harus dilakukan, yaitu:
1.
Reduksi Data
Mereduksi data berarti mengurangi
informasi berarti menyimpulkan, memilih hal-hal utama, memusatkan perhatian
pada hal-hal penting, mencari topik dan contoh. Oleh karena itu, informasi yang
telah dikurangi memberikan gambaran yang lebih jelas, dan memudahkan analis
untuk memimpin pengumpulan informasi lebih lanjut dan mencarinya saat
diperlukan.[43]
Data
yang diperoleh adalah informasi yang terkait dengan peningkatan industri
perjalanan dengan tujuan akhir untuk membangun pendapatan lokal (Cushion),
kemudian, kemudian disederhanakan dan diperkenalkan dengan memilih informasi
penting, kemudian, kemudian fokus pada informasi yang paling penting, kemudian,
pada saat itu membimbing informasi untuk berpikir kritis dan memilih informasi
yang dapat menjawab masalah tersebut. penelitian
2. Penyajian Data
Dalam
eksplorasi subjektif, tampilan informasi harus dimungkinkan sebagai tabel,
bagan, diagram lingkaran, piktogram, dan semacamnya. Melalui pengenalan
informasi, cenderung terkoordinasi, terorganisir dalam desain hubungan,
sehingga akan lebih jelas. Terlebih lagi, tampilan informasi harus dimungkinkan
sebagai penggambaran singkat, grafik, hubungan antara klasifikasi, diagram alur
dan semacamnya.[44]
3.
Penarikan Kesimpulan dan Verivikasi
Tujuan
yang diangkat pada tahap dasar didukung oleh bukti yang substansial dan dapat
diandalkan ketika spesialis kembali ke lapangan untuk mengumpulkan informasi,
sehingga tujuan tersebut valid, mengingat fakta bahwa seperti yang telah
diungkapkan bahwa definisi yang sulit dalam pemeriksaan subjektif adalah masih
bersifat sementara dan akan tercipta setelah eksplorasi di lapangan.[45]
BAB IV
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Temuan Umum
1. Sejarah Keberadaan Objek Wisata Gua Tiangko
Gua
Tiangko terletak di Desa Tiangko, Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin
Provinsi Jambi. Dari Pasar Sungai Manau menuju Desa Tiangko lebih kurang 3 Km
dengan akses jalan pengerasan. Setelah tiba di Desa Tiangko dan sampai di
lokasi dekat gua, kalau dengan motor bisa langsung ke Gua Tiangko dan
jika menggunakan mobil, cukup 10 menit berjalan kaki ke lokasi.[46]
Gua Tiangko
termasuk Cagar Budaya, yang dilindungi dengan UU No. 11 tahun 2010 tentang
Cagar Budaya. Gua ini dinamakan Tiangko karena terletak di Desa Tiangko. Dengan
luas 206 meter dan lebar bagian depan 4 meter dan bagian belakang 11,5 meter.
Pada gua terdapat batu kapiler yang membentuk stalagtit dan stalagmit
dengan berbagai ukuran.
Seperti diketahui stalagtit adalah mineral sekunder yang
menggantung di langit-langit gua kapur sedangkan stalagmit adalah batuan yang
terbentuk di lantai gua dari hasil tetesan air di langit-langit gua.
Dinding-dinding gua bisa dilihat semacam grafiti. Yang
menarik gua ini dari gua-gua lainnya adalah adanya sejarah tentang
kehidupan di zaman purbakala. Berdasarkan penelitian oleh Bennet Bronson dan
Teguh Asmar pada tahun 1974, Gua Tiangko adalah pemukiman tertua di Jambi.
Disini ditemui artefak berupa alat serpih dibawah stratum yang mengandung
pecahan gerabah dengan penanggalan diperkirakan antara 10250- 140 BP. Gua Tiangko yang merupakan Cagar Budaya ini
sangat disayangkan tidak ada perawatan dari instansi terkait dalam hal ini
dibawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pelestarian Cagar Budaya.
Masih ada aksi vandalisme dari pengunjung yang mencoret-coret dinding gua.
Sebagai Cagar Budaya yang dilindungi oleh UU No. 11 tahun 2010, yang merusak
Cagar Budaya bisa dijatuhi pidana. Sangat diharapkan
pihak terkait bisa melestarikan, menjaga jejak pemukiman tertua Jambi ini
2. Lokasi Objek Wiatsa Gua Tiangko
Kawasan Cagar
Alam Gua Ulu Tiangko, berdasarkan Peta Kawasan Konservasi Dinas Kehutanan
Merangin, seluas 3,25 Ha. Secara geografis terletak antara 101o 58’ 51” BT s/d
101o 59’ 04” BT dan 02o 05’ 20” s/d 02o 05’ 30” LS. Berdasarkan wilayah
administrasi pemerintahan termasuk Desa Tiangko, Kecamatan Sungai Manau,
Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi dan termasuk Daerah Aliran Sungai (DAS)
Batanghari Sub DAS Batang Merangin-Tembesi. Adapun fungsinya, menurut
Paduserasi Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi dengan TGHK Propinsi Jambi,
Kawasan Konservasi Gua Ulu Tiangko merupakan areal penggunaan lain (APL). Cagar
alam Gua Ulu Tiangko berbatasan langsung dengan sawah milik warga setempat.
Batas utara, barat, selatan hingga batas timur Cagar Alam Gua Ulu Tiangko ialah
persawahan warga. Batas-batas kawasan cagar alam hanya berupa patok kayu yang
baru dibuat dalam 3 tahun terakhir, yaitu sebelum tahun 2006. Pintu masuk
menuju cagar alam ini hanya ada satu, yakni di sebelah timur yang juga
merupakan sawah. Secara ekologi, Cagar Alam Gua Ulu Tiangko merupakan habitat
walet dan kelelawar dan memiliki peranan penting baik bagi masyarakat sekitar
maupun makhluk hidup lain yang terdapat di dalamnya.
3. Sarana dan Prasana Objek Wisata
Goa Tiangko
Sentra perekonomian masyarakat terpusat
di Pasar Sungai Manau yang mana Hari Balai (pasar mingguan) hanya diadakan pada
hari Kamis. Pusat perkantoran terletak di Desa Benteng yang terletak sekitar 1
km dari Pasar Sungai Manau. Berlokasi di Desa Tiangko, ditemukan sejumlah gua
yang menjadi kediaman manusia purba ribuan tahun yang lalu. Luasnya hanya 206
meter persegi dan lebar mulut bagian depan setinggi 4 meter serta mulut bagian
belakang setinggi 11,5 meter.
Sementara fasiltas yang dimilik objek
wisata goa Tingako belum lah memadai, hanya ada beberapa fasilitas, diantaranya
tempat parkir, pos pengamanan. Sedangkan akses untuk mencapai lokasi kegiatan
di Kawasan CA. Gua Tiangko dapat ditempuh dengan menggunakan bus umum dari
Bangko menuju Sungai Manau dengan jarak tempuh ± 48 Km. Dari kota Kecamatan
Sungai Manau perjalanan dapat dilanjutkan menuju Desa Tiangko menggunakan
kendaraan bermotor dengan waktu tempuh ± 30 menit, yang kemudian dilanjutkan
dengan berjalan kaki dari Desa Tiangko menuju lokasi yaitu Kawasan CA. Gua Ulu
Tiangko. Jalan dari Sungai Manau menuju Desa Tiangko masih berupa jalan tanah
dengan pengerasan batu koral yang memiliki kondisi kurang baik, apalagi ketika
musim hujan tiba.
Permasalahan lain dalam pengelolaan Cagar alam ini ialah belum juga ada
dana kompensasi yang diperuntukkan khusus masyarakat setempat untuk
mengembangkan usahanya. Kompensasi yang dimaksud ialah sesuatu yang bermanfaat
bagi masyarakat setelah terbentuknya goa Tiangko sebagai kawasan cagar alam.
Selama ini, pengurus BKSDA hanya berbicara dari mulut ke mulut saja. Belum ada
tindakan nyata yang dilakukan BKSDA untuk membantu meningkatkan pendapatan
masyarakat atas terbentuknya cagar alam. Hal ini juga menjadi salah satu faktor
pendorong dilakukannya kegiatan wisata missal di dalam kawasan cagar alam tanpa
dikontrol langsung oleh pihak BKSDA.
4. Kondisi Ekonomi syariah
Desa Tiangko
Sebagian besar
ekonomi syariah Desa Tiangko mereka bekerja sebagai petani, yaitu masyarakat
yang bekerja sebagai menanam padi disawah serta sayur dan lain sebagainya.
adapula juga berjualan dipasar Sungai Manau dan adapula yang menjadi buruh
pekerja harian, seperti tukang bangunan.
Disamping itu,
dengan keberadaan objek wiasata Gua Tiangko ini masyarakat setempat juga
memanfaatkan sebagai mata pencarian, diataranya adalah pemandu objek wisata,
tukang parkir, karcis masuk dan berjualan disekitar objek wisata. Namun hal ini
tidak serta merta menjadi pokok perekonomian masyarakatar, karena objek wisata
ini hanya ramai pada hari dan bulan tertentu, misalnya hari minggu, hari libur
nasional dan libur lebaran.
5. Struktur Organisasi Pengelolaan Objek Wisata Gua
Tiangko
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diusahakan
dapat berperan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan,
penerimaan daerah, penyerapan tenaga kerja dan kesempatan berusaha serta
memiliki ciri khusus dari sektor lain yaitu dapat menjaga kelestariaan
lingkungan. Sektor kepariwisataan merupakan sumber devisa yang cukup besar
persentase dan kontribusinya bagi kas daerah, yang secara luas juga merupakan
sumber devisa negara. Untuk mewujudkan yang demikian, kepala Desa Tiangko telah
membuat Struktur Organisasi Pengelolaan Objek Wisata Gua Tiangko yang dalam hal
ini sebagai pelindung dan sekaligus penasehat langsung di pimpin oleh Bapak M.
Rozali sebagai Pelindung dan penasehat dalam pengelolaan objek wisata.
Sedangkan sebagai ketua pelaksana dan yang bertangung jawab dalam pengelolaan
objek wisata dipegang oleh bapak Pilman, kemudian dibantu beberapa anggota dan
dan bagian-bagian lain.
Untuk
lebih jelasnya Struktur Organisasi Pengelolaan Objek Wisata Gua Tiangko dapat
dilihat dibawah ini :
Struktur Organisasi Pengelolaan Objek Wisata Gua Tiangko
Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin Provinsi Jambi[47]
Pelindung & Penasehat M. Rozali Pelaksana Harian Pilman Wakil Pelaksana Harian Arman Juli Bendahara Heriyanti Rozali Seksi Kemamanan dan
Parkir 1.
Buyung 2.
M. Rio Naldy 3. Samsul Kurniawan 4. Akmal Seksi Penjaga Pos /
Karcis 1.
Andri 2.
M. Munif 3.
Rin Ardiani 4.
Sukri Amin Seksi Pemandu Wisata 1.
Agus Tiyono 2.
Rosdalisa 3.
Ramdoni 4.
Ainun Safitrino Tokoh Masyarakat Anggota
1. Jumadi 2. Matnuddin
3. Faisal
4. Haidir
B. Temuan Khusus
1. Faktor
Yang Melatarbelakangi Pengembangan Parawisata Gua Tiangko Dalam Pemberdayaan
Ekonomi syariah Di Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin Jambi
Goa
Tiangko menjadi salah satu goa yang ada di Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau
Kabupaten Merangin yang cukup sering dikunjungi para pecinta wisata susur goa.
Selain memiliki berbagai ornamen cantik berupa batuan, stalaktit dan stalakmit,
goa ini juga sering dijadikan tempat penelitian peradaban purbakala. Goa yang
terletak didalam kawasan hutan dan mendaki Bukit Batu Bulan dengan waktu tempuh
hanya beberapa menit saja dari pos jaga petugas pengelola. Goa ini merupakan
goa alam yang terbentuk secara alami melalui proses alamiah sejak ratusan tahun
silam dan di perkirakan pernah dijadikan tempat tinggal manusia pada masa zaman
purbakala. Kesejukan udara di kawasan Goa dengan pemandangan alam yang indah
membuat pengunjung merasakan kedamaian yang berbeda dari tempat lainnya.
Keberadan
Gua Tiangko ini merupakan salah satu sumber pemasukan ekonomi bagi masyarakat
setempat, dimana adanya karcis masuk, biaya parkir dan pemandu yang siap
mengatarkan wisatawan mengelilingi objek wisata gua Tiangko serta adanya warung
jualan makanan yang siap memanjakan para wisatawan, selain itu Keindahan alam
gua Tiangko menjadikan objek wisata tersendiri bagi penikmat turis yang ingin
berkunjung di gua Tiangko.
Hasil
temuan lapangan penulis di objek wisata gua Tiangko menemukan bahwa goa ini
sangat unik dimana didalamnya terdiri dari pasir putih berbatu-batu dengan langit-langit
dihiasi sarang burung walet dan kelelawar yang bergantungan, keindahan dalam
goa ini adalah karena adanya hiasan yang terdiri dari susunan batu kapiler yang
berbentuk stalaktit dan stalakmit dengan hiasan ornamen alam yang mengagumkan[48]
Pada
kesemapatn itu penulis juga mewawancarai penulis dengan Bapak Pilman selaku
pelasana harian pengelolaan objek wisata gua Tiangko beliua mengatakan :
“Keberadaan gua Tiangko ini
merupakan salah satu sumber pemasukkan ekonomi bagi kami masyarakat desa Tiangko,
dimana adanya karcis masuk dan biaya parkir bagi pengunjung di objek wisata ini
merupakan pendapatan asli desa kami. Disamping itu juga adanya masyarakat juga
menjual berbagai makanan dan minuman disekitar objek wisata juga pemasukan bagi
ekonomi bagi warga kami”[49]
Dari hasil obervasi dan wawancara
penulis diatas sangatlah jelas bahwa fakto yang melatarbelakangi objek wisata
gua Tiangko ini adalah, dimana gua Tiangko ini salah satu goa yang ada di Desa
Tiangko yang memiliki berbagai ornamen cantik berupa batuan, stalaktit dan
stalakmit sehingga keberadaanya menajdi sumber ekonomi bagi masyarakat setempat
sebagai pendapata asli bagi desa setemapat.
Pada kesempatan itu penulis juga
menemukan sumber data pemasukkan karcis dan parkir objek wisata gua Tiangko
rata-rata perhari, sesuai dengan apa yang ditemukan di lapangan. Berikut data
sumber pemasukan karcis dan parkir objek wisata gua Tiangko[50].
No |
Jenis Data |
Biaya |
Pendapatan |
1 |
Karcis |
Rp. 5000,- |
Rp. 300.000,- s/d Rp. 400.000,- |
2 |
Parkir |
Rp. 2000,- |
Rp. 150.00,- s/d Rp. 200.000,- |
Wawancara penulis dengan Ibu
Juwariyah salah satu pedangan yang berjualan disekitar obejk witasa gua Tiangko
beliau mengatakan:
“Alhamdulullah kami dapat
membuka warung kecil untuk berjualan di sekaitar objek wisata ini, kami dapat
berjualan makanan dan minuman yang siap untuk memenuhi kebutuhan pengunjung,
selalin menjual makanan ringan, kami juga menjual makanan khas daerah kami
yaitu dodol (galamai), buah-buahan jika pada musimnya, seperti durian dan duku.
Dengan keberadaan wisata yang datang membeli alhamdulillah menjadi sumber
rezeki tersendiri bagi kami khususnya bagi warga desa Tiangko”[51]
Pada kesemapatan lain, penulis juga
mewawancarai Ibu Rita selaku pedagang yang berjualan disekitar obejk witasa gua
Tiangko beliau mengatakan:
“Meskipun pendapatan kami tidak
begitu banyak dari hasil jualan di sekitar objek wisata ini, namun kami sangat
bersykur bahwa adanya objek wisata gua ini dapat menambah pemasukkan ekonomi
bagi kami. Karena objek wisata ini hanya ramai pada hari libur saja, pada
hari-hari lain pendapatan kami sangatlah rendah”.[52]
Disamping itu juga keunikan Goa Tiangko
ini adalah karena bercirikan fenomena di permukaan (ekokarst) dan bawah
permukaan (endokarst). Beberapa tempat wisata di kawasan karst Kabupaten
Merangin yang banyak dikunjungi wisatawan antara lain: terdapat 6 Gua yang
berpotensi hunian yaitu Gua Tiangko
Panjang, Gua Ulu Tiangko, Gua Reben, Gua Dalam, Gua Muara Panco dan Ceruk Muara Panco[53].
a. Gua Tiangko Terbentuk Secara Alami
Salah
satu faktor yang melatarbelakangi gua tiangko ini adalah dimana
gua Tiangko ini terbentuk secara alami, dimana keindahan Goa cukup menarik
untuk dinikmati, didalam Goa banyak terdapat burung wallet dan kelelawar
bergelantungan, goa yang berpasir putih dengan dinding batu alam membentuk
lukisan batu yang alami dan indah, suhu udara goa terasa sejuk dan lembab,
pengunjung dapat menikmati pemandangan goa sambil menikmati bekal makanan yang
tentunya di bawa sendiri, pengunjung dilarang merusak atau mengotori kawasan
lingkungan Goa, maka jagalah kelestarian dan kebersihan alam agar keindahannya
selalu terjaga.[54]
Hasil
wawancara penulis dengan Andri selaku penjaga pos dan karicis masuk gua Tiangko
mengatakan :
“Keunikan pada gua Tiangko ini
adalah dimana gua ini terbentuk secara alami, keindahan Goa sangat menarik
untuk dinikmati banyak terdapat burung wallet dan kelelawar bergelantungan, goa
yang berpasir putih dengan dinding batu alam membentuk lukisan batu yang alami
dan indah, suhu udara goa terasa sejuk dan lembab disamping itu juga bebatuan
yang dominan dengan gaya dan bentuk yang berbeda-beda bahkan ada yang
menyerupai gorden dan dihiasi dengan butiran air yang berkilau”.[55]
Dari hasil wawancara diatas dapatlah
dipahami bahwa gua Tiangko ini memliki keunikan tersediri bagi pelancong yang
ingin melihat dan beriwisata di gua Tiangko ini.
Pada sisi lain penulis juga mewawancarai
Agus Tiyono selaku pemandu objek wisata gua Tianko mengatakan:
“Kami selalu siap mengatarkan
wisatawan yang ingin mengelilingin objek wisata gua Tiangko ini, karena
keberadaan gua ini dalam hutan, bagi wisatawan yang baru datang kesisini banyak
yang meminta kami untuk memandu masuk kedalam gua, biaya yang kami pungut
sesuai dengan aturan desa yaitu 20.000,- setiap rombongan wisatawan, dan dari
sini kami mendapatkan pemasukkan tersendiri bagi kami yang memandu wiasatasan
masuk ke dalam gua”[56]
Dari hasil wawancara diatas dapatlah
dipahami bahwa salah satu faktor yang melatarbelakangi pengembangan parawisata
gua tiangko dalam pemberdayaan ekonomi syariah adalah adanya pemasukan ekonomi
tersendiri bagi masyarakat sekitar yaitu ada yang sebagai pemadu wisata, ada
pula penjaga pos dan karcis dan adapula yang membuka warung makanan.
b. Gua Tiangko Unik.
Observasi
penulis di Gua Tiangko, penulis menemukan bahwa gua ini mempunyai
keunikan tersendiri. Berwisata ke sana, akan mendapatkan tambahan pengetahuan
sejarah tentang kehidupan zaman purbakala yang ada di Jambi. Disamping itu
wisatawan juga harus menyiapkan mental. Pasalnya menuju ke gua ini harus siap
mendaki Bukit Batu Bulan yang berada di dalam hutan sejauh satu jam perjalanan
keindahan gua akan membuat letih selama perjalanan lenyap seketika.[57]
Hasil
wawancara penulis dengan M. Munif selaku penjaga pos objek wiasata gua Tiangko
mengatakan :
“Pengunjung yang datang ke Gua
Tiangko ini bermacam daerah, ada yang datang dari kota bangko, adapula yang
datang dari jambi bahkan dari propinsi lain, ketika mereka datang kesini kami
mengajurkan agar masuk ke gua Tiangko untuk membawa pemandu karena dikhwatirkan
sesat didalam gua, oleh karenanya disamping mereka membayar karcis masuk,
mereka juga membayar upah pemandu”.[58]
Wawancara
penulis diatas dapatlah dipahami bahwa keberadaan objek wisata gua Tiangko ini
merupakan salah satu sumber pemasukkan ekonomi syariah setempat, baik itu
sebagai penjaga pos dan karcis mapun pemandu dan parkir serta adanya warung
makana yang siap memanjakan para wisatawan yang datang.
2.
Pengembangan
Wisata Gua Tiangko Dalam Pemberdayaan Ekonomi syariah Di Desa Tiangko Kecamatan
Sungai Manau Kabupaten Merangin Jambi
Ketersediaan
fasilitas pendukung sangat penting untuk menunjang dan memenuhi kebutuhan
wisatawan, sehingga ketersediaan fasilitas pendukung ini perlu di Identifikasi
untuk mengetahui karakteristik ketersediaan fasilitas pendukung pada kawasan
wisata.
Demikian
hal nya ketersediaan moda angkutan dan sarana transportasi, tempat ibadah
dilokasi wisata serta rumah penginapan bagi pengunjung yang datag jauh dari
luar daerah sangat penting untuk menunjang dan memenuhi kebutuhan wisatawan
baik menuju lokasi wisata, maupun tempat tinggal penginapan sehingga
ketersediaan moda angkutan dan sarana transportasi ini perlu di identifikasi
untuk mengetahui karakteristik ketersediaan moda angkutan dan sarana
transportasi pada kawasan wisata.
Observasi
penulis di lapangan menemukan bahwa pengelolaan objek wisata gua Tiangko dalam
pengembangan Gua Tiangko ini merupakan swadaya pengelolaan dari masyarakat
setempat yang dibentuk pengurus pengelolaan objek wisata gua Tiangko.
Pengelolaan objek wiasata ini dikelola oleh pengurus yang dibentuk dari
masyarakat setempat, begitu juga soal keamanan pengunjung serta kebersihan dan
kenyamanannya masih di pegang penuh oleh masyarakat.[59]
Pengembangan wisata Gua Tiangko dalam
proses perencanaan pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan kunjungan
wisatawan memang sangat diperlukan tanpa menyampingkan nilai social budaya yang
ada pada masyarakat setempat. Program kedepan, kita akan ada upaya perbaikan
infrastruktur iya, soal standar keselamatan, terus pengembangan apa ya kearifan
lokalnya, mulai dari seni budayanya, makanan tradisional nya, atraksi budayanya
terus apa ya kita punya rencana untuk menambah atraksi lain misalnya outbond
atau jenis-jenis wisata minat khusus bahwa secara teknis kita akan kesana
Hasil wawancara
penulis dengan bapak M. Rozali beliau mengaakan :
“Pengelolaan objek wisata gua Tiangko ini dibentuk beberapa pengurus yang
nantinya mereka dapat menjalankan tugas masing-masing, ada pengurus harian, ada
petugas penjaga karcis, ada pula tukang parkir dan keamanan serta pemandu
wisatawan. Dengan adanya pengurus pengelolaan objek wisata ini diharapkan dapat
mengembangkan potensi yang ada di kawasan obje wisata gua Tiangko”.[60]
Pengembangan
wisata diarahkan pada kegiatan wisata yang bertujuan untuk memperbaiki
kerusakan lingkungan seperti kondisi semula atau sesuai dengan fungsi dan
manfaatnya.
Pengembangan
wisata gua Tiangko juga mengajak semua pihak yang terkait untuk turut serta
berperan aktif dalam melestarikan sumberdaya alam di kawasan tersebut, sehingga
kegiatan wisata dapat terus dilakukan dengan tetap menggunakan sumberdaya alam
tanpa merusak dan manfaatnya dapat dirasakan oleh generasi saat ini dan di masa
mendatang.
Lebih
lanjut penulis mewawancarai bapak Jumadi selaku pengurus pengelolaan objek
wisata gua Tiangko beliau mengatakan :
“Dalam
pengembangan wisata gua Tiangko ini ada beberap hal yang kami perhatikan
diantaranya adalah; Perbaikan dan penataan lingkungan, Pemanfaatan sumberdaya
alam secara berkelanjutan, Dukungan terhadap perekonomian lokal. sehingga kesejahteraan
masyarakat sekitar meningkat. Program-program dalam kegiatan wisata juga
diarahkan pada usaha perbaikan kualitas lingkungan, rumah ibadah dan sekolah” [61]
Dengan
dikembangkannya suatu destinasi wisata dapat memberikan dampak bagi masyarakat
sekitar seperti meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah, serta
pengembangan pariwisata berpengaruh positif pada perluasan peluang tenaga usaha
dan kerja.
Peningkatan
pendapatan masyarakat dari pengembangan dan pengelolaan objek wisata gua
Tiangko seperti pemasukan uang karcis, parkir dan pemandu serta adanya pedagang
yang berjualan makan dan minum di sekitar objek wisata, jasa angkutan dan
seabagainya, semua itu dapat mendorong peningkatan dan pertumbuhan dibidang
ekonomi masyarakat setempat. Selain itu para pengelola objek wisata merupakan
warga setempat juga ambil andil dalam memperdayakan pekerja bagi masyarakat
setempat.
Salah
satu dari khas pariwisata adalah sifatnya yang tergantung dan terikat dengan
bidang pembangunan sektor lainnya. Dengan demikian, berkembangnya
kepariwisataan akan mendorong peningkatan dan pertumbuhan bidang pembangunan
lainnya diantaranya.
Pembangunan
di sektor kepariwisataan perlu ditingkatkan dengan cara mengembangkan dan
mendayaguna sumber-sumber serta potensi kepariwisataan
nasional maupun daerah, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan
lapangan pekerjaan terutama bagi masyarakat setempat seperti membuka warung
makanan dan minuman, baik itu menjual makanan tradisional maupun makanan pokok
harian.
Wawancara
penulis dengan bapak Matnuddin beliau mengatakan :
“Masyarakat desa Tiangko
memperoleh penghasilan dari usaha milik sendiri. Usaha yang dilakukan
masyarakat disini yaitu membuka warung makanan dan minuman untuk para wisatawan
yang datang, karena wisatawan pasti membutuhkan makanan dan minuman, karena
tidak semua wisatawan membawa makan dan minuman dari luar. Kemudian usaha yang
dilakukan masyarakat lainnya yaitu membuka area spot untuk wisatawan berphoto,
atau mengabadikan moment ketika datang ke objek wisata gua Tiangko”[62]
Dari wawancara diatas, penulis juga
menemukan data dari hasil penjual makanan dari pedagang warung tempat wisata
gua Tiangko sebagai berikut :[63]
No |
Nama |
Pendapatan Hari Libur |
Pendapatan Hari Biasa |
1 |
Juwariyah |
Rp. 300.000,- |
Rp. 150.000,- |
2 |
Rita |
Rp. 400.000,- |
Rp. 200.000,- |
3 |
Suhadi |
Rp. 450.000,- |
Rp. 250.000,- |
Adanya tempat wisata gua
Tiangko secara tidak langsung memberi kesempatan
peluang pendapatan masyarakat setempat untuk berwirausaha, dan dapat menciptakan peluang
kerja
khususnya pada masyarakat yang berada di sekitar gua Tiangko yang belum memiliki pekerjaan.
Usaha pengembangan objek wisata gua Tiangko dikembangkan oleh swadaya masyarakat baik secara pengelolaan lahan, dan penyettingan tempat-tempat yang menarik. Usaha yang diterapkan terus dilakukan dengan pembaharuan dari tempat-tempat
yang ada di gua Tiangko dan berinovasi dengan perkembangan zaman.
Berdasarkan
hasil wawancara penulis dengan bapak Suhadi mengenai usaha dalam perkembangan
objek wisata yaitu menuturkan
“Melihat dari pengunjung yang datang maka kami merasa sangat
senang karena banyak mereka yang membeli makanan dan minuman di warung kami,
kami pun menjual makanan khas daerah kami yaitu galamai, disamping itu juga
jika musim buah-buahan kami menjual duku dan durian yang sangat terkenal di
daerah kami”.[64]
Usaha
pengembangan objek wisata secara lansung memberikan lapangan pekerjaan baik bagi
masyarakat yang berjualan disekitar objek wisata maupun bagi pemuda-pemuda yang
belum memiliki pengasilan dengan bergabung mengelola tempat wisata gua Tiangko
karna dari masyarakat setempat juga sangat mendukung adanya tempat gua Tiangko
tersebut.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat
dipahami bahwa dalam usaha perkembangan objek wisata gua Tiangko masih terus
berjalan dengan cara menambah wahana yang menarik selalui mengevaluasi tempat
tempat foto yang pengunjung gemari meski kendala yang dihadapi masih ada
seperti rute jalan yang masih sulit dilalui kendaraan beroda empat.
Dengan demikian, kedatangan wisatawan ke
suatu daerah akan membuka peluang bagi masyarakat tersebut untuk menjadi
pengusaha dagangan, seperti membuka
warung, jasa dan lain lainnya. Peluang usaha tersebut akan
memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk bekerja dan sekaligus dapat
menambah pendapatan untuk menunjang kehidupan rumah tangganya.
Hasil wawancara penulis dengan Andri
selaku pengelola karcis masuk gua Tiangko mengatakan :
“Dengan hadirnya
kami
pengelola pihak
swasta terhadap pariwisata disini memberikan banyak peluang
kerja bagi masyarakat
sekitar. Semua
para
karyawan disini adalah
masyarakat asli Desa
Tiangko, kami juga
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
berdagang makanan atau membuka kios-kios souvenir
dilingkungan wisata
yang kami kelola”.[65]
Dari
hasil wawancara diatas dapatlah dipahami bahwa dengan adanya objek wisata gua
Tiangko, masyarakat dapat membuka kios atau warung makanan yang menjual makanan
disekitar objek wisata. Begitu juga dengan keberadaan Gua Tiangko ini sudah cukup membantu perekonomian
masyarakat sekitar.
Selanjutnya penulis sempat bertanya kepada M.
Rozali sebagai penanggung jawab pengelola wisata gua Tiangko mengenai
pemberdayaan ekonomi syariah, beliaupun menjawab sebagai berikut:
“Disini
kami pihak perangkat Desa sangat mendukung dalam program pemberdayaan ekonomi
syariah salah satunya yaitu kami memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat
Desa Tiangko, baik itu sebagai penjaga pos, tukang parkir, pemandu, dan bahkan
membuka warung makanan disekitar objek wisata”.[66]
Dalam
pengembangan objek wisata gua Tiangko serta peningkatan sarana dan prasarana
yang memadai agar dapat mendukung kelancaran pariwisata. Sarana dan prasarana
pada objek wisata ini merupakan swadaya masyarakat serta pemerintah Desa
Tiangko.
Peran serta masyarakat yang dapat
diperoleh dari pengembangan daya tarik wisata gua Tiangko baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui terbukanya kesempatan kerja dan usaha jasa wisata
yang ada pada akhirnya akan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.
Manfaat yang dirasakan masyarakat
terhadap pengembangan kepariwisataan akan menggugah keterlibatan masyarakat
sehingga mereka mau ikut berperan didalamnya, baik secara aktif maupun pasif.
Pengembangan daya tarik wisata diharapkan memberikan dampak positif terhadap
peningkatan perekonomian masyarakat setempat.
Observasi penulis dilapangan menemukan
bahwa dalam pemberdayaan ekonomi
syariah di objek wisata gua Tiangko sudah dirancang untuk
menciptakan kemajuan kondisi
ekonomi dan sosial bagi seluruh warga masyarakat desa dengan partisipasi aktif dan
sejauh mungkin dalam mencapai tujuan
bersama.
Beberapa pengaruh
kepada masyarakat dalam bidang ekonomi, dengan adanya pengembangan objek wisata
gua Tiangko meliputi: Membuka lapangan kerja, Dibangunnya fasilitas dan
infrastruktur, dan Mendorong seseorang untuk berwirausaha.[67]
Pada
kesempatan itu penulis mewawancarai bapak Pilman beliau mengatakan :
“Adanya perkembangan aktivitas
pariwisata di dalam kawasan mengakibatkan perubahan pada tingkat pendapatan
masyarakat yang cukup signifikan, fasilitas dan infrastruktur yang lebih baik
demi kenyamanan para wisatawan yang juga secara langsung bisa dipergunakan oleh
penduduk lokal. Masjid yang dulunya sepi, sekarang ramai karena banyak
pengunjung yang menggunakannya serta banyaknya pedagang kerajinan, pedagang
makanan, pedagang jasa-jasa lainnya, maupun pemasok bahan makanan dan
lain-lain”[68]
Dari hasil observasi dan wawancara
penulis diatas dapatlah dipahami bahwa aktivitas pariwisata gua Tiangko dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat disekitar dan banyaknya pedagang yang
membuka makanan.
Peningkatan
pendapatan masyarakat dari pengelola pariwisata ataupun yang berdagang
disekitarnya juga dapat membuat struktur ekonomi syariah menjadi lebih baik.
Masyarakat bisa memperbaiki kehidupan dari bekerja di pengelola wisata.
Hasil
wawancara penulis dengan bapak Faisal mengatakan bahwa:
“Dengan memperkerja beberapa warga
disini, mereka merasa terbantu untuk menghasilkan uang tambahan dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari keluarga, dan bukan hanya pekerja atau pengelola yang
mendapat tambahan ekonomi, namun bagi warga sekitar dapat membuka warung,
contohnya yang menjual makanan dan minumuman seperti kopi juga mendapkan
penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhannya”.[69]
Dari hasil
observasi dan wawancara penulis daiatas sangat jelasa bahwa perkembangan
industri pariwisata saat ini yang dapat menyerap tenaga kerja sehingga
menghasilkan pendapatan khususnya masyarakat setempat. Pariwisata menjadi sektor
yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sektor andalan karena sebagai
sebuah industri, dalam perkembangan pembangunan di berbagai sektor pariwisata
bisa dijadikan sebuah industri masa depan yang mampu meningkatkan kualitas
hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.
Berdasarkan
hasil pengamatan di destinasi wisata gua Tiangko maka didapatkan indikator
hukum ekonomi Islam yaitu prinsip kebolehan, prinsip kerelaan, prinsip maslahat
dan mudharat, dan prinsip keadilan
Secara
sederhana, mashlahat bisa diartikan dengan mengambil manfaat dan menolak
kemadaratan atau sesuatu yang mendatangkan kebaikan, keselamatan, faedah atau
guna, bila ternyata aktivitas ekonomi itu dapat mendatangkan maslahat bagi
kehidupan manusia, maka pada saat itu hukumnya boleh dilanjutkan dan, bahkan,
harus dilaksanakan. Namun bila sebaliknya, mendatangkan madharat, maka pada
saat itu pula harus dihentikan.
Perspektif
ekonomi syari’ah terhadap pengembangan parawisata gua Tiangko dalam
pemberdayaan ekonomi syariah di Desa Tiangko adalah sebagai berikut :
a. Prinsip kebolehan dan kemaslahatan
Terbentuknya
wisata gua Tiangko dalam swadaya masyarakat setempat, secara pengelolaan dan
pegembangan tentunya dibawah naungan kepala desa, namun dalam persoalan
muamalah tidak ada larangan. Prinsip kebolehan disini ialah dimana masyarakat
setempat boleh melalukan aktivitas disekitar objek wisata gua Tiangko, seperti
membuka warung untuk jaualan, atau yang menjadi pengelola dan bahkan pemandu
sekalipun.
Demikian juga
wisata dalam konteks Islam diperbolehkan sepanjang tidak keluar dari aturan
yang ditetapkan oleh Allah SWT. Wisata halal merupakan sebuah alternatif wisata
yang tidak hanya bersifat menghibur tetapi juga memiliki esensi mendekatkan
diri kepada Allah SWT dalam berusaha untuk memeuhi kebutuhan hidup.
Wawancara
penulis dengan bapak Haidir mengatakan :
“Masyarakat yang berjualan atau
berdagang disekitar objek wisata gua Tiangko harus menjual makanan dan minuman
yang halal, hal ini sudah menjadi “Kesepakatan dengan tokoh masyarakat dan
pegawai sayara’ bahwa siapun yang membuka warung harus menjual makan dan
minuman yang halal, tidak diperbolehkan menjual minuman alkohol, jika terdapat
ada masyarakat yang menjual makanan dan minuman yang diharamkan syariat Islam,
kami tidak segan-segan menutup warung mereka”.[70]
Dari hasil wawancara
penulis diatas, jelaslah bahwa perangkat desa dan tokoh masyarakat tidak
melarang warganya berjualan di sekitar objek wisata asalkan sesuai dengan
aturan syariat Islam, sehingga prinsip kebolehan dan kemaslahatan sangat
terjaga di isata gua Tiangko.
Begitu juga dengan kemashlahatan dengan mengambil manfaat dan menolak
kemadaratan atau sesuatu yang mendatangkan kebaikan, namun bila ternyata
aktivitas ekonomi itu dapat mendatangkan maslahat bagi kehidupan manusia, maka
pada saat itu hukumnya boleh dilanjutkan dan, bahkan, harus dilaksanakan. Namun
bila sebaliknya, mendatangkan madharat, maka pada saat itu pula harus
dihentikan.
Apabila dilihat dari prinsip
maslahatnya terbentuknya destinasi wisata gua Tiangko dapat mendatangkan
manfaat, bukan hanya wisatan yang mendapatkan manfaat dengan berlibur ke tempat
itu akan tetapi, masyarakat setempat pun mendapatkan manfaat karena dengan
terbentuknya gua Tiangko dapat menyerap tenaga kerja sehingga mengurangi
tingkat pengangguran.
Wawancara
penulis dengan bapak M. Rozali mengatakan :
“Tujuan ekonomi di wisata gua Tiangko ini sama halnya dengan tujuan dalam
sistem dagang syariat Islam, yaitu segala aturan yang telah ditetapkan oleh
tokoh masyarakat dan aturan syariat Islam. Dalam sistem Islam mengarah pada
tercapainya kebaikan, kemaslahatan. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya
adalah membantu manusia mencapai kemenangan baik di dunia maupun di akhirat”.[71]
Pada sisi lain
hasil obervasi penulis dilapangan, penulis menemukan bahkan prinsip terbukanya
objek wisata gua Tiangko sama halnya pada prinsip dan ketentuan pariwisata
syariah dan aspek-aspek yang menunjang pariwisata syariah, maka dapat dikatakan
bahwa secara umum objek wisata Gua Tiangko sudah sesuai dengan prinsip dan
ketentuan pariwisata syariah serta
memenuhi aspek-aspek dalam pariwisata syariah.
Adapun aspek-aspek yang menunjang pengembangan pariwisata
dalam pandangan ekonomi Islam yaitu lokasi, konsumsi, transportasi dan
penginapan yang diatur oleh hukum adat setempat berdasarkan syariat Islam.[72]
Wawasncara
penulis dengan Samsul Kurniawan selaku keamanan dan perkir di gua Tiangko
mengatakan :
“Objek wisata Gua Tiangko tersus
memenuhi aspek-aspek syariah seperti adanya pemisah antara tempat duduk
laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim, pihak pengelola memperhatikan
keamanan dan kenyamanan wisatawan. Kemudian khusus di kawasan objek wisata Gua
Tiangko sudah memiliki tempat penginapan berbasis syariah, meskipun penginapan
di daerah Gua Tiangko bukan kategori hotel, namun tetap memperhatikan kebutuhan
religi pengunjung, seperti menyediakan tempat untuk bersuci dan beribadah,
menyediakan makanan dan minuman yang halal, serta menjaga kebersihan
lingkungan”.[73]
Objek wisata Gua Tiangko sudah memberikan beberapa program dan sosialisasi
agar masyarakat sekitar khususnya Desa Tiangko dapat ikut andil dalam
pengembangan pariwisata seperti melaksanakan PLS (Pendidikan Luar Sekolah),
pelatihan-pelatihan, diskusi-diskusi, sosialisasi mengenai pengembangan
pariwisata, menyediakan tempat untuk masyarakat yang ingin membuka usaha di
kawasan wisata Gua Tiangko dan sebagainya.
Adanya hubungan erat antara ekonomi dengan hukum sehingga sering disebut
hukum ekonomi. Hukum ekonomi merupakan keseluruhan kaidah hukum yang mengatur
dan mempengaruhi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan dan kehidupan
perekonomian.
Begitu juga dengan ekonomi Islam adalah seperangkat
aturan atau norma yang menjadi pedoman baik oleh perorangan atau badan hukum
dalam melaksanakan kegiatan ekonomi yang bersifat privat maupun publik
berdasarkan prinsip syariah Islam.
Keberadaan objek wisata gua Tiangko di
tengah msayarakat yang masyoritas penduduknya muslim tentunya harus berlaku
adil, dimana adanya peluang membuka bisnis atau sesuatu yang mendatang pundi
rupiah tentu pihak desa bisa berlaku adil bagi masyarakat setempat, baik itu
yang bekerja sebagai pengelola objek wisata maupun warga yang berdagang
disekitar.
Prinsip keadilan dalam aktivitas ekonomi
disini ialah berupa aturan prinsip interaksi maupun transaksi yang melarang
adanya unsur gharar, maysir, haram dan zalim.
Hasil wawancara penulis dengan bapak M.
Rozali beliau mengatakan :
“Kalau masalah
keadilan dalam bertransaksi mudah-mudahan kita terhindar dari transaksi yang
dilarang dalam Islam, karena kita tahu bahwa penipuan, judi, melakukan sesuatu
yang haram, zalim itu tidak baik dan dapat merugikan individu, sehingga kami
dalam mengelola wisata gua Tiangko ini tidak membentuk sesuatu yang mengarah
kepada perjudian, penipuan, sesuatu yang bersifat haram dan zalim”.[74]
Dari hasil wawancara diatas
dapat diketahui bahwa dalam pengelolaan objek wiasata gua Tiangko, dimaa masyarakat
diajurkan untuk menghindari sesuatu yang dapat merugikan individu maupun orang
lain.
Dengan demikian pemberdayaan ekonomi
masyarakat adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat yang dengan
secara swadaya mengelolah sumberdaya apapun yang dapat dikuasainya, dan
ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya. Upaya
pembangunan ekonomi masyarakat mengarah pada perubahan struktur yaitu
memperkuat kedudukan dan peran ekonomi rakyat dalam perekonomian nasional.
Demikian juga hal nya dalam pengelolaan objek wisata gua Tiangko merupakan
suatu pengembangan ekonomi melalui jasa.
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan lapangan di
objek wisata gua Tiangko pada bab Pembahasan maka dapatlah diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1.
Faktor
yang melatarbelakangi pengembangan parawisata gua Tiangko dalam pemberdayaan
ekonomi masyarakat di Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin
Jambi diantaranya adalah a). Gua Tiangko Terbentuk Secara Alami, b). Gua
Tiangko Unik.
2.
Pengembangan
wisata gua tiangko dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat di Desa Tiangko
Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin Jambi diataranya adalah a). Menjual
Makan Tradisional b) Peningkatan Ekonomi.
3.
Adapun
perspektif ekonomi syari’ah terhadap pengembangan parawisata gua Tiangko dalam
pemberdayaan ekonomi masyarakat di Desa Tiangko Kecamatan Sungai Manau
Kabupaten Merangin Jambi adalah a) Prinsip kebolehan dan kemaslahatan b). Prinsip Keadilan.
B. Saran
Saran ini penulis tujukan
kepada pihak-pihak terkait dalam pengelolaan objek wisata gua Tiangko sebagai
berikut :
1. Kepada pihak pengelola objek wisata gua Tiangko hendaklah dapat
meningkatkan pelayanan bagi wisatawan yang datang, sehingga mereka merasa
nyaman dan diperhatikan.
2. Kepada Warga setempat hendaklah saling mendukung dalam pengembangan
objek wisata Gua Tiangko ini sehingga dapat mendatang pundi-pundi rupiah dengan
adanya wisatawan yang datang ke objek wisata ini.
3. Kepada pedagang makan dan minuman, hendaklah menjual
sesuatu yang halal serta mengutamakan kemaslahatan pengunjung hingga akhirnya
pengunjung merasa dihargai.
C. Kata Penutup
Alhamdulilah
berkat hidayah dan taufiqnya dari Allah SWT sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiyah ini, meskipun disana-sisni masih terdapat banyak
kekurangan, baik dari segi pemaparan maupun penulisan. Oleh karenya kritik dan
saran dari semua pihak penulis sangat berharap untuk kesempurnaan karya ilmiyah
ini. Akhirnya kepada Allah-lah penulis serahkan semuanya, semoga ada manfaatnya
bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umum.
Jambi, 15 Desember 2021
Penulis,
APRIANDI
NIM: 501171521
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahannya, 2013, Jakarta:
Toha Putra
Adib Susilo, "Model Penguatan
Daerah Berwawasan Islam", Buku Harian Aspek Keuangan Syariah, Vol. 1,
No. 2, Gontor: Agustus 2012
Andi Haris, Memahami Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat
Melalui Pemanfaatan Media”,
Jurnal, Vol. 8, No. 2, Makasar: 2014”
Andi Maya Purnamasari, Pengembangan Masyarakat Untuk
Pariwisata Di Kampung Wisata Toddabojo Provinsi Sulawesi Selatan Jakarta
Selatan : 2011”
Ardi
Wiranata, “Peran PT. Harapan Sawit
Sejahtera dalam rangka pemberdayaan
masyarakat Desa Modang Kecamatan Kuaro Kabupaten Paser”, Jurnal Ilmu
Pemerintahan, Vol. 3, No.4, Samarinda: 2015
Asti Oktari, Pengaruh Tingkat Investasi dan Belanja Pemerintah Terhadap Produk Domestik Regional Bruto”,
Skripsi: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
IAIN Raden Intan Lampung, 2016
Bungaran Antonius Simanjuntak, et. al.
Sejarah Pariwisata Menuju Perkembangan Pariwisata Indonesia,
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
2017
Darto, Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Pengembangan Desa Wisata”,
Majalah Ilmiah UNIKOM, Vol. 15, No. 1, Jawa Barat: Universitas Padjadjaran”
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung: PT. Refika Adinata, 2009
Emita Devi Hari Putri “Pengembangan Desa Wisata Sidoakur dalam
Upaya Pemberdayaan Masyarakat
Sidokarto Godean, Sleman”, Jurnal Media
Wisata, Vol. 14, No. 2, Yogyakarta: 2016
Fahadil Amin Al Hasan, “Penyelenggara Pariwisata Halal di Indonesia”, Jurnal Ilmu Syariah
dan Hukum, Vol. 2, No. 1, Surakarta: 2017+
Gerai Info, Mendulang
Devisa melalui Pariwisata, Jakarta: Departemen Komonikasi Bank Indonesia,
2018
Halimatusa’diah. “Teori dan Perspektif Dalam Penelitian Ilmu Komunikasi”, Jurnal
Perspektif dalam Komunikasi, Vol. 5, No. 2, Jakarta: Maret 2014
http://desa tiangkoraya.blogspot.com/2020/10/matnudin.html
I Gusti Bagus Rai Utama, Pengantar Industri Pariwisata dan
Hospitalitas, Bali:
Ida Bagus Wyasa Putra, dkk, Hukum Bisnis Pariwisata
Bandung, PT Refika Aditama, 2003
Isnaini Harahap, Ekonomi Pembangunan Pendekatan Transdisipliner, Medan: FEBI UIN-SU
Press, 2018
Kete, Surya Cipta Ramadhan. Pengelolaan Ekowisata Berbasis Goa: Wisata Alam Goa Pindul.
Yogyakarta: Deepublish, 2016
Kodhyat, Sejarah Pariwisata Dan Perkembangannya di
Indonesia. Jakarta: Rasindo, 1996
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999
Muhammad Arif, Filsafat Ekonomi Syariah, Medan: FEBI UIN-SU Press, 2018
Muhammad Zulfikar, Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Disekitar Obyekwisata
Tamannasional Bukit Barisan Selatan, Universitas Lampung, 2016
Munawar Noor, “Pemberdayaan Masyarakat”, Jurnal Ilmiah Civis, Vol. 1, No. 2, Jakarta:
Juli 2015
Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,
2008
Rahman Mulyawan, Masyarakat, Wilayah dan pembangunan, Sumedang: UNPAD Press, 2016
Ravik Karsidi, “Pemberdayaan Masyrakat untuk Usaha Kecil dan Mikro”, Jurnal
Penyuluhan, Vol. 3, No. 2, Surakarta Jawa Tengah: 2007
Rozalinda, Ekonomi Syariah, Depok: PT. Raja Grafindo Persada, 2017
Sanafiah Faisal. Penelitian Kualitatif Dasar-dasar
Aplikasi, Malang: Yayasan Asah Asih Asuh, 1990
Soekadijo, Anatomi Pariwisata. Jakarta: Gramedia
Pusaka Utama, 1997
Spillane J. James, Pariwisata Indonesia Sejarahdan
Prospeknya, Yogyakarta, Kanisius, 1987
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif. Kualitatif dan R&D. Bandung
Alfabeta, 2015
Sujali, Geografi Pariwisata dan Kepariwisataan.
Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta. 1989
Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009,
Bab II, Pasal 4 Universitas Dhyana
Pura, 2016
Yoeti, Oka A, Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata.
Pradnya. Paramita: Jakarta. 2008
[1] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, 2013,
Jakarta : Toha Putra
[2] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, 2013,
Jakarta : Toha Putra
[4]
Adib Susilo, ‘Model Penguatan Daerah Berwawasan Islam’,
Buku Harian Aspek Keuangan Syariah, Vol. 1, No. 2, Gontor: Agustus 2012, h.201
[6] Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan
[7] Olivia CH Latuconsina, Strategi Pembiayaan Terhadap Pengembangan
Pariwisata Berbasis Masyarakat Di Kota Ambon, Jurnal Manajemen Pembangunan
Daerah, Volume 5 Nomor 2, Oktober 2013. H.65
[8] Yoeti, Oka A, Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata.
(Pradnya. Paramita: Jakarta. 2008). h. 151
[9] Yoeti, Oka A, Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata.
(Pradnya. Paramita: Jakarta. 2008). h.
29-31
[10] Yoeti, Oka A, Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata.
(Pradnya. Paramita: Jakarta. 2008). h. 48
[11] Rangkuti, Freddy. 2006. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus
Bisnis. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama). h.3
[12] Purnomo Hari Setiawan, Zulkeiflimansyah. 2007. Manajemen
Strategi, (Jakarta: Lembaga Penerbit). h.14
[13] Rangkuti, Freddy. 2006. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus
Bisnis. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama). h.18
[14] I Gede Pitana., & Putu G, Gayatri. (2005). Sosiologi
Pariwisata. Yogyakarta: CV Andi Offset). h.99
[15] Suwantoro, Gamal, Dasar Dasar Pariwisata. Yogyakarta,
1997). h.23-24
[16] Munawar Noor, “Pemberdayaan
Masyarakat”, Jurnal Ilmiah Civis, Vol. 1, No. 2, (Jakarta: Juli 2015), h.
88
[17] Ardi Wiranata, “Peran
PT. Harapan Sawit Sejahtera dalam rangka pemberdayaan masyarakat Desa Modang Kecamatan Kuaro Kabupaten Paser”, Jurnal
Ilmu Pemerintahan, Vol. 3, No.4,
(Samarinda: 2015), h. 1540.
[18] Emita Devi Hari Putri, “Pengembangan Desa Wisata Sidoakur dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat Sidokarto Godean, Sleman”, Jurnal Media
Wisata, Vol. 14, No. 2, (Yogyakarta:
2016), h. 506.
[19] Adib Susilo, “Model
Pemberdayaan Masyarakat Perspektif Islam”, Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 1,
No. 2, (Gontor: Agustus, 2016), h. 195.
[20] Anonim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional, 2008;
300
[21] Kusnadi, (2005). Pendidikan Keaksaraan. Filosofi, Strategi,
Implementasi. Jakarta : Direktorat Pendidikan Masyarakat, hal. 249
[22] Kusnadi, (2005). Ibid, hal. 220
[23] Rahman Mulyawan, Masyarakat,
Wilayah dan pembangunan, (Sumedang: UNPAD Press, 2016), h.69.
[24] Ravik Karsidi, “Pemberdayaan
Masyrakat untuk Usaha Kecil dan Mikro”, Jurnal Penyuluhan, Vol. 3, No. 2,
(Surakarta Jawa Tengah: 2007), h.137-138.
[25] Tengku Hasby Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqih Mu’amalah
(Semarang: Pustaka Rizki Putra,1997), hlm. 26.
[26] Muhammad Rawwas Qal‟ahji, Ensiklopedi Fiqh Umar Bin Khatab
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999) hlm. 177
[27] Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah Di Indonesia
Edisi 3, Jakarta: Salemba Empat, 2013, h. 228
[28] Rachmat Syafi’i, Fiqh Muamalah, Bandung: CV Pustaka Setia,
2001, h. 121-122.
[29] Fatwa DSN NO.09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah.
Lihat dalam Himpunan Fatwa DSN untuk Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Pertama,
DSN-MUI, BI, 2001, h. 55.
[30] Bungaran Antonius Simanjuntak, et. al., Sejarah Pariwisata Menuju Perkembangan Pariwisata Indonesia, (Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2017), h. 1-3.
[31] I Gusti Bagus Rai Utama, Pengantar Industri Pariwisata, (Yogyakarta: Deepublish 2014), h. 1.
[32] I Gusti Bagus Rai Utama, Pengantar
Industri Pariwisata, (Yogyakarta: Deepublish 2014), h. 10-11
[33] Rozalinda, Ekonomi Islam,
(Depok: PT. Raja Grafindo Persada, 2017), h. 2-3.
[34] Menurut Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan.
(Bandung: Alfabeta, 2017)
[35] Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif R&D, Bandung: Alfabeta, 2009,
h.91
[36]Sanafiah Faisal, h.60
[37] Harinaldi, Prinsip-Prinsip Statistik Untuk Teknik
Dan Sains, (Jakarta: Erlangga ,2005), h.2
[38] Sanafiah Faisal, 1990 : 58
[39] Suharsimi Ariunto, Prosedur
Penelitian, (Jakarta: Rinea Cipta,1996), h.104.
[40] Ibid, h.231
[41] Sugiono, Ibid, h.240
[42] Muhammad Zulfikar, Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Disekitar Obyekwisata Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Universitas
Lampung, 2016, h. 52.
[43] Sugiono, ibid, h.247.
[44] Sugiono, Ibid, h.249.
[45] Sugiono, Ibid, h.252.
[46] Observasi Penulis di Objek Wisata Gua Tiangko Tanggal 05
Desember 2021
[47] Sumber Data : Dokumentasi Sturktur Pemerintahan Desa
Tiagko Peridoe 2019-2024
[48] Observasi Penulis di gua Tiangko pada Tanggal 05 Desember
2021
[49] Wawancara dengan Pilman selaku pelaksana harian objek wisata
gua Tiangko pada tanggal 06 Desember 2021
[51] Wawancara dengan ibu Juwairiyah salah satu pedagang makanan
dan minuman di objek wisata gua Tiangko pada tanggal 06 Desember 2021
[52] Wawancara dengan ibu Rita salah satu pedagang makanan dan
minuman di objek wisata gua Tiangko pada tanggal 19 Desember 2021
[53] Obervasi penulis di Gua Tiangko, pada tanggal 07 Desember
2021
[54] Obervasi penulis di Gua Tiangko, pada tanggal 07 Desember
2021
[55] Wawancara dengan Andri selaku penjaga pos tanggal 07
Desember 2021
[56] Wawancara dengan Agus Tiyono selaku pemandu objek wisata gua
Tiangko tanggal 07 Desember 2021
[57] Observasi penulis di Gua Tiangko pada tanggal 07 Desember
2021
[58] Wawancara dengan M. Munif selaku penjaga pos objek wiasata
gua Tiangko tanggal 07 Desember 2021
[59] Observasi penulis di Gua Tiangko pada tanggal 08 Desember
2021
[60] Wawancara Penulis dengan Bapak M. Rozali pada tanggal 08
Desember 2021
[61] Wawancara penulis degan bapak Jumadi pada tanggal 08
Desember 2021
[65] Wawancara dengan Andri pada tanggal 09 Desember 2021
[66] Wawancara dengan Bapak M. Rozali, pada tanggal 11 Desember
2021
[67] Observsi penulis pada tanggal 11 Desember 2021
[68] Wawancara dengan bapak Pilman pada tanggal 13 Desember 2021
[69] Wawancara dengan bapak Faisal pada tanggal 15 Desember 2021
[70] Wawancara dengan bapak Haidir pada tanggal 15 Desember 2021
[71] Wawancara dengan bapak M. Rozali pada tanggal 15 Desember
2021
[72] Observasi penulis pada tanggal 15 Desember 2021
[73] Wawncara penulis dengan Samsul Kurniawan pada tanggal
15 Desember 2021
[74] Wawancara dengan bapak M. Rozali pada tanggal 16 Desember
2021
0 $type={blogger}:
Posting Komentar