Rabu, 10 Juli 2024


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Agama Islam memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dari mata pelajaran lainnya. Istilah pendidikan yang melekat pada nama pelajaran ini menuntut guru sebagai pelaksana tidak saja berusaha untuk mentransfer pengetahuan, tetapi juga berusaha agar pengetauan yang disampaikan dapat terinternalisasi dalam diri para siswa. Upaya interlasisasi nilai-nilai agama (dalam makna luas ) dalam kehidupan sehari-hari anak didik makin terasa pentingnya belakangan ini. Berbagai hasil penetian disekolah- sekolah dan berbagai fenomena nyata yang kita saksikan menuntut semua stakeholder pendidikan, yaitu guru, orang tua dan masyaraka. (Zainal Aqib, 2017:21).

Guru adalah salah satu diantara faktor pendidikan yang memiliki peranan paling strategis, sebab guru sebetulnya “pemain” yang paling menentukan didalam terjadinya proses belajar mengajar. Menurut Undang-Undang No.14 Thun 2016 Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 tentang guru dan dosen : “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi pesera didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah” (Kepmendiknas, No.14 Th, 2020:3).

Guru merupakan orang yang bertanggung jawab dalam kecerdasan kehidupan anak didik, pribadi susila yang cakap, memberikan sejumlah norma. Guru mempunyai tugas antara lain, mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Guru mempunyai banyak sekali peranan yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran dengan peserta didik. Memiliki peranan yang sangat penting dalam pendidikan, guru harus bisa membuat peserta didik mau belajar, selain untuk belajar guru harus bisa menanamkan nilai nilai moral yang baik kepada peserta didik (Siti Maimunawati, 2022:7).

1

Aktivitas sosial keagamaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesadaran remaja untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang positif khususnya berawal dari pendidikan dalam keluarga, setelah itu pendidikan dimasyarakat (nonformal). Hal tersebut dapat terwujud apabila pendidikan remaja itu berkesinambungan atau tidak terputus, dari pendidikan keluarga, sekolah, sampai masyarakat, sebagaimana Firman Allah Q.S Al-Baqarah Ayat 151 :

كَمَآ اَرْسَلْنَا فِيْكُمْ رَسُوْلًا مِّنْكُمْ يَتْلُوْا عَلَيْكُمْ اٰيٰتِنَا وَيُزَكِّيْكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَّا لَمْ تَكُوْنُوْا تَعْلَمُوْنَۗ

Artinya: Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul (Muhammad) dari (kalangan) kamu yang membacakan ayat-ayat Kami, menyucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu Kitab (Al-Qur'an) dan Hikmah (Sunnah), serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui. (Q.S Al-Baqarah :151)

 

Ayat di atas memberi isyarat bahwa Rasulullah SAW diutus sebagai proses pembelajaran dan pendidikan umat yang bertujuan membentuk manusia robbani, yaitu manusia yang mengenal dan mencintai tuhannya. Sasaran pendidikan sebagaimana maksud ayat tersebut bersifat menyeluruh dan mencakup seluruh dimensi kemanusiaan, baik jasadi (fisik), ahli (intelektualitas) maupun ruhi (moral). Pada hakikatnya remaja adalah bagian dari angota masyarakat yang tidak dapat dipisahkan, karena keharmonisan bermasyarakat tergantung kepadainteraksi kesadaran beragama dan rasa saling ketergantungan diantara sesama. (Sulastri, 2019:151)

Penanaman nilai-nilai relegisu agama yang menjadi suatu bentuk tingkah laku anak serta pembiasaan yang ada di sekolah, dalam hal ini pendidikan agama tidak hanya tersampaikan melalui materi saja tetapi juga tersampaikan dalam sebuah tingkah laku sebagaimana yang di ajarkan dalam agama tentang nilai-nilai agama yang baik dan benar. Nilai- nilai ajaran Islam itulah yang nanti akan menyatu dalam diri anak sehingga dapat berdampak pada perkataan. Sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari, bila keluarga bisa melakukan fungsinya dengan baik dan selalu proaktif dengan kegiatan pembelajaran yang ada disekolah. Maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang sempurna. Dalam hal ini lingkungan sekolah lah yang pertama berperan dan kemudia dilanjutkan oleh orang tua dalam rangka mewujudkan pribadi Muslim seutuhnya.

Mengingat isu-isu dikalangan siswa saat ini, banyak yang salah menggunakan media sosial, penggunaan nakotika, obat obatan terlarang, tawuran antar pelajar, pornografi, pemerkosaan, pembulian antar teman dan lain sebagainya. Sudah menjadi masalah sosial sampai saat ini, karena tindakan tindakan yang dilakukan tersebut sudah menjerumus sebagai tindakan kriminal. Kondisi seperti ini sangat memprihantinkan dikalangan sekolah maupun dikalangan luar sekolah, sebab pelaku dan korban merupakan kaum siswa terutama para pelajar. Mengingat hal ini penanaman nilai- nilai moral sangatlah penting khususnya bagi kaum siswa saat ini.

Sekolah sebagai lingkungan pendidikan formal sangat penting dan strategis dalam pembinaan siswa, baik melalui proses belajar mengajar maupun melalui proses kegiatan pembiasaan dan ekstrakurikuler. Dengan memperhatikan kondisi sekolah dan masyarakat yang umumnya masih dalam taraf perkembangan, maka upaya pembinaan kesiswaan perlu diselenggarakan untuk menunjang perwujudan wawasan wiyatamandala (Nunu Ahmad An-Nahidl, 2017:108). Oleh karena itu, pembinaan dan pembiasaan sangat penting bagi peserta didik sebagai sarana untuk membangun kepribadian pada siswa.

Penanaman nilai- nilai religius merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk menanggulangi dan mengatasi berbagai hal diatas. Sikap religius dapat dipahami sebagai suatu tindakan yang didasari oleh dasar kepercayaan terhadap nilai-nilai kebenaran yang diyakininya. Kesadaran ini muncul dari produk pemikiran secara teratur, mendalam dan penuh penghayatan. Menurut Susilaningsih dalam Amin Abdullah, religiusitas atau rasa agama merupakan kristal nilai agama (religious conscience) dalam diri yang terdalam dari seseorang yang merupakan produk dari internalisasi nilai-nilai agama yang dirancang oleh lingkungannya (Amin Abdullah 2016:88) Sikap religius merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorong sisi orang untuk bertingkah laku yang berkaitan dengan agama. Religius terbentuk karena konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai komponen perasaan terhadap komponen sebagai perilaku beragama (Ramayulis, 2017:97-98)

Kata religius itu sendiri berasal dari kata religi yang artinya kepercayaan atau keyakinan pada suatu kekuatan kodrati di atas kemampuan manusia. Kemudian religius dapat diartikan sebagai keshalihan atau pengabdian yang besar terhadap agama. Keshalihan tersebut dibuktikan dengan melaksanakan segala perintah agama dan menjauhi apa yang dilarang oleh agama. Tanpa keduanya, seseorang tidak pantas menyandang perilaku predikat religius (Kemendiknas, 2019:3).

Dengan menanamkan nilai-nilai regelius serta pembinaan dan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik dari pendidik dengan cara yang baik maka seseorang akan tumbuh menjadi anak yang lebih baik sehingga melahirkan generasi yang unggul. Semua itu tidak lepas dari pendidikan informal dan pendidikan formal dimana pendidikan ini sangat berperan penting dalam pembentukan diri seorang anak. Nilai moral dan agama yang dimiliki setiap anak mampu menghantarkan kepada kebeningan dan keindahan dalam hidup. Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan sebagai bekal menghadapi tantangan hidup di zaman berikutnya. Sebelum anak memasuki lingkungan sosial yang lebih luas, orang tua dan keluarga memiliki peran yang sangat besar dalam mengenalkan dan menanamkan nilai-nilai kehidupan kepada anak. Pembelajaran yang diberikan orang tua dan guru hanya akan diserap anak dengan baik jika orang tua dan guru mampu menciptakan situasi dan kondisi yang menyenangkan sesuai dengan keinginan dan potensi yang dimiliki anak.

Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo merupakan sebuah lembaga pendidikan formal yang ada di bawah kementerian agama. Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo merupakan salah satu sekolah yang berada di Kecamatan Tanah Sepenggal Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. Madrasah ini sebagai lembaga pendidikan yang notabennya dibawah kementerian agama ingin membekali para siswanya menjadi lembaga kontrol terhadap perkembangan moral dan sosial masyarakat serta mampu mewujudkan akhlak serta mampu berbudi pekerti dan beretika Islami. Hal itu dibuktikan dengan kegiatan pembiasaan yang dilakukan pada setiap pagi sebelum pembelajaran dimulai. Letak sekolahpun sangat strategis yaitu di pinggir jalan Raya di Desa Teluk Pandak sehingga mudah dijangkau oleh kendaraan apapun.

Berdasarkan realita yang terjadi dikalangan siswa sudah banyak terjadi perilaku-perilaku yang menyimpang dari ajaran Islam, seperti kurangnya mengharhai guru dan orang tua, bolos dari sekolah, tidak disiplin dan bully. Hal ini dapat dilihat dari beberapa peristiwa dan kasus yang cukup mengegerkan ada lembaga pendidikan adalah kasus bully seorang peserta didik yang membully temannya sendiri hanya karena persoalan sepele yakni siswa tersebut hanya menegur untuk tidak menganggu temannya di jam pelajaran berlangsung. Disamping itu kasus bulying terhadap temannya sendiri hingga depresi, kasus seorang anak berusia 10 Tahun diduga melakukan kekerasan terhadap beberapa temannya karena seringnya menonton situs youtube yang tidak sesuai dengan umurnya. Dengan peristiwa yang sudah terjadi tersebut, pasti ada beberapa faktor yang mempengaruhinya sampai seorang anak berani melakukan tindakan seperti itu dan yang melatar belakangi peristowa tersebut (Kuliyatun, 2019:82)

Oleh karena itu perlu adanya pembiasaan dalam kehidupannya. Penanaman nilai-nilai religius sangat berhubungan pada pendidikan akhlak. Penting untuk diingat bahwa setiap siswa memiliki pengalaman dan tantangan yang unik terkait nilai-nilai religius mereka. Pendidikan, dialog terbuka, dan dukungan dari keluarga dan komunitas dapat membantu siswa mengembangkan pemahaman yang lebih tentang nilai-nilai agama mereka dan memutuskan bagaimana nilai-nilai tersebut dapat membimbing kehidupan mereka dengan bijaksana. Pembinaan akhlaq al-karimah sangat dipentingkan manusia pada umumnya dan kaum wanita khususnya, agar mampu dan berperan lebih baik bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan agama. Apalagi jika dihubungkan dengan kedudukan wanita sebagai pendidik utama dan pertama terhadap putera puterinya.

Berdasarkan hasil observasi pendahuluan yang dilakukan penulis di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo, penulis mengamati lingkungan sekolah dengan berkeliling dan memperhatikan perilaku peserta didik. Pada hari itu peneliti melihat ada beberapa peserta didik yang tidak nampak nilai-nilai religius pada dirinya seperti, bertutur kata yang tidak sopan kepada temannya, melewati gurunya dengan tidak sopan, mengambil barang yang bukan miliknya. Namun di samping itu peneliti juga membandingkan perilaku peserta didik yang nampak dan tidak nampak nilai-nilai religiusnya, hal ini membuktikan bahwa kurangnya akhlak peserta didik baik itu terhadap temannya ataupun dengan gurunya sendiri.

Implikasi religius dalam pendidikan merupakan sebuah penanaman dan pengembangan potensi religius dimaksudkan untuk membentuk siswa menjadi siswa-siswi yang beriman dan bertakwa kepada Allah dan berakhlak muliah agar mencapai kebahagiaan. Akhlak mulai mencakup etika, budi pekerti dan moral sebagai wujud pendidikan Agama Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo. Penanaman nilai-nilai keagamaan yang inklud dalam kegiatan intra, ekstra dan pembiasaan tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki siswa serta aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabat sebagai mahluk Allah. Religius merupakan salah satu faktor keberhasilan siswa dalam dunia pendidikan, menumbuhkan akhlak yang baik, tanggung jawab, jujur, kreatif, beretika, disiplin sebagaimana yang tertuang dalam tujuan pendidikan nasional, sehingga pembelajaran dapat memberikan keberhasilan, kepuasan dan kebahagian dalam belajar.

Melihat kebiasaan dan habit yang ada di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo terlihat bahwa nilai-nilai religius ditanamkan kepada seluruh pegawai dan siswa-siswi yang ada. Secara lebih global, penanaman nilai religius ini juga menjadi motto tersendiri bagi Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo, motto tersebut bertuliskan Cerdas, Inovatif dan Religius”,sehingga dapat dikatakan bahwa penanaman nilai religius dalam pembentukan karakter diperuntukan bagi seluruh penghuni Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo baik di dalam maupun bagi tenaga kerja yang berada di luar. Dalam prakteknya di lapangan, lembaga pendidikan Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo terlihat memberikan penanaman nilai-nilai religius secara terus menerus kepada para guru dan siswanya dalam kesehariannya. Ini mengindikasikan bahwa terjadi pembentukan karakter dalam lembaga pendidikan ini.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai permasalahan yang terjadi di lapangan dengan judul penelitian Peran Guru Akidah Akhlak Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa Di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo”.

 

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas, maka yang akan menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

           1.   Bagaimana Peran Guru Akidah Akhlak Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo?

           2.   Apa Saja Faktor Pendukung dan Penghambat Bagi Guru Akidah Akhlak Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo?

           3.   Bagaimana Solusi Guru Akidah Akhlak Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo?

 

C. Batasan Masalah

     Untuk mempermudah penulis dalam penelitian ini, maka penulis membatasi penelitian ini yaitu pada Peran Guru Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo. Adapun subjek dalam peneliatian ini, penulis mengambil Guru Akidah Akhlak dan siswa kelas XI.A di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo.

 

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

     1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Ingin Mengetahui Peran Guru Akidah Akhlak Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo

b. Ingin Mengetahui Faktor Pendukung dan Penghambat Bagi Guru Akidah Akhlak Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo

c. Ingin Mengetahui Solusi Guru Akidah Akhlak Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo

2. Kegunaan Penelitian

          Penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan:

     a. Secara Teoritis

          Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk penulis khsusunya dan bagi sekolah serat guru dalam mengembangakan dunia pendidikan yang berkualitas.

b. Secara Praktis

    1). Bagi Sekolah

    Diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam meningkatkan kualitas pendidik baik untuk saat ini maupun untuk masa yang akan datang.

2). Bagi Guru

Dapat menambah wawasan dalam mengembagkan peran dalam mendidik dan masukan dalam melaksanakan tanggung jawab seorang guru yaitu menanamkan nilai-nilai regelius peserta didik.

3). Bagi Peneliti

        Memberikan pengetahuan kepada peneliti selaku mahasiswa Pendidikan Agama Islam, bagaimana cara menanamkan nilai-nilai relegisu ke peserta didik serta salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu (S.1) pada jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

KAJIAN TEORI

 

A. Peran Guru Menanamkan Nilai-Nilai Relegius

1. Peran Guru

    a. Pengertian Peran

Peran berarti sesuatu yang dimainkan atau dijalankan.(Anonim, 2018:321). Peran disefinisikan sebagai sebuah aktivitas yang diperankan atau dimainkan oleh seseorang yang mempunyai kedudukan atau status sosial dalam organisasi. Peran menurut terminology adalah seperangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh yang berkedudukan dimasyarakat. Dalam bahasa inggris peran disebut “role” yang definisinya adalah “person’s task or duty in undertaking”. Artinya “tugas atau kewajiban seseorang dalam suatu usaha atau pekerjaan”. Peran diartikan sebagai perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Sedangkan peranan merupakan tindakan yang dilakukan oleh seorang dalam suatu peristiwa. (Syamsir, 2018:86).

Peran adalah aktivitas yang dijalankan seseorang atau suatu lembaga/organisasi. Peran yang harus dijalankan oleh suatu lembaga/organisasi biasanya diaturdalam suatu ketetapan yang merupakan fungsi dari lembaga tersebut. Peran itu ada dua macam yaitu peran yang diharapkan (expected role) dan peran yang dilakukan (actual role). Dalam melaksanakan peran yang diembannya, terdapat faktor pendukung dan penghambat.

9

Peran menurut Koentrajaraningrat, berarti tinkahlaku individu yang memutuskan suatu kedudukan tertentu, dengan demikian konsep peran menunjuk kepada pola perilaku yang diharapakan dari seseorang yang memiliki status/posisi tertentu dalam organisasi atau sistem. Menurut Abu Ahmadi peran adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu yang berdasarkan status dan fungsi sosialnya. Pengertian peran menurut Soerjono Soekanto, yaitu peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksankan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. (Soekanto, 2016:13).

Dari beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa pengertian peran adalah suatu sikap atau perilaku yang diharapkan oleh banyak orang atau sekelompok orang terhadap seseorang yang memiliki status atau kedudukan tertentu. Berdasarkan hal hal diatas dapat diartikan bahwa apabila dihubungkan dengan media online terutama pada media yang penulis teliti yaitu sripoku.com, peran tidak berarti sebagai hak dan kewajiban individu melainkan merupakan tugas dan wewenang media itu sendiri.

b. Jenis-Jenis Peran

      Peran atau role menurut Bruce J. Cohen, juga memiliki beberapa jenis, yaitu:

1). Peranan nyata (Anacted Role) yaitu suatu cara yang betul-betul dijalankan seseorang atau sekelompok orang dalam menjalankan suatu peran.

2). Peranan yang dianjurkan ( Prescribed Role) yaitu cara yang diharapkan masyarakat dari kita dalam menjalankan peranan tertentu.

3). Konflik peranan (Role Conflick) yaitu suatu kondisi yang dialami seseorang yang menduduki suatu status atau lebih yang menuntut harapan dan tujuan peranan yang saling bertentangan satu sama lain.

4). Kesenjangan peranan (Role Distance) yaitu pelaksanaan peranan secara emosional.

5). Kegagalan peran (Role Failure) yaitu kegagalan seseorangan dalam mejalankan peranan tertentu.

6). Model peranan (Role Model) yaitu seseorang yang tingkah lakunya kita contoh, tiru, diikuti.

7). Rangkaian atau lingkup peranan (Role Set) yaitu hubungan seseorang dengan individu lainnya pada dia sedang menjalankan perannya. (Soekanto, 2016:23).

c. Pengertian Guru

    Menurut Hamka Abdul Aziz, guru merupakan sosok yang digugu dan ditiru. Digugu artinya di indahkan atau di percayai. Sedangkan ditiru artinya dicontoh atau diikuti (Hamka abdul Aziz, 2018:19). Menurut Euis Karwati dan Donni Juni Priansa, pengertian guru perlu dijabarkan dengan seksama sehingga guru mampu memahami filosofi makna yang terkandung dalam profesi yang diembannya. Secara etimologis, istilah guru berasal dari bahasa India yang artinya orang yang mengajarkan tentang kelepasan adri sengsara atau dari kebodohan (Euis Karwati, 2020:61).

     Menurut Ali Mudlofir, guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dan kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu atau etik tertentu (Ali Mudlofir, 2018:120).

    Menurut peraturan pemerintah, guru aadalah jabatan fungsional, yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seoarang PNS dalam suatu organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan keahlian atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri (Anonim, 2016:14). Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2016 tentang guru dan dosen, duru adalah pendidik professional dengan utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevakuasi pesera didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

2. Penanaman Nilai

    a. Pengertian Penanaman

Penanaman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu memeliki arti proses, cara, perbuatan menanam, menanami atau menanamkan. (Anonim, 2017:1134). Sedangkan nilai menurut Gordon Allport dalam Rohmat Mulyana menyatakan bahwa nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya (Rohmat Mulyana, 2016:9).

      Penanaman secara etimologis berasal dari kata “tanam” yang berarti menabur benih, yang semakin jelas jika mendapatkan awalan dan akhirat menjadi “penanaman” yang berarti proses, cara, perbuatan menanam, menanami atau menanamkan. Penanaman adalah proses, cara, perbuatan menanam, menanami atau menanamkan. Dalam hal ini, penanaman berarti sebuah upaya atau strategi untuk menanamkan sesuatu. (Anonim, 2008:1615) yaitu bagaimana usaha seorang guru menanamkan nilai-nilai dalam hal ini adalah nilai-nilai akhlak. Penanaman merupakan tahap ditanamkanya nilai-nilai kebaikan agar menjadi suatu kebiasaan.

b. Pengertian Nilai

       Nilai berasal dari bahasa latin vale‟re yang mempunyai arti berguna, mampu, dan berdaya, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat, dan paling benar menurut keyakinan seseorang. (Sutarjo Adisusilo, 2018: 56). Nilai merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi yang dapat menjiwai tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai selalu menyangkut pola pikir dan tindakan, sehingga ada hubungan yang erat antara nilai dan etika. Target pendidikan nilai moral secara sosial ialah membangun kesadaran interpersonal yang mendalam. Peserta didik dibimbing untuk mampu menjalin hubungan sosial secara harmonis dengan orang lain melalui sikap dan perilaku yang baik (Maskudin, 2016: 61)

Menurut Rokeach dan Bank dalam Asmaun Sahlan menyatakan bahwa nilai merupakan suatu tipe kepercayaan yang berada pada suatu lingkup sistem kepercayaan dimana seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang dianggap pantas atau tidak pantas. Sedangkan keberagaman atau religiusitas merupakan suatu sikap atau kesadaran yang muncul yang didasarkan atas keyakinan atau kepercayaan seseorang terhadap suatu agama. Yang mana keberagaman atau religiusitas lebih melihat aspek yang di dalam lubuk hati nurani pribadi (Asmaun Sahlan, 2020:66).

         Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa nilai religius adalah nilai-nilai kehidupan yang mencerminkan tumbuh kembangnya kehidupan beragama yang terdiri dari tiga unsur pokok yaitu akidah, ibadah dan akhlak yang menjadi pedoman perilaku sesuai dengan aturan-aturan Ilahi untuk mencapai kesejahteraan serta kebahagiaan hidup dunia dan akhirat

      Diantara ketiga unsur pokok itu ialah sebagai berikut:

1) Nilai Aqidah

Aqidah berasal dari bahasa Arab dari kata “aqada, ya’qidu, aqiidatan”, yang artinya ikatan, sangkutan. Akidah dalam pengertian terminologi adalah iman, keyakinan yang menjadi pegangan hidup bagi setiap pemeluk agama Islam. Sistem kepercayaan Islam atau aqidah dibangun diatas enam dasar keimanan yang lazim disebut dengan rukun iman, yaitu: beriman kepada Allah SWT, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan kepada hari akhir serta qada’ dan qadar Allah (Aminuddin, 2021:51).

    2) Nilai ibadah

       Ibadah merupakan bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab, yaitu dari masdar ‘abada yang berarti penyembahan. Sedangkan secara istilah berarti khidmat kepada Tuhan, taat mengerjakan perintah-Nya dan Menjauhi larangan-Nya. Jadi ibadah adalah ketaatan manusia kepada Tuhan yang diimplementasikan dalam kegiatan sehari-hari misalnya shalat, puasa, zakat, dan lain sebagainya (Aminuddin, 2021:60).

3. Religius

Religius adalah nilai kerohanian yang tertinggi, sifatnya mutlak dan abadi, serta bersumber pada kepercayaan dan keyakinan manusia. Religius merupakan kata sifat dari religious (inggris) “connected with religion or with particular religion”. Glock dan Stark menyatakan bahwa, Religius sebagai keyakinan yang berhubungan dengan agama, yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu yang bersangkutan dengan agama dan keyakinan yang di anut. Religius bukanlah merupakan sesuatu yang tunggal tetapi merupakan system yang terdiri dari beberapa aspek. Didalam psikologi agama dikenal dengan religius consciousness (kesadaran beragama) dan religius experiences (pengalaman beragama). Glock dan Stark membagi religiuitas menjadi lima dimensi, yaitu religious belief, religious practice, religious felling, religions knowledge dan religious effect. (Charles Y.2019:13).

Menurut Dadang Kahmad, ada beberapa istilah untuk menyebutkan agama diantaranya adalah: religi, religion (inggris), religie (Belanda), religio/religare (Latin), dan dien (Arab). Kata religion (Inggris) dan religie (Belanda) adalah berasal dari bahasa induk dari kedua bahasa tersebut, yaitu bahasa Latin “religio” dari akar kata “relegare” yang berarti mengikat. Dalam bahasa Arab, agama dikenal dengan kata al-din dan al-milah. Kata aldin sendiri mengandung berbagai arti. Ia bisa berarti al-mulk (kemajuan), alkhidmat (pelayanan), al-izz (kejayaan), al- dzull (keimanan), al-ikrah (pemaksaan), al-ihsan (kebajikan), al-adat (kebiasaan), al-ibadat (pengabdian), al-qarh wa al-sulthan (kekuasaan) dan pemerintahan, altadzallul wa al-kudhu (tunduk dan patuh, al-tha‟at (taat) al-islamal tauhid (penyerahan dan pengesakan Tuhan). (Dadang Kahmad, 2019:13).

Religius atau sikap keagamaan dapat diartikan sebagai suatu proses terhadap daya ruhaniyah yang menjadi motor penggerak mengarahkan tingkah laku manusia dalam kehidupan seharihari terdiri dari perasaan, fikiran, angan-angan untuk melaksanakan kepercayaan kepada tuhan dengan anjuran dan kewajiban yang berhubungan dengan agamanya. Religius adalah menjalankan ajaran agama secara menyeluruh dan hal yang paling mendasar ialah menjadikan sebagai landasan pendidikan. (Asmaun Sahlan, 2020: 27)

Religius adalah penghayatan dan implementasi ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Teori akan nihil tanpa adanya suatu praktek, begitu pula praktek akan nihil tanpa berlandaskan suatu teori. Menjadi suatu keharusan, ilmu agama di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari yang menjadikan bukti pemahaman materi agama yang telah diterimanya. Karena, puncak pemahaman seseorang terhadap ilmunya terletak pada perilakunya (Ngainun Naim, 2018:124).

Dengan demikian agama adalah sebuah sistem yang berdimensi banyak. Pengertian religiusitas berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Glock dan Strak adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan seberapa tekun pelaksanaan ibadah dan seberapa dalam penghayatan agama yang dianut seseorang.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa religiusitas adalah pemahaman dan penghayatan agama seseorang yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari yang diwujudkan dengan mematuhi segala perintah dan menjauhi larangan-Nya. Religiusitas seseorang tidak hanya dilihat dari aspek ibadahnya saja, namun bagaimana dirinya menjalankan hidup dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

4. Nilai-Nilai Religius

Secara garis besar agama dapat diklasifikasikan ke dalam dua bentuk:

a. Agama Samawi (wahyu) yaitu agama yang diwahyukan dari Allah melalui malaikat-Nya kepada utusan-Nya untuk disampaikan kepada manusia.

b. Agama ardhi (kebudayaan) yaitu agama yang bukan berasal dari Allah dengan jalan diwahyukan tetapi keberadaannya disebabkan oleh proses antropologis yang terbentuk dari adat istiadat kemudian melembaga dalam bentuk agama. Jadi kalau agama samawi berpokok pada konsep keesaan Tuhan dan yang dijadikan tuntunan untuk menentukan baik dan buruk adalah kitab suci yang diwahyukan, sedangkan pada agama ardhi tidak berpokok pada konsep keesaan Tuhan dan dijadikan tuntunan adalah tradisi atau adat istiadat setempat. (Muhaimin, 2018:297).

     Menurut Fathurrahman nilai-nilai religious terbagi menjadi lima bagian yaitu sebagai berikut:

a. Nilai Ibadah

Secara istilah berarti khidmat kepada Tuhan, taat mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi laranganNya. Ibadah adalah ketaatan manusia kepada tuhan yang diimplementasikan dalam kegiatan seharihari misalnya, sholat, puasa, zakat dan lain sebagainya.28 Ibadah baik umum maupun khusus merupakan konsekuensi dan implikasi dari keimanan terhadap Allah SWT yang tercantum dalam dua kalimat syahadat.”asyhadu alla ilaaha illallaah, waasyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Bahwa ibadah adalah ketaatan manusia kepada Tuhan yang diimplementasikan dalam kegiatan sehari-hari.

 b. Nilai Ruhul Jihad

Ruhul jihad adalah jiwa yang mendorong manusia untuk bekerja atau berjuang dengan sungguh-sungguh. Hal ini didasari adanya tujuan hidup manusia, yaitu Hablumminallah, Hamblumminnas dan Hamblum min alalam. Dengan adanya komitmen ruhul jihad maka aktualisasi diri dan melakukan perkerjaan selalu didasari sikap berjuang dan ikhtiar dengan sungguh-sungguh. Mencari ilmu merupakan salah satu manifestasi dari sifat Jihadunnafsi yaitu memerangi kebodohan dan kemalasan

c. Nilai Akhlak dan Disiplin

    Akhlak merupakan bentuk jama’ dari khuluq, artinya perangai, tabiat, rasa malu dan adat kebiasaan. Sedangkan kedisiplinan itu termanifestasi dalam kebiasaan dalam kebiasaan manusia ketika melaksanakan ibadah rutin setiap hari. Apabila manusia melaksanakan ibadahnya dengan tepat waktu, maka secara otomatis nilai kedisiplinan telah tertanam pada diri orang tersebut.

d. Nilai Keteladanan

       Nilai keteladanan tercermin dari perilaku guru, keteladanan merupakan hal yang sangat penting dalam pendidikan dan pembelajaran.

e. Nilai Amanah dan Ikhlas

        Secara etimologi amanah artinya dapat dipercaya dan tanggung jawab. Dalam konteks pendidikan, nilai amanah harus dipegang oleh seluruh pengelola lembaga pendidikan. Sedangkan ikhlas diartikan bersih atau hilangnya rasa pamrih atas segala sesuatu yang diperbuatnya (Faturrohman, 2020:60-69)

5. Dimensi-dimensi Religius

Glock & Stark dalam Ancok menjelaskan bahwa agama adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuannya itu terpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning). Menurut Glock & Stark dalam Muhaimin disebutkan terdapat 5 macam dimensi religius, yaitu :

a. Dimensi keyakinan yang berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin tersebut.

b. Dimensi praktik agama yang mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk mennjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Menunjukkan kepada seberapa tingkat kepatuhan muslim dalam mengerjakan kegiatankegiatan ritual sebagaimana diperintah dan dianjurkan oleh agamannya

c. Dimensi pengalaman, dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapanpengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir bahwa ia akan mncapai suatu kontak dengan kekuatan supernatural. Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi dan sensasisensasi yang dialami seseorang

d. Dimensi pengetahuan agama yang mengacu kepada harapan bahwa orangorang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi

e. Dimensi pengamalan, dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Barkaitan dengan dimensi pengetahuan agama yang mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama, paling tidak, memilik sejumlah minimal pengetahuan, antara lain mengenai dasar-dasar tradisi.

6. Ciri-ciri Religius

   Perkembangan perilaku keagamaan peserta didik merupakan implikasi dari kematangan beragama siswa sehingga mereka bisa dikatakan sebagi pribadi atau individu yang religius. Penyematan istilah religius ini digunakan kepada seseorang yang memiliki kematangan dalam beragama. Raharjo mengemukakan tentang kematangan beragama pada seseorang diantaranya:

a. Keimanan yang utuh

      Orang yang sudah matang beragama mempunyai beberapa keunggulan. Diantaranya adalah mereka keimanannya kuat dan berakhlakul karimah dengan ditandai sifat amanah, ikhlas, tekun, disiplin, bersyukur, sabar, dan adil. Pada dasarnya orang yang sudah matang beragama dalam perilaku sehari-hari senantiasa dihiasi dengan akhlakul karimah, suka beramal shaleh tanpa pamrih dan senantiasa membuat suasana tentram. sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Ashr ayat 1-3.

وَالْعَصْرِۙ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ

Artinya : Demi masa, sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran. (Q.S. Al-Ashr ayat 1-3)

 

b. Pelaksanaan ibadah yang tekun

Keimanan tanpa ketaatan beramal dan beribadah adalah sia-sia. Seseorang yang berpribadi luhur akan tergambar jelas keimanannya melalui amal perbuatan dalam kehidupan seharihari. Ibadah adalah bukti ketaatan seorang hamba setelah mengaku beriman kepada Tuhannya. Sesuai firman Allah Q.S Ad-Dzariyat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Artinya: Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (Q.S Ad-Dzariyat ayat 56).

 

c. Akhlak mulia

Suatu perbuatan dinilai baik bila sesuai dengan ajaran yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan sunah, sebaliknya perbuatan dinilai buruk apabila bertentangan denga Al-Qur’an dan sunah. Akhlak mulia bagi seseorang yang telah matang keagamaannya merupakan manifestasi keimanan yang kuat. Ketiga ciri-ciri diatas menjadi indikasi bahwa seseorang memiliki kematangan dalam beragama atau tidak. Hal tersebut tertuang dalam 3 hal pokok yaitu keimanan (tauhid), pelaksanaan ritual agama (ibadah), serta perbuatan yang baik (akhlakul karimah).

7. Metode Penanaman Nilai-nilai Religius

Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan hodos, Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa metode adalah “cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan”. Secara harfiah kata metode adalah dari kata method´ yang berarti cara kerja ilmu pengetahuan manakala kata metodologi (methodology)´ adalah penyelidikan yang sistematis dan formulasi metode-metode yang akan digunakan dalam penelitian ilmiah. Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar peserta didik, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar peserta didik yang bersifa internal. Sedangkan Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Abdul Majid, 2021:132).

Di antara sesuatu hal yang harus dimiliki oleh guru dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai guru adalah menguasai metode pengajaran atau metodologi. Untuk itu pemilihan metode yang tepat sangat diharapkan agar siswa memiliki gairah dan minat dalam menerima pelajaran yang disampaikan. Dengan metode belajar yang diberikan akan mengajak dan membiasakan siswa untuk bersikap analisis dan deskriptif terhadap masalah-masalah yang ada. Dengan metode belajar yang efektif dapat membiasakan siswa bersikap mandiri dan aktif dalam proses belajar mengajar. Dan diharapkan dapat menjadi salah satu model mengajar yang efektif dan efesien.

Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi siswa, baik masalah pribadi maupun kemasyarakatan, juga dapat berakibat positif bagi siswa terutama untuk melatih mereka aktif dalam diskusi kelompok dengan mengemukakan dan kebebasan berpikir tetapi terkontrol dengan baik. Pentingnya kedudukan metode mengajar dalam proses pendidikan, ilmu pendidikan dan pekerjaan mengajar, maka para pendidik menaruh perhatian besar. Itulah sebabnya masalah metode mengajar ini diterapkan sebagai satu bagian dari ilmu pendidikan yang dikenal dengan istilah metodelogi. Untuk mencapai tujuan pendidikan diperlukan adanya metode-metode dalam prosesnya. Metode pendidikan islam secara garis besar terdiri dari lima, yaitu metode keteladanan (uswatun khasanah), metode pembiasaan, metode nasehat, metode memberi perhatian/pengawasan, dan metode hukuman. Abdullah Nashih Ulwan menjelaskan dalam bukunya mengenai metodemetode yang digunakan dalam menanamkan religiusitas, yaitu sebagai berikut:

     a. Metode Keteladanan

Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa “Keteladanan” berasal dari kata teladan yaitu perbuatan atau barang yang dapat ditiru dan dicontoh. Keteladanan dalam pendidikan adalah cara yang paling efektif dan berhasil dalam mempersiapkan anak dari segi akhlak, membentuk mental dan rasa sosialnya. Hal ini dikarenakan pendidik adalah panutan atau idola dalam pandangan anak dan contoh yang baik di mata mereka. Anak akan meniru baik akhlaknya, perkataannya, perbuatannya dan akan senantiasa tertanam dalam diri anak. Secara psikologis seorang anak itu memang senang untuk meniru, tidak hanya hal baik saja yang ditiru oleh anak bahkan terkadang anak juga meniru yang buruk. Oleh karena itu metode keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik dan buruknya kepribadian anak.

b. Metode Pembiasaan

Pembiasaan adalah sebuah cara yang dilakukan untuk mebiasakan anak didik berfikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam. Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relative menetap melalui proses pembelajaran yang berulang-ulang. Pendidikan hanya akan menjadi angan-angan belaka, apabila sikap ataupun prilaku yang ada tidak diikuti dan didukung dengan adanya praktik dan pembiasaan pada diri. Pembiasaan mendorong dan memberikan ruang kepada anak didik pada teori-teori yang membutuhkan aplikasi langsung, sehigga teori yang pada mulanya berat menjadi lebih ringan bagi anak didik bila seringkali dilaksaakan. (Ulil Amri Syafri, 2018:139).

c. Metode Nasehat

Nasehat merupakan metode yang efektif dalam membentuk keimanan anak, mempersiapkan akhlak, mental dan sosialnya, hal ini dikarenakan nasihat memiliki pengaruh yang besar untuk membuat anak mengerti tentang hakikat sesuatu dan memberinya kesadaran tentang prinsip-prinsip Islam. Fungsi nasehat adalah untuk menunjukkan kebaikan dan keburukan, karena tidak semua orang bisa menangkap nilai kebaikan dan keburukan. Metode nasehat akan berjalan baik pada anak jika seseorang yang memberi nasehat juga melaksanakan apa yang dinasehatkan yang dibarengi dengan teladan atau uswah. Bila tersedia teladan yang baik maka nasehat akan berpengaruh terhadap jiwanya dan akan menjadi suatu yang sangat besar manfaatnya dalam pendidikan rohani (Abdullah Nashih Ulwah, 2016:394).

d. Metode Hukuman

Metode hukuman merupakan suatu cara yang dapat digunakan oleh guru dalam mendidik anak apabila metodemetode yang lain tidak mampu membuat anak berubah menjadi lebih baik. Dalam menghukum anak, tidak hanya menggunakan pukulan saja, akan tetapi bisa menggunakan sesuatu yang bersifat mendidik. Adapun metode hukuman yang dapat dipakai dalam menghukum anak adalah:

 

1) Lemah lembut dan kasih saying

2) Menjaga tabi‟at yang salah dalam menggunakan hukuman.

3) Dalam upaya pembenahan, hendaknya dilakukan secara bertahap dari yang paling ringan hingga yang paling berat (Abdullah Nashih Ulwah, 2016:43).

 

    Pada dasarnya suatu metode pembelajaran dapat diterapkan/digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, termasuk di dalamnya pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Namun, yang perlu diperhatikan oleh seorang guru dalam memilih sebuah metode pembelajaran adalah mengenali karakteristik dari metode pembelajaran tersebut. Sebab ketepatan dalam memilih sebuah metode pembelajaran akan menentukan proses dan hasil dari pembelajaran itu sendiri yang akan berimplikasi positif pada pembangunan kepribadian siswa.

 

B. Studi Relevan

Penelitian relevan berfungsi untuk membandingkan dan menghindari manipulasi terhadap satu karya ilmiah dan menguatkan bahwa penelaitian yang penulis lakukan benar-benar belum pernah diteliti orang lain. Adapun penelitian relevan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Subiyantoro, (2019), dengan judul “Peranan Kualitas Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Religiusitas Siswa (Studi Deskriptif di MAN 1 Kalibawang, Kulon Progo). Hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas pendidikan Agama Islam di MAN 1 Kalibawang, Kulon Progo belum mencapai tingkat kualitas yang diharapkan, sehingga melahirkan tingkat religiusitas siswa yang tidak utuh, tinggi rendahnya tingkat religiusitas siswa lebih dominan dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan masyarakat.

   Adapun kesamaan dalam penelitian ini dengan penelitian penulis adalah sama-sama membahas masalah Relegius pada siswa MAN. Sementara perbedaan dalam penelitian terletak pada peran masing-masing guru, dimana saudara Subiyantoro lebih memfokuskan penelitian pada Peranan Kualitas Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Religiusitas Siswa sedangkan penulis memfokus pada Peran Guru Akidah Akhlak Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa. Jadi sangatlah berbeda dalam fokus penelitian tersebut.

 

2. Ilham yang berjudul, (2017), “Implementasi Religius Siswa dalam Pendidikan Agama Islam di MAN 01 Jambi”. Hasil temuan penelitian diatas dapat dijelaskan bahwa implementasi Religius Siswa berjalan dengan lancar di di MAN 01 Jambi. Dengan adanya kegiatan Religius Siswa ini, para peserta didik lebih aktif dan rajin dalam melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan religious ini. dalam kegiatan ini, guru menerapkan metode keteladanan dan pembiasaan.

          Adapun kesamaan dalam penelitian ini terletak pada focus Relegius siswa di MAN. Sementera perbedaannya sangatlah jauh, dimana penulis memfokus pada peran guru akidah akhlak dalam menanamkan nilai-nilai relegius, sementara saudar Ilham lebih memfokus pada implementasi relegius siswa.

3. Suryati, (2021). “Pelaksanaan Pembiasaan Ibadah dalam Pembentukan Karakter Religius Siswa di MAN Gunung Raya 01 Palangkaraya”. Hasil penelitian menemukan bahwa penerapan pembiasaan keberagamaan dalam pembentukan karakter religius siswa dilaksanakan dalam bentuk pembiasaan keberagamaan. Karakter religius hubungannya kepada Tuhan Yang Maha Esa pembiasaan yang diterapkan adalah sholat dhuhur bersama, membaca do‟a sebelum dan sesudah pelajaran, bimbingan membaca AlQur‟an, membaca asmaul husna, dan membaca surat-surat pendek.

          Adapun kesamaan dalam penelitian ini adalaha dimana antara penulis dan saudari Suryati sama-sama membahas pembentukkan atau menanamkan nilai-nilai relegius. Sementara perbedaan dalam penelitian ini terletak pada pelaksanaan dan peran guru yang masing-masing dalam pembentukkan nilai-nilai relegius.

4. Muhammad Iqbal Rofi’i (2021). “Pengaruh Religiusitas Terhadap Motivasi Berprestasi Siswa SMAN 05 Kota Tanggerang Banten”. Hasil penelitian menunjukan bahwa siswa yang mempunyai religiusitas yang tinggi akan dapat melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan sehari-harinya dengan baik dan penuh kesadaran, sehingga termotivasi untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya.

Adapu berbedaan antara penelitian penulis dengan penelitian Muhammad Iqbal Rofi’i adalah dimana beliau berusaha untuk mengungkapkan adakah hubungan antara tingkat religiusitas dengan tingkat prestasi siswa SMAN 05 Kota Tanggerang Banten. Penelitian ini tidak ada hubunganya dengan prestasi siswa serta tidak mengukur tingkat religiusitas siswa. Penelitian ini terfokus pada strategi guru PAI dalam meningkatkan religiusitas para siswanya di SMAN 05 Kota Tanggerang Banten. Bagaimana, kendala yang dihadapi serta faktor yang mendukung dalam meningkatkan religiusitas siswa di SMAN 05 Kota Tanggerang Banten.  

      Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu pada penekanan pelaksanaan pendidikan nilai-nilai ibadah/ religius (keagamaan) peserta didik supaya terwujud karakter religius, sehingga peserta didik mampu mengamalkan ibadah yang diperintahkan Allah dengan baik, juga memilki akhlak mulia kepada Allah SWT, dan sesama teman, masyarakat serta lingkungan sekitar.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

 

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

1.  Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu pendekatan deskriptif. Menurut Sukmadinata, (2021), pendekatan deskriptif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjabarkan fenomena yang ada, baik fenomena alami maupun fenomena buatan manusia bisa mencakup aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena satu dengan fenomena lain. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, tindakan dan lain-lain (Tohirin, 2016:3). Pendekatan kualitatif dipilih dan digunakan pada penelitian ini dikarenakan bahwa judul dan metode yang digunakan menuntut untuk menggunakan pendekatan kualitatif ini.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif. Menurut Creswell, (2020), mendefenisikan metode penelitian kualitatif sebagai suatu pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral. Untuk mengerti gejala sentral tersebut, peneliti mewawancarai peserta penelitian atau partisipan dengan mengajukan pertanyaan yang umum dan agak luas. Informasi kemudian dikumpulkan yang berupa kata maupun teks.

24

Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian studi kasus. Studi kasus adalah pendekatan kualitatif yang penelitinya mengeksplorasi kehidupan nyata, sistem terbatas kontemporer (kasus) atau beragam sistem terbatas (berbagai kasus), melalui pengumpulan data yang detail dan mendalam yang melibatkan beragam sumber informasi. (John W. Creswell, 2020:135) Pertimbangan peneliti menggunakan jenis penelitian studi kasus ini dikarenakan cara pengumpulan data yang melibatkan beragam sumber informasi yang terlibat dalam hal penanaman nilai-nilai religius siswa di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo.

 

B. Setting dan Subjek Penelitian

    1. Setting penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo yang beralamatkan beralamat di Jalan Lamo Tanah Tumbuh KM 15 Desa Teluk Pandak, Kecamatan Tanah Sepenggal Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. Adapun alasan peneliti melakukan penelitian di lembaga tersebut karena MAN 3 Muara Bungo ini merupakan sekolah Agama dan satu-satunya MAN Negeri di wilayah Tanah Sepenggal. Selain itu penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja dengan dasar pertimbangan bahwa di MAN 3 Muara Bungo terdapat kegiatan ekstrakurikuler dakwah yang dimaksudkan sebagai saranan untuk menanamkan nilai-nilai religius pada siswa.

2. Subjek Penelitian

       Subyek penelitian adalah benda, hal atau orang yang dapat dijadikan tempat mencari data untuk variable penelitian yang dipermasalahkan. Untuk memperoleh data yang valid dan sesuai dengan tujuan penelitian maka diperlukan penentuan informan yang tepat dalammenguraikan masalah yang diteliti. Memilih subyek penelitian harus sesuai dengan obyek penelitian. Penentuan subjek berdasarkan tujuan yang dilakukan untuk meningkatkan kegunaan informasi yang didapatkan dari subjek yang kecil. Informan dalam penelitian ini di wawancarai lalu di amati dan di observasi secara langsung. Menurut (Moleong, 2016:25) mengatakan tokoh formal berkaitan dengan individu yang mampu mengelola Lembaga misalnya pimpinan atau kepala bagian, sedangkan tokoh informal adalah sekelompok masyarakat baik secara langsng maupun tidak langsung terkena dampak dari aktivitas lembaga tersebut. Dalam penelitian ini, subyek penelitian atau informan yang dipandang mengetahui terhadap masalah yang diteliti adalah sebagai berikut :

1. Kepala MAN 3 Muara Bungo

       Kepala sekolah menjadi subyek penelitian karena kepala sekolah adalah salah satu orang yang memiliki hak untuk mengambil kewenangan dalam mengambil kebijakan terhadap aktivitas siswa di sekolah.

2. Guru Akidah Akhlak di MAN 3 Muara Bungo

Guru Akidah Akhlak menjadi subyek penelitian karena guru Akiah Akhlak merupakan guru yang mendampingi dan mengawasi kegiatan-kegiatan keislaman.

3. Siswa-siswi kelas XI

Siswa-siswi kelas XI di MAN 3 Muara Bungo yang menjadi subyek penelitian karena siswa kelas XI adalah orang-orang yang banyak melanggar kegiatan keislaman.

C. Jenis Dan Sumber Data

      1. Jenis Data

             Adapun jenis data dalam penelitian ini terbagi dua jenis yaitu :

     a. Data Primer

Data primer ialah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan memerlukanya (M. Iqbal Hasan, 2016).

Sumber data primer yaitu sumber pokok yang di dapatkan untuk kepentingan penelitian. Sumber data primer di dapatkan secara langsung dari sumber data aslinya berupa wawancara, pendapat individua tau kelompok maupun hasil observasi dari suatu objek kejadian atau hasil pengujian.

    b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan secara langsung dari objek penelitian. Data sekunder yang diperoleh adalah sebuah situs internet, ataupun dari sebuah referensi yang sama dengan apa yang sedang di teliti oleh peneliti (Sugiyono, 2017:209).

Data skunder yaitu sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpulan data atau data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulanya oleh peneliti, misalnya lewat orang lain, dokumen, koran, keterangan-keterangan atau publikasin lainya. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data sekunder adalah sesuai Undang-Undang ketenagakerjaan, buku, jurnal, artikel yang berkaitan dengan topik penelitian mengenai sistem pengadilan internal atas sistem dan prosedur penggajian dalam usaha mendukung efisiensi biaya tenaga kerja.

2. Sumber Data

       Sumber data adalah subjek dari mana data yang dapat diperoleh. Dalam penelitian ini sumber data merupakaan merupakan hal yang penting karena menentukan jenis data yang akan di kumpulkan dan metode pengumpulan data yang akan gunakan (Sugiyono, 2017:211). Sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh. Sumber data dapat berupa manusia, benda peristiwa atau kondisi. Sedangkan Menurut (Nur Indrianto, 2018:29). Sumber data dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru Akidah Akhlak dan siswa-siswi kelas XI di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo.

E. Teknik Pengumpulan Data

       Teknik pengumpulan data adalah rangkaian aktifitas yang saling terkait yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi untuk menjawab pertanyaanpertanyaan penelitian yang muncul.44 Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. (Sugiono, 2017:224).

        Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

   1. Observasi

      Observasi adalah suatu cara mengadakan penyelidikan dengan menggunakan pengamatan terhadap suatu obyek dari suatu peristiwa atau kejadian yang akan diteliti. Observasi sebagai alat pengumpul data harus sistematis artinya observasi serta pencatatannya dilakukan menurut prosedur dan aturan-aturan tertentu sehingga dapat diulangi oleh peneliti lain. Selain itu hasil observasi itu harus memberi kemungkinan untuk menafsirkannya secara ilmiah. (Nasution, 2018:107)

   2. Wawancara

       Wawancara atau interview adalah suatu bentuk komunikasi verbal jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. Dalam wawancara pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal (Nasution, 2018:113). Metode wawancara yaitu sebagai suatu proses tanya jawab lisan, dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengarkan suaranya dengan telinganya sendiri. (Irawan Sarlito, 2022:73).

  Adapun data yang didapatkan oleh peneliti dari hasil wawancara ini adalah sebagai berikut:

a.  Peran Guru Akidah Akhlak Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo

b.  Faktor Pendukung dan Penghambat Bagi Guru Akidah Akhlak Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo

c.  Solusi Guru Akidah Akhlak Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Relegius Siswa di Madrasah Aliyah Negeri 3 Muara Bungo

   3. Dokumentasi

      Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. (Suharsimi Arikunto, 2019:270). Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai halhal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar atau atau karya – karya monumental dari seseorang. Dalam penelitian dokumentasi yang digunakan adalah foto dari hasil pengamatan (Burhan Bungin, 2008:58).

      Adapun data-data yang diperoleh dari teknik dokumentasi ini adalah sebagai berikut:

a. Profil Madsarah Aaliyah Negeri 3 Muara Bungo.

b. Sejarah Madsarah Aaliyah Negeri 3 Muara Bungo.

c. Struktur organisasi Madsarah Aaliyah Negeri 3 Muara Bungo.

d. Keadaan sarana dan prasarana Madsarah Aaliyah Negeri Muara Bungo.

 

F. Analisis Data

      Miles dan Hubberman dalam Suharsimi Arikunto menyatakan bahwa analisis data kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Miles dan Hubberman dalam Sugiono juga mengemukakan bahwa aktivitas dalam data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh (Sugiono, 2017:331).

Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Miles dan Hubberman, yaitu data reduction, data display, dan verification.

1. Data Reduction (Reduksi Data)

         Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. (Sugiono, 2017:247).

2. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data di reduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan untuk merencanakan langkah yang akan dilakukan selanjutnya

3. Conclusion Drawing atau Verification (Penarikan Kesimpulan)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada dilapangan.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

G. Jadwal  Pelaksanaan Penelitian

Tahap-tahap penelitian ini menguraikan proses pelaksanaan penelitian, mulai dari penelitian pendahuluan, pengembangan desain, penelitian sebenarnya, dan sampai pada penulisan laporan. Penelitian akan dilaksanakan selama (lima) bulan, mulai dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2024. Adapun jadwal penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 3. 1 : Rancana Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No

Kegiatan

Tahun 2024

Juni

Juli

Agustus

September

Oktober

1

Mengajukan judul ke Fakultas untuk persetujuan judul

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2

Menyusun atau menulis konsep proposal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3

Konsultasi dengan dosen pembimbing

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4

Seminar proposal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

5

Izin riset penelitian

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

6

Pelaksanaan riset

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

7

Penulisan konsep skripsi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

8

Konsultasi kepada dosen pembimbing

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

9

Penggandaan skripsi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

10

Munaqasah dan perbaikan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

11

Penggandaan skripsi dan penyampaian skripsi kepada tim Penguji dan Fakultas

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Alqura’anul Karim, (2016), Al-quran dan Terjemahan, Jakarta : Departemen Agama RI

Abdul Majid, Dian Andayani, (2021), Pendidikan Agama Islam Berbasis kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum, (Bandung: Ramaja Rosdakarya.

Amin Abdullah, dkk., (2016), Metodologi Penelitian Agama Pendekatan Multidisipliner, (Yogyakarta : Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga.

Aminuddin, dkk, (2021), Membangun Karakter dan Kepribadian Melalui Pendidikan Agama Islam (Yogyakarta: Graha Ilmu

Asmaun Sahlan, (2020), Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah (Malang: UIN Maliki Press

Departemen Pendidikan Nasional, (2018), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Departemen Pendidikan Nasional, (2017), Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Evi Aviyah and Muhammad Farid. (2018)., Religiusitas, kontrol diri dan kenakalan remaja." Persona: Jurnal Psikologi Indonesia.02

Fathul Lubabin Nuqul, (2021). Pesantren Sebagai Bengkel Moral: Optimalisasi Sumber Daya. Jakarta : Buana Pustaka

Faturrohman, (2020). Budaya Religius Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Tinjauan Teoritik dan Praktik Konstekstualisasi Pendidikan Agama Di Sekolah, Yogyakarta: Kalimemedia

John W. Creswell, (2020), Penelitian Kualitatif & Desain Riset: Memilih di Antara Lima Pendekatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kemendiknas, (2019). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah, Jakarta: Balitbang

Kepmendiknas, (2016). Undang-Undang Guru dan Dosen RI No.14 Th.2020,  Jakarta: Sinar Grafika

Kuliyatun, (2019). “Penanaman Nilai-nilai Religius pada Peserta Didik di SMA Muhammadiyah 01 Metro Lampung”, Jurnal Pendidikan dan Pemikiran Islam Vol. 03, No. 02

Maskudin, (2016). Pendidikan Karakter Non-Dikotomik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Muhaimin, (2018). Paradigma Pendidikan Islam, Bandung:PT Remaja Rosdakarya

Nasution, (2018). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara

Ngainun Naim, (2018). Character Building: Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu & Pembentukan Karakter Bangsa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Nunu Ahmad An-Nahidl, dkk., (2020). Pendidikan Agama di Indonesia: Gagasan dan Realitas, (Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan

Ramayulis, (2017). Psikologi Agama, Jakarta : Kalam Mulia

Rohmat Mulyana, (2016). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta

Siti Maimunawati and Muhammad Alif, (2022). Peran Guru, Orang Tua” Jakarta: Media Karya

Soekanto, Soerjono, (2016). Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Pers: Jakarta

Sulastri, (2019). Kenakalan Remaja, Jakarta: Rineka Cipta

Suharsimi Arikunto, (2019). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta

Sutarjo Adisusilo, (2018). Pembelajaran Nilai-Nilai Karakter: Konstruktivisme dan VCT sebagai Inoasi Pendekatan Pembelajaran Afektif, Jakarta : Raja Grafindo Persada

Syamsir, Torang, (2018). Organisasi & Manajemen (Perilaku, Struktur, Budaya & Perubahan Organisasi). Bandung: Alfabeta

Tohirin, (2016). Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling. Jakarta: Rajawali Pers

Ulil Amri Syafri, (2018). Pendidikan Karakter Berbasisi Al Qur’an, Jakarta: Rajawali Press

Zainal Aqib, Ahmad Amrullah, (2017). Ensiklopedia Pendidikan & Psikilogi, Jakrata : Andi Offset


0 $type={blogger}:

Postingan Populer

Mengenai Saya

Foto saya
Jambi, Kota Jambi, Indonesia

Putra Muaro Bungo

Putra Muaro Bungo
Jadilah Diri Sendiri Tanpa Berharap Kepada Manusia

Simpel Aja

Simpel Aja

PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG)

My Famili

SELAMAT DATANG DI

BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN BLOG KHAIRUL AKMAN

Arsip Blog

Pengikut

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Total Tayangan Halaman

TERIM KASIH

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DI BLOG KAMI SEMOGA BERMANFAAT