BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
Agama Islam memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dari mata pelajaran
lainnya. Istilah pendidikan yang melekat pada nama pelajaran ini menuntut guru
sebagai pelaksana tidak saja berusaha untuk mentransfer pengetahuan, tetapi
juga berusaha agar pengetauan yang disampaikan dapat terinternalisasi dalam
diri para siswa. Upaya interlasisasi nilai-nilai agama (dalam makna luas )
dalam kehidupan sehari-hari anak didik makin terasa pentingnya belakangan ini.
Berbagai hasil penetian disekolah- sekolah dan berbagai fenomena
nyata yang kita saksikan menuntut semua stakeholder pendidikan, yaitu guru,
orang tua dan masyaraka. (Zainal Aqib, 2017:21).
Guru
adalah salah satu diantara faktor pendidikan yang memiliki peranan paling
strategis, sebab guru sebetulnya “pemain” yang paling menentukan didalam
terjadinya proses belajar mengajar. Menurut Undang-Undang No.14 Thun 2016 Bab 1
Pasal 1 Ayat 1 tentang guru dan dosen : “Guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan
mengevaluasi pesera didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah” (Kepmendiknas, No.14 Th, 2020:3).
Guru
merupakan orang yang bertanggung jawab dalam kecerdasan kehidupan anak didik,
pribadi susila yang cakap, memberikan sejumlah norma. Guru mempunyai tugas
antara lain, mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik. Guru mempunyai banyak sekali peranan yang harus
dilakukan dalam proses pembelajaran dengan peserta didik. Memiliki peranan yang
sangat penting dalam pendidikan, guru harus bisa membuat peserta didik mau
belajar, selain untuk belajar guru harus bisa menanamkan nilai nilai moral yang
baik kepada peserta didik (Siti Maimunawati, 2022:7).
1
كَمَآ اَرْسَلْنَا فِيْكُمْ رَسُوْلًا مِّنْكُمْ
يَتْلُوْا عَلَيْكُمْ اٰيٰتِنَا وَيُزَكِّيْكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتٰبَ
وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَّا لَمْ تَكُوْنُوْا تَعْلَمُوْنَۗ
Artinya: Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu
seorang Rasul (Muhammad) dari (kalangan) kamu yang membacakan ayat-ayat Kami, menyucikan
kamu, dan mengajarkan kepadamu Kitab (Al-Qur'an) dan Hikmah (Sunnah), serta
mengajarkan apa yang belum kamu ketahui. (Q.S Al-Baqarah :151)
Ayat di atas memberi isyarat bahwa Rasulullah SAW diutus sebagai
proses pembelajaran dan pendidikan umat yang bertujuan membentuk manusia robbani,
yaitu manusia yang mengenal dan mencintai tuhannya. Sasaran pendidikan
sebagaimana maksud ayat tersebut bersifat menyeluruh dan mencakup seluruh
dimensi kemanusiaan, baik jasadi (fisik), ahli (intelektualitas)
maupun ruhi (moral). Pada hakikatnya remaja adalah bagian dari angota
masyarakat yang tidak dapat dipisahkan, karena keharmonisan bermasyarakat
tergantung kepadainteraksi kesadaran beragama dan rasa saling ketergantungan
diantara sesama. (Sulastri, 2019:151)
Penanaman
nilai-nilai relegisu agama yang menjadi suatu bentuk tingkah laku anak serta
pembiasaan yang ada di sekolah, dalam hal ini pendidikan agama tidak hanya
tersampaikan melalui materi saja tetapi juga tersampaikan dalam sebuah tingkah
laku sebagaimana yang di ajarkan dalam agama tentang nilai-nilai agama yang
baik dan benar. Nilai- nilai ajaran Islam itulah yang nanti akan menyatu dalam
diri anak sehingga dapat berdampak pada perkataan. Sikap dan tingkah lakunya
dalam kehidupan sehari-hari, bila keluarga bisa melakukan fungsinya dengan baik
dan selalu proaktif dengan kegiatan pembelajaran yang ada disekolah. Maka anak
akan tumbuh menjadi pribadi yang sempurna. Dalam hal ini lingkungan sekolah lah
yang pertama berperan dan kemudia dilanjutkan oleh orang tua dalam rangka
mewujudkan pribadi Muslim seutuhnya.
Mengingat
isu-isu dikalangan siswa saat ini, banyak yang salah menggunakan media sosial,
penggunaan nakotika, obat obatan terlarang, tawuran antar pelajar, pornografi,
pemerkosaan, pembulian antar teman dan lain sebagainya. Sudah menjadi masalah
sosial sampai saat ini, karena tindakan tindakan yang dilakukan tersebut sudah
menjerumus sebagai tindakan kriminal. Kondisi seperti ini sangat
memprihantinkan dikalangan sekolah maupun dikalangan luar sekolah, sebab pelaku
dan korban merupakan kaum siswa terutama para pelajar. Mengingat hal ini
penanaman nilai- nilai moral sangatlah penting khususnya bagi kaum siswa saat
ini.
Sekolah
sebagai lingkungan pendidikan formal sangat penting dan strategis dalam
pembinaan siswa, baik melalui proses belajar mengajar maupun melalui proses
kegiatan pembiasaan dan ekstrakurikuler. Dengan memperhatikan kondisi sekolah
dan masyarakat yang umumnya masih dalam taraf perkembangan, maka upaya
pembinaan kesiswaan perlu diselenggarakan untuk menunjang perwujudan wawasan
wiyatamandala (Nunu Ahmad An-Nahidl, 2017:108). Oleh karena itu, pembinaan dan
pembiasaan sangat penting bagi peserta didik sebagai sarana untuk membangun
kepribadian pada siswa.
Penanaman
nilai- nilai religius merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk
menanggulangi dan mengatasi berbagai hal diatas. Sikap religius dapat dipahami
sebagai suatu tindakan yang didasari oleh dasar kepercayaan terhadap
nilai-nilai kebenaran yang diyakininya. Kesadaran ini muncul dari produk
pemikiran secara teratur, mendalam dan penuh penghayatan. Menurut Susilaningsih
dalam Amin Abdullah, religiusitas atau rasa agama merupakan kristal nilai agama
(religious conscience) dalam diri yang terdalam dari seseorang yang merupakan
produk dari internalisasi nilai-nilai agama yang dirancang oleh lingkungannya (Amin Abdullah 2016:88) Sikap religius merupakan
suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorong sisi orang untuk
bertingkah laku yang berkaitan dengan agama. Religius terbentuk karena
konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai komponen perasaan
terhadap komponen sebagai perilaku beragama (Ramayulis, 2017:97-98)
Kata
religius itu sendiri berasal dari kata religi yang artinya kepercayaan atau
keyakinan pada suatu kekuatan kodrati di atas kemampuan manusia. Kemudian
religius dapat diartikan sebagai keshalihan atau pengabdian yang besar terhadap
agama. Keshalihan tersebut dibuktikan dengan melaksanakan segala perintah agama
dan menjauhi apa yang dilarang oleh agama. Tanpa keduanya, seseorang tidak
pantas menyandang perilaku predikat religius (Kemendiknas, 2019:3).
Dengan
menanamkan nilai-nilai regelius serta pembinaan dan pendidikan yang
diberikan kepada peserta didik dari pendidik dengan cara yang baik maka
seseorang akan tumbuh menjadi anak yang lebih baik sehingga melahirkan generasi
yang unggul. Semua itu tidak lepas dari pendidikan informal dan pendidikan
formal dimana pendidikan ini sangat berperan penting dalam pembentukan diri
seorang anak. Nilai moral dan agama yang dimiliki setiap anak mampu
menghantarkan kepada kebeningan dan keindahan dalam hidup. Nilai-nilai tersebut
perlu ditanamkan sebagai bekal menghadapi tantangan hidup di zaman berikutnya.
Sebelum anak memasuki lingkungan sosial yang lebih luas, orang tua dan keluarga
memiliki peran yang sangat besar dalam mengenalkan dan menanamkan nilai-nilai
kehidupan kepada anak. Pembelajaran yang diberikan orang tua dan guru hanya
akan diserap anak dengan baik jika orang tua dan guru mampu menciptakan situasi
dan kondisi yang menyenangkan sesuai dengan keinginan dan potensi yang dimiliki
anak.
Madrasah
Aliyah Negeri 3 Muara Bungo merupakan sebuah lembaga pendidikan formal yang ada
di bawah kementerian agama. Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara
Bungo merupakan salah satu sekolah yang berada di Kecamatan Tanah
Sepenggal
Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. Madrasah ini sebagai lembaga
pendidikan yang notabennya dibawah kementerian agama ingin membekali para
siswanya menjadi lembaga kontrol terhadap perkembangan moral dan sosial
masyarakat serta mampu mewujudkan akhlak serta mampu berbudi pekerti dan
beretika Islami. Hal itu dibuktikan dengan kegiatan pembiasaan yang dilakukan
pada setiap pagi sebelum pembelajaran dimulai. Letak sekolahpun sangat
strategis yaitu di pinggir jalan Raya di Desa Teluk Pandak sehingga mudah
dijangkau oleh kendaraan apapun.
Berdasarkan
realita yang terjadi dikalangan siswa sudah banyak terjadi perilaku-perilaku
yang menyimpang dari ajaran Islam, seperti kurangnya mengharhai guru dan orang
tua, bolos dari sekolah, tidak disiplin dan bully. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa peristiwa dan kasus yang cukup mengegerkan ada lembaga pendidikan
adalah kasus bully seorang peserta didik yang membully temannya sendiri
hanya karena persoalan sepele yakni siswa tersebut hanya menegur untuk tidak
menganggu temannya di jam pelajaran berlangsung. Disamping itu kasus bulying
terhadap temannya sendiri hingga depresi, kasus seorang anak berusia 10 Tahun
diduga melakukan kekerasan terhadap beberapa temannya karena seringnya menonton
situs youtube yang tidak sesuai dengan umurnya. Dengan
peristiwa yang sudah terjadi tersebut, pasti ada beberapa faktor yang
mempengaruhinya sampai seorang anak berani melakukan tindakan seperti itu dan
yang melatar belakangi peristowa tersebut (Kuliyatun, 2019:82)
Oleh
karena itu perlu adanya pembiasaan dalam kehidupannya. Penanaman nilai-nilai religius sangat
berhubungan pada pendidikan akhlak. Penting untuk diingat bahwa setiap siswa
memiliki pengalaman dan tantangan yang unik terkait nilai-nilai religius
mereka. Pendidikan, dialog terbuka, dan dukungan dari keluarga dan komunitas
dapat membantu siswa mengembangkan pemahaman yang lebih tentang nilai-nilai
agama mereka dan memutuskan bagaimana nilai-nilai tersebut dapat membimbing
kehidupan mereka dengan bijaksana. Pembinaan akhlaq al-karimah sangat
dipentingkan manusia pada umumnya dan kaum wanita khususnya, agar mampu dan
berperan lebih baik bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan agama. Apalagi
jika dihubungkan dengan kedudukan wanita sebagai pendidik utama dan pertama
terhadap putera puterinya.
Berdasarkan
hasil observasi pendahuluan yang dilakukan penulis di Madrasah Aliyah Negeri
3 Muara Bungo, penulis mengamati lingkungan sekolah dengan berkeliling dan
memperhatikan perilaku peserta didik. Pada hari itu
peneliti melihat ada beberapa peserta didik yang tidak nampak nilai-nilai
religius pada dirinya seperti, bertutur kata yang tidak sopan kepada temannya,
melewati gurunya dengan tidak sopan, mengambil barang yang bukan miliknya.
Namun di samping itu peneliti juga membandingkan perilaku peserta didik yang
nampak dan tidak nampak nilai-nilai religiusnya, hal ini membuktikan bahwa
kurangnya akhlak peserta didik baik itu terhadap temannya ataupun dengan
gurunya sendiri.
Implikasi
religius dalam pendidikan merupakan sebuah penanaman dan pengembangan potensi
religius dimaksudkan untuk membentuk siswa menjadi siswa-siswi yang beriman dan bertakwa
kepada Allah dan berakhlak muliah agar mencapai kebahagiaan. Akhlak mulai
mencakup etika, budi pekerti dan moral sebagai wujud pendidikan Agama Madrasah
Aliyah Negeri 3 Muara Bungo. Penanaman nilai-nilai keagamaan yang inklud dalam kegiatan
intra, ekstra dan pembiasaan tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi
berbagai potensi yang dimiliki siswa serta aktualisasinya mencerminkan harkat
dan martabat sebagai mahluk Allah. Religius merupakan salah satu faktor
keberhasilan siswa dalam dunia pendidikan, menumbuhkan akhlak yang baik,
tanggung jawab, jujur, kreatif, beretika, disiplin sebagaimana yang tertuang
dalam tujuan pendidikan nasional, sehingga pembelajaran dapat memberikan
keberhasilan, kepuasan dan kebahagian dalam belajar.
Melihat
kebiasaan dan habit yang ada di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo terlihat
bahwa nilai-nilai religius ditanamkan kepada seluruh pegawai dan siswa-siswi
yang ada. Secara lebih global, penanaman nilai religius ini juga menjadi motto
tersendiri bagi Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo, motto tersebut
bertuliskan Cerdas, Inovatif dan Religius”,sehingga dapat dikatakan bahwa
penanaman nilai religius dalam pembentukan karakter diperuntukan bagi seluruh
penghuni Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo baik di dalam maupun bagi tenaga
kerja yang berada di luar. Dalam prakteknya di lapangan, lembaga
pendidikan Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo terlihat memberikan penanaman
nilai-nilai religius secara terus menerus kepada para guru dan siswanya dalam
kesehariannya. Ini mengindikasikan bahwa terjadi pembentukan karakter dalam
lembaga pendidikan ini.
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai
permasalahan yang terjadi di lapangan dengan judul penelitian “Peran
Guru Akidah Akhlak Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa Di Madrasah
Aliyah Negeri 3 Muara Bungo”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, maka yang akan menjadi rumusan
masalah pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
Peran Guru Akidah Akhlak Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa di
Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo?
2. Apa Saja
Faktor Pendukung dan Penghambat Bagi Guru Akidah Akhlak Dalam Menanamkan
Nilai-Nilai Relegius Siswa di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo?
3. Bagaimana
Solusi Guru Akidah Akhlak Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa di
Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo?
C. Batasan Masalah
Untuk
mempermudah penulis dalam penelitian ini, maka penulis membatasi penelitian ini
yaitu pada Peran Guru Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa
di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo. Adapun subjek dalam peneliatian ini, penulis
mengambil Guru Akidah Akhlak dan siswa kelas XI.A di Madrasah Aliyah Negeri 3
Muara Bungo.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Ingin Mengetahui Peran Guru Akidah Akhlak Dalam Menanamkan
Nilai-Nilai Relegius Siswa di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo
b. Ingin Mengetahui Faktor Pendukung dan Penghambat Bagi
Guru Akidah Akhlak Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa di Madrasah
Aliyah Negeri 3 Muara Bungo
c. Ingin Mengetahui Solusi Guru Akidah Akhlak Dalam
Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo
2. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan
dapat memberi kegunaan:
a. Secara Teoritis
Secara teoritis, hasil
penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk penulis
khsusunya dan bagi sekolah serat guru dalam mengembangakan dunia pendidikan
yang berkualitas.
b.
Secara Praktis
1). Bagi Sekolah
Diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam
meningkatkan kualitas pendidik baik untuk saat ini maupun untuk masa yang akan
datang.
2). Bagi Guru
Dapat menambah wawasan dalam mengembagkan peran dalam
mendidik dan
masukan dalam melaksanakan tanggung jawab seorang guru yaitu menanamkan
nilai-nilai regelius peserta didik.
3). Bagi Peneliti
Memberikan pengetahuan kepada
peneliti selaku mahasiswa Pendidikan Agama Islam, bagaimana cara menanamkan
nilai-nilai relegisu ke peserta didik serta salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
sarjana strata satu (S.1) pada jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
KAJIAN TEORI
A. Peran Guru Menanamkan Nilai-Nilai Relegius
1. Peran Guru
a.
Pengertian Peran
Peran
berarti sesuatu yang dimainkan atau dijalankan.(Anonim, 2018:321). Peran disefinisikan sebagai
sebuah aktivitas yang diperankan atau dimainkan oleh seseorang yang mempunyai
kedudukan atau status sosial dalam organisasi. Peran menurut terminology adalah
seperangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh yang berkedudukan
dimasyarakat. Dalam bahasa inggris peran disebut “role” yang definisinya
adalah “person’s task or duty in undertaking”. Artinya “tugas atau
kewajiban seseorang dalam suatu usaha atau pekerjaan”. Peran diartikan sebagai
perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam
masyarakat. Sedangkan peranan merupakan tindakan yang dilakukan oleh seorang
dalam suatu peristiwa. (Syamsir, 2018:86).
Peran
adalah aktivitas yang dijalankan seseorang atau suatu lembaga/organisasi. Peran
yang harus dijalankan oleh suatu lembaga/organisasi biasanya diaturdalam suatu
ketetapan yang merupakan fungsi dari lembaga tersebut. Peran itu ada dua macam
yaitu peran yang diharapkan (expected role) dan peran yang dilakukan (actual role).
Dalam melaksanakan peran yang diembannya, terdapat faktor pendukung dan
penghambat.
9
Dari
beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa pengertian peran adalah
suatu sikap atau perilaku yang diharapkan oleh banyak orang atau sekelompok
orang terhadap seseorang yang memiliki status atau kedudukan tertentu.
Berdasarkan hal hal diatas dapat diartikan bahwa apabila dihubungkan dengan
media online terutama pada media yang penulis teliti yaitu sripoku.com, peran
tidak berarti sebagai hak dan kewajiban individu melainkan merupakan tugas dan
wewenang media itu sendiri.
b. Jenis-Jenis Peran
Peran atau role menurut
Bruce J. Cohen, juga memiliki beberapa jenis, yaitu:
1). Peranan nyata (Anacted
Role) yaitu suatu cara yang betul-betul dijalankan seseorang atau
sekelompok orang dalam menjalankan suatu peran.
2). Peranan yang dianjurkan ( Prescribed
Role) yaitu cara yang diharapkan masyarakat dari kita dalam menjalankan
peranan tertentu.
3). Konflik peranan (Role
Conflick) yaitu suatu kondisi yang dialami seseorang yang menduduki suatu
status atau lebih yang menuntut harapan dan tujuan peranan yang saling
bertentangan satu sama lain.
4). Kesenjangan peranan (Role
Distance) yaitu pelaksanaan peranan secara emosional.
5). Kegagalan peran (Role
Failure) yaitu kegagalan seseorangan dalam mejalankan peranan tertentu.
6). Model peranan (Role
Model) yaitu seseorang yang tingkah lakunya kita contoh, tiru, diikuti.
7). Rangkaian atau lingkup
peranan (Role Set) yaitu hubungan seseorang dengan individu lainnya pada
dia sedang menjalankan perannya. (Soekanto, 2016:23).
c. Pengertian Guru
Menurut Hamka Abdul Aziz,
guru merupakan sosok yang digugu dan ditiru. Digugu artinya di indahkan atau di
percayai. Sedangkan ditiru artinya dicontoh atau diikuti (Hamka abdul Aziz, 2018:19).
Menurut Euis Karwati dan Donni Juni Priansa, pengertian guru perlu dijabarkan
dengan seksama sehingga guru mampu memahami filosofi makna yang terkandung
dalam profesi yang diembannya. Secara etimologis, istilah guru berasal dari
bahasa India yang artinya orang yang mengajarkan tentang kelepasan adri
sengsara atau dari kebodohan (Euis Karwati, 2020:61).
Menurut Ali Mudlofir, guru merupakan pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan
formal. Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat profesionalitas
tertentu yang tercermin dan kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan
yang memenuhi standar mutu atau etik tertentu (Ali Mudlofir, 2018:120).
Menurut peraturan pemerintah,
guru aadalah jabatan fungsional, yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak seoarang PNS dalam suatu organisasi yang dalam
pelaksanaan tugasnya didasarkan keahlian atau ketrampilan tertentu serta
bersifat mandiri (Anonim, 2016:14). Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2016
tentang guru dan dosen, duru adalah pendidik professional dengan utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevakuasi
pesera didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah.
2.
Penanaman
Nilai
a. Pengertian Penanaman
Penanaman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu
memeliki arti proses, cara, perbuatan menanam, menanami atau menanamkan. (Anonim, 2017:1134).
Sedangkan nilai menurut Gordon Allport dalam Rohmat Mulyana menyatakan bahwa
nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya (Rohmat Mulyana, 2016:9).
Penanaman secara etimologis
berasal dari kata “tanam” yang berarti menabur benih, yang semakin jelas jika
mendapatkan awalan dan akhirat menjadi “penanaman” yang berarti proses, cara,
perbuatan menanam, menanami atau menanamkan. Penanaman adalah proses, cara,
perbuatan menanam, menanami atau menanamkan. Dalam hal ini, penanaman berarti
sebuah upaya atau strategi untuk menanamkan sesuatu. (Anonim, 2008:1615) yaitu bagaimana usaha seorang guru menanamkan nilai-nilai
dalam hal ini adalah nilai-nilai akhlak. Penanaman merupakan tahap ditanamkanya
nilai-nilai kebaikan agar menjadi suatu kebiasaan.
b. Pengertian Nilai
Nilai
berasal dari bahasa latin vale‟re yang mempunyai arti berguna, mampu,
dan berdaya, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik,
bermanfaat, dan paling benar menurut keyakinan seseorang. (Sutarjo Adisusilo, 2018: 56). Nilai merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi yang dapat
menjiwai tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai
selalu menyangkut pola pikir dan tindakan, sehingga ada hubungan yang erat
antara nilai dan etika. Target pendidikan nilai moral secara sosial ialah
membangun kesadaran interpersonal yang mendalam. Peserta didik dibimbing untuk
mampu menjalin hubungan sosial secara harmonis dengan orang lain melalui sikap
dan perilaku yang baik (Maskudin,
2016: 61)
Menurut Rokeach dan Bank dalam Asmaun Sahlan
menyatakan bahwa nilai merupakan suatu tipe kepercayaan yang berada pada suatu
lingkup sistem kepercayaan dimana seseorang bertindak atau menghindari suatu
tindakan, atau mengenai sesuatu yang dianggap pantas atau tidak pantas.
Sedangkan keberagaman atau religiusitas merupakan suatu sikap atau kesadaran
yang muncul yang didasarkan atas keyakinan atau kepercayaan seseorang terhadap
suatu agama. Yang mana keberagaman atau religiusitas lebih melihat aspek yang di
dalam lubuk hati nurani pribadi (Asmaun
Sahlan, 2020:66).
Dari
pengertian diatas dapat dipahami bahwa nilai religius adalah nilai-nilai
kehidupan yang mencerminkan tumbuh kembangnya kehidupan beragama yang terdiri
dari tiga unsur pokok yaitu akidah, ibadah dan akhlak yang menjadi pedoman
perilaku sesuai dengan aturan-aturan Ilahi untuk mencapai kesejahteraan serta
kebahagiaan hidup dunia dan akhirat
Diantara
ketiga unsur pokok itu ialah sebagai berikut:
1) Nilai Aqidah
Aqidah berasal dari bahasa Arab dari kata “aqada,
ya’qidu, aqiidatan”, yang artinya ikatan, sangkutan. Akidah dalam
pengertian terminologi adalah iman, keyakinan yang menjadi pegangan hidup bagi
setiap pemeluk agama Islam. Sistem kepercayaan Islam atau aqidah dibangun
diatas enam dasar keimanan yang lazim disebut dengan rukun iman, yaitu: beriman
kepada Allah SWT, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan kepada
hari akhir serta qada’ dan qadar Allah (Aminuddin, 2021:51).
2) Nilai
ibadah
Ibadah merupakan bahasa
Indonesia yang berasal dari bahasa Arab, yaitu dari masdar ‘abada yang berarti
penyembahan. Sedangkan secara istilah berarti khidmat kepada Tuhan, taat
mengerjakan perintah-Nya dan Menjauhi larangan-Nya. Jadi ibadah adalah ketaatan
manusia kepada Tuhan yang diimplementasikan
dalam kegiatan sehari-hari misalnya shalat, puasa, zakat, dan lain sebagainya (Aminuddin, 2021:60).
3. Religius
Religius adalah nilai kerohanian yang tertinggi,
sifatnya mutlak dan abadi, serta bersumber pada kepercayaan dan keyakinan
manusia. Religius merupakan kata sifat dari religious (inggris) “connected with
religion or with particular religion”. Glock dan Stark menyatakan bahwa,
Religius sebagai keyakinan yang berhubungan dengan agama, yang dapat dilihat
melalui aktivitas atau perilaku individu yang bersangkutan dengan agama dan
keyakinan yang di anut. Religius bukanlah merupakan sesuatu yang tunggal tetapi
merupakan system yang terdiri dari beberapa aspek. Didalam psikologi agama
dikenal dengan religius consciousness (kesadaran beragama) dan religius
experiences (pengalaman beragama). Glock dan Stark membagi religiuitas menjadi
lima dimensi, yaitu religious belief, religious practice, religious felling,
religions knowledge dan religious effect. (Charles Y.2019:13).
Menurut Dadang Kahmad, ada beberapa istilah untuk
menyebutkan agama diantaranya adalah: religi, religion (inggris), religie
(Belanda), religio/religare (Latin), dan dien (Arab). Kata religion
(Inggris) dan religie (Belanda) adalah berasal dari bahasa induk dari
kedua bahasa tersebut, yaitu bahasa Latin “religio” dari akar kata “relegare”
yang berarti mengikat. Dalam bahasa Arab, agama dikenal dengan kata al-din dan
al-milah. Kata aldin sendiri mengandung berbagai arti. Ia bisa berarti al-mulk
(kemajuan), alkhidmat (pelayanan), al-izz (kejayaan), al- dzull
(keimanan), al-ikrah (pemaksaan), al-ihsan (kebajikan),
al-adat (kebiasaan), al-ibadat (pengabdian), al-qarh wa
al-sulthan (kekuasaan) dan pemerintahan, altadzallul wa al-kudhu
(tunduk dan patuh, al-tha‟at (taat) al-islamal tauhid (penyerahan
dan pengesakan Tuhan). (Dadang Kahmad, 2019:13).
Religius atau sikap keagamaan dapat diartikan sebagai
suatu proses terhadap daya ruhaniyah yang menjadi motor penggerak mengarahkan
tingkah laku manusia dalam kehidupan seharihari terdiri dari perasaan, fikiran,
angan-angan untuk melaksanakan kepercayaan kepada tuhan dengan anjuran dan
kewajiban yang berhubungan dengan agamanya. Religius adalah menjalankan ajaran
agama secara menyeluruh dan hal yang paling mendasar ialah menjadikan sebagai
landasan pendidikan. (Asmaun
Sahlan, 2020: 27)
Religius adalah penghayatan dan implementasi ajaran
agama dalam kehidupan sehari-hari. Teori akan nihil tanpa adanya suatu praktek,
begitu pula praktek akan nihil tanpa berlandaskan suatu teori. Menjadi suatu
keharusan, ilmu agama di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari yang
menjadikan bukti pemahaman materi agama yang telah diterimanya. Karena, puncak
pemahaman seseorang terhadap ilmunya terletak pada perilakunya (Ngainun Naim, 2018:124).
Dengan demikian agama adalah sebuah sistem yang
berdimensi banyak. Pengertian religiusitas berdasarkan dimensi-dimensi yang
dikemukakan oleh Glock dan Strak adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa
kokoh keyakinan seberapa tekun pelaksanaan ibadah dan seberapa dalam
penghayatan agama yang dianut seseorang.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
religiusitas adalah pemahaman dan penghayatan agama seseorang yang tercermin
dalam kehidupan sehari-hari yang diwujudkan dengan mematuhi segala perintah dan
menjauhi larangan-Nya. Religiusitas seseorang tidak hanya dilihat dari aspek
ibadahnya saja, namun bagaimana dirinya menjalankan hidup dan berperilaku
sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
4. Nilai-Nilai Religius
Secara garis besar agama dapat diklasifikasikan ke
dalam dua bentuk:
a. Agama Samawi (wahyu) yaitu agama yang diwahyukan
dari Allah melalui malaikat-Nya kepada utusan-Nya untuk disampaikan kepada
manusia.
b. Agama ardhi (kebudayaan) yaitu agama yang bukan
berasal dari Allah dengan jalan diwahyukan tetapi keberadaannya disebabkan oleh
proses antropologis yang terbentuk dari adat istiadat kemudian melembaga dalam
bentuk agama. Jadi kalau agama samawi berpokok pada konsep keesaan Tuhan dan
yang dijadikan tuntunan untuk menentukan baik dan buruk adalah kitab suci yang
diwahyukan, sedangkan pada agama ardhi tidak berpokok pada konsep keesaan Tuhan
dan dijadikan tuntunan adalah tradisi atau adat istiadat setempat. (Muhaimin, 2018:297).
Menurut Fathurrahman
nilai-nilai religious terbagi menjadi lima
bagian yaitu sebagai berikut:
a. Nilai Ibadah
Secara istilah berarti khidmat kepada Tuhan, taat
mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi laranganNya. Ibadah adalah ketaatan
manusia kepada tuhan yang diimplementasikan dalam kegiatan seharihari misalnya,
sholat, puasa, zakat dan lain sebagainya.28 Ibadah baik umum maupun khusus
merupakan konsekuensi dan implikasi dari keimanan terhadap Allah SWT yang
tercantum dalam dua kalimat syahadat.”asyhadu alla ilaaha illallaah, waasyhadu
anna Muhammadar Rasulullah. Bahwa ibadah adalah ketaatan manusia kepada Tuhan
yang diimplementasikan dalam kegiatan sehari-hari.
b. Nilai Ruhul
Jihad
Ruhul jihad adalah jiwa yang mendorong manusia untuk
bekerja atau berjuang dengan sungguh-sungguh. Hal ini didasari adanya tujuan
hidup manusia, yaitu Hablumminallah, Hamblumminnas dan Hamblum min alalam.
Dengan adanya komitmen ruhul jihad maka aktualisasi diri dan melakukan
perkerjaan selalu didasari sikap berjuang dan ikhtiar dengan sungguh-sungguh.
Mencari ilmu merupakan salah satu manifestasi dari sifat Jihadunnafsi yaitu
memerangi kebodohan dan kemalasan
c. Nilai Akhlak dan Disiplin
Akhlak merupakan bentuk jama’ dari
khuluq, artinya perangai, tabiat, rasa malu dan adat kebiasaan. Sedangkan
kedisiplinan itu termanifestasi dalam kebiasaan dalam kebiasaan manusia ketika
melaksanakan ibadah rutin setiap hari. Apabila manusia melaksanakan ibadahnya
dengan tepat waktu, maka secara otomatis nilai kedisiplinan telah tertanam pada
diri orang tersebut.
d. Nilai Keteladanan
Nilai keteladanan tercermin
dari perilaku guru, keteladanan merupakan hal yang sangat penting dalam pendidikan
dan pembelajaran.
e. Nilai
Amanah dan Ikhlas
Secara etimologi amanah
artinya dapat dipercaya dan tanggung jawab. Dalam konteks pendidikan, nilai
amanah harus dipegang oleh seluruh pengelola lembaga pendidikan. Sedangkan
ikhlas diartikan bersih atau hilangnya rasa pamrih atas segala sesuatu yang
diperbuatnya (Faturrohman, 2020:60-69)
5.
Dimensi-dimensi Religius
Glock & Stark dalam Ancok menjelaskan bahwa agama
adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang
terlembagakan, yang semuannya itu terpusat pada persoalan-persoalan yang
dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning). Menurut Glock &
Stark dalam Muhaimin disebutkan terdapat 5 macam dimensi religius, yaitu :
a. Dimensi keyakinan yang berisi
pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan
teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin tersebut.
b. Dimensi praktik agama yang mencakup perilaku
pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk mennjukkan komitmen
terhadap agama yang dianutnya. Menunjukkan kepada seberapa tingkat kepatuhan
muslim dalam mengerjakan kegiatankegiatan ritual sebagaimana diperintah dan
dianjurkan oleh agamannya
c. Dimensi pengalaman, dimensi ini berisikan dan
memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapanpengharapan
tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan
baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai
kenyataan terakhir bahwa ia akan mncapai suatu kontak dengan kekuatan
supernatural. Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan,
perasaan-perasaan, persepsi-persepsi dan sensasisensasi yang dialami seseorang
d. Dimensi pengetahuan agama yang mengacu kepada harapan
bahwa orangorang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal
pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan
tradisi-tradisi
e. Dimensi pengamalan, dimensi ini mengacu pada
identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan
pengetahuan seseorang dari hari
ke hari. Barkaitan dengan dimensi pengetahuan agama yang mengacu kepada harapan
bahwa orang-orang yang beragama, paling tidak, memilik sejumlah minimal
pengetahuan, antara lain mengenai dasar-dasar tradisi.
6. Ciri-ciri
Religius
Perkembangan perilaku keagamaan
peserta didik merupakan implikasi dari kematangan beragama siswa sehingga
mereka bisa dikatakan sebagi pribadi atau individu yang religius. Penyematan
istilah religius ini digunakan kepada seseorang yang memiliki kematangan dalam
beragama. Raharjo mengemukakan tentang kematangan beragama pada seseorang
diantaranya:
a. Keimanan yang utuh
Orang yang sudah matang
beragama mempunyai beberapa keunggulan. Diantaranya adalah mereka keimanannya
kuat dan berakhlakul karimah dengan ditandai sifat amanah, ikhlas, tekun,
disiplin, bersyukur, sabar, dan adil. Pada dasarnya orang yang sudah matang
beragama dalam perilaku sehari-hari senantiasa dihiasi dengan akhlakul karimah,
suka beramal shaleh tanpa pamrih dan senantiasa membuat suasana tentram. sesuai
dengan firman Allah dalam surat Al-Ashr ayat 1-3.
وَالْعَصْرِۙ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ اِلَّا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ
وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ
Artinya : Demi masa, sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati
untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran. (Q.S. Al-Ashr ayat 1-3)
b.
Pelaksanaan ibadah yang tekun
Keimanan tanpa ketaatan beramal dan beribadah adalah
sia-sia. Seseorang yang berpribadi luhur akan tergambar jelas keimanannya
melalui amal perbuatan dalam kehidupan seharihari. Ibadah adalah bukti ketaatan
seorang hamba setelah mengaku beriman kepada Tuhannya. Sesuai firman Allah Q.S
Ad-Dzariyat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya: Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (Q.S Ad-Dzariyat ayat 56).
c. Akhlak mulia
Suatu perbuatan dinilai baik bila sesuai dengan ajaran
yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan sunah, sebaliknya perbuatan dinilai buruk
apabila bertentangan denga Al-Qur’an dan sunah. Akhlak mulia bagi seseorang
yang telah matang keagamaannya merupakan manifestasi keimanan yang kuat. Ketiga
ciri-ciri diatas menjadi indikasi bahwa seseorang memiliki kematangan dalam
beragama atau tidak. Hal tersebut tertuang dalam 3 hal pokok yaitu keimanan
(tauhid), pelaksanaan ritual agama (ibadah), serta perbuatan yang baik
(akhlakul karimah).
7. Metode
Penanaman Nilai-nilai Religius
Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan,
yaitu meta dan hodos, Meta berarti “melalui” dan hodos
berarti “jalan” atau “cara”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan
bahwa metode adalah “cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan
kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan”. Secara harfiah
kata metode adalah dari kata method´ yang berarti cara kerja ilmu pengetahuan
manakala kata metodologi (methodology)´ adalah penyelidikan yang
sistematis dan formulasi metode-metode yang akan digunakan dalam penelitian
ilmiah. Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses
belajar peserta didik, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang,
disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses
belajar peserta didik yang bersifa internal. Sedangkan Pendidikan Agama Islam
merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan
peserta didik untuk meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran Islam melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Abdul Majid, 2021:132).
Di antara sesuatu hal yang harus dimiliki oleh guru
dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai guru adalah menguasai metode
pengajaran atau metodologi. Untuk itu pemilihan metode yang tepat sangat
diharapkan agar siswa memiliki gairah dan minat dalam menerima pelajaran yang
disampaikan. Dengan metode belajar yang diberikan akan mengajak dan membiasakan
siswa untuk bersikap analisis dan deskriptif terhadap masalah-masalah yang ada.
Dengan metode belajar yang efektif dapat membiasakan siswa bersikap mandiri dan
aktif dalam proses belajar mengajar. Dan diharapkan dapat menjadi salah satu
model mengajar yang efektif dan efesien.
Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi siswa, baik
masalah pribadi maupun kemasyarakatan, juga dapat berakibat positif bagi siswa
terutama untuk melatih mereka aktif dalam diskusi kelompok dengan mengemukakan
dan kebebasan berpikir tetapi terkontrol dengan baik. Pentingnya kedudukan
metode mengajar dalam proses pendidikan, ilmu pendidikan dan pekerjaan
mengajar, maka para pendidik menaruh perhatian besar. Itulah sebabnya masalah metode
mengajar ini diterapkan sebagai satu bagian dari ilmu pendidikan yang dikenal
dengan istilah metodelogi. Untuk mencapai tujuan pendidikan diperlukan adanya
metode-metode dalam prosesnya. Metode pendidikan islam secara garis besar
terdiri dari lima, yaitu metode keteladanan (uswatun khasanah), metode
pembiasaan, metode nasehat, metode memberi perhatian/pengawasan, dan metode
hukuman. Abdullah Nashih Ulwan menjelaskan dalam bukunya mengenai metodemetode
yang digunakan dalam menanamkan religiusitas, yaitu sebagai berikut:
a. Metode Keteladanan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa
“Keteladanan” berasal dari kata teladan yaitu perbuatan atau barang yang dapat
ditiru dan dicontoh. Keteladanan dalam pendidikan adalah cara yang paling efektif dan berhasil
dalam mempersiapkan anak dari segi akhlak, membentuk mental dan rasa sosialnya.
Hal ini dikarenakan pendidik adalah panutan atau idola dalam pandangan anak dan
contoh yang baik di mata mereka. Anak akan meniru baik akhlaknya, perkataannya,
perbuatannya dan akan senantiasa tertanam dalam diri anak. Secara psikologis
seorang anak itu memang senang untuk meniru, tidak hanya hal baik saja yang
ditiru oleh anak bahkan terkadang anak juga meniru yang buruk. Oleh karena itu
metode keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik dan buruknya
kepribadian anak.
b. Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah sebuah cara yang dilakukan untuk
mebiasakan anak didik berfikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan tuntunan
ajaran agama Islam. Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku
yang relative menetap melalui proses pembelajaran yang berulang-ulang.
Pendidikan hanya akan menjadi angan-angan belaka, apabila sikap ataupun prilaku
yang ada tidak diikuti dan didukung dengan adanya praktik dan pembiasaan pada
diri. Pembiasaan mendorong dan memberikan ruang kepada anak didik pada
teori-teori yang membutuhkan aplikasi langsung, sehigga teori yang pada mulanya
berat menjadi lebih ringan bagi anak didik bila seringkali dilaksaakan. (Ulil Amri Syafri, 2018:139).
c. Metode Nasehat
Nasehat merupakan metode yang efektif dalam membentuk
keimanan anak, mempersiapkan akhlak, mental dan sosialnya, hal ini dikarenakan
nasihat memiliki pengaruh yang besar untuk membuat anak mengerti tentang
hakikat sesuatu dan memberinya kesadaran tentang prinsip-prinsip Islam. Fungsi nasehat adalah untuk
menunjukkan kebaikan dan keburukan, karena tidak semua orang bisa menangkap
nilai kebaikan dan keburukan. Metode
nasehat akan berjalan baik pada anak jika seseorang yang memberi nasehat juga
melaksanakan apa yang dinasehatkan yang dibarengi dengan teladan atau uswah.
Bila tersedia teladan yang baik maka nasehat akan berpengaruh terhadap jiwanya
dan akan menjadi suatu yang sangat besar manfaatnya dalam pendidikan rohani
(Abdullah Nashih Ulwah, 2016:394).
d. Metode
Hukuman
Metode hukuman merupakan suatu cara yang dapat
digunakan oleh guru dalam mendidik anak apabila metodemetode yang lain tidak
mampu membuat anak berubah menjadi lebih baik. Dalam menghukum anak, tidak
hanya menggunakan pukulan saja, akan tetapi bisa menggunakan sesuatu yang
bersifat mendidik. Adapun metode hukuman yang dapat dipakai dalam menghukum
anak adalah:
1) Lemah lembut dan kasih saying
2) Menjaga tabi‟at yang salah dalam menggunakan hukuman.
3) Dalam upaya pembenahan, hendaknya dilakukan secara
bertahap dari yang paling ringan hingga yang paling berat (Abdullah Nashih Ulwah, 2016:43).
Pada dasarnya suatu metode
pembelajaran dapat diterapkan/digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran,
termasuk di dalamnya pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Namun, yang perlu
diperhatikan oleh seorang guru dalam memilih sebuah metode pembelajaran adalah
mengenali karakteristik dari metode pembelajaran tersebut. Sebab ketepatan
dalam memilih sebuah metode pembelajaran akan menentukan proses dan hasil dari
pembelajaran itu sendiri yang akan berimplikasi positif pada pembangunan
kepribadian siswa.
B.
Studi Relevan
Penelitian
relevan berfungsi untuk membandingkan dan menghindari manipulasi terhadap satu
karya ilmiah dan menguatkan bahwa penelaitian yang penulis lakukan benar-benar
belum pernah diteliti orang lain. Adapun penelitian relevan yang penulis
gunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Subiyantoro, (2019), dengan judul “Peranan Kualitas
Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Religiusitas Siswa (Studi Deskriptif
di MAN 1 Kalibawang, Kulon Progo). Hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas
pendidikan Agama Islam di MAN 1 Kalibawang, Kulon Progo belum mencapai tingkat
kualitas yang diharapkan, sehingga melahirkan tingkat religiusitas siswa yang
tidak utuh, tinggi rendahnya tingkat religiusitas siswa lebih dominan
dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan masyarakat.
Adapun
kesamaan dalam penelitian ini dengan penelitian penulis adalah sama-sama
membahas masalah Relegius pada siswa MAN. Sementara perbedaan dalam penelitian
terletak pada peran masing-masing guru, dimana saudara Subiyantoro lebih
memfokuskan penelitian pada Peranan Kualitas Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan
Religiusitas Siswa sedangkan penulis memfokus pada Peran Guru Akidah Akhlak Dalam Menanamkan
Nilai-Nilai Relegius Siswa. Jadi sangatlah berbeda dalam fokus penelitian
tersebut.
2. Ilham yang berjudul, (2017), “Implementasi Religius Siswa dalam Pendidikan Agama Islam
di MAN 01 Jambi”. Hasil temuan penelitian diatas dapat
dijelaskan bahwa
implementasi Religius Siswa berjalan dengan lancar di di MAN
01 Jambi. Dengan
adanya kegiatan Religius Siswa ini, para peserta didik lebih aktif
dan rajin dalam melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan religious ini.
dalam kegiatan ini, guru menerapkan metode keteladanan dan pembiasaan.
Adapun kesamaan dalam penelitian ini
terletak pada focus Relegius siswa di MAN. Sementera perbedaannya sangatlah
jauh, dimana penulis memfokus pada peran guru akidah akhlak dalam menanamkan
nilai-nilai relegius, sementara saudar Ilham lebih memfokus pada implementasi
relegius siswa.
3. Suryati,
(2021). “Pelaksanaan
Pembiasaan Ibadah dalam Pembentukan Karakter Religius Siswa di
MAN Gunung Raya 01 Palangkaraya”. Hasil penelitian menemukan bahwa penerapan pembiasaan
keberagamaan dalam pembentukan karakter religius siswa dilaksanakan dalam
bentuk pembiasaan keberagamaan. Karakter religius hubungannya kepada Tuhan Yang
Maha Esa pembiasaan yang diterapkan adalah sholat dhuhur bersama, membaca do‟a
sebelum dan sesudah pelajaran, bimbingan membaca AlQur‟an, membaca asmaul
husna, dan membaca surat-surat pendek.
Adapun kesamaan dalam penelitian ini adalaha
dimana antara penulis dan saudari Suryati sama-sama membahas pembentukkan atau
menanamkan nilai-nilai relegius. Sementara perbedaan dalam penelitian ini
terletak pada pelaksanaan dan peran guru yang masing-masing dalam pembentukkan
nilai-nilai relegius.
4.
Muhammad Iqbal Rofi’i (2021). “Pengaruh Religiusitas
Terhadap Motivasi Berprestasi Siswa SMAN 05 Kota
Tanggerang Banten”.
Hasil penelitian menunjukan bahwa siswa yang mempunyai religiusitas yang tinggi
akan dapat melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan sehari-harinya dengan baik
dan penuh kesadaran, sehingga termotivasi untuk mencapai prestasi yang
setinggi-tingginya.
Adapu
berbedaan antara penelitian penulis dengan penelitian Muhammad Iqbal Rofi’i adalah
dimana beliau berusaha untuk mengungkapkan adakah hubungan antara tingkat
religiusitas dengan tingkat prestasi siswa SMAN 05 Kota
Tanggerang Banten.
Penelitian ini tidak ada hubunganya dengan prestasi siswa serta tidak mengukur
tingkat religiusitas siswa. Penelitian ini terfokus pada strategi guru PAI
dalam meningkatkan religiusitas para siswanya di SMAN 05 Kota
Tanggerang Banten.
Bagaimana, kendala yang dihadapi serta faktor yang mendukung dalam meningkatkan
religiusitas siswa di SMAN 05 Kota
Tanggerang Banten.
Persamaan penelitian ini
dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu pada penekanan pelaksanaan
pendidikan nilai-nilai ibadah/ religius (keagamaan) peserta didik supaya
terwujud karakter religius, sehingga peserta didik mampu mengamalkan ibadah
yang diperintahkan Allah dengan baik, juga memilki akhlak mulia kepada Allah
SWT, dan sesama teman, masyarakat serta lingkungan sekitar.
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
1.
Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu
pendekatan deskriptif. Menurut Sukmadinata, (2021), pendekatan deskriptif
adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjabarkan
fenomena yang ada, baik fenomena alami maupun fenomena buatan manusia bisa
mencakup aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan
antara fenomena satu dengan fenomena lain. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan
suatu penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, tindakan dan lain-lain (Tohirin, 2016:3). Pendekatan kualitatif dipilih
dan digunakan pada penelitian ini dikarenakan bahwa judul dan metode yang
digunakan menuntut untuk menggunakan pendekatan kualitatif ini.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini penulis
menggunakan metode kualitatif. Menurut Creswell, (2020), mendefenisikan metode
penelitian kualitatif sebagai suatu pendekatan atau penelusuran untuk
mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral. Untuk mengerti gejala sentral
tersebut, peneliti mewawancarai peserta penelitian atau partisipan dengan
mengajukan pertanyaan yang umum dan agak luas. Informasi kemudian dikumpulkan
yang berupa kata maupun teks.
24
B. Setting dan Subjek Penelitian
1. Setting
penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Aliyah Negeri 3
Muara Bungo yang
beralamatkan beralamat di Jalan Lamo Tanah Tumbuh KM 15 Desa Teluk Pandak,
Kecamatan Tanah Sepenggal Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. Adapun alasan peneliti melakukan penelitian di lembaga
tersebut karena MAN 3 Muara Bungo ini merupakan sekolah Agama dan satu-satunya MAN Negeri di wilayah Tanah Sepenggal. Selain itu penentuan lokasi penelitian ini
dilakukan secara sengaja dengan dasar pertimbangan bahwa di MAN 3 Muara Bungo terdapat
kegiatan ekstrakurikuler dakwah yang dimaksudkan sebagai saranan untuk
menanamkan nilai-nilai religius pada siswa.
2. Subjek Penelitian
Subyek penelitian adalah benda, hal atau orang yang
dapat dijadikan tempat mencari data untuk variable penelitian yang
dipermasalahkan. Untuk memperoleh data yang valid dan sesuai dengan tujuan
penelitian maka diperlukan penentuan informan yang tepat dalammenguraikan
masalah yang diteliti. Memilih subyek penelitian harus sesuai dengan obyek
penelitian. Penentuan subjek berdasarkan tujuan yang dilakukan
untuk meningkatkan kegunaan informasi yang didapatkan dari subjek yang kecil.
Informan dalam penelitian ini di wawancarai lalu di amati dan di observasi
secara langsung. Menurut (Moleong, 2016:25) mengatakan
tokoh formal berkaitan dengan individu yang mampu mengelola Lembaga misalnya
pimpinan atau kepala bagian, sedangkan tokoh informal adalah sekelompok
masyarakat baik secara langsng maupun tidak langsung terkena dampak dari
aktivitas lembaga tersebut. Dalam penelitian ini, subyek
penelitian atau informan yang dipandang mengetahui terhadap masalah yang
diteliti adalah sebagai berikut :
1.
Kepala MAN 3 Muara Bungo
Kepala sekolah menjadi subyek penelitian
karena kepala sekolah adalah salah satu orang yang memiliki hak untuk mengambil
kewenangan dalam mengambil kebijakan terhadap aktivitas siswa di sekolah.
2.
Guru Akidah Akhlak di MAN 3 Muara Bungo
Guru
Akidah Akhlak menjadi subyek penelitian karena guru Akiah Akhlak merupakan guru
yang mendampingi dan mengawasi kegiatan-kegiatan keislaman.
3.
Siswa-siswi kelas XI
Siswa-siswi
kelas XI di MAN 3 Muara Bungo yang menjadi subyek penelitian karena siswa kelas
XI adalah orang-orang yang banyak melanggar kegiatan keislaman.
C.
Jenis Dan Sumber Data
1. Jenis
Data
Adapun jenis data dalam
penelitian ini terbagi dua jenis yaitu :
a. Data Primer
Data primer ialah data yang diperoleh atau dikumpulkan
langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang
bersangkutan memerlukanya (M. Iqbal Hasan, 2016).
Sumber data primer yaitu sumber pokok yang di dapatkan
untuk kepentingan penelitian. Sumber data primer di dapatkan secara langsung
dari sumber data aslinya berupa wawancara, pendapat individua tau kelompok
maupun hasil observasi dari suatu objek kejadian atau hasil pengujian.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapatkan secara langsung
dari objek penelitian. Data sekunder yang diperoleh adalah sebuah situs
internet, ataupun dari sebuah referensi yang sama dengan apa yang sedang di
teliti oleh peneliti (Sugiyono, 2017:209).
Data skunder yaitu sumber data yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpulan data atau data yang bukan diusahakan sendiri
pengumpulanya oleh peneliti, misalnya lewat orang lain, dokumen, koran,
keterangan-keterangan atau publikasin lainya. Dalam penelitian ini yang menjadi
sumber data sekunder adalah sesuai Undang-Undang ketenagakerjaan, buku, jurnal,
artikel yang berkaitan dengan topik penelitian mengenai sistem pengadilan
internal atas sistem dan prosedur penggajian dalam usaha mendukung efisiensi
biaya tenaga kerja.
2. Sumber Data
Sumber data adalah subjek dari
mana data yang dapat diperoleh. Dalam penelitian ini sumber data merupakaan
merupakan hal yang penting karena menentukan jenis data yang akan di kumpulkan
dan metode pengumpulan data yang akan gunakan (Sugiyono, 2017:211). Sumber
data adalah subjek dari mana data diperoleh. Sumber data dapat berupa manusia,
benda peristiwa atau kondisi. Sedangkan Menurut (Nur Indrianto,
2018:29). Sumber
data dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru Akidah Akhlak dan siswa-siswi
kelas XI di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara
Bungo.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah rangkaian aktifitas yang
saling terkait yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi untuk menjawab
pertanyaanpertanyaan penelitian yang muncul.44 Teknik pengumpulan data
merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama
dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan
data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang
ditetapkan. (Sugiono, 2017:224).
Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi adalah suatu cara mengadakan
penyelidikan dengan menggunakan pengamatan terhadap suatu obyek dari suatu
peristiwa atau kejadian yang akan diteliti. Observasi sebagai alat pengumpul
data harus sistematis artinya observasi serta pencatatannya dilakukan menurut
prosedur dan aturan-aturan tertentu sehingga dapat diulangi oleh peneliti lain.
Selain itu hasil observasi itu harus memberi kemungkinan untuk menafsirkannya
secara ilmiah. (Nasution, 2018:107)
2.
Wawancara
Wawancara atau interview adalah
suatu bentuk komunikasi verbal jadi semacam percakapan yang bertujuan
memperoleh informasi. Dalam wawancara pertanyaan dan jawaban diberikan secara
verbal (Nasution, 2018:113). Metode wawancara yaitu sebagai suatu
proses tanya jawab lisan, dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik,
yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengarkan suaranya dengan
telinganya sendiri. (Irawan Sarlito, 2022:73).
Adapun data yang didapatkan
oleh peneliti dari hasil wawancara ini adalah sebagai berikut:
a. Peran Guru Akidah
Akhlak Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa di Madrasah Aliyah Negeri 3
Muara Bungo
b. Faktor
Pendukung dan Penghambat Bagi Guru Akidah Akhlak Dalam Menanamkan Nilai-Nilai
Relegius Siswa di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo
c. Solusi Guru Akidah
Akhlak Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa di Madrasah Aliyah Negeri 3
Muara Bungo
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau
karya-karya monumental dari seseorang. (Suharsimi Arikunto, 2019:270). Metode dokumentasi yaitu
mencari data mengenai halhal atau variable yang berupa catatan, transkrip,
buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya. Dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar atau
atau karya – karya monumental dari seseorang. Dalam penelitian dokumentasi yang
digunakan adalah foto dari hasil pengamatan (Burhan Bungin, 2008:58).
Adapun data-data yang
diperoleh dari teknik dokumentasi ini adalah sebagai berikut:
a. Profil Madsarah
Aaliyah Negeri 3 Muara Bungo.
b. Sejarah Madsarah
Aaliyah Negeri 3 Muara Bungo.
c. Struktur organisasi Madsarah
Aaliyah Negeri 3 Muara Bungo.
d. Keadaan sarana dan prasarana
Madsarah Aaliyah Negeri Muara Bungo.
F.
Analisis Data
Miles dan Hubberman dalam
Suharsimi Arikunto menyatakan bahwa analisis data kualitatif dilakukan pada
saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam
periode tertentu. Miles dan Hubberman dalam Sugiono juga mengemukakan bahwa
aktivitas dalam data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh (Sugiono,
2017:331).
Adapun
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Miles dan
Hubberman, yaitu data reduction, data display, dan verification.
1.
Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
(Sugiono,
2017:247).
2.
Data Display (Penyajian Data)
Setelah
data di reduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam
penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dengan
mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan
untuk merencanakan langkah yang akan dilakukan selanjutnya
3. Conclusion
Drawing atau Verification (Penarikan Kesimpulan)
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan
atau verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab
rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena
seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian
kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian
berada dilapangan.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu
obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti
menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau
teori.
G.
Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tahap-tahap penelitian ini menguraikan proses
pelaksanaan penelitian, mulai dari penelitian pendahuluan, pengembangan desain,
penelitian sebenarnya, dan sampai pada penulisan laporan. Penelitian akan
dilaksanakan selama (lima) bulan, mulai dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2024. Adapun jadwal
penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 3. 1 :
Rancana Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No |
Kegiatan |
Tahun 2024 |
||||||||||||||||||||
Juni |
Juli |
Agustus |
September |
Oktober |
||||||||||||||||||
1 |
Mengajukan judul ke Fakultas untuk persetujuan judul |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2 |
Menyusun atau menulis konsep proposal |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3 |
Konsultasi dengan dosen pembimbing |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4 |
Seminar proposal |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5 |
Izin riset penelitian |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6 |
Pelaksanaan riset |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7 |
Penulisan konsep skripsi |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8 |
Konsultasi kepada dosen pembimbing |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9 |
Penggandaan skripsi |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
10 |
Munaqasah dan perbaikan |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
11 |
Penggandaan skripsi dan penyampaian skripsi kepada tim Penguji dan
Fakultas |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Alqura’anul
Karim, (2016), Al-quran dan
Terjemahan, Jakarta : Departemen Agama RI
Abdul Majid,
Dian Andayani, (2021), Pendidikan Agama Islam Berbasis kompetensi (Konsep
dan Implementasi Kurikulum, (Bandung: Ramaja Rosdakarya.
Amin Abdullah,
dkk., (2016), Metodologi Penelitian Agama Pendekatan Multidisipliner,
(Yogyakarta : Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga.
Aminuddin,
dkk, (2021), Membangun Karakter dan Kepribadian Melalui Pendidikan Agama
Islam (Yogyakarta: Graha Ilmu
Asmaun Sahlan,
(2020), Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah (Malang: UIN Maliki Press
Departemen
Pendidikan Nasional, (2018), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
Keempat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Departemen
Pendidikan Nasional, (2017), Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta:
Balai Pustaka.
Evi Aviyah and
Muhammad Farid. (2018)., Religiusitas, kontrol diri dan kenakalan remaja."
Persona: Jurnal Psikologi Indonesia.02
Fathul Lubabin
Nuqul, (2021). Pesantren Sebagai Bengkel Moral: Optimalisasi Sumber Daya. Jakarta
: Buana Pustaka
Faturrohman, (2020).
Budaya Religius Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Tinjauan Teoritik dan
Praktik Konstekstualisasi Pendidikan Agama Di Sekolah, Yogyakarta:
Kalimemedia
John W.
Creswell, (2020), Penelitian Kualitatif & Desain Riset: Memilih di
Antara Lima Pendekatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kemendiknas, (2019).
Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah,
Jakarta: Balitbang
Kepmendiknas, (2016).
Undang-Undang Guru dan Dosen RI No.14 Th.2020, Jakarta: Sinar Grafika
Kuliyatun, (2019).
“Penanaman Nilai-nilai Religius pada Peserta Didik di SMA Muhammadiyah 01 Metro
Lampung”, Jurnal Pendidikan dan Pemikiran Islam Vol. 03, No. 02
Maskudin, (2016).
Pendidikan Karakter Non-Dikotomik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Muhaimin, (2018).
Paradigma Pendidikan Islam, Bandung:PT Remaja Rosdakarya
Nasution, (2018).
Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara
Ngainun Naim, (2018).
Character Building: Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Pengembangan
Ilmu & Pembentukan Karakter Bangsa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Nunu Ahmad
An-Nahidl, dkk., (2020). Pendidikan Agama di Indonesia: Gagasan dan
Realitas, (Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Ramayulis, (2017). Psikologi Agama, Jakarta : Kalam Mulia
Rohmat
Mulyana, (2016). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta
Siti
Maimunawati and Muhammad Alif, (2022). Peran Guru, Orang Tua” Jakarta: Media
Karya
Soekanto,
Soerjono, (2016). Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Pers: Jakarta
Sulastri, (2019).
Kenakalan Remaja, Jakarta: Rineka Cipta
Suharsimi
Arikunto, (2019). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Sutarjo
Adisusilo, (2018). Pembelajaran Nilai-Nilai Karakter: Konstruktivisme
dan VCT sebagai Inoasi Pendekatan Pembelajaran Afektif, Jakarta : Raja Grafindo
Persada
Syamsir,
Torang, (2018). Organisasi & Manajemen (Perilaku, Struktur, Budaya &
Perubahan Organisasi). Bandung: Alfabeta
Tohirin, (2016).
Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling.
Jakarta: Rajawali Pers
Ulil Amri
Syafri, (2018). Pendidikan Karakter Berbasisi Al Qur’an, Jakarta:
Rajawali Press
Zainal Aqib, Ahmad Amrullah, (2017). Ensiklopedia Pendidikan & Psikilogi, Jakrata : Andi
Offset
0 $type={blogger}:
Posting Komentar