BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada kepemimpinan Kepala
Madrasah, keberhasilan sekolah adalah keberhasilan Kepala Madrasah.
Bagaimanapun, Kepala Madrasah merupakan unsur vital bagi efektifitas lembaga
pendidikan. Tidak kita jumpai sekolah yang baik dengan Kepala Madrasah yang
buruk atau sebaliknya sekolah yang buruk dengan Kepala Madrasah yang baik. Kepala
Madrasah yang baik bersikap dinamis untuk mempersiapkan berbagai macam program
pendidikan. Bahkan, tinggi rendahnya mutu suatu sekolah dibedakan oleh
kepemimpinan Kepala
Madrasah. (Wahjosumidjo, 2007:82)
Setiap lembaga pendidikan diharapkan memiliki suatu
kelebihan yang bersifat positif, misalnya berupa budaya yang di berdayakan
lembaga, untuk menjadi pembeda lembaga pendidikan tersebut dengan lembaga
pendidikan yang lain. Sehingga lembaga tersebut memiliki keunikan/keunggulan yang dijanjikan
kepada masyarakat sebagai konsumen pendidikan. Oleh karena itu, agar kualitas
pendidikan meningkat, selain dilakukan secara struktural perlu diiringi pula
dengan pendekatan kultural. Berdasarkan deskripsi tersebut, maka beberapa
pemimpin dalam bidang pendidikan
memberikan arah baru,
bahwa culture atau budaya unit-unit pelaksana kegiatan yang ada
di sekolah turut menjadi salah satu faktor penentu dalam meningkatkan kualitas
pendidikan yang berlangsung pada sebuah lembaga atau institusi pendidikan. (Haryati diyati, 2014:3)
Kepemimpinan kepala
sekolah merupakan faktor
yang menjadi kunci pendorong keberhasilan dan keberlangsungan suatu
budaya sekolah. Hal
itu harus didukung
dengan penampilan Kepala Madrasah.
Penampilan Kepala Madrasah ditentukan oleh faktor kewibawaan, sifat, dan
ketrampilan, prilaku maupun fleksibilitas kepala sekolah.
Agar fungsi kepemimpinan kepala
sekolah berhasil memerdayakan segala sumber daya sekolah terutama
dalam hal mengembangkan
budaya sekolah untuk
mencapai tujuan sesuai dengan situasi, diperlukan seorang Kepala
Madrasah yang memiliki kemampuan
profesional yaitu: kepribadian, keahlian dasar, pengalaman,
pelatihan dan pengetahuan.
Kepala Madrasah seperti ini memberi orientasi pada terbentuknya budaya
sekolah yang kuat strong cultural guna mendukung kesuksesan
pencapaian tujuan sekolah.
Integrasi Kepala Madrasah dengan budaya sekolah merupakan upaya-upaya
untuk mengartikulasikan tujuan
dan misi sekolah,
nilai-nilai sekolah, keunikan sekolah, sistem simbol sekolah, imbalan
yang memadai, ikatan organisatoris
berdasarkan saling percaya
dan komitmen antar guru, siswa, dan masyarakat. (Mulyadi, 2010:130)
Budaya sekolah yang baik adalah budaya yang mempersiapkan tatanan
masyarakat yang beradab, humanis, religius, dan peduli pada masalah. (Syamsul Ma’arif, 2012:4). Salah satu model budaya sekolah adalah budaya Islami yang mempunyai warna
tersendiri dan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu pembentukan
karakter peserta didik. Penciptaan suasana atau budaya Islami berarti
menciptakan suasana atau iklim kehidupan keagamaan. Dalam suasana atau iklim
kehidupan keagamaan Islam yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan
hidup yang bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai agama Islam,
yang diwujudkan dalam sikap hidup serta keterampilan hidup oleh para warga
sekolah. Dalam arti kata, penciptaan suasana Islami ini dilakukan dengan
pengamalan, ajakan (persuasif)
dan pembiasaan-pembiasaan sikap agamis baik secara vertikal (habluminallah)
maupun horizontal (habluminannas) dalam lingkungan sekolah.
Pengembangan budaya Islami merupakan salah satu kebijakan yang harus
diperhatikan oleh sekolah umumnya atau lembaga
pendidikan Islam khususnya.
Budaya Islami tidak tercipta dengan
sendirinya, tetapi memerlukan
tangan-tangan kreatif, inovatif dan visioner untuk menciptakan
menggerakkan dan mengembangkannya. Dengan
adanya budaya Islami
di sekolah atau lembaga pendidikan Islam dapat mengenalkan dan
menanamkan nilai-nilai agama Islam sehingga pada proses perkembangan anak
nantinya senantiasa berpegang teguh terhadap nilai-nilai ajaran agama Islam dan
dapat membentuk akhlaqul peserta
didik, selain itu
dapat mewujudkan nilai-nilai
ajaran agama sebagai suatu tradisi yang harus diterapkan oleh lembaga
pendidikan Islam. Kepala Madrasah yang mampu mengembangkan budaya Islami
di sekolah; yakni
dengan menggunakan strategi yang dimiliki untuk mengembangkan
budaya Islami di sekolah, dapat
dikatakan kepala sekolah
tersebut telah berhasil
untuk menjadi Kepala Madrasah yang berkualitas.
Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 4 Merangin merupakan salah satu sekolah
agama yang sederajat dengan SMP yang terletak di Dusun Gelanggang Kecamatan
Sungai Manau Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.
MTsN 4 merangin didirikan untuk merespon peningkatan jumlah peserta
didik yang ingin melanjutkan sekolah atau studinya ke Madrasah Tsanawiyah yang
saat itu hanya terdapat pada kecamatan sungai manau, yang jaraknya lebih kurang
3 km dari dusun gelanggang sebab itu para orang tua dan tokoh masyarakat musyawarah
agar di sungai
manau perlu didirikan
Madrasah Tsanawiyah, baik Negeri Maupun swasta. Madrasah Tsanawiyah
Negeri (MTsN) 4 Merangin berusaha mengenalkan dan menanamkan nilai-nilai agama
Islam sehingga pada proses perkembangan anak nantinya senantiasa berpegang
teguh terhadap nilai-nilai
ajaran agama Islam dan
berakhlaqul karimah.
Pengembangan Budaya Agama di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 4 Merangin
melalui kegiatan imtaq bersama setiap hari jum’at di setiap jenjang
pendidikan dan kegiatan keagamaan
tidak tercantum dalam
peraturan daerah, tetapi
Kepala Daerah dalam
setiap kegiatan senantiasa menghimbau agar Pengembangan Budaya Agama
diamalkan disetiap instansi terkait dan menginternalisasikan nilai-nilai agama
dan berprilaku akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari.
Di Madrasah Tsanawiyah Negeri
(MTsN) 4 Merangin sangatlah penting untuk
dikembangkan nilai-nilai agama
sebagai budaya Agama di sekolah dengan
tujuan untuk memupuk moral siswa-siswi kearah yang lebih baik dan
mengajarkan siswa untuk selalu konsisten dengan ajaran dan nilai-nilai agama
Islam yang telah tercantum dalam Al-Qur’an dan Al-hadits. Kepala Madrasah dalam
kepemimpinannya selalu berusaha mengkaitkan pelajaran Pendidikan Agama
Islam melalui pengembangan budaya Agama
di sekolah dan sedapat mungkin bisa diterapkan dan diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
Hasil observasi awal penulis (greadtoor) di Madrasah Tsanawiyah
Negeri (MTsN) 4 Merangin Pendidikan Agama sebagai salah satu kegiatan untuk
membangun pondasi imtaq yang kokoh,
ternyata belum dapat berjalan secara maksimal. Kegiatan keagamaan seperti
solat zuhur berjamaah di sekolah belumlah maksimal, hal ini masih ada siswa
yang tidak melakukan aturan yang telah diterapkan oleh Kepala Madrasah dalam
mendisiplikan para guru dan siswa untuk melaksanakan sholat zuhur berjamaah di
sekolah. Selain itu, kegiatan yasinan dan doa bersama pada hari Jum’at yang
merupakan rutinitas Madrasah Tsanawiayah Negeri 4 Merangin pada setiap hari
Jum’at juga masih terdapat siswa yang tidak mengikuti kegiatan tersebut dan
sengaja datang terlambat. Pada kegiatan PHBI seperti maulid nabi dan isra’
mi’raj juga belum terlaksana dengan baik, hal ini adanya sebahagian siswa yang
memang sengaja tidak datang ke sekolah dalam kegiatan tersebut.
Dengan demikian maka sekolah memang dihadapkan pada persoalan dilematis. Di satu
sisi dituntut untuk mengembangkan Teknologi Informatika dengan segala
konsekwensinya dalam menghadapi era globalisasi, namun di sisi lain sekolah
harus memikul tanggung jawab terhadap
dampak negatif dari kemajuan iptek modern yaitu dekadensi moral yang mengarah
pada demoralisasi. Yang menjadi persoalan sekarang adalah bagaimana sekolah
sebagai pendidik kedua anak bangsa dapat memerankan fungsi secara optimal
dengan para lulusan yang beriman dan bertaqwa, memiliki kepribadian yang utuh
dan memiliki keahlian yang matang dan profesionalisme. Jawaban-jawaban
pertanyaan di atas adalah tantangan bagi
sekolah untuk memberikan
pencerahan spiritual dalam rangka membangun nurani bangsa.
Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 4 Merangin sebagai orang yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan, harus memiliki kesiapan dan
kemampuan untuk membangkitkan semangat kerja secara kelompok atau individu.
Seorang Kepala Madrasah juga harus mampu menciptakan suasana dan iklim yang
kondusif, aman. Oleh karenanya Budaya
sekolah yang baik
adalah budaya yang mempersiapkan tatanan masyarakat yang beradab, humanis,
religius, dan peduli pada masalah. Salah satu model budaya sekolah adalah
nilai-nilai Islam yang mempunyai warna tersendiri dan sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional yaitu pembentukan karakter peserta didik. Penciptaan
suasana atau nilai-nilai Islam berarti menciptakan suasana atau iklim kehidupan
keagamaan. Dalam suasana
atau iklim kehidupan
keagamaan Islam yang dampaknya
ialah berkembangnya suatu
pandangan hidup yang bernapaskan atau
dijiwai oleh ajaran
dan nilai-nilai agama
Islam, yang diwujudkan dalam
sikap hidup serta keterampilan hidup oleh para warga sekolah.
Pengembangan nilai-nilai Islam
merupakan salah satu
kebijakan yang harus
diperhatikan oleh sekolah umumnya atau
lembaga pendidikan Islam khususnya.
Nilai-nilai Islam tidak tercipta dengan sendirinya, tetapi memerlukan
tangan-tangan kreatif, inovatif dan
visioner untuk menciptakan
menggerakkan dan
mengembangkannya. Dengan adanya
budaya Islami di sekolah atau lembaga pendidikan Islam
dapat mengenalkan dan menanamkan nilai-nilai agama Islam sehingga pada proses perkembangan anak nantinya
senantiasa berpegang teguh terhadap
nilai-nilai ajaran agama
Islam dan dapat
membentuk akhlaqul peserta didik,
selain itu dapat
mewujudkan nilai-nilai ajaran agama sebagai suatu tradisi
yang harus diterapkan
oleh lembaga pendidikan
Islam. Kepala madrasah yang
mampu mengembangkan budaya
Islami di sekolah;
yakni dengan menggunakan strategi yang dimiliki untuk mengembangkan nilai-nilai Islam di sekolah, dapat dikatakan
kepala madrasah tersebut telah berhasil untuk menjadi kepala madrasah yang
berkualitas.
Berdasarkan
latar belakang diatas peneliti sangat tertarik untuk meneliti
secara mendalam mengenai
kepemimpinan kepala sekolah
dalam mengembangkan budaya islami
di sekolah melalui nilai-nilai ajaran agama Islam guna mempersiapkan peserta
didik yang berkarakter dan berakhlaqul karimah dengan judul karya ilmiyah “Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Pengembangan Budaya
Keagamaan Islam (Studi Kasus Di MTSN 4 Merangin)”
B. Batasan Masalah
Untuk menghindari permasalahan terlalu luas, maka penulis
membatasi permasalahan ini yaitu terfokus pada Kepemimpinan Kepala Madrasah
Dalam Pengembangan Budaya Keagamaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4
Merangin dan sebagai subjek penelitian akan diambil beberapa siswa dan guru di Madrasah
Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
C. Rumusan
Masalah
Untuk menjawab permasalahan
di atas,
maka
rumusan
masalah penelitian ini adalah:
a.
Bagaimana kepemimpinan Kepala Madrasah dalam
mengembangkan budaya keagamaan islam di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin ?
c.
Apa faktor pendukung dan penghambat kepela sekolah dalam mengembangkan budaya keagamaan islam di Madrasah Tsanawiyah Negeri
4 Merangin?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian terhadap kepemimpinan Kepala
Madrasah dalam mengembangkan budaya Islami di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin adalah untuk menganalisis dan mendeskripsikan
mengenai peranan Kepala Madrasah dalam mengembangkan budaya
Islami di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin. Secara rinci penelitian ini bertujuan untuk:
a. Ingin mengetahui Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Mengembangkan Budaya Keagamaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4
Merangin
b. Ingin mengetahui Upaya Kepala Madrasah Dalam Mengembangkan Budaya
Keagamaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
c. Ingin mengetahui faktor pendukung dan penghambat kepela sekolah dalam
mengembangkan budaya keagamaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
2. Manfaat
Penelitian
a. Manfaat
Teoritis
1)
Hasil penelitian ini
dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan
ilmu pengetahuan kepemimpinan kependidikan terkait dengan pengembangan budaya sekolah khususnya di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin.
2) Sebagai
referensi atau rujukan penelitian yang sejenis bagi penelitian yang akan
datang.
b. Manfaat Praktis
1) Bagi Kepala Madrasah, dapat dijadikan pedoman dalam melakukan
kepemimpinan,
sehingga
dapat mengembangkan
budaya sekolah lebih
baik.
2) Bagi guru, dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
mendidik, menanamkan nilai-nilai islami dalam setiap
pengajaran yang diberikan kepada peserta
didik
3) Bagi
peneliti dapat
memberikan
ilmu pengetahuan dan
wawasan yang baru mengenai kepemimpinan Kepala
Madrasah dalam mengembangkan budaya
islami.
Serta
sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana (S.1) dalam ilmu
pendidikan jurusan Manejemen Kependidikan Islam (MPI) Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Kepemimpinan Kepala Madrasah
a. Pengertian Kepemimpinan
Kepala Madrasah
Kepemimpinan diterjemahkan dari bahasa Inggris “Leadership”. Dalam
Ensiklopedi umum diartikan
sebagai hubungan yang erat antara seorang dan
kelompok manusia, karena ada kepentingan yang
sama. Hubungan
tersebut ditandai oleh tingkah laku yang tertuju dan terimbing dari pemimpin dan yang di pimpin (Engkoswara, 2010:177). Sutrisno menyatakan bahwa;
Kepemimpinan merupakan suatu proses yang
melibatkan
pemimpin
dan para pengikutnya, dimana sang pemimpin mempengaruhi mereka untuk melakukan
apa yang diinginkannya. (Muhyidin Albarobis, 2012:17)
Dalam Islam istilah kepemimpinan
dikenal dengan istilah khalifah
dan ulil amri. Kata khalifah mengandung makna ganda. Di satu
pihak khalifah diartikan sebagai kepala negara dalam pemerintahan, di lain pihak khalifah diartikan sebagai wakil Tuhan di muka
bumi.
Yang dimaksud
wakil Tuhan itu
bisa
dua macam, pertama yang diwujudkan dalam
jabatan. Kedua fungsi manusia itu sendiri di muka umi sebagai ciptaan Tuhan. (Imam Modjiono, 2002 : 10)
Merujuk kepada firman Allah SWT
dalam surat
An-nisa ayat 59 yang berbunyi :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا
اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ
تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ
تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ
تَأْوِيْلًا ࣖ (النساۤء/4: 59)
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah
Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di
antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya. (Q.S. An-nisa : 59)
Berdasarkan ayat Al-Quran
di atas dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan dalam Islam adalah kegiatan menuntun,
membimbing, memandu dan menunjukkan jalan yang di ridhai Allah SWT. Secara etimologi
Kepala Madrasah adalah guru yang memimpin sekolah. Berarti secara terminologi
Kepala Madrasah dapat diartikan sebagai tenaga fungsional guru yang diberikan
tugas tambahan untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses
belajar mengajar atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi
pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Kepala Madrasah adalah pimpinan
tertinggi di sekolah. Pola kepemimpinananya
akan sangat berpengaruh
bahkan sangat menentukan kemajuan sekolah. Oleh karena itu dalam
pendidikan modern kepemimpinan Kepala Madrasah merupakan jabatan
strategis dalam mencapai
tujuan pendidikan (Wahjo Sumidjo, 2002:83)
Berdasarkan permendiknas Nomor: NOMOR 28
TAHUN
201, Kepala Madrasah/madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan
untuk
memimpin taman kanak-
kanak/raudhotul athfal (TK/RA), taman kanak-kanak luar
biasa
(TKLB), sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI),
sekolah dasar luar biasa
(SDLB),
sekolah
menengah pertama/madrasah
tsanawiyah (SMP/MTs),
sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah
menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah
menengah kejuruan/madrasah aliyah
kejuruan (SMK/MAK), atau
sekolah menengah atas
luar biasa (SMALB)
yang
bukan sekolah bertaraf
internasional (SBI) atau yang
tidak dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI).
Sebagai pemimpin
dalam lembaga
pendidikan, kepala sekolah
merupakan pihak
paling
bertanggungjawab dalam kesuksesan sekolah yang
dipimpinnya. Oleh karena itu, mengacu dari definisi kepemimpinan yang telah
disebutkan diatas. Seorang kepala seolah harus mampu mendorong timbulnya
kemauan yang kuat dengan penuh semangat dan percaya diri para guru, staf dan
siswa dalam melaksanakan tugas masing-masing, memberikan bimbingan dan
mengarahkan para guru, staf dan siswa serta memberikan dorongan atau motivasi
dalam mencapai tujuan
sekolah (Imam Modjiono, 2012 : 14)
b. Prinsip-Prinsip Kepemipinan
Kepala Madrasah
Profesionalisme Kepala
Madrasah dapat tercapai
apabila seorang
Kepala Madrasah memiliki dan memahami
prinsip-prinsip sebagai pemimpin pendidikan. Berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan
Nasional(permendiknas) No. 13 Tahun 2007. “Kepala Madrasah adalah
seorang guru yang memiliki tugas tambahan untuk membina dan memimpin anggotanya
untuk mencapai tujuan”.
Agar Kepala Madrasah dalam melaksanakan kepemimpinannya dapat berjalan
dengan harmonis sesuai dengan yang diinginkan, Kepala Madrasah harus memiliki
prinsip-prinsip yang dapat di telah ditetapkan, yaitu :
1) Prinsip pelayanan,
bahwa kepemimpinan sekolah harus menerapkan unsur-unsur
pelayanan dalam kegiatan operasional sekolahnya.
2) Prinsip persuasi, pemimpin
dalam menjalankan tugasnya harus
memperhatikan situasi dan kondisi setempat demi keberhasilan keberhasilan
kepemimpinannya yang sedang
dan yang akan dilaksanakan.
3) Prinsip bimbingan, pemimpin pendidikan hendaknya membimbing peserta didik kearah tujuan yang ingin dicapai sesuai
dengan perkembangan
peserta didik
yang
ada dilembaganya.
4) Prinsip efisiensi, mengarah pada cara hidup yang ekonomis
dengan pengeluaran sedikit untuk memperoleh
keuntungan
yang
sebesar-besarnya.
5) Prinsip berkesinambungan, agar pemimpin pendidikan ini diterapkan
tidak
hanya pada satu waktu
saja, tetapi perlu secara
terus menerus. (Yatik, 2021:27)
Dalam melaksanakan kepemimpinananya, Kepala Madrasah harus memiliki
kompetensi-kompetensi yang menunjang kinerjanya. Seperti yang telah di uraikan
sebelumnya bahwa Kepala Madrasah adalah guru yang memiliki tugas tambahan, maka
kompetensi yang harus dimilikinya hendaknya disesuaikan dengan kompetensi sebagai guru. Kompetensi tersebut yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional (Helmawati, 2014:17-18)
1) Kompetensi pedagogi
Kepala Madrasah harus memiliki
ilmu yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan Jenjang pendidikan
minimal Strata Satu (S1). Kompetensi pedagogik yang dimaksud adalah kemampuan mengelola
pemelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap
peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil
belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya. Kompetensi
pedagogik perlu dimiliki agar Kepala Madrasah mengetahui,
mampu menghayati, dan berempati terhadap tugas yang akan diemban rekan-rekan
guru yang ada dibawah pimpinannya.
2) Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan yang baik bagi peserta didik, dan
berakhlak mulia. Sebagai
seorang pemimpin, Kepala Madrasah harus memliki kepribadian yang dapat
menjadi teladan kepada
seluruh stakeholder sekolah sehingga tercapainya tujuan pendidikan yang
diaharpkan.
3) Kompetensi Sosial
Pemimpin tidak
dapat bekerja seorang
diri. Dia membutuhkan kerja sama dari orang lain yang ada di dalam
maupun di luar lingkungannya untuk mendukung seluruh program atau rencan yang
telah disusunnya. Oleh karena
itu, pemimpin harus memiliki kemampuan berkomunikasi dan
berinteraksi yang baik dengan berbagai pihak.
Orang-orang yang ada disekitarnya
tentu memiliki cara pandang yang berbeda, tujuan dan harpan yang berbeda,
kebergaman budaya, serta keyakinan yang mungkin juga berbeda. Dalam menghadapi
kondisi ini, kemampuan berinteraksi dan sosial pemimpin ditantang untuk mampu
mengakomodasi seluruh perbedaan yang diarahkan dalam satu visi misi untuk
meraih tuuan bersama.
4) Kompetensi
Profesional
Profesional adalah
orang yang dengan keahlian khusus menjalankan tugasnya
dengan sungguh-sungguh dan pekeraanya itu dikerjakan dengan kesungguhan hati.
Untuk menjadi Kepala Madrasah yang profesional idealnya harus memahami
secara komprehensif bagaimana
kinerja dan kemampuan manajerialnya dalam
memimpin, 3) Kompetensi Sosial Pemimpin tidak
dapat bekerja seorang
diri. Dia membutuhkan kerja sama dari orang lain yang ada di dalam
maupun di luar lingkungannya untuk mendukung seluruh program atau rencan yang
telah disusunnya. Oleh karena
itu, pemimpin harus memiliki kemampuan berkomunikasi dan
berinteraksi yang baik dengan berbagai pihak.
Orang-orang yang ada
disekitarnya tentu memiliki cara pandang yang berbeda, tujuan dan harpan yang
berbeda, kebergaman budaya, serta keyakinan yang mungkin juga berbeda. Dalam
menghadapi kondisi ini, kemampuan berinteraksi dan sosial pemimpin ditantang
untuk mampu mengakomodasi seluruh perbedaan yang diarahkan dalam satu visi misi
untuk meraih tuuan bersama.
4) Kompetensi Profesional
Profesional adalah
orang yang dengan keahlian khusus menjalankan tugasnya
dengan sungguh-sungguh dan pekeraanya itu dikerjakan dengan kesungguhan hati.
Untuk menjadi Kepala Madrasah yang profesional idealnya harus memahami
secara komprehensif bagaimana kinerja
dan kemampuan
manajerialnya dalam memimpin, sehingga lembaga
pendidikannya tersebut menjadi lembaga yang berbudaya. Helmawati, 2014:20-24)
c. Gaya
Kepemimpinan Kepala Madrasah
Gaya artinya sikap, gerakan,
tingkah laku, sikap g elok, gerak gerik yang bagus, kekuatan kesanggupan untukk
berbuat baik. Sedangkan gaya
kepemimpinan ah sekumpulan ciri yang digunakan pemimpin untuk pengaruhi
bawahan agar sarana organisasi tercapai dapat
pula dikatakan bahwa
gaya kepemimpinan pola prilaku dan
strategi yang disukai dan sering rapkan
oleh pemimpin. Gaya
kepemiminan adalah
menyeluruh dari tindakan
seorang pemimpin baik
tampak maupun tidak tampak oleh bawahannya (Mulyadi,
2012 :41)
Dalam menjalankan peran
kepemimpinannya, seorang Kepala Madrasah akan menerapkan sejumlah pola prilaku
yang ia lakukan baik secara sadar maupun tidak sadar dalam menggunakan
kekuasaanya untuk memengaruhi para guru, staf, siswa, dan juga masyarakat yang
berada di lingkungan sosial sekolah yang dipimpinnya. Gaya kepemimpinan Kepala
Madrasah adalah prilaku Kepala Madrasah ketika ia berusaha memengaruhi
orang-orang yang dimpinnya. (Muhyidin Albarobis, 2012:34)
Secara umum
gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh tiga macam teori pendekatan
kepemimpinan, yaitu:
1) Pendekatan Sifat
Pendekatan sifat ini berpendapat bahwa seorang pemimpin itu dikenal
melalui sifat-sifat pribadinya. Seorang pemimpin pada umumnya akan ditentukan
oleh sifat-sifat jasmaniah dan rohaniahnya. Oleh karena itu, sangat penting
untuk mengetahui kaitan antara keberhasilan seorang pemimpin dengan
sifat-sifatnya. Pendekatan yang paling umum terhadap studi kepemimpinan
terpusat pada sifat-sifat kepemimpinananya. (Veitzal Rivai, 2010:286)
Disamping dari faktor faktor yang
telah dikemukakan oleh Stogdill, ada fakotr lain mengenai pendekatan sifat yang
mempengaruhi dalam kepemimpinan efektif, yaitu kepribadian, motivasi dan
ketrampilan. Kepribadian merupakan watak yang relative stabil untuk berperilaku dengan
tertentu. 5 faktor kepribadian yang berhubungan dengan kepemimpinan adalah:
a) Para pemimpin yang percaya diri
lebih besar kemungkinananya menetapkan tujuan yang tinggi bagi diri
mereka sendiri dan para pengikutnya,
berupaya menyelesaikan tugas-tugas
sulit, dan gigih dalam menghadapi
masalah kekalahan.
b) Para pemimpin yang tahan stress
lebih mungkin mengambil keputusan yang baik, tetap tenang dan memberikan
pengarahan yang tegas kepada para bawahan dalam situasi situasi sulit.
c) Para pemimpin yang matang
secara emosiaonal cenderung memiliki kesadaran yang akurat terhadap kekuatan
dan kelemahan mereka sekaligus berorientasi pada perbaikan diri.
d) Integritas mengandung
arti bahwa sifat para pemimpin berjalan sesuai dengan nilai-nilai tersurat
mereka dan bahwa mereka itu jujur, etis, bertanggung jawab, dan layak
dipercaya.
e) Ekstrovesi atau bersikap
ramah, mudah bergaul, tidak kaku atau tidak banyak pantangan, dan nyaman di
dalam kelompok berkaitan dengan kemungkinan
bahwa seorang individu
muncul sebagai pemimpin kelompok.
2) Pendekatan
Prilaku
Pendekatan prilaku merupakan
pendekatan yang berdasarkan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan
pemimpin di tentukan oleh sikap dan gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh
pemimpin. Sikap dan gaya kepemimpinan
itu tampak dalam kegiatannya sehari-hari, dalam hal
bagaimana cara pemimpin itu memberi perintah, membagi tugas dan wewenangnya,
cara berkomunikasi, cara mendorong semangat kerja bawahan, cara memberi
bimbinan dan pengawasan, cara membina disiplin kerja bawahan, cara
menyelngarakan dan memimpin rapat anggota, cara mengambil keputusan, dan
sebagainya.
Pendekatan prilaku inilah yang
selanjutnya melahirkan berbagai teori tentang
gaya kepemimpinan. Beberapa gaya kepemimpinan yang berdasarkan
pendekatan prilaku diantaranya adalah gaya kepemimpinan otokratis, gaya
kepemimpinan lazies faire, dan gaya
kepemimpinan demokratis.
a) Gaya Kepemimpinan Otoriter adalah kepemimpinan yang bertindak sebagai
diktator terhadap anggota-anggota kelompoknya. Baginya memimpin adalah
menggerakkan dan memaksa kelompok. Apa yang diperintahnya harus dilaksanakan
secara utuh, ia bertindak sebagai penguasa dan tidak dapat dibantah sehingga
orang lain harus tunduk kepada kekuasaanya. Ia menggunakan ancaman
dan hukuman untuk menegakkan kepemimpinannya.
Kepemimpian otoriter hanya akan menyebabkan ketidakpuasan dikalangan guru (Ngalim Purwanto,
2013:49)
b) Gaya Kepemimpinan laissez
faire Bentuk kepemimpinan ini
merupakan kebalikan dari kepemimpinan
otoriter. Yang mana kepemimpinan laissez faire menitik beratkan kepada kebebasan
bawahan untuk melakukan tugas yang
menjadi tanggung jawabnya. Pemimpin laissez faire banyak memberikan kebebasan kepada personil untuk
menentukan sendiri kebijaksanaan dalam melaksanakan tugas, tidak ada pengawasan
dan sedikit sekali memberikan pengarahan kepada personilnya. Kepemimpinan laissez faire tidak dapat diterapkan secara resmi di lembaga
pendidikan, kepemimpinan laissez faire dapat mengakibatkan kegiatan yang
dilakuakn tidak terarah, perwujudan kerja simpang siur,
wewenang dan tanggungjawab tidak jelas,
yang akhirnya apa yang menjadi tujuan pendidikan tidak
tercapai.
c) Gaya Kepemimpinan Demokratis Bentuk kepemimpinan demokratis menempatkan
manusia atau personilnya sebagai faktor utama dan terpenting. Hubungan
antara pemimpin dan orang-orang yang dipimpin atau
bawahannya diwujudkan dalam bentuk human relationship atas dasar prinsip
saling harga-menghargai dan hormat-menghormati. Dalam melaksanakan
tugasnya, pemimpin demokratis
mau menerima dan bahkan
mengharapkan pendapat dan saran- saran dari bawahannya, juga kritik-kritik yang
membangun dari anggota diterimanya sebagai umpan balik atau dijadikan bahan
pertimbangan kesanggupan dan kemampuan kelompoknya. Kepemimpinan demokratis
adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis, terarah yang berusaha
memanfaatkan setiap personil
untuk kemajuan dan perkembangan
organisasi Pendidikan.
d. Peran Kepemimpinan Kepala Madrasah
Kepala Madrasah adalah pemimpin
pendidikan yang mempunyai peranan sangat besar dalam mengemangkan pendidikan di
sekolah. berkembangnya budaya sekolah, kerja sama yang harmonis, minat terhadap
perkembangan pendidikan, suasana pembelaaran
yang menyenangkan dan
perkembangan mutu profesional diantara para guru banyak ditentukan oleh
kualitas kepemimpinan Kepala Madrasah (Ngalim Purwanto, 2013:50)
Mulyasa menyebutkan bahwa untuk
mendukung visinya dalam meningkatkan
kualitas tenaga kependidikan, Kepala
Madrasah harus mempunyai peran sebagai berikut:
1) Kepala Madrasah Sebagai Educator (Pendidik)
Kegiatan belajar
mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru
merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala Madrasah yang
menunjukkan komitmen tinggi
dan fokus terhadap pengembangan
kurikulum dan kegiatan belajar
mengajar di sekolahnya
tentu saja akan sangat
memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan
senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara
terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar
dapat berjalan efektif dan efisien.
2)
Kepala Madrasah Sebagai Manajer
Dalam mengelola
tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan Kepala Madrasah
adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi
para guru. Dalam
hal ini, Kepala Madrasah
seyogyanya dapat memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada para
guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai
kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, seperti:
MGMP/MGP tingkat sekolah, atau melalui kegiatan pendidikan dan
pelatihan di luar
sekolah, seperti kesempatan melanjutkan
pendidikan atau mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan
pihak lain (Mulyasa, 2004:98-103)
3) Kepala Madrasah Sebagai Administrator
Khususnya
berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan
kompetensi guru tidak
lepas dari faktor
biaya. Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan
kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi para
gurunya. Oleh karena itu Kepala Madrasah seyogyanya dapat mengalokasikan
anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru.
4) Kepala Madrasah Sebagai Supervisor
Untuk mengetahui
sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala Kepala
Madrasah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui
kegiatan kunjungan kelas untuk
mengamati proses pembelajaran
secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media
yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Dari hasil supervisi
ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan
pembelajaran, tingkat penguasaan
kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan
tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada
sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran (Mulyasa, 2004:98-103)
5) Kepala Madrasah Sebagai Leader (Pemimpin)
Gaya kepemimpinan
Kepala Madrasah seperti apakah yang dapat menumbuh-suburkan kreativitas
sekaligus dapat mendorong terhadap peningkatan kompetensi guru? Dalam teori
kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan
yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan
yang berorientasi pada
manusia. Dalam rangka meningkatkan
kompetensi guru, seorang Kepala
Madrasah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan
fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Mulyasa menyebutkan
kepemimpinan seseorang sangat
berkaitan dengan kepribadian, dan kepribadian kepala sekolah
sebagai pemimpin akan
tercermin sifat-sifat sebagai barikut : (1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi
yang stabil, dan (7) teladan.
6) Kepala Madrasah Sebagai
Inovator
Dalam rangka melakukan
peran dan fungsinya sebagai
innovator, Kepala Madrasah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin
hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru,
mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga
kependidikan sekolah, dan mengembangkan model
model pembelajaran yang
inofatif. Kepala Madrasah sebagai inovator akan tercermin dari cara cara ia
melakukan pekerjaannya secara konstruktif, kreatif, delegatif, integratif,
rasional, objektif, pragmatis, keteladanan.
7) Kepala Madrasah Sebagai
Motivator
Sebagai motivator, Kepala Madrasah harus memiliki strategi yang tepat
untuk memberikan motivasi tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik,
pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan
penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan Pusat Sumber Belajar
(PSB).
2. Budaya Islami
a. Pengertian Budaya Islami
Budaya adalah nilai, pemikiran
serta simbol yang mempengaruhi
prilaku, sikap, kepercayaan,
serta kebiasaan seseorang dalam sebuah organisasi. Pola pembiasaan dalam sebuah
budaya sebagai sebuah
nilai yang diakuinya bisa
membentuk sebuah pola prilaku (Rusmin Tumaggor, 2010:17)
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia Budaya
adalah sesuatu yang sudah
menjadi kebiasaan yang
sukar diubah. Budaya merupakan
tingkah laku dan
gejala social yang menggambarkan identitas dan citra suatu masyarakat.
Budaya suatu organisasi dibangun oleh para anggota organisasi dengan mengacu
kepada etika dan sistem nilai yang berkembang dalam organisasi (Syaiful Sagala, 2008:111-113)
Budaya sekolah/madrasah merupakan
suatu yang dibangun dari hasil pertemuan antara nilai-nilai (values) yang dianut oleh Kepala
Madrasah/madrasah sebagai pemimpin dengan nilai-nilai yang dianut oleh
guru-guru dan para karyawan
yang ada di
sekolah/madrasah tersebut. Nilai-nilai tersebut dibangun oleh
pikiran-pikiran manusia yang ada dalam sekolah/madrasah. Pertemuan
pikiran-pikiran manusia tersebut kemudian menghasilkan pikiran organisasi.
Dari pikiran organisasi
itu lah kemudian muncul dalam
bentuk nilai-nilai yang diyakini bersama, dan kemudian nilai-nilai tersebut
menjadi bahan utama pembentuk budaya sekolah. Dari budaya tersebut
kemudian muncul dalam berbagai simbol
dan tindakan yang nyata yang
dapat diamati dan dirasakan dalam kehidupan
sekolah/madrasah
sehari-hari.38 Budaya sekolah
biasanya cenderung mengarah pada gagasan pemikiran-pemikiran dari pemimpin,
dalam hal ini adalah kepala
sekolah atau pimpinan
dari yayasan yang menaungi sekolah tersebut.
Budaya sekolah
(school culture)
berfungsi sebagai perekat yang
menyatukan orang-orang yang berada dalam lingkungan sekolah. Budaya
sekolah diharapkan menjadi ujung tombak keberhasilan lembaga dalam mengadakan
proses-proses pendidikan untuk mencapai tujuan bersama dalam mengadakan proses-
proses pendidikan untuk mencapai tujuan bersama dalam pendidikan Islam yaitu
muslim yang ber-IPTEK dan ber-
IMTAQ. Karena tujuan
pendidikan Islam adalah
(1) Mendidik Individu yang
shaleh dengan memperhatikan segenap dimensi
perkembangannya: rohaniah, emosional, sosial, intelektual, dan fisik (2)
mendidik anggota kelompok sosial yang
shaleh, baik dalam
keluarga maupun masyarakat muslim (3) mendidik individu yang shaleh agi
masyarakat insani yang besar (Herry Noer Aly, 2003:143)
Berkaitan dengan hal tersebut
budaya islami disekolah merupakan cara berfikir dan cara bertindak warga
sekolah yang didasrkan pada nilai-nilai islami. Dalam tataran nilai, budaya islami yaitu
berupa: budaya jujur, semangat menolong, semanagat persaudaraan, semangat
berkorban, dan sebagainya. Sedangkan dalam tataran prilaku, budaya islami berup
: tradisi sholat berjamaah, gemar shodaqoh, rajin belajar dan prilaku mulia
lainya yang sesuai dengan ajaran agama islam. (Najia Mabrura, 2014 :28)
Dengan demikian budaya Islami
sekolah adalah cara berfikir warga sekolah yang didasarkan atas nilai- nilai
ajaran agama Islam. Dalam mewujudnya nilai-nilai ajaran agama islam dalam
lingkungan sekolah harus dilaksanakan secara menyeluruh. Allah berfirman dalam
QS. Al-Baqoroh ayat 208 sebagai berikut:
يٰٓاَيُّهَا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا
خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ ( البقرة/2: 208)
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam as-silm secara utuh, dan
janganlah kalian turuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang
nyata bagi kalian.” (QS al-Baqarah ayat 208)
Dengan menjadikan agama
sebagai tradisi dalam sekolah maka secara sadar maupun tidak sadar ketika warga
sekolah mengikuti tradisi yang telah tertanam tersebut sebenarnya warga sekolah
sudah menerapkan ajaran agama Islam atau budaya Islami di sekolah.
b. Karakteristik Budaya Islami
Budaya sekolah
dalam sebuah lembaga pendidikan berbeda dengan yang ada
dalam lembaga pendidikan yang lain. Namun budaya Islami menunjukan ciri-ciri,
sifat, atau karakteristik tertentu sebagai sebuah keunggulan dalam sebuah
lembaga pendidikan. Dalam prespektif
Islam karakteristik budaya
berkaitan dengan (1) Tauhid,
karena tauhidlah yang menjadi prinsip pokok ajaran Islam, (2) Ibadah, merupakan
bentuk ketaatan yang dilakukan dan dilaksanakan sesuai perintah Allah SWT, (3)
Muamalah, merupakan ekspresi dari din al
Islam (Wibowo, 2010:23)
Adapun contoh
ciri-ciri kegiatan yang
termsuk budaya islami dalam suatu sekolah diantaranya adalah :
1) Budaya sholat berjamaah
Sholat menurut
bahasa adalah do’a sedangkan sholat
menurut istilah adalah
ibadah kepada Allah yang berisikan bacaan-bacaan dan
gerakan-gerakan yang khusus, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
Sedangkan jama’ah menurut bahasa berarti kumpulan, kelompok, sekawanan. Al-jama’atu diambil dari kata Al-Ijtima’u yang berarti berkumpul.
Batas minimal dengan terujudnya makna berkumpul adalah dua orang, yaitu imam
dan makmum. Adapun shalat berjamaah adalah sholat yang dilakukan oleh banyak
orang secara bersama-sama, sekurang- kurangnya
dua orang, dimana
seorang diantara mereka lebih
fasih bacaannya dan lebih mengerti tentang hukum Islam.
2) Budaya Membaca Al-Quran
Al-Quran Merupakan
Sumber Hukum Yang Pertama dalam Islam, Didalamnya terkandung hokum atau aturan
yang menjadi petunjuk bagi mereka yang beriman. Menerangkan bagaimana
seharusnya hidup seorang muslim, hal-hal yang harus dilakukan dan mana yang
harus ditinggalkan demi mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.
Sebagai bacaan yang berisi pedoman dan petunjuk hidup maka sudah seharusnya
bila seorang Muslim selalu membaca, mempelajari dan kemudian mengamalkannya.
3) Budaya
Berpakaian atau berbusana muslim
Ketentuan
berpakaian dalam Islam (berbusana Islami) merupakan salah satu ajaran dalam
syariat Islam. Tujuannya tidak lain agar untuk memuliakan dan menyelamatkan
manusia di dunia dan di akhirat.42
4) Budaya menebar ukhuwah
melalui kebiasaan berkomunikasi
(salam, senyum, sapa). Budaya 3S (Senyum, Salam, Sapa) yang seringkali kita
lihat di sekolah-sekolah adalah cita-cita nyata
dari sebuah lingkungan
pendidikan. Dengan adanya budaya
3S ini akan
lebih meningkatkan hubungan yang
harmonis antara pimpinan
sekolah, guru, para karyawan sekolah dan siswa.
5) Budaya berdzikir bersama
Berdzikir artinya
mengingat Allah. Berdzikir bisa dilakukan
dengan mengingat Allah
dalam hati atau menyebutnya dengan lisan atau juga bisa dengan
mentadabur atau mentafakur yang terdapat pada alam semesta ini. Berdzikir selain
sebagai sarana penghubung antara makhluk dan khalik juga mengandung nilai dan
daya guna yang tinggi. Ada banyak rahasia dan hikmah yang terkandung dalam
dzikir.
6) Peringatan hari besar Islam.
Merupakan budaya
Islami sekolah yang mana kegiatannya dilakukan pada waktu-waktu tertentu,
misalnya kegiatan pada
hari Raya Idul
Fitri, Hari Raya Idul Adha,
Maulid Nabi dan Tahun Baru Islam.
7) Pesantren Kilat Ramadhan
Pesantren kilat
ramadhan merupakan budaya Islami di sekolah,
yang mana kegiatan
ini dilaksanakan ketika bulan ramadhan. Kegiatan ini bertujuan untuk
memperdalam pengamalan keagamaan
seorang siswa, terutama pada bulan ramadhan karena bulan ramadhan merupakan
bulan yang istimewa dibanding bulan-bulan lainnya.
8) Lomba ketrampilan agama
Lomba keterampilan
agama bertujuan untuk meningkatkan kreatifitas, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran
agama (khususnya Islam) dalam kehidupan sehari-hari. Lomba keterampilan Agama
terdiri dari berbagai tingkat. Ada yang tingkat kabupaten antar sekolah,
kecamatan bahkan tingkat satu sekolah.
9) Menjaga Kebersihan Lingkungan Sekolah
Menjaga kebersihan
merupakan hal penting dalam menciptakan lingkungang sehat dan nyaman dalam
kehidupan sehari-hari. Termasuk dalam lingkungan sekolah. Bagaimana tidak,
apabila lingkungan sekolah bersih proses belajar mengajar yang berangsung
dapat berjalan dengan
baik dan siswa mudah dalam
menangkap, dan memahami pelajaran.
c. Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Islami
Budaya Islami sekolah adalah
terwujudnya nilai- nilai ajaran agama Islam sebagai tradisi dalm berprilaku dan
budaya organisasi yang diikuti oleh seluruh warga sekolah. Dengan menjadikan agama Islam sebagai
tradisi dalam sekolah maka secara
sadar maupun tidak ketika warga sekolah mengikuti tradisi
yang telah tertanam tersebut
sebenarnya warga sekolah
sudah melakukan ajaran agama
Islam. Untuk membudayakan nilai-nilai ajaran
agama Islam dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui kebijakan
pimpinan sekolah, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas, kegiatan
ekstrakurikuler di luar
kelas serta tradisi
dan prilaku warga sekolah secara
kontinyu dan konsisten, sehingga tercipta budaya Islami tersebut dalam lingkungan sekolah (Endah Juniarti, 2008:8)
Budaya Islami berperan
dalam pembentukan perilaku
keagamaan siswa. Faktor yang mempengaruhi proses terbentuknya budaya Islami
tidak terlepas dari dukungan kelompok. Selain itu, proses pembentukan budaya
Islami dipengaruhi oleh seorang pemimpin dalam hal ini adalah Kepala Madrasah
yang mengartikan visi, nilai, dan filsafat sekolah kepada seluruh masayarakat
sekolah. Pembentukan budaya Islami dijadikan acuan oleh seluruh warga sekolah untuk
bertindak dan berprilaku
secara Islami (Uhar Suharsaputra, 2010:90-91)
Berkaitan dengan hal tersebut,
Sondang Siagian dalam bukunya, Teori Pengembangan Organisasi menggambarkan proses
terbentuknya budaya sebagai berikut :
Aspek Manajerial Filisofi Sistem Nilai Tindakan Visi Aspek Organisai Strategi Sturktur System Teknologi Aspek Operasional Bahasa Jargon Kebiasaan Seremoni Tindakan Budaya Organisai
Umpan
Balik
Umpan Balik
Gambar2.1
Sumber: Sondang Siagian, Teori pengembangan
Organisasi (2002:28)
Dari gambar tersebut dapat diliht hal-hal sebagai berikut: Pertama,
culture organisasi pada mulanya terbentuk
berdasarkan filosoi yang
dianut oleh para pendiri organisasi. Filosofi seseorang
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti orienstasi hidupnya, latar belakang
sosialnya, lingkungan, serta
jenis dan tingkat pendidikannya yang pernah
ditempuhnya. Kedua, berhasil tidaknya
organisasi mempertahankan dan melanjutkan eksistensinya berdasrakan tepat
tidaknya strategi yang diterapkannya. Ketiga,
pada gilirannya strategi organisasi ditambah dengan
pertimbangan-pertimbangan lain seperti besarnya organisasi, teknologi yang
digunakan, sifat lingkungan,
pandagan tentang pola
pengambilan keputusan dan sifat pekerjaan. Keempat, perkembangan teknologi yang berdampak kuat terhadap
berbagai bidang kehidupan, kebijaksanaan manajemen tentang bentuk dan jenis
teknologi yang dimanfaatkan dalam perkembangan budaya organisasi. Kelima, aspek manajerial dan
organisasional, ditumbuhkan dan dipelihara sedemikian rupa sehingga
budaya organisasi dapat
berlangsung dengan baik (Uhar Suharsaputra, 2010:90-91)
6) Sarana
Prasarana, untuk menciptakan suasana sekolah berbudaya Islami adalah
ketersediaannya sarana dan prasarana
sekolah yang dapat
menunjang kegiatan sekolah (Uhar Suharsaputra, 2010:90-91)
d. Proses Mengembangkan Budaya Islami
Dalam
sekolah yang efektif, perhatian khusus diberikan kepada penciptaan dan
pemeliharaan budaya yang kondusif untuk belajar. Budaya sekolah yang kondusif
ditandai dengan terciptanya lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan tertib,
sehingga pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Budaya
sekolah yang kondusif sangat
penting agar peserta didik merasa senang dan
bersikap positif terhadap
sekolahnya, agar guru merasa dihargai, serta orang tua dan
masyarakat merasa diterima dan dilibatkan. Hal ini dapat terjadi melalui
penciptaan norma dan kebiasaan yang positif, hubungan dan kerja sama yang
harmonis yang didasari oleh sikap saling menghormati. Selain itu, budaya
sekolah yang kondusif mendorong setiap warga sekolah untuk bertindak dan melakukan
sesuatu yang terbaik dan mengarah pada prestasi peserta didik yang tinggi (E. Mulyasa, 2006: 92)
Budaya
Islami mempunyai warna tersindiri dalam sekolah atau lembaga pendidikan. Hal
ini dikarenakan budaya Islami merupakan
salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi perilaku keagamaan seseorang. Perilaku keagamaan itu terbentuk
melalui praktek dan kebiasaan. Apabila praktek atau suatu kebiasaan tersebut
baik maka akan semakin baik pula perilaku dari seseorang, dalam hal ini
perilaku keagamaan siswa. Agar perilaku keagamaan siswa baik dan tidak bertolak
dari nilai-nilai agama.
3. Peran Kepala Madrasah dalam Mengembangkan
Budaya Islami
Dalam
budaya sekolah seorang Kepala Madrasah mempunyai peran untuk merubah,
mempengaruhi serta mempertahankkan budaya sekolah
yang kuat untuk mendukung terwujudnya pencapaian visi,
nilai keyakinan, dan prilaku pemimpin menjadi bagian penting untuk melihat
keefektifan kepemimpinan Kepala Madrasah pada budaya sekolah. Itulah
sebabnya bahwa pemimpin
akan berupaya untuk membangun
budaya sekolah dengan disadari nilai, keyakinan dan prilaku yang dimilikinya (Mulyadi, 2012:132)
Peran
yang begitu kompleks menuntut Kepala Madrasah untuk bisa memposisikan dirinya
dalam berbagai situasi yang dijalaninya. Sehingga dibutuhkan sosok Kepala
Madrasah yang mempunyai kemampuan, dedikasi, dan komitmen yang tinggi
untuk bisa menjalankan
peran-peran tersbut. Selain
itu, seorang Kepala Madrasah pada budaya sekolah dituntut juga untuk
memegang teguh nilai-nilai luhur yang menjadi acuanya dalam bersikap,
bertindak, dan mengembangkan sekolah. Nilai- nilai luhur menjadi keyakinan
Kepala Madrasah dalam hidupnya sehingga dalam memimpin sekolah bertentangan
atau menyimpang dari nilai-nilai luhur yang diyakinya, baik langsung maupun
tidak langsung kepercayaan masyarakat sekolah terhadap Kepala Madrasah maupun
sekolah akan pudar. Karena sesungguhnya nilai-nilai luhur yang diyakinnya
merupakan anugrah dari Allah SWT. Berdasarkan peran peran tersebut, peran yang
paling vital adalah dalam hal kepemimpinan.
hal ini tak
lepas dari pentingnya kepemimpinan Kepala Madrasah dalam
mengelola lembaga pendidikan, karena di dalam lembaga pendidikan, Kepala
Madrasah merupakan tokoh kunci yang sangat menentukan berhasil tidaknya
pendidikan yang ada dalam lembaga pendidikan. Selain itu, ia juga merupakan uswatun hasanah bagi para masyarakat
sekolah maupun di luar lingkungan sekolah (Zamaksyari Dhofier, 2013:55)
Tanggung
jawab kepemimpinan Kepala Madrasah dalam membangun budaya
Islami merupakan langkah
yang baik, serta tuntuan terhadap
perkembangan akhlak peserta didik dewasa ini. Kepemimpinan Kepala Madrasah
dalam mengembangkan budaya Islami merupakan upaya untuk mensinergikan semua
komponen organisasi untuk berkomitmen pada pembinaan Akhlaq
peserta didik. Kepemimpinan Kepala
Madrasah dalam mengembangkan budaya
Islami dapat ditemukan beberapa unsur utama yaitu:
a. Kepala Madrasah dapat mengartikulasikan visi
dan misi
Terbentuknya visi misi sekolah yang kuat merupakan
hasil dari sudut pandang dan harapan Kepala Madrasah terhadap sekolah yang
sedang dipimpinya. Visi dan misi merupakan maksud dan kegiatan utama yang
membuat organisasi memiliki jati diri yang khas sekaligus membedakan dengan
organisasi lain. Visi dan misi yang dimiliki sekolah harus diterjemahkan dalam
aktivitas yang lebih operasional.
Visi dan misi organisasi seorang pemimpin
merupakan bagian penting dari apa yang dilakukan untuk memimpin sebuah
organisasi. Visi dan misi merupakan gambaran umum dari realitas serta masa
depan organisasi yang dipimpin, sehingga visi dan misi bersifat powerfull dalam
menggerakan organisasi. Jadi visi merupakan kepemilikan dan
komitmen dasar dalam diri
organisasi yang didambakan anggota dan masyarakat luas.
b.
Mengartikulasikan
nilai-nilai dan keyakinan
dalam organisasi sekolah
Nilai dan keyakinan dalam kepemimpinan
merupakan landasan filosofis
semangat organisasi sehingga roda
organisasi dapat bergerak
sesuai dengan visi dan misi yang
diharakan. Nilai dan keyakinan seorang pemimpin tentang organisasi yang
dipimpinya merupakan dimensi tindakan dan nilai-nilai universal yang diemban
sekolah, yang merupakan refleksi dari nilai dan keyakinan masyarakat sekolah.
Nilai dan keyakinan yang dimiliki seorang
pemimpin, biasanya termanifestasikan dalam diri organisasi. Dimana pemimpin
berupaya agar nilai dan keyakinannya dapat menjadi harapan dan milik anggota
organisasi. Peran dan
tanggung jawab kepala
sekolah untuk menstranformasikan nilai dan keyakinan agar terwujud sebagai
bentuk prilaku organisasi.
Kepala Madrasah mengarahkan nilai dan keyakinan untuk memabngun budaya
sekolah yang unggul dan Islami.
c. Menciptakan
simbol yang dapat
memperkuat keunikan sekolah
Simbol adalah tindakan yang nyata atau obyek-
obyek material yang diterima secara soisial sebagai gambaran nyata tentang
sesuatu. Simbol dapat berupa tindakan
nyata yang dapat
membawa perubaahn organisasi.
Untuk itulah aktivitas-aktivitas sekolah daapat dijadikan simbol yang jelas
tentang apa yang menjadi harapan semua komponen sekolah.
d. Membangun
sistem reward yang
sesuai dengan norma dan nilai yang ada disekolah.
Peran dan tugas Kepala Madrasah dalam untuk
menciptakan sistem reward yang proposional dan profesional akan
sangat mendukung lahirnya
budaya Islami yang baik. Pengharaan yang diberikan Kepala Madrasah
hendaknya dapat menjadi motivasi bagi para masyarakat sekolah.
B. Studi Relevan
Pada dasarnya urgensi kajian penelitian adalah sebagai bahan refrensi
terhadap penelitian yang ada, menngenai kelebihan maupun kekurangannya, sekaligus
sebagai bahan perbandingan terhadap
kajian yang terdahulu.
Selain itu untuk
menghindari terjadinya
pengulangan hasil temuan
yang membahas permasalahan yang
sama dan hampir sama dari seseorang, baik dalam bentuk skripsi, buku dan dalam
bentuk tulisan lainnya maka penulis
akan memaparkan beberapa
bentuk tulisan yang sudah ada.
Penelitian ini bukanlah penelitian yang baru. Dalam kajian pustaka ini,
peneliti akan memaparkan beberapa hasil penelitian yang kurang lebih sama
dengan penelitian yang peneliti lakukan, yaitu penelitian yang mengkaji tentang
kepemimpinan.
1. Afiati Nur Amali, Skripsi yang berjudul
“Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Mengembangkan Budaya Mutu Di MTs
Al-Khoiriyah. Hasil penelitian menunjukan bahwa kepala MTs al- Khoiriyyah
memiliki upaya yang dilakukan dalam mengembangkan budaya yang bermutu
di MTs Al-Khoiriyah dengan menanamkan nilai-nilai dan misi madrasah sebagai
pedoman, melakukan komunikasi yang baik dengan seluruh warga madrasah baik
guru, siswa maupun karyawan, melakukan pengambilan keputusan dengan mufakat
bersama sehingga semua kebijakan yang diberikan dapat diterima semua pihak dan
dapat terlaksana tanpa adanya keterpaksaan dari salah satu pihak, menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif di MTs al- Khoiriyah, melakukan
perencanaan kurikulum sesuai pembelajaran di MTs Al-khoiriyah,
melakukan pembiasaan kedisiplinan dan juga menjalin hubungan yang baik dengan
masyarakat (Afiati Nur Amali, 2014 : 1)
2. Sutrisno, skripsi yang berjudul Peranan
Kepala Sekolah Dalam
Mengembangangan Budaya Organisasi (Studi Kasus Di Tk Al Irsyad Al Islamiyah
Pemalang). Hasil penelitian menunjukan bahwa; Pertama, sosialisai budaya
organisasi bagi staf diarahkan pada upaya memperluas informasi dan pemahaman
staf tentang budaya organisasi. Kedua, pemeliharaan budaya organisasi dilakukan
untuk melestarikan budaya organisasi yang telah ada tertanam semakin kokoh
dalam jiwa diri staf, dilaksanakan dalam proses perjalanan organisasi, sehingga
memberikan ciri khusus oraganisasi. Ketiga, pengembangan budaya organisasi
dilakukan melalui peningkatan kualitas
dan kuantitas pelaksanaan,
nilai semangat kebersamaan, keilmuan, dan nilai prilaku
hidup muslim amar ma’ruf nahi munkar menuju akhlaqul karimah (Sutrisno, 2012:1)
3. Mulyadi,
UIN Maliki press, dengan buku berjudul “Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam
Mengembangkan Budaya Mutu”. Dalam penelitian ini mengemukakan bahwa peningkatan
budaya mutu di sekolah emrupakan tanggung jawab Kepala Madrasah dalam membangun
budaya mutu karena tuntutan terhadap peningkatan dan perbaikan mutu sekolah
semakin tinggi. Di samping itu, perkembangan peneliyian terhadap organisasi
sekolah orientasinya dilihat
dari teori manajemen
klasik dan ilmiah, yang
terfokus pada peneglolaan
pembelajaran sebagai satu-satunya
tugas Kepala Madrasah untuk meningkatkan eefektifan sekolah (Mulyadi : 2012:7)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan jenis
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif itu sendiri adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang sesuatu yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan
dan lain-lain. Secara holistik,
dan dengan mendeskripsikan dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah (Lexy J. Moeleng, 2014:6)
B. Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian ini di laksanakan di MTsN 4 Merangin. Sekolah ini terletak di
Desa Gelanggang Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.
Sesuai dengan namanya MTsN 4 Merangin adalah sekolah yang bercorak islami, di
mana sekolah ini menggunakan Agama
Islam sebagai pegangan
utama pendidikan Agamanya.
Penelitian ini akan dilaksanakan selama 06 bulan yakni dimulai pada bulan Januari 2022 sampai bulan Juni 2022. Penelitian diawali pembuatan
proposal, bimbingan proposal, seminar proposal, perbaikan dan pengesahan judul
serta izin riset, pengumpulan data di lapangan, penulisan skiripsi, bimbingan
skripsi, perbaikan skripsi, Acc Skripsi, penggandaan skripsi, ujian munaqasyah,
perbaikan hasil ujian munaqasyah serta pengesahan dan penyerahan skripsi.
C. Sumber Data
Untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini, maka peneliti mencari
data dari beberapa sumber yang berkaitan dengan kepemimpinan Kepala Madrasah
dalam mengembangkan budaya Islami di MTsN 4 Merangin di antaranya adalah: Narasumber wawancara,
yaitu Kepala Madrasah, waka kurikulum, guru PAI, dan narasumber lain yang
mungkin perlu peneliti wawancarai
ketika penelitian sudah mulai
berjalan. Selain itu,
data juga diperoleh
dari dokumen. Dokumen yang menjadi sumber data penelitian ini merupakan
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan profil lembaga sekolah,
serta dokumentasi kegiatan
budaya Islami di MTsN 4 Merangin.
D. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti lebih menekankan pada kepemimpinan Kepala
Madrasah sebagai pemimpin tertinggi suatu lembaga pendidikan. Peneliti lebih
menekankan pada bagaimana Kepala
Madrasah dalam mengartikan visi misi sekolah dalam Mengembangkan budaya Islami,
gaya kepemimpinan Kepala Madrasah yang
diterapkan di MTsN 4 Merangin, dan upaya Kepala Madrasah MTsN 4 Merangin dalam
mengembangkan budaya Islami.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengambil data, peneliti menggunakan metode:
1. Wawancara (Interview)
Pengumpulan
data dengan wawancara
adalah cara atau teknik untuk
mendapatkan informasi atau data dari interviewee atau
responden dengan wawancara
secara langsung face to face, antara interviewer dengan interviewee.
Dalam teknik wawancara interviewer bertatap muka langsung dengan responden atau
yang diwawancarai atau interviewee (Jusuf Soewadji, 2012:152-153) Dalam penelitian ini, yang akan menjadi responden
atau narasumber wawancara yaitu:
a. Kepala
Madrasah MTsN 4 Merangin
Wawancara
dengan kepala sekolah
dilakukan untuk medapatkan dan menggali data tentang visi misi Kepala
Madrasah, gaya kepemimpinan Kepala Madrasah dan upaya ekpala sekolah dalam
mengembangkan budaya Islami di Sekolah MTsN 4 Merangin.
b. Waka
Kurikulum MTsN 4 Merangin
Wawancara dengan WaKa Kurikulum dilakukan untuk
medapatkan data mengenai perenacanaan kurikulum yang berkaitan dengan budaya
Islami di MTsN 4 Merangin.
c. WaKa
Kesiswaan MTsN 4 Merangin
Wawancara
dengan WaKa Kesiswaan.
Melalui wawancara dengan WaKa Kesiswaan peneliti berharap dapat
menggali data mengenai
kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan budaya Islami di MTsN 4 Merangin serta bagaiamana pengawasan yang
dilakukan dalam Pengembangan budaya Islami di MTsN 4 Merangin.
d. Guru PAI
MTsN 4 Merangin.
Wawancara
dengan Guru Pendidikan Agama
Islam. Melalui wawancara
dengan guru PAI dapat menggali data mengenai program budaya Islami yang
dikembangkan di MTsN 4 Merangin sebagai
Identitas sekolah dan bekal peserta didik.
2. Observasi
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
pengumpulan data dengan
observasi disebut metode observasi. Alat pengumpulan datanya
adalah panduan observasi, sedangkan sumber data bisa berupa benda tertentu,
atau situasi tertentu, atau proses tertentu, atau perilaku orang tertentu. Metode
pengumpulan data dengan
observasi ini dapat digunakan dalam
penelitian filosofis, penelitian historis, penelitian eksperimen, dan
penelitian deskriptif (Jusuf Soewadji, 2012:157)
Dalam penelitian ini,
peneliti akan melakukan observasi terhadap beberapa sumber
data, yaitu:
a. Kepemiminan Kepala Madrasah
Peneliti
mengobservasi Kepala Madrasah sebagai pelaku kepemimpinan yang utama dan
seluruh warga sekolah yang berada dibawah kepemimpinan Kepala Madrasah.
observasi dilakukan dengan cara dengan cara mengamati dan mencatat berbagai hal
dan peristiwa yang terjadi yang berkaitan dengan kepemimpinan Kepala Madrasah
dalam mengembangkan Islami.
b. Kegiatan warga sekolah
Observasi terhadap kegiatan budaya Islami akan membantu peneliti untuk mengetahui
berjalannya kegiatan budaya Islami yang dilaksanakan di MTsN 4 Merangin
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data
berdasarkan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk,
tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Studi dokumen
merupakan pelengkap dari penggunaan
metode observasi dan
wawancara dalam penelitian
kualitatif (Sugiyono, 2006:329). Peneliti menggunakan metode dokumentasi untuk
menunjang informasi-informasi yang telah didapat dengan melampirkan data
informasi tambahan sebagai bentuk dokumentasi.
Dalam
penelitian ini, peneliti membutuhkan beberapa dokumen sebagai sumber data
penelitian, yaitu:
a. Dokumentasi mengenai kepemimpinan Kepala
Madrasah
Dokumentasi
yang peneliti ambil
mengenai kinerja kepemimpinan Kepala Madrasah dalam mengembangkan budaya
Islami yakni berkaitan dengan visi misi Kepala Madrasah, dan upaya-upaya yang
dilakukan dan program kerja Kepala Madrasah dalam mengembangkan budaya Islami
di MTsN 4 Merangin.
b.
Dokumentasi kegiatan warga sekolah
Dokumentasi kegiatan warga sekolah akan membantu
peneliti untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan prasarana sekolah yang telah
ditata sedemikian rupa.
c. Dokumentasi peneliti
Dokumentasi peneliti merupakan hal-hal atau
temuan-temuan yang peneliti anggap penting selama penelitian berlangsung,
sehingga peneliti merasa perlu mengabadikannya untuk mendukung penelitian ini.
Dokumentasi peneliti dapat berupa dokumentasi rekaman, foto, catatan, dan
agenda.
F. Uji Keabsahan Data
Untuk menguji keabsahan data yang diperoleh,
peneliti menggunakan teknik Triangulasi.
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan
sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai
teknik pengumpulan data dan data yang telah ada. Bila peneliti melakukan
pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data
yang sekaligus menguji kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan
data dan berbagai sumber data (Sugiyono, 2006:241)
Triangulasi data digunakan sebagai proses
memantapkan derajat kepercayaan (kredibilitas/validitas) dan konsistensi
(reliabilitas) data, serta bermanfaat juga sebagai alat bantu analisis
data di lapangan.
Kegiatan triangulasi dengan
sendirinya mencakup proses pengujian hipotesis yang dibangun selama
pengumpulan data(Sugiyono, 2006:218)
Triangulasi bukan bertujuan
mencari kebenaran, tetapi meningkatkan pemahaman peneliti
terhadap data dan fakta yang dimiliknya. Triangulasi merupakan suatu cara
mendapatkan yang benar-benar absah menggunakan pendekatan mete ganda.
Triangulasi sebagai teknik
pemeriksaan kabsahan data
dengan cara memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu sendiri,
untuk keperluan pengecekan data
atau sebagai pembanding
terhadap data itu (Sugiyono, 2006:219)
Untuk menguji keabsahan data yang diperoleh,
peneliti akan menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi metode.
Triangulasi sumber, berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang
berbeda-beda dengan teknik yang sama (Sugiyono, 2006:241) Dalam triangulasi dengan sumber
yang terpenting adalah mengetahui adanya alasan terjadinya perbedaan-perbedaan
tersebut. (Sugiyono, 2006:241). Triangulasi metode atau triangulasi teknik
berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan
data yang berbeda-beda untuk
mendapatkan data dari sumber yang
sama. Menurut Bachri dalam buku Metode
Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik karya
Imam Gunawan, triangulasi
metode dapat dilakukan dengan
menggunakan lebih dari satu
teknik pengumpulan data untuk mendapatkan data yang sama. Triangulasi metode
mencakup penggunaan berbagai model kualitatif, jika kesimpulan dari setiap
metode adalah sama, maka kebenaran ditetapkan.
G. Teknik Analisis
Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,
melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri
maupun orang lain (Sugiyono, 2006:244)
Analisis
data kualitatif bersifat
induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang
diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis
yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara
berulang-ulang sehingga selanjutnya
dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak
berdasarkan data yang terkumpul. Bila
berdasarkan data yang dapat dikumpulkan secara berulang-ulang
dengan teknik triangulasi, ternyata hipotesis
diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori (Sugiyono, 2006:245)
Untuk menjabarkan, menjelaskan, dan
mengambil kesimpulan dari data penelitian ini, peneliti menggunakan
teknik analisis data di lapangan model Miles and Huberman. Proses analisis data
model ini adalah:
1. Data
Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah
direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti
untuk melakukan pengumpulan data selanjutya, dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2006:247)
2. Data
Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian
data bisa disajikan
dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, flowchart,
dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam
penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
3. Conclusion Drawing/
Verification (Penarikan Kesimpulan/Verifikasi)
Langkah yang ketiga
adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat
sementara, dan akan
berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan
data berikutnya. Tetapi
apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten
saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu
obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti
menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis, atau
teori.
H.
Jadwal Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan selama (lima) bulan, mulai
dari November 2021 sampai Maret 2022, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian
No |
Kegiatan |
Tahun
2021-2022 |
||||||||||||||||||||
November |
Desember |
Januari |
Februari |
Maret |
||||||||||||||||||
1 |
2 |
3 |
4 |
1 |
2 |
3 |
4 |
1 |
2 |
3 |
4 |
1 |
2 |
3 |
4 |
1 |
2 |
3 |
4 |
|
||
1 |
Persiapan
penelitian |
√ |
√ |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2 |
Menyusun atau
menulis konsep proposal |
|
|
√ |
√ |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3 |
Mengajukan judul
ke Fakultas untuk persetujuan judul |
|
|
|
|
√ |
√ |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4 |
Konsultasi dengan
dosen pembimbing |
|
|
|
|
|
√ |
√ |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5 |
Seminar proposal |
|
|
|
|
|
|
|
√ |
√ |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6 |
Izin atau
perintah riset |
|
|
|
|
|
|
|
|
√ |
√ |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7 |
Pelaksanaan riset |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√ |
√ |
√ |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8 |
Penulisan konsep
skripsi |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√ |
√ |
√ |
|
|
|
|
|
|
9 |
Konsultasi kepada
dosen pembimbing |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√ |
√ |
√ |
|
|
|
|
|
10 |
Penggandaan
skripsi |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√ |
√ |
|
|
|
|
11 |
Munaqasah dan
perbaikan |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√ |
√ |
|
|
|
12 |
Penggandaan
skripsi dan penyampaian skripsi kepada tim Penguji dan Fakultas |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√ |
√ |
√ |
|
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Umum
1. Historis Madrasah
Tsanawiyah
Negeri 4 Merangin
Madrasah
Tsanawiyah
Negeri 4 Merangin merupakan salah satu sekolah agama yang
sederajat dengan yang terletak di Dusun Gelanggang Kecamatan Sungai
Manau Kabupaten
Merangin Provinsi
Jambi
yang saat ini penulis jadikan
sebagai subjek penelitian dalam menyusun skripsi ini.
Madrasah Tsanawiyah
Negeri 4 Merangin didirikan untuk merespon peningkatan jumlah peserta didik yang
ingin melanjutkan
sekolah atau studinya ke Madrasah Tsanawiyah
yang saat itu hanya terdapat pada kecamatan sungai manau, yang jaraknya lebih kurang
3 km
dari dusun gelanggang sebab itu para orang
tua
dan tokoh masyarakat musyawarah agar
di sungai manau perlu didirikan
Madrasah
Tsanawiyah,
baik Negeri Maupun
swasta. Maka pada tahun
1984 berdirilan
MTs
di Kecamatan Sungai Manau,
dengan
adanya musyawarah tersebut dapat
membuahkan suatu
kebulatan tekad untuk membuka Madrasah Tsanawiyah
Negeri
dikecamatan
sungai manau dan dibuka penerimaan siswa pertama
pada tahun ajaran
1984
yang
ruang
belajarnya memakai gedung Sekolah
Dasar
(SD) No 1 Pasar
Sungai Manau
yang terletak di
pinggir jalan arah Kerinci dan menjabat sebagai Kepala Madrasah pertama adalah
Bustanuddin yang
ditunjuk oleh M.
Shaleh
Rusli untuk
menjalankan
tugas dan bertanggung jawab
kepada Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Sarko setelah itu
MTs di
pimpin
oleh
Bapak Drs. Darmawi. (Dokumentasi,
Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
Tahun 2022)
Menurut Drs. Muslim dalam hasil wawancara penulis di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin beliau mengatakan :
“Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin didirikan pada tahu 1984, pada tahun ajaran 1997 MTs
swasta
ini
di negerikan dengan mendapat gedung baru yang dibangun.Dengan
berdirinya
Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin ini
banyak sedikitnya
dapat
menampung dan
membantu anak-anak yang berniat masuk sekolah
Negeri. sehingga
dapat
mengembangkan
bakat dan minat anak-anak untuk
kesekolah Negeri. (Wawancara, 15 Februari 2022).
2. Geografis Madrasah
Tsanawiyah
Negeri
4 Merangin
Madrasah Tsanawiyah
Negeri
4 Merangin berada
daratan rendah bertepatan di jalan Gelanggang-Sungai Manau lebih kurang 3 KM
dari pusat Kecamatan Sungai Manau Kabupeten Merangin. Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
terletak di Desa Gelanggang Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin. Madrasah
Tsanawiyah
Negeri
4 Merangin secara geografis sebelah
utara berbatasan dengan jalan raya, sebelah selatan berbatasan dengan perkebunan masyarakat, sebelah timur berbatasan dengan desa gelangang, sebelah
barat berbatasan dengan
dusun Sungai Lempur.
(Dokumentasi,
Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
Tahun 2022)
3. Struktur Organisasi
Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
Struktur organisasi merupakan alur kerja yang menggambarkan sistem koordinasi dan tanggung jawab dalam menjalankan kegiatan organisasi. Madrasah
Tsanawiyah
Negeri
4 Merangin memiliki struktur
seperti pada skema dibawah
ini:
STRUKTUR ORGANISASI MADRASAH TSANAWIYAH
NEGERI 4 MERANGIN TAHUN 2021-2022
Gambar. 41. : Struktur
Organisasi MTsN 4 Merangin
Kepala
Madrasah Drs. Muslim Komite
Sekolah Japri Taher Tata Usaha Mujiono,
S.Pd Waka.
Kurikulum Intan Suri,
S.Pd Waka.
Kesiswaan Halimatus
Zahro, S.Pd Wali Kelas Wali Kelas
VII.A Muslimah, S.Pd Wali Kelas
VIII.A Desvi Yanti,
S.Pd Wali Kelas
IX.A Bustamah
,S.Pd Majlis Guru Siswa-Siswi
Wali Kelas
VIII.B Siti
Rukiah,S.Pd Wali Kelas
VII.B Hikmah, S.Pd.I Wali Kelas
IX.B Nurhayati,S.Pd
(Dokumentasi, Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin Tahun 2021-2022)
4.
Keadaan Guru dan Siswa Madrasah
Tsanawiyah
Negeri
4 Merangin
a. Keadaan Guru
Guru adalah pelaksana dan
pengembang program kegiatan proses belajar mengajar, bagaimanapun guru
merupakan peraturan dalam menyampaikan materi pelajaran untuk tercapainya suatu
pendidikan. Keberhasilan pelaksanaan kegiatan proses belajar dan mengajar sangat
tergantung peran dari guru Madrasah
Tsanawiyah
Negeri
4 Merangin, sebagai tenaga pengajar atau pendidik
didalam memupuk minat dan menumbuhkan semangat peserta didik dalam memberikan
bekal ilmu pengetahuan melalui program pembelajaran.
Keberhasilan dalam setiap mata pelajaran tentunya didukung oleh semangat
guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Guru di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
merupakan unsur dari terlaksananya pedidikan dan pengajaran dalam suatu lembaga
pendidikan. Guru merupakan fasilitator penting dalam mentransfer ilmu
pengetahuan kepada peserta didik atau yang disebut pemberi informasi, tentunya
diharapkan dapat memberikan kontribusi yang baik dalam mengembangkan potensi
kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam diri peserta didik. Tanpa guru, suatu
lembaga pendidikan tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Sebagaimana di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
dimana sekolah ini memiliki tenaga-tenaga pengajar berjumlah 17 orang yang di
dalamnya termasuk Kepala Madrasah juga memegang mata pelajaran.
Tabel 4.1: Keadaan Guru Madrasah
Tsanawiyah
Negeri
4 Merangin Tahun Pelajaran 2021-2022
NO |
NAMA |
Jabatan |
Mata Pelajaran |
|
Drs. Muslim |
Kepala Madrasah |
- |
|
Intan Suri, S.Pd |
Waka Kurikulum |
Aqidah Akhlak |
|
Halimatus Zahro, S.Pd |
Waka Kesiswaan |
SKI |
|
Mujiono, S.Pd |
Ka. Tata Usaha |
- |
|
Muslimah, S.Pd |
Guru |
SKI |
|
Hikmah, S.Pd.I |
Guru |
IPA |
|
Desvi Yanti, S.Pd |
Guru |
Bahasa Indonesia |
|
Siti Rukiah, S.Pd |
Guru |
Bahasa Arab |
|
Bustamah, S.Pd |
Guru |
Matematika |
|
Nurhayati, S.Pd |
Guru |
PAI |
|
Deis Reni, S.Pd |
Guru |
Penjas |
|
Sumarsono, S.Pd |
Guru |
Bahasa Inggris |
|
Abdurrahman, S.Kom |
Guru |
TIK |
|
Nani Afriani, S.Pd |
Guru |
Seni dan Budaya |
|
Sofwan Hilal, SE |
Guru |
IPS |
|
Iskandar, S.Pd |
Guru |
Mulok |
|
Elsi Lastari, SE |
Guru |
PPkn |
(Dokumentasi, Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin Tahun 2021-2022)
b.
Keadaan Siswa
Siswa atau peserta didik merupakan salah satu elemen penting dalam lembaga
pendidikan disamping guru dan materi pelajaran. Peserta didik sebagai objek
pendidikan harus mendapatkan perlakuan edukatif secara berkesinambungan,
sehingga kemudian diharapkan dapat memenuhi kuota out put pendidikan
yang ideal sebagaimana diharapkan. Adapun mengenai keadaan peserta didik Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.2: Keadaan Siswa Madrasah
Tsanawiyah
Negeri
4 Merangin Tahun Pelajaran 2021-2022
No |
Kelas |
Jenis Kelamin |
Jumlah |
|
LK |
PR |
|
||
|
Kelas VII.A |
11 |
16 |
27 |
|
Kelas VII.B |
7 |
15 |
22 |
|
Kelas VIII.A |
10 |
13 |
23 |
|
Kelas VIII.B |
12 |
9 |
21 |
|
Kelas IX.A |
8 |
12 |
20 |
|
Kelas IX.A |
9 |
15 |
24 |
Jumlah |
57 |
80 |
137 |
(Dokumentasi, Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin Tahun 2021-2022)
5.
Keadaan Sarana dan Prasarana Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
Terkait dengan informasi data lapangan tentang sarana dan prasarana
pendidikan, penulis melakukan penelusuran dokumentasi dengan mengamati langsung
berbagai sarana dan fasilitas pendukung pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin.
Dari data yang tercatat dari hasil pengamatan sarana penunjang proses belajar
mengajar di Madrasah
Tsanawiyah
Negeri
4 Merangin terdiri atas 6 ruang belajar mengajar,
yang merupakan bantuan dari Kemeng Merangin, 1 ruang kantor, 1 ruang guru serta
satu ruang Kepala Madrasah. Disamping itu juga terdapat kantin yang dikelola
langsung oleh masyarakat seputar madrasah, 2 ruang WC Guru dan 2 ruang WC
Peserta didik.
Tabel 4.3: Sarana dan Prasarana Madrasah
Tsanawiyah
Negeri
4 Merangin Tahun Pelajaran 2021-2022
No |
Jenis Sarana Dan Prasaran |
Volume/ Jumlah |
Ket |
1.
|
Ruang Kepala Madrasah |
1 |
Baik |
2.
|
Ruang Tatat Usaha (TU) |
1 |
Baik |
3.
|
Ruang Majlis Guru |
1 |
Baik |
4.
|
Ruang Kelas |
6 |
Baik |
5.
|
WC Guru |
2 |
Baik |
6.
|
WC Peserta didik |
3 |
Baik |
7.
|
Kantin Sekolah |
2 |
Baik |
8.
|
Kursi dan meja peserta didik |
137 |
Baik |
9.
|
Kursi dan Meja Guru |
17 |
Baik |
10.
|
Perpustakaan |
1 |
Baik |
11.
|
Lemari Buku Pustaka |
5 |
Baik |
12.
|
Papan Tulis |
6 |
Baik |
13.
|
Lemari kayu |
3 |
Baik |
14.
|
Filing Kabinet |
7 |
Baik |
15.
|
Brangkas |
1 |
Baik |
16.
|
Kursi Tamu (set) |
1 |
Baik |
17.
|
Komputer/Laptop |
3 |
Baik |
18.
|
Printer |
2 |
Baik |
19.
|
Sound Sistem |
1 |
Baik |
20.
|
Dispenser |
2 |
Baik |
21.
|
Lapangan Volli |
1 |
Baik |
22.
|
Lapangan Tenis Meja |
1 |
Baik |
(Dokumentasi, Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin Tahun 2021-2022)
B. Temuan Khusus
1.
Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam
Mengembangkan Budaya Keagmaan Islam di
Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
Kepala Madrasah adalah
pemimpin
pendidikan yang
mempunyai peranan
sangat besar dalam mengemangkan
pendidikan di sekolah. Berkembangnya budaya sekolah, kerja sama yang
harmonis, minat terhadap perkembangan pendidikan, suasana
pembelajaran yang menyenangkan
dan perkembangan mutu profesional diantara para guru banyak
ditentukan oleh kualitas kepemimpinan Kepala
Madrasah. Begitu juga dengan kepemimpinan Kepala Madrasah dalam mengembangkan budaya keagamaan Islam yang ia pimpin.
Hasil observasi penulis di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
penulis menemukan bahwa kepemimpinan Kepala Madrasah dalam mengembangkan budaya
keagamaan islam di sekolah tersebut, dimana Kepala Madrasah merancang beberapa
langkah dalam mengembangkan budaya keagamaan islam pertama menyamakan visi dan
misi sekolah dengan komite sekolah dan semua guru dan pegawi dalam pengembangan
budaya keagamaan islam kedua gaya kepemimpinan Kepala Madrasah dalam
mengembangkan budaya keagamaan di sekolah. (Observasi, 09 Februari 2022).
Untuk mengetahui kepemimpinan Kepala Madrasah dalam
mengembangkan budaya Islami di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Visi,Misi Kepala Madrasah
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan bapak Drs. Muslim selaku
kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin, terkait visi misi Kepala Madrasah
dalam mengembangkan budaya Islami, Kepala Madrasah
mengekspresikan visi sekolah dengan cara mengambil tindakan, berprilaku dan
melaksanakan secara nyata apa yang menjadi visi sekolah. Kemudian menjelaskan visi tersebut kepada kepada
bawahannya karena bawahan atau para guru dan pegawailah yang
akan bersama-sama dengan
kepala sekolah untuk mewujudkan
visi tersebut dalam mengembangkan budaya keagamaan islam di sekolah tersebut.
Sebagaimana hasil
wawancara penulis dengan bapak Drs. Muslim selaku kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin beliau mengatakan :
“Dalam perumusan visi dan misi kita mengajak
komite sekolah, wakil kurikulum dan wakil kesiswaan serta kepada semua guru dan
pegawai untuk bisa memahami apa itu visi,
misi, dan mengajak
semuanya untuk merumuskannya,
dengan begitu mereka paham apa yang seharusnya mereka lakukan demi tercapainya
tujuan pendidikan tersebut dalam mengembangkan budaya Islami di Madrasah
Tsanawiyah Negeri ini, sehingga nantinya para guru dan pegawailah bersama-sama
mengemban apa yang menjadi visi dan misi kiat” (Wawancara, 10 Februari 2022).
Dari hasil wawancara
diatas jelaslah bahwa untuk memperluas visi dalam artian membuat visi tersebut
menjadi misi, tujuan strategi serta menyusun program dan kegiatan yang
merupakan perangkat untuk mencapai visi. Dalam hal ini Kepala Madrasah mengajak
semua bawahannya untuk memahami apa yang menjadi tujuan organisasi sekolah,
yaitu ke mana organisasi akan dibawa dan bagaimana caranya
agar bisa sampai
tujuan.
Kemudian lebih
lanjut bapak Drs. Muslim mengatakan bahwa :
“Saya selaku
Kepala Madrasah mengajak komite sekolah dan seluruh guru dan pegawai dalam
pembentukan indikator dalam mengembangkan buadaya keagamaan islam di Madrasah Tsanawiyah
Negeri 4 Merangin ini. Indikator ini disusun agar semua tujuan yang telah
disepakati bersaman dapat dijalankan bersama bisa tercapai dengan mudah, tidak
lagi menjadikan bingung untuk orang yang menjalankanya” (Wawancara, 11 Februari
2022).
Untuk mengembangkan
visi yang telah dirumuskan. Salah satu upaya yang dilakukan Kepala Madrasah
sehingga visi tersebut bisa tercapai dengan keadaan yang beragam dalam
kondisi apapun yaitu
dengan sosialisasi. Sosialisasi merupakan implementasi yang harus
di lakukan, dengan sosialisasi ini maka seluruh guru, pegawai dan siswa-siswi
akan mengerti apa yang akan disampaikan. Dengan begitu guru, pegawai dan
siswa-wi tidak hanya mendengar saja, tapi juga mengikuti prosesnya, mulai dari
perumusan hingga sosialisasi program.
Wawancara penulis
dengan bapak Drs. Muslim selaku kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
beliau mengatakan:
“Sosialisasi dilaksanakan pada awal
tahun, pada waktu pertemuan komite dan orang tua murid,
yang disampaikan adalah antara lain visi misi sekolah, budaya sekolah, KKM, dan
tata tertib sekolah. Dalam hal ini saya mengembankan amanah kepada waka.
Kurikulum dan waka. Kesiswaan untuk sama-sama mensosialisasikan visi dan misi
sekolah dan guru agama sebagai penanggung jawab atas semua program yang telah
saya susun dalam mengembangkan budaya keagamaan di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4
Merangin ini”(Wawancara, 15 Februari 2022).
Berdasarkan hasil wawancara diatas
dapatlah dijelaskan bahwa hal pertama
yang harus dilakukan Kepala Madrasah
dalam memfasilitasi komunitas sekolah untuk membuat visi adalah refleksi,
Kepala Madrasah harus mempertimbangkan apa yang telah dilalui oleh sekolah
selama ini, bagaimana sekolah sejauh ini dan apa yang menjadi tujuan sekolah
yang akan datang. Visi haruslah sederhana dan idealis, sebuah gambaran akan
masa depan yang diinginkan.
Hasil
observasi penulis di MTs 04 Merangin, penulis menemukan bahwa Visi kepala
sekolah adalah melaksanakan
pembangunan pendidikan di bidang akademik maupun non akademik dengan menjunjung
nilai-nilai keislaman dan
mengutamakan akhlakul karimah. Hal itu setidaknya tidak menyimpang
dari visi Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin yaitu: “Terwujudnya
Sekolah Yang Berprestasi Dengan Menjunjung Tinggi Nilai-Nilai Keislaman Dan
Mengutamakan Akhlaqul Karimah”
(Observasi, 15 Februari 2022).
Wawancara
penulis dengan ibu Intan Suri, S.Pd selaku wakil Kepala
Madrasah bidang kurikulum beliau mengatakan :
“Program kerja Kepala Madrasah yang direncanakan tidak boleh
menyimpang dari Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin, segalanya dikonsep
sesuai dengan tujuan organisasi Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin yaitu
mewujudkan masyarakat yang islami dan menjunjung nilai-nilai
keislaman yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits. (Observasi, 15 Februari
2022).
Hasil
wawancara penulis diatas jelaslah bahwa dalam visi sekolah disebutkan yang
pertama adalah berprestasi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama islam dan
kedua adalah mengutamakan akhlaqul karimah. Visi tersebut sesuai dengan
apa yang diharapkan oleh Kepala Madrasah dalam mengembangkan budaya Islami.
Menjunjung nilai-nilai Islam dan berakhlaqul karimah adalah modal utama dalam
membentuk karakter. Selain itu, dengan adanya budaya Islami di sekolah
dapat menciptakan suasana
pembelajaran yang Islami, dan
juga sebagai pembiasaan sekolah agar selalu berprilaku dan mengamalkan nilai-nilai keislaman.
Visi Madrasah Tsanawiyah Negeri 4
Merangin dirumuskan bersama-sama oleh Kepala Madrasah yang juga melibatkan
komite sekolah, para
guru dan karyawan
sekolah. Visi tersebut kemudian
dijabarkan ke dalam misi dan dari misi
tersebut kemudian dituangkan dalam tujuan sekolah. Berikut misi dan tujuan
Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin:
Misi Madrasah Tsanawiyah Negeri 4
Merangin adalah:
1) Melaksanakan pengembangan
pendidikan yang bermuara pada mutu akademik dan non akademik
2) Melaksanakan pengembangankurikulum
secara komprehensif
3) Melakasanakan pengembangan proses
belajar
4) Melaksanakan pengembangan tenaga
pendidik
5) Melakasanakan pengembangan
fasilitas pendidikan
6) Melaksanakan pengembangan kelembagaan dan managemen
sekolah
7) Melaksanakan budaya sekolah untuk
membentuk kepribadian karakter bangsa. (Dokumentasi : Madrasah Tsanawiyah
Negeri 4 Merangin 2021).
Sedangkan tujuan Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin adalah sebagai
berikut:
1) Mencetak peserta
didik menjadi insan
yang beriman, bertaqwa, cerdas,
terampil, berprestasi, berakhlaq dan mampu bersaing baik di masyarakat maupun
pada tingkat jenjang pendidikan setara.
2) Menggali
dan memberdayakan potensi yang dimiliki oleh peserta didik dalam rangka
meningkatkan mutu lulusan yaitu dengan meningkatkan nilai rata-rata UN dan UAS.
3) Mampu secara
aktif melaksanakan ibadah
sehari-hari dengan tertib dan
benar serta memiliki
sikap perilaku terpuji sesuai
dengan kaidah agama Islam.
4) Mewujudkan
sekolah yang nyaman dan kondusif
5) Memberikan
pelayanan yang memuaskan.
6) Meningkatkan
profesionalitas guru dan tenaga pendidik.
7) Mampu
membaca Al-Qur`an dengan baik dan benar.
(Dokumentasi : Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin 2022).
Sedangkan Misi adalah
langkah-langkah yang ditempuh untuk mewujudkan
visi. Meskipun misi
bisa dirubah satu
tahun sekali tapi sebagai Kepala Madrasah harus berpedoman pada visi
sekolah. Kepala Madrasah harus mempunyai
target yang berbeda
untuk mencapai tujuan sekolah pada setiap tahunnya. Target
apa yang ingin dicapai dituangkan kedalam tujuan, dalam hal ini Kepala Madrasah
lebih mengembangkan prestasi non akademik dari pada prestasi akademik,
dikarenakan prestasi akademik sulit untuk dicapai pada saat kompetisi diluar
sekolah.
Berdasarkan hasil observasi penulis di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4
Merangin, penulis menemukan bahwa Kepala Madrasah merupakan sosok pemimpin yang
berupaya mentransformasikan nilai-nilai yang berdasarkan visi misi dan tujuan
sekolah. Kepala Madrasah Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 merangin merupakan
pemimpin yang berperan sebagai inovator untuk mendukung berjalannya visi Kepala
Madrasah. Selain itu kepala mampu
berfikir kritis dan kreatif, sehingga Kepala Madrasah dapat mengubah
kesempitan menjadi peluang besar yang dapat menunjang tercapainya visi sekolah.
Pemimpin yang seperti itulah yang kedepannya
diharapkan dapat mewujudkan
keberhasilan tujuan sekolah. (Observasi, 16 Februari 2022).
Lebih
lanjut wawancara penulis dengan bapak Drs. Muslim selaku Kepala Madrasah
Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin beliau mengatakan :
“Selama 4 tahun sekolah lebih menekankan prestasi non
akademik meskipun demikian sekolah juga tidak mengesampingkan prestasi dibidang
akademik. Dari tahun 2018-2021
setidaknya ada 12 prestasi
yang telah diperoleh yang berbeda-beda, baik ditingkat
kecamatan maupun tingkat kabupaten. Semua ini adalah kerja sama yang baik
dengan para waka. Kurikulum dan para guru yang ikut berperan bersama-sama dalam
mengambankan visi dan misi sekolah”(Wawancara, 16 Februari 2022).
Dari
hasil wawancara penulis diatas sangatlah jelas bahwa Kepala Madrasah dalam visi
dan misi nya selalu menekankan pada prestasi non akademik namun juga tidak
mengesampingkan prestasi dibidang
akademik.
b. Gaya Kepemimpinan Kepala Madrasah
Gaya kepemimpinanan Kepala Madrasah adalah bagaimana seorang Kepala
Madrasah mempengaruhi seluruh guru, pegawai dan siswa demi tercapainya tujuan
dalam mengembangkan budaya keagamaan di sekolah tersebut. Keberhasilan yang
paling tampak dalam mempengaruhi warga sekolah tersebut adalah cara bagaimana
menggerakan dan mengarahkan unsur prilaku warga sekolah untuk berbuat sesuatu
dengan kehendak pemimpin dalam rangka mencapai tujuan sekolah tersebut.
Berdasarkan hasil observasi penulis dilapangan, penulis menemukan bahwa
Kepala Madrasah dalam melaksanakan kepemimpinannya beliau menjadikan
dirinya sebagai suri tauladan (uswatun hasanah), yaitu dimana beliau
memberikan suri tauladan, artinya sebagai seorang
pemimpin, kepala sekolah
memberikan teladan bagi guru, pegawai dan siswa-siswa di Madrasah
Tsanawiyah Negeri 4 Merangin. Hal ini
ditujukan dengan sikap beliau yang selalu berperan aktif dalam segala kegiatan
yang ada di sekolah khususnya dalam kegiatan budaya Islami, seperti contoh
dalam pelaksanaan kegiatan sholat dhuha dan dhuhur berjamaah dilingkungan
Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin, bersikap disiplin, datang lebih
awal dan pulang paling akhir dan lain
sebagainya. (Observasi, 17 Februari 2022).
Wawancara penulis dengan ibu Halimatus Zahro, S.Pd selaku waka. Kesiswaan di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin beliau mengatakan :
“Bapak Kepala Madrasah selalu ikut andil dalam setiap
kegiatan, memberi contoh yang baik kepada guru, pegawai dan siswa-siswi disini,
apalagi dalam kegiatan harian, beliau selalu melaksanakan sholat dhuha dan
dzuhur berjamaah di sekolah ini, terkadang beliau juga memimpin pembacaan surah
yasin pada setiap pagi jum’at dan beliau juga datang lebih awal kesekolah dan
pulang paling akhir, sehingga kami para guru dan siswa ikut bersama bapak
Kepala Madrasah dalam mengembangkan budaya keagamaan di sekolah ini”
Dari hasil wawancara diatas
sangatlah jelas bahwa kepala
Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin dapat menjadi teladan yang baik
bagi guru, pegwai dan siswa-siswi
di sekolah, karena memang pada
hakikatnya seorang pemimpin yang baik harus bisa memberikan panutan
kepada bawahannya, bukan hanya sifat tetapi juga perilaku sehari-hari.
Berangkat dari pemimpin yang
baik, maka tercipta anggota yang baik juga. Sebagai Kepala Madrasah, bapak Drs.
Muslim mendukung kreatifitas baik dari para guru ataupun peserta didik, apa
lagi ide-ide yang
berhubungan dengan kegiatan yang
mendukung budaya Islami
di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4
Merangin. Ide-ide baru tersebut kemudian akan diterapkan jika memang
mempunyai manfaat yang
besar bagi guru dan siswa-siswi.
Lebih lanjut wawancara penulis dengan ibu Nani Afriani, S.Pd selaku guru seni dan budaya di Madrasah Tsanawiyah
Negeri 4 Merangin beliau mengatakan :
“Pembentukan karakter peserta didik di Madrasah Tsanawiyah
Negeri 4 Merangin ini dapat dikembangakan sesuai dengan
budaya lokal, yakni mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler
sepeti ceramah agama, tilawah, rebana, marawis yang merupakan bentuk
pengembangan diri untuk peserta didik dalam mengembangkan budaya keagamaan
Islam di sekolah ini”.(Wawancara, 21 Februari 2022).
Hal sama juga diungkapkan oleh ibu Intan Suri, S.Pd selaku Waka Kurikulum Madrasah
Tsanawiyah Negeri 4 Merangin beliau mengatakan:
“Dalam memimpin rapat, Kepala Madrasah bisa menerima masukan,
pendapat, dan ide-ide bawahan. Apalagi sifatnya keagamaan, beliau sangat
mendukung dan merespon dengan baik, sehingga Kepala Madrasah mempunyai hubungan
interpersonal yang sangat baik terhadap guru dan pegawai serta siswa di
Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin. Beliau juga selalu menjalin kerjasama
dengan seluruh guru, staf, peserta didik dan wali murid demi
terciptanya hubungan yang
harmonis di lingkungan sekolah
sehingga dalam mengembangkan budaya Islami dapat berjalan sesuai dengan visi,
misi dan tujuan sekolah. (Wawancara, 21 Februari 2022).
Dari hasil wawancara diatas dapatlah dipahami bahwa dorongan dari
kepala sekolah sangat
penting diberikan kepada bawahannya
agar dapat menumbuhkan semangat dalam
menjalankan tugas. Sehingga
terciptanya budaya Islami di Madrasah
Tsanawiyah Negeri 4 Merangin.
Wawancara penulis dengan beberapa
siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin yaitu, Putri, Dewi dan Puput
mereka mengatakan :
“Bapak Kepala Madrasah selalu mendorong kami untuk berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan
keagamaan di lingkungan
sekolah, seperti melakasanakan sholat dhuha, sholat dzuhur dan lain
sebagainya, hal itu disampaikan oleh beliau pada saat
upacara bendera agar para guru dan siswa juga dapat melaksanakannya,
meskipun tidak menjadi kewajiban bagi kami, namun bapak Kepala Madrasah memberi
contoh yang baik, karena beliau selalu melaksanakan yang demikian”. (Wawancara,
16 Februari 2022).
Sebagai seorang pemimpin, Kepala Madrasah harus bisa menempatkan dirinya.
Dalam bersikap ada kalanya gaya seorang pemimpin bersikap
demokratis, ada kalanya
pula bersikap tegas dalam
mengambil keputusan saat tidak ditemukan solusi atas permasalahan
yang diselesaikan dengan
cara musyawarah. Begitu juga dengan kepala sekolah
Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin dimana beliau mempunyai sikap tegas disetiap tindakannya.
Hal ini ditunjukan dalam proses
pengawasan yang dilakukan
dalam melaksanakan budaya Islami,
proses pengawasan dilakukan oleh Kepala Madrasah baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Pengawasan secara langsung dilakukan dengan insidential, jika
kepala sekolah menemukan
ada guru dan siswa yang melanggar peraturan, maka
langsung ditindak lanjuti. Sedangkan pengawasan secara tidak langsung yakni
Kepala Madrasah mengawasi setiap pelanggaran yang dilakukan sebagian warga
sekolah yang bersifat umum maka beliau akan menyampaikan pada saat apel dan
upacara. Dalam hal ini kepala seolah bersikap tegas, dan memberikan hukuman
disesuaikan dengan jenis pelanggarannya.
Kepemimpinan kepala
sekolah sangat berkaitan dengan kepribadian itu sendiri.
Kepemimpinan Kepala Madrasah bukan hanya sekedar penampilan lahiriah saja,
tetapi juga bagaimana cara mereka mendekati orang yang ingin dipengaruhi. Untuk
mengetahui gaya kepemimpinan Kepala Madrasah, harus menilai dari prespektif
bawahan yang melihat dan merasakan gaya
kepemimpinan kepala sekolah
yang ditunjukkan dengan sifat, dan perilaku setiap hari.
Melalui teori gaya kepemimpinan diatas, bahwa gaya kepemimpinan di
pengaruhi oleh sifat, prilaku, dan situasi seseorang. Maka dari itu, sebagai
seorang pemimpin, Kepala Madrasah tidak hanya mengelola kurikulum,
mengelola administrasi, mengatur siswa, dan lain sebagainya, karena
pada dasarnya hal
tersebut dapat diwakilkan
kepada staf atau
guru. Akan tetapi
dalam membangun lingkungan sekolah
yang efektif, khususnya dalam mengembangkan budaya Islami
harus memperhatikan hubungan yang baik antara Kepala Madrasah dengan guru,
staf, peserta didik, wali murid dan juga masyarakat yang berada di lingkungan
sekitar sekolah.
Wawancara penulis dengan bapak Jafri Taher selaku komite sekolah Madrasah
Tsanawiyah Negeri 4 Merangin beliau mengatakan :
“Kepala Madrasah harus berbuat untuk semua unsur yang ada
dibawah kepemimpinannya. Karena pada hakikatnya seorang pemimpin merupakan pelayan bagi yang di pimpinnya,
bukan sebaliknya yang minta dilayani oleh yang dipimpin. Melalui gaya
kepemimpinan Kepala Madrasah yang diterapkan,
Kepala Madrasah dapat menciptakan hubungan yang harmonis antara Kepala
Madrasah dan bawahannya ataupun dengan atasanya sehingga pelaksanaan pendidikan
yang berlangsung di sekolah bisa berjalan sesuai dengan visi, misi dan tujuan
sekolah. (Wawancara, 14 Februari 2022).
Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dapat menyimpulkan bahwa Kepala
Madrasah Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin mempunyai kebijakan
tersendiri dalam pelaksanaan
budaya islami, seperti halnya ketika mengambil keputusan dalam menindak lanjuti
guru atau siswa yang bermasalah, hal itu tak lain bertujuan untuk kebaikan
seluruh warga sekolah dan
demi terlaksananya tujuan sekolah. Sebagai seorang pemimpin,
dalam menjalankan kepemimpinannya menganut model gaya kepemimpinan demokrasi
(Kepala Madrasah menjadi Uswah hasanah, dapat menerima saran, masukan,
memberikan motivasi kepada bawahan serta tegas dalam memimpin).
2. Upaya Kepala Madrasah Dalam Mengembangkan Budaya
Keagamaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
Pengembangan budaya Islami di sekolah perlu
ditopang oleh strategi dan program. Startegi mencakup cara- cara yang ditempuh
sedangkan program menyangkut kegiatan operasional yang perlu dilakukan.
Strategi dan program merupakan dua hal yang selalu berkaitan. Selain itu Untuk
membudayakan nilai-nilai ajaran
agama Islam dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara
lain melalui kebijakan pimpinan sekolah, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
di kelas, kegiatan ekstrakurikuler di luar kelas serta tradisi dan prilaku warga
sekolah secara kontinyu
dan konsisten, sehingga tercipta
budaya Islami tersebut
dalam lingkungan sekolah.
Berdasarkan
hasil observai penulis di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin penulis
menemukan bahwa upaya Kepala Madrasah dalam mengembangkan budaya
Islami di Madrasah Tsanawiyah
Negeri 4 Merangin adalah sebagai berikut :
a. Membiasakan Nilai-Nilai Islami Sekolah
Nilai
merupakan kepercayaan pada sesuatu yang dikehendaki. Pengembangan nilai-nilai
Islami sekolah terlihat dari pembiasaan yang dilakukan Kepala Madrasah dengan
bertumpu pada visi Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin yaitu
berprestasi dengan menjunjung
nilai- nilai Islami dan mengutamakan akhlakul karimah. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan peneliti pembiasaan nilai-nilai islami yang dilakukan
Kepala Madrasah dengan penanaman karakter dan membuat slogan- slogan
pendidikan. Penanaman karakter pada peserta didik di Madrasah Tsanawiyah Negeri
4 Merangin dilaksnakan oleh guru kepada peserta didik yang dicantumkan dalam
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.(Observasi, 11 Februari 2022)
Wawancara
penulis dengan bapak Drs. Muslim
selaku Kepala Madrasah Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin beliau mengatakan
:
“Dalam rangka mewujudkan Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
yang berkarakter dan berakhlak
mulia, penanaman karakter sekolah tidak cukup hanya dengan proses pembelajaran dikelas. Oleh karena itu
diperlukan upaya lain, salah satunya dengan melakukan pembiasaan kepada warga
sekolah melalui kegiatan-kegiatan Islami. Sekolah merupakan miniatur kehidupan
warga sekolah sehari-hari pembiasaan melalui kegiatan Islami di sekolah
merupakan upaya yang baik dalam membentuk karakter dan akhlaq warga sekolah.
(Wawancara, 11 Februari 2022)
Berdasarkan data yang diperoleh penulis
di lapangan mengenai kegiatan Islami yang dilaksanakan di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
dapat adalah sebagai berikut :
1) Menyambut kedatangan peserta didik dengan salam
2)
Apel pagi sebelum pukul 07.00 dipimpin oleh Kepala Madrasah
3)
Berdoa pagi bersama siswa
4)
Membimbing membaca Al-qur’an peserta didik
5)
Sholat dhuhur berjamaah setiap hari
kecuali hari Jum’at
6)
Hafalan surat-surat Juz Amma.
7)
Yasin dan Tahlil dan zikiri serta berdo’a pada hari Jum’at
8)
Pengumpulan infaq dan shodaqoh pada hari Jum’at
9)
Peringatan Hari Besar Islam (PHBI)
10)
Pesantren Kilat (Bulan Ramadhan)
11)
Halal bi Halal Idul Fitri (Dokumentasi : Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin 2022)
Selain kegiatan Islami yang dilaksanakan pada setiap harinya
ada juga kegiatan Islami yang dilaksanakan setiap tahunya seperti; Peringatan Tahun Baru 1 Muharram, dimana
dalam kegiatan ini di isi dengan doa akhir dan awal tahun hijriyah, dan
mujahadah bersama yang dilaksanakan di Aula sekolah kemudian Peringatan Maulid
Nabi, Peringatan Isra Mi’raj, dalam kegiatan ini, juga di isi dengan Lomba-
lomba yang dikemas secara islami. (Observasi, 15 Februari 2022).
Wawancara
penulis dengan ibu Nurhayati, S.Pd selaku guru Pendidikan
Agama Islam di Madrasah
Tsanawiyah Negeri 4 Merangin beliau mengatakan :
“Salah satu
upaya Kepala Madrasah dalam dalam mengembangkan budaya keagamaan islam di
Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin adalah melalui kegiatan-kegiatan keagamaa
seperti; Peringatan Tahun Baru 1
Muharram, Peringatan Maulid Nabi dan Isra’ Mi’raj dengan mengadakan lomba-
lomba yang dikemas secara islami, Pesantren kilat dan lain sebagainya”
(Wawancara 23 Februari 2022)
Disamping
lain, pembiasaan nilai- nilai budaya
islami juga dilakukan dengan membuat
slogan-slogan pendidikan. Slogan pendidikan bisa diartikan sebagai
sebuah falsafah yang dimiliki sekolah, bertujuan untuk mendorong dan memotivasi
para pelajar agar semakin giat dalam menuntut ilmu. Demikian juga dalam upaya
Kepala Madrasah dalam mengembangkan budaya Islami di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin adalah
dengan membuat slogan-slogan yang di tempel di dinding-dinding sekolah,
madding, dan dinding- dinding kelas.
Ø
Budaya malu
1) Malu karena datang terlambat pulang cepat.
2) Malu karena
melihat rekan sibuk
dengan aktvitas.
3) Malu karena melanggar peraturan.
4) Malu untuk berbuat salah.
5) Malu karena bekerja/ tidak berprestasi.
6) Malu karena tugas tidak terlaksana tidak tepat waktu.
(Dokumentasi, MTsN 05 Merangin)
b. Menerapkan Sikap Disiplin
Salah satu
aspek dalam pengembangan yang dilakukan Kepala Madrasah terkait budaya Islami
yaitu pembiasaan disiplin baik terhadap dirinya sendiri melalui ketetapan
waktunya, juga terhadap kedisiplinan guru dan siswa. Kedisiplinan
merupakan suatu sikap jiwa yang harus dimiliki oleh setiap Kepala
Madrasah dalam menjalankan tugasnya, agar suatu tindakan atau kegiatan dapat
berjalan dengan baik, lancar, tertib dan teratur.
Menyadari
betapa pentingnya kedisiplinan bagi kehidupan di lingkungan pendidikan maka
internalisasi nilai-nilai agama dalam lingkungan sekolah perlu diterapkan. Jika
kedisiplinan tidak diterapkan maka berlangsungnya proses belajar
mengajar tidak akan efektif. Kepala Madrasah Madrasah Tsanawiyah Negeri menunjukkan
kepada warga sekolah agar turut memiliki sikap disiplin.
Hasil
pengamatan peneliti, setiap hari senin diadakan upacara bendera untuk seluruh
warga sekolah Madrasah Tsanawiyah Negeri. Pada kegiatan tersebut Kepala
Madrasah memberikan nasihat, arahan dan motivasi belajar bagi peserta didik.
Disamping itu ada pembiasaan hukuman bagi peserta didik yang datang terlambat
ke sekolah, hukuman diberikan untuk menciptakan rasa jera bagi mereka sehingga
mereka lebih disiplin ketika berangkat ke sekolah.
Kepala
Madrasah Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin memiliki sikap pembawaan yang
baik, memiliki kedisiplinan yang tinggi. Sebagaimana yang diungkapkan Ibu Halimatus Zahro, S.Pd Wakil
bidang kesiswaan Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin beliau mengatakan :
“Kedisiplinan
yang diterapkan oleh bapak Kepala Madrasah adalah dimana beliau selalu datang
lebih awal sehingga hal tersebut
menjadi motivasi yang kuat bagi para guru dan peserta didik untuk lebih
disiplin. Kedisiplinan merupakan kunci
utama untuk tercapainya tujuan
pendidikan, dengan demikian semangat secara tidak langsung yang ditujukan
Kepala Madrasah dengan berdisiplin telah meningkatkan profesionalisme tenaga
pendidik dalam menggunakan waktu se-efisien mungkin dengan demikian upaya
Kepala Madrasah dalam mengembangkan budaya Islami dapat tercapai” (Wawancara,
21 Februari 2022)
Lebih lanjut
dalam upaya pengembangan buadaya islam di Madarasah Tsanawiayah Negeri 4
Merangin ini, dan demi menjaga keberlangsungan budaya Islami, sekolah membentuk
komitmen bersama para guru ikut terlibat dalam mengembangakan budaya islam di
sekolah. Hal ini berada dibawah komando langsung oleh Kepala Madrasah dan
dibantu dengan wakil kepala bidang kurikulum, kesiswaan.
Wawancara
penulis dengan ibu Nurhayati, S.Pd selaku guru Pendidikan
Agama Islam di Madrasah
Tsanawiyah Negeri 4 Merangin beliau mengatakan :
“Dalam
menjalankan visi dan misi Madrasah
Tsanawiyah Negeri 4 Merangin dalam mengembangkan budaya islam, dimana saya
juga diberikan tugas oleh kapala sekoalah dalam mengatur waktu pelaksanaan kegiatan budaya Islami baik
untuk murid seperti pelaksanaan sholat zuhur berjamaah, membuat tata
tertib pelaksanaan kegiatan
budaya Islami serta menyiapkan
doa-doa pilihan dan
disosialisasikan kepada peserta didik” (Wawancara, 25 Februari 2022)
Lebih lanjut
penulis mewawancarai siswa yaitu, Mulyadi, Satria dan Bagus Kurniawan, siswa di
Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
mereka mengatakan :
“Kami
dituntut mengikuti disiplin yang ada di sekolah, apabila kami melanggar
disiplin, kamipun mendapat hukuman dari pihak sekolah, seperti melakukan shoat
zuhur berjamah dan datang kesekolah tepat waktu” (Wawancara, 25 Februari 2022)
Upaya
kedesiplinan yang dilakukan oleh Kepala Madrasah merupakan salah
satu strategi untuk
membentuk karakter dan akhlak siswa, juga menjadikan kegiatan
pembelajaran lebih efektif, dengan demikian budaya Islami yang telah
dikembangkan selama ini berjalan dengan baik. Bagi guru, kegiatan tersebut bisa
menjadikan motivasi yang memberikan keyakinan kepada mereka bahwa Kepala
Madrasah begitu perhatian dan peduli terhadap kegiatan pembelajaran di Madrasah
Tsanawiyah Negeri 4 Merangin. Sementara bagi peserta didik, dapat menjadi
dorongan agar siswa menjadi lebih rajin dan bersemangat karena kepala madrasah
sudah menunjukkan sikap pedulinya terhadap kegiatan pembelajaran yang mereka
laksanakan di sekolah.
3.Faktor Pendukung Dan Penghambat Kepela Sekolah Dalam
Mengembangkan Budaya Keagamaan Islam sekolah Islami di Madrasah Tsanawiyah
Negeri 4 Merangin
Mengembangkan budaya sekolah Islami merupakan satu hal yang tidak mudah,
perlu adanya kerjasama yang baik antar stakeholder sekolah. Kepala Madrasah
dituntut mampu jeli melihat potensi-potensi yang dimiliki madrasah untuk
mengembangkan budaya sekolah Islami agar potensi yang ada tersebut dapat
teraplikasi sesuai dengan porsinya.
Setiap madrasah pasti mempunyai nilai plus baik dari segi apapun. Termasuk dalam
mengembangkan budaya sekolah Islami ini, salah satu yang menjadi tugas Kepala
madrasah adalah meneliti apa-apa saja faktor pendukung dalam mengembangkan
suatu budaya yang ada.
a. Faktor Pendukung
Dalam pengembangan budaya sekolah Islami, hal yang pentig dilakukan adalah memberikan
sosialisasi dan motivasi kepada seluruh stakeholder sekolah agar terus
bekerjasama mengembangkan budaya-budaya sekolah Islami agar menjadi madrasah
yang bisa jadi inspirasi bagi madrasah-madrasah lainnya.
Hasil observasi penulis di Madrasah
Tsanawiyah Negeri 4 Merangin penulis menemukan bahwa salah satu faktor
pendukung adalah adanya kerjasama antar pendidik dan tenaga kependidikan yang
saling mendukung program yang telah dibuat oleh Kepala Madrasah, sehingga
tercipta suasana islami yang di lingkungan sekolah. (Observasi, 01 Maret 2022)
Dari hasil
observasi penulis diatas dapatlah diketahui bahwa salah satu faktor pendukung
dalam pengembengan budaya islam di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin adalah
kerjasama antar pendidik dan tenaga kependidikan.
Wawancara
penulis dengan bapak Drs. Muslim
selaku Kepala Madrasah Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin beliau mengatakan
:
“Salah satu
faktor pendukung dalam mengembangkan budaya islam di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin adalah antar tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan selalu kompak, selain itu saya juga menekankan
kepada guru agama yang senantiasa memeriksa apakah budaya sekolah terlaksana
dengan baik atau tidak, artinya ada koordinasi yang dilakukan”. (Wawancara, 02
Maret 2022).
Dari hasil
wawancara diatas dapatlah diketahui bahwa faktor pendukung dalam mengembangkan
budaya islam di Madrasah Tsanawiyah
Negeri 4 Merangin dapat berjalan dengan baik, hal ini di dukung oleh semua stakeholder.
Sebagai faktor pendukung
dalam mengembangkan budaya sekolah Islami adalah adanya panutan dalam bertindak
dalam mengambil keputusan untuk terus melestarikan budaya dan terus
mengembangkannya, sebagaimana yang dikatakan faktor diantaranya struktur
organisasi yang solid, kerjasama antar stakeholder sekolah yang baik serta
lingkungan kerja yang sangat memungkinkan untuk mengembangkan budaya sekolah Islami
ini. Selain itu, dalam mengembangkan budaya sekolah Islami perlu adanya
orang-orang yang kompeten dalam bidangnya.
Wawancara penulis dengan Ibu Halimatus Zahro, S.Pd Wakil
bidang kesiswaan Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin beliau mengatakan :
“Adanya kerjasama
antar stakeholder sekolah yang baik serta lingkungan kerja yang sangat
memungkinkan sehingga terciptanya budaya sekolah Islami ini. Selain itu, dalam
mengembangkan budaya sekolah Islami perlu adanya orang-orang yang kompeten
dalam bidangnya seperti guru agama yang sangat memengang peran dalam
membudidayakan islami di sekolah” (Wawancara, 02 Maret 2022).
Hasil
wawancara penulis diatas dapatlah dipahami bahwa dalam mengembangakan budaya
islami di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin tentunya tidak terlepas dari
peran semua guru yang terlibat sebagai tenaga kependidikan di Madrasah
Tsanawiyah Negeri 4 Merangin. Hal ini Kepala Madrasah juga melibatkan seluruh
tenaga kependidikan dalam mengembangkan budaya islami di Madrasah Tsanawiyah
Negeri 4 Merangin.
Penulis juga
mewawancara siswa yaitu M. Fajar, Kurniawati dan Gusneldi siswa Madrasah
Tsanawiyah Negeri 4 Merangin mereka mengatakan :
“Kami dari
siswa juga diajak oleh pihak sekolah untuk sama-sama menciptakan budaya islam
yang telah dibuat oleh Kepala Madrasah dan guru, sehingga kami merasa ikut
bagian dalam menjalankan visi dan misi Kepala Madrasah dalam mengembangkan
budaya keagamaan islam di sekolah ini” (Wawancara, 02 Maret
2022).
Wawancara
diatas sangatlah jelas bahwa faktor pendukung Kepala Madrasah dalam
mengembangkan budaya keagamaan islam di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
didukung oleh semua pihak, baik itu dari guru mapun siswa itu sendiri.
b. Faktor Penghambat
Ketika ada
faktor pendukung, maka tentulah ada faktor penghambat, karena tidak ada yang
berjalan sempurna. Begitu pula dalam mengembangkan sebuah budaya sekolah Islami
Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin, namun yang harus difahami adalah bahwa
setiap kekurangan tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak mengembangkan budaya
yang telah lama di jalankan yang harus dilakukan adalah meminimalisir faktor
penghambat agar tidak menjadi penghalang dalam mengembangkan budaya tersebut.
Hasil
observasi penulis di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin, penulis
menemukan bahwa faktor
penghambat yang paling sering itu datangnya dari siswa yang nakal, dan
tidak bisa mengikuti aturan yang ada. (Obsevasi, 04 Maret 2022)
Sebagaimana
hasil wawancara penulis dengan Ibu Halimatus Zahro, S.Pd Wakil
bidang kesiswaan Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin beliau mengatakan :
“Apabila ada pelanggaran dari siswa
yang tidak memaatuhi aturan disipulin budaya islami di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin, maka saya selaku bagian
kesiswaan untuk memprosesnya dengan bekerjasama dengan bagian konseling sekolah. Hal ini
bertujuan agar semua siswa dapat menjalankan buadaya islami sekolah yang telah
terprogram oleh bapak Kepala Madrasah” (Wawancar, 08 Maret 2022)
Semua faktor
diatas hendaknya diperkuat dengan internalisasi nilai-nilai keislaman yang
menjadi faktor vital bagi internalisasi nilai-nilai etika dalam pribadi. Sebab
ajaran Islam sebagai komprehensif memotivasi agar tumbuh dalam diri setiap
orang semangat kerja, komitmen dan dedikasi pada pekerjaan, kreativitas kerja,
menjauhi perbuatan, yang tidak etis, menganjurkan kerja sama dalam kebajikan,
dan menggalakkan kompetisi baik ditempat kerja. Hal yang sangat penting dan
harus disadari bahwa sebuah organisasi yang baik dengan kepemimpinan yang baik
harus disertai dan ditanamkan dengan nilai-nilai budaya Islam.
Kepemimpinan
adalah sebuah kemampuan yang terdapat dalam diri seorang untuk bisa memengaruhi
orang lain atau memandu untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan Kepala Madrasah
salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi,
misi, tujuan dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan
secara terencana. Kepala Madrasah dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru
yang diberi tugas untuk memimpin suatu madrasah dimana diselenggarakan proses
belajar.
Melalui
kepemimpinan kepala madrasah inilah seorang pemimpin akan mampu mentransfer
beberapa nilai seperti penekan pada kelompok, dukungan guru maupun, toleransi
terhadap resiko, kriteria pengubahan dan sebagainya pada lain sisi.
Majunya
sebuah sekolah atau madrasah adalah mampu menerapkan budaya islami yang telah
disepakati, hal ini tentunya menjadi identitas atau ciri khas sebuah sekolah
yang diharapkan mampu meningkatkan mutu segala bidang, sehingga sekolah
mempunyai nilai-nilai budaya yang berkualitas dan nilai yang telah disepakati
oleh sekolah tersebut.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam mengembangkan budaya keagamaan islam di Madrasah
Tsanawiyah Negeri 4 Merangin. Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam mengembangkan
budaya keagamaan islam di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin, dimana Kepala
Madrasah merancang beberapa langkah dalam mengembangkan budaya keagamaan islam pertama
menyamakan visi dan misi sekolah dengan komite sekolah dan semua guru dan
pegawi dalam pengembangan budaya keagamaan islam.
2. Upaya Kepala
Madrasah dalam mengembangkan budaya keagamaan islam di
Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin pertama membiasakan
nilai-nilai islami sekolah seperti menyambut kedatangan pserta didik dengan
memberikan salam, berdoa sebelum pagi, sholat zuhur berjamaah, pembacaan surah
yasin pada hari jumat, pengumpulan infaq dan sebagaianya. Kedua,
menerapkan sikap disiplin. Salah satu aspek dalam pengembangan yang dilakukan
Kepala Madrasah terkait budaya Islami yaitu pembiasaan disiplin baik terhadap
dirinya sendiri melalui ketetapan waktunya, juga terhadap kedisiplinan guru dan
siswa. Kedisiplinan merupakan
suatu sikap jiwa
yang harus dimiliki oleh setiap Kepala Madrasah dalam menjalankan
tugasnya, agar suatu tindakan atau kegiatan dapat berjalan dengan baik, lancar,
tertib dan teratur.
3. Faktor pendukung dan penghambat kepela sekolah dalam
mengembangkan budaya sekolah Islami di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin,
pertama faktor pendukung, adapun faktor pendukung kepela sekolah dalam
mengembangkan budaya sekolah Islami di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Merangin
adalah adanya kerjasama antar pendidik dan tenaga kependidikan yang saling
mendukung program yang telah dibuat oleh Kepala Madrasah, sehingga tercipta
suasana budaya islami yang di lingkungan sekolah. Kedua faktor
penghambat yang paling sering itu datangnya dari siswa yang nakal,
dan tidak bisa mengikuti aturan yang ada.
B. Kritik dan Saran
1. Kepada Kepala Madrasah Tsnawiyah Negeri 4 Merangin agar
selalu berupaya menciptakan budaya baru yang baik dengan cara memberi
kebijakan-kebijakan yang bisa diterima oleh semua stakeholder sekolah yang ada
dalam mewujudkan citra baik sekolah, serta dapat mempertahankan budaya Islami
yang sudah ada.
2. Kepada seluruh komponen sekolah, yaitu Wakil Kepala
Madrasah, Seluruh Staff dan Guru-guru agar selalu solid dalam mengembangkan budaya sekolah Islami di
Madrasah Tsnawiyah Negeri 4 Merangin serta dapat mengatur dari siswa yang nakal
yang tidak bisa mengikuti aturan yang ada.
3. Kepada seluruh siswa-siswi Madrasah Tsnawiyah Negeri 4
Merangin hendaklan mengikuti proram yang telah dirancang oleh Kepala Madrasah
dalam mengemban visi dan misi demi tercipta budaya kegamaan islami di Madrasah
Tsnawiyah Negeri 4 Merangin.
C. Kata Penutup
Dengan mengucapkan
Al-hamdulillah, puji dan syukur atas rahmat Allah serta taufiq dan hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, meskipun masih terdapat
banyak sekali kekurangan, baik dalam penyajian data mapun dalam penulisan.
Kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi
ini, penulis harapakan kepada semua pihak yang dengan senang hati penulis
terima dengan tulus dan ikhlas. Akhirnya penulis berserah diri kepada Allah,
semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis sendiri khusus dan bagi pembaca umum
nya. Amin ya robbal alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Albarobis, Muhyidin, Kepemimpinan
Pendidikan (Mengembangkan Karakter, Budaya, Dan Prestasi Sekolah Di Tengah
Lingkungan Yang Terus Beruah), Yogyakarta: Insan Madani,2012.
Amali, Afiati Nur, Kepemimpinan
Kepala Madrasah Dalam Mengembangkan Budaya Mutu Di MTs Al-Khoiriyah, Skripsi
(IAIN Walisongo Semarang, 2010).
Departemen Agama Ri, Al-Hikmah, Al Qur’an Dan Terjemahnya,
Bandung: Diponegoro, 2005.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Ed. 3 Cet. 3. 2005
Diyati, Haryati, “Peran Kepala
Madrasah Dalam Mengembangkan Budaya Sekolah”, Tesis, (Yogyakarta: Pasca
Sarjana Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, 2014).
Endah
Juniarti, “Pengaruh Budaya
Religi Terhadap Kepribadian Siswa Mts Darul Amanah Sukorejo
Kendal”, Skripsi, (Semarang: Iain Walisongo, 2011).
Faridah,
Nurul, “Pengaruh Persepsi
Siswa Tentang Pengelolaan Budaya Islami Terhadap Perilaku
Keagamaan Siswa Di Smp Islam Hidayatullah Banyumanik Semarang”. Skripsi,
Iain Walisongo Semarang.
Gunawan,
Imam, Metode Penelitian
Kualitatif: Teori dan
Praktik, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Jakarta: PT Bumi Aksara,2013.
Mabrura, Najia, “Kompetensi
Leadership Guru Manajemen Pendidikan Islam Dalam Membentuk Dan Mengelola Budaya
Islami Di Smp Diponegoro Depok Sleman”, Skripsi, (Yogyakarta: Uin
Yogyakarta, 2014).
Muhaimin, dkk, Manajemen Pendidikan
(Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah),
Jakarta: Kencana, 2011.
------------, Pengembangan Kurikulum
Pai Di Sekolah,
Madrasah, Dan Perguruan Tinggi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006
Mulyadi,
“Kepemimpinan Kepala Sekolah
dalam Mengembangkan Budaya Mutu”.
UIN-Maliki Press, 2010.
Mulyasa, Menjadi
Kepala Sekolah Profesional
Dalam Konteks Menyukseskan MBS,
Bandung: Rosdakarya, 2004
-----------“Manajemen &
Kepemimpinan Kepala Sekolah,”
Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
Munzier S., Dan Herry Noer Aly, Watak
Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung Insani, Cet. 2, 2003.
Modjiono, Imam, Kepemimpinan Dan
Keorganisasian, Yogyakarta: Uii Pres, 2002.
Nurochim, Rusmin Tumaggor, Kholis Ridho,
Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, Jakarta: Kencana, Ed. 1. Cet. 1, 2010.
Said
Bin Ali Wahf
Al Qathani, Lebih
Berkah Dengan Shalat Berjamaah, Solo: Qaula, 2008.
Sagala,
Syaiful, Budaya Dan
Reinventing Organisasi Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2008.
Sarosa,
Samiaji, Penelitian Kualitatif:
Dasar-dasar, Jakarta: PT Indeks, 2012.
Soewadji, Jusuf,
Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta:
Mitra Wacana Media, 2012.
Sugiyono, Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Cetakan 8, Bandung: Alfabeta, 2009.
Sutrisno, “Peranan
Kepala Sekolah Dalam
Mengembangangan Budaya Organisasi (Studi Kasus Di Tk Al Irsyad Al
Islamiyah Pemalang)”, Tesis,
(Semarang; Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, 2007).
Purwanto, Ngalim, Administrasi Dan
Supervisi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Wibowo,
Budaya Organisasi (Sebuah
Kebutuhan Untuk Meningkatkan Kinerja
Jangka Panjang),Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Wahjosumidjo, “Kepemimpinan Kepala
Sekolah Tinjauan Teoritik dan
Permasalahannya”,
Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007.
Wiyani, Novan Ardy, Pendidikan
Karakter Berbasis Iman dan Taqwa, Yogyakarta: Teras, 2012
0 $type={blogger}:
Posting Komentar